LP Vulnus Ictum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN VULNUS ICTUM A. Definisi Vulnus atau luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Ganong. 2014). Vulnus Ictum adalah luka kecil dengan dasar yang sukar dilihat. Disebabkan oleh tertususuk paku atau benda yang runcing, lukanya kecil, dasar sukar dilihat, tetapi pada luka ini kuman tetanus gampang masuk. Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan luka terbuka dari luar tampak kecil tapi di dalam mungkin rusak berat. B. Anatomi dan Fisiologi Kulit Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh



permukaan luar tubuh,



merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 - 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis seperti : kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal seperti pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. (Djuanda Adhi, 2016). Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, yaitu :  Lapisan luar adalah epidermis yang merupakan Lapisan epitel berasal dari ectoderm  Lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.



Menurut (Djuanda Adhi, 2016) Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam), yaitu : 1) Stratum Korneum (lapisan tanduk) Merupakan lapisan epidermis paling atas, terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti. 2) Stratum Lusidum (lapisan bening) Disebut juga lapisan barrier terletak dibawah lapisan tanduk dengan lapisan berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yg kecil-kecil, tipis, dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya). Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. 3) Stratum Granulosum (lapisan berbutir) Tersusun oleh sel-sel keratonosit berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir di dalam protoplsmanya, berbutir kasar dan berinti mengkerut. Lapisan ini tampak paling jelas pada kulit telapak tangan dan telapak kaki. 4) Stratum Spinosum (lapisan bertaju) Disebut juga lapisisan malphigi terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan



dengan



perantaraan



jembatan-jembatan



protoplasma



berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan saling berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa baris. 5) Stratum Basale /Stratum Germinativum (lapisan benih) Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina basalis di



bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang membatasi epidermis dengan dermis. Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi kepermukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yg mengandung melanosit. Epidermis mempunyai fungsi sebagai berikut, yaitu :  Proteksi barier  Organisasi sel  Sintesis vitamin D dan sitokin  Pembelahan dan mobilisasi sel  Pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans). (Djuanda Adhi, 2016) Dermis merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin” karena 95% dermis membentuk ketebalan kulit. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak rambut (muskulus arektor pili). Lapisan Dermis terdiri dua lapisan, yaitu:  Lapisan papiler, tipis mengandung jaringan ikat jarang.  Lapisan retikuler, tebal terdiri dari jaringan ikat padat Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbedabeda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang



suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Subkutis/hipodermis mempunyai fungsi sebagai berikut :  Melekat ke struktur dasar  Isolasi panas  Cadangan kalori  Kontrol bentuk tubuh  Mechanical shock absorber. Suplai darah dan nutrisi untuk kulit diperoleh dari arteri yang membentuk pleksus terletak antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis melalui membran epidermis pembuluh darah kulit. Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh, yaitu : 1) Memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan 2) Sebagai barier infeksi 3) Mengontrol suhu tubuh (termoregulasi) 4) Sensasi 5) Eskresi 6) Metabolisme. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dan elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, putting dan ujung jari.  Kulit berperan pada pengaturan suhu & keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur



perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas. (Djuanda Adhi, 2016). Gambar 1. Struktur Kulit



(Djuanda Adhi, 2016) C. Etiologi Menurut (Sudoyo Aru, dkk 2015) Luka tusuk dapat disebabkan oleh : a. Benda tajam dengan arah lurus pada kulit. b. Suatu gerakan aktif maju yang cepat atau dorongan pada tubuh dengan suatu alat yang ujung nya panjang Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu : a. Lokasi anatomi injury



D. Gambaran Klinik Apabila seseorang terkena luka maka dapat terjadi gejala setempat (lokal) dan gejala umum. a. Gejala Lokal : 1) Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf sensoris. Intensitas atau derajat rasa nyeri berbeda-beda tergantung pada berat/luas kerusakan ujung-ujung saraf dan lokasi luka 2) Perdarahan, hebatnya perdarahan tergantung pada lokasi luka, jenis pembuluh darah yang rusak. 3) Ganguan fungsi, fungsi anggota badan akan terganggu oleh karena rasa nyeri. b. Gejala umum : Gejala/tanda umum pada perlukaan dapat terjadi akibat komplikasi yang terjadi seperti syok akibat nyeri dan atau perdarahan yang hebat. (Sudoyo Aru, dkk 2015). E. Patofisiologi Vulnus ictum terjadi akibat penusukan benda tajam,sehingga menyebabkan contuiniutas jaaringan terputus. Pada umumya respon tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi. Dalam hal ini ada peluang besar terjadinya infeksi hebat. Proses yang terjadi secara alamiah bila terjadi luka dibagi menjadi 3 fase : a. Fase inflamsi atau “ lagphase “ berlangsung sampai 5 hari. Akibat luka terjadi pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit radang. Terjadi Vasekontriksi dan proses penghentian pendarahan. Sel radang keluar dari pembuluh darah dan menuju daerah luka secara khemotaksis. Dengan demikian timbul tandatanda radang leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan dan menahan kotoran dan kuman.



b. Fase proferasi atau fase fibriflasi. berlangsung dari hari ke 6-3 minggu. Tersifat oleh proses preforasi. Serat-serat baru dibentuk, diatur, mengkerut yang tidak perlu dihancurkan dengan demikian luka mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel radang, fibrolas, serat-serat kolagen, kapilerkapiler baru yang membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut jaringan granulasi. Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menututpi dasar luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang rata dan lebih rendah, tak dapat naik, pembentukan jaringan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka. c. Fase “ remodeling “ fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan. Dikatakan berahir bila tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tidak ada rasa sakit maupun gatal. Pathway



(Sudoyo Aru, dkk, 2015)



F. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan terutama jenis tes darah lengkap untuk mengetahui terjadinya infeksi. Pemerksaan X-ray jika terdapat fraktur atau dicurigai terdapat benda asing (Ganong. 2014)  Hitung darah lengkap Peningkatan Ht awal menunjukan hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan/kehilangna cairan. Selanjutnya penurunan Ht dan SDM dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas tehadap endothelium pembuluh darah.  GDA Penurunan PaO2/peningkatan PaCo2 mungkin terjadi pada retensi karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan penurunan ginjal dan kehilangan mekanisme kompensasi pernapasan.  Elektrolit serum Kalium



dapat



meningkat



pada



awal



sehubungan



dengan



cidera



jaringan/kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal.  Urin Adanya albumin, Hb, dan immunoglobulin menunjukan kerusakan jaringan dalam dan kehilangan protein. Warna hitam kemerahan pada urin sehubungan dengan mioglobulin.  Bronkoskopi Berguna dalam diagnose luas cidera inhalasi, hasil dapat meliputi edema, pendarahan, dan tukak pada saluran pernapasan.  EKG Tanda iskemia miokardial/ disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.



G. Komplikasi 1. Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. 2. Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. 3. Infeksi: Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. 4. Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. (Ganong. 2014) H. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan pada luka 1. Hemostasis : Mengontrol pendarahan akibat laserasi dengan cara menekan luka dengan menggunakan balutan steril. Setelah pendarahan reda, tempelkan sepotong perban perekat atau kasa diatas luka laserasi sehingga memungkinkan tepi luka menutup dan bekuan darah terbebtuk. 2. Pembersihan luka. 3. Faktor pertumbuhan (penggunaan obat). 4. Perlindungan : Memberikan balutan steril atau bersih dan memobilisasi bagian tubuh. 5. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan, berdasarkan kondisi luka dan status imunisasi pasien. ((Djuanda Adhi, 2016))



b. Penatalaksanaan pada pasien 1. Perhatikan kepatenan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. 2. Melengkapi pengkajian survey primer dengan cara mengevaluasi tingkat kesadaran pasien, ukuran, dan reaksi pupil. 3. Mengidentifikasi adanya luka lain yang mungki memerlukan perawatan. 4. Mengontrol pendarahan dengan cara penekanan langsung pada area luka, elevasi. 5. Mengidentifikasi adanya syok hemoragik. 6. Mengkaji status imunisasi tetanus pada pasien. 7. Menilai kondisi hipotermia, terutama pada saat kulit kehilangan bagian yang luas ((Djuanda Adhi, 2016)). I.



Pencegahan 1. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptic, misalnya alcohol, halogen, yodium, oksidansia, logam berat dan asam berat. 2. Pembersihan



luka,



Tujuan



dilakukannya



pembersihan



luka



adalah



meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka, menghindari terjadinya infeksi, membuang jaringan nekrosis. 3. Pembalutan luka, luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam. 4. Penutupan luka, Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal. 5. Pemberian antibiotic, prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik. (Djuanda Adhi, 2016).



KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Asuhan keperawatan merupakan aspek legal bagi seorang perawat dalam melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan kepada klien, memberikan informasi secara benar dengan memperhatikan aspek legal etik yang berlaku. 1. Pengkajian Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh. a. Aktifitas atau istirahat Gejala : merasa lemah, lelah. Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan rentang gerak, perubahan aktifitas. b. Sirkulasi Gejala : perubahan tekanan darah atau normal. Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi. c. Integritas ego Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian. Tanda : ketakutan, cemas, gelisah. d. Eliminasi Gejala : konstipasi, retensi urin. Tanda : belum buang air besar selama 2 hari. e. Neurosensori Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri. Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada daerah cidera , kemerah-merahan.



f. Nyeri / kenyamanan Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan. Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa tidur. g. Kulit Gejala : nyeri, panas. Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema. B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot. 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tubuh yang tidak adekuat. (Herdman T.H, dkk, 2018). C. Rencana Keperawatan (Intervensi) Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan



untuk



menanggulangi



masalah



sesuai



dengan



diagnosa



keperawatan. (Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015) 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik Tujuan : nyeri hilang / berkurang. KH : 1) pasien mengatakan reduksi nyeri dan hilangnya nyeri setelah tindakan penghilang nyeri. 2) Pasien rileks. 3) Dapat istirahat / tidur dan ikut serta dalam aktifitas sesuai kemampuan.



Intervensi : 1. Kaji tanda – tanda vital. Rasional : mengetahui perkembangan klien 2. Lakukan ambulasi diri. Rasional : mencegah adanya kekakuan otot 3. Ajarkan teknik distraksi dann relaksasi misalnya nafas dalam. Rasional : mengurangi rasa nyeri 4. Berikan obat sesuai petunjuk. Rasional : mempercepat proses penyembuhan 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot Tujuan : mempertahankan mobilitas fisik KH : 1) mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi atau bagian tubuh yang terkena. 2) Mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang di ajarkan. 3) Kemungkinan melakukan aktifitas. Intervensi : 1) Kaji kemampuan secara fungsional / luasnya kerusakan awal. Rasional : kemampuan klien dapat menentukan seberapa berat gangguan imobilisasi. 2) Bantu dalam aktifitas perawatan diri. Rasional : membantu klien agar cepat sembuh. 3) Pantau respon pasien terhadap aktivitas. doenges, (2000:) Rasional : respon pasien dapat membantu dalam proses imobilisasi



3. Resiko infeksi sekunder berhubungan dengan pertahanan primer tubuh yang tidak adekuat. Tujuan : tidak terjadi infeksi lebih lanjut. KH : Tidak terdapat tanda tanda infeksi lebih lanjut dengan luka bersih tidak ada pus. Intervensi : 1) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan. Rasional : kulit yang rusak menentukan proses penyembuhan. 2) Pantau suhu tubuh secara teratur. Rasional : peningkat suhu tubuh dapat diakibatkan oleh adanya infeksi.. 3) Berikan antibiotik secara teratur. Rasional : mencegah perkembangan kuman secara cepat



DAFTAR PUSTAKA Djuanda Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi keenam. FKUI, 2016



Ganong. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC.



Greenberg, M.I, 2013. Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan jilid 1. Erlangga. Jakarta



Herdman T.H, dkk, 2018. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesia, Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, 20018-2020, EGC, Jakarta Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Jogjakarta: MediAction. Sudoyo Aru, dkk 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 3 edisi keempat. Internal Publishing, Jakarta