Makalah Alvin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tinjauan Pustaka



Histoplasmosis Flavianus R.L.Wayan Mahasiswa Fakultas Kedokteran NIM. 10 2010 237 Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 Email: [email protected]



Pendahuluan Histoplasmosis ialah penyakit jamur sistemik yang disebabkan oleh jamur dimorfik bergantung suhu (thermally dimorphic) Histoplasma capuslatum sedangkan histoplasmosis Afrika disebabkan oleh Histoplasma duboisii. Histoplasmosis hidup dan tumbuh sangat baik pada suhu antara 22°-29°C, dengan kelembaban udara berkisar 67-87%. Manusia mendapat infeksi dengan cara terhirup spora jamur histoplasmosis. Tidak ditularkan dari manusia ke manusia lainnya maupun dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Di amerika serikat, H. capsulatum adalah penyebab paling banyak mikosis paru. Di beberapa Negara bagian, penyakit endemic, ditunjukkan dengan tes histoplasmin positif mencapai 80-90%. Infeksi dengan jamur ini telah dilaporkan dari banyak Negara. Di Indonesia telah mencatat ada 17 pasien histoplasmosis sejak tahun 1932 sampai dengan 1988. Ada empat bentuk histoplasmosis manusia: histoplasmosis asimptomatik, infeksi paru akut, histoplasmosis paru kronis, dan histoplasmosis diseminata progresif.



Anamnesis Anamnesis adalah pengumpulan data status pasien yang didapat dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan pasien. Tujuan dari anamnesis antara lain: mendapatkan keterangan sebanyak mungkin mengenai penyakit pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara dan diagnosa banding, serta membantu



1



menentukan penatalaksanaan selanjutnya. Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarah masalah pasien dengan diagnosa penyakit tertentu. Jenis anamnesis yang dapat dilakukan ialah autoanamnesis dan alloanamnesis. Autoanamnesis dapat dilakukan jika pasien masih berada dalam keadaan sadar. Sedangkan bila pasien tidak sadar, maka dapat dilakukan alloanamnesis yang menyertakan kerabat terdekatnya yang mengikuti perjalanan penyakitnya.1 1. Identitas Pasien Menanyakan kepada pasien/ orang tua dari anak : Nama lengkap pasien, umur pasien, tanggal lahir, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan dan pekerjaan ,suku bangsa. 2. Keluhan Utama Menanyakan keluhan utama pasien yaitu : batuk, demam, dan sakit kepala yang sering timbul sebulan minimal 2 kali. 3. Riwayat Penyakit Sekarang 4. Riwayat Penyakit Dahulu 5. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga Jika data-data dari pasien sudah lengkap untuk anamnesis, maka dapat dilakukan pemeriksaan fisik untuk menunjang anamnesis tadi.1 Adapun pertanyaan-pertanyaan yang mungkin bisa membantu dalam menegakkan diagnosis, seperti, bagaimanakah lingkungan tempat tinggal pasien, dan sebagainya.



Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dimulai dengan melihat kesadaran pasien, apakah kompos mentis (sadar sepenuhnya), Apatis (pasien tampak segan, acuh tak acuh terhadap lingkunganya), Delirium (penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik, dan siklus tidur bangun yang terganggu), Somnolen (keadaan mengantuk yang masih dapat pulih penuh bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur lagi), Sopor/stupor (keadaan mengantuk yang dalam, pasien masih dapat dibangunkan tetapi dengan rangsangan yang kuat, rangsang nyeri, tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik). Dilanjtukan dengan TTV. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan torak. Secara umum ada beberapa garis bayangan yang digunakan dalam pemeriksaan torak yaitu : Garis midsternalis : garis yang ditarik dari garis tengah sternal ke bawah Garis midclavikula : garis yang ditarik dari pertegahan clavikula ke bawah Garis mid axillaries : Garis yang ditarik dari pertengahan axilla ke bawah Garis mid spinalis : garris yang ditarik dari pertengahan spinal ke bawah 2



Garis mid scapula : Garis yang ditarik dari pertengahan scapula ke bawah a. Inspeksi 



Amati bentuk torak, kesimetrisan, keadaan kulit. Laporkan bentuk torak anterior (normal, pigeon cgest, barrel chest) dan posterior (mormal, kyposis, scoliosos, lordosis). Amati juga apabila ada retraksi sela iga.







Amati pernafasan pasien frekuensi normal nafas yaitu 16–24x per-menit. Amati pola nafas (eupnea, apnea, kusmaul, dsb)



 b.



Amati ada / tidak cianosis, batuk produktif atau kering.



Palpasi Pemeriksaan taktil / vocal fremitus, membandingkan getaran dinding torak antara kanan dan kiri, dengan cara menepelkan kedua telapak tangan pemeriksa pada punggung klien dank lien diminta mengucapkan kata tujuh puluh tujuh, telapak tangan digeser ke bawah dan bandingkan getarannya, normalnya getaran antara kanan da kiri teraba sama.



c.



Perkusi Menempelkan jari tengah pemeriksa pada intercosta klien dan mengetuk dengan jari tangan yang satunya, normalnya suara dinding torak saat diperkusi adalah sonor. Hipersonor menandakan adanya pemadatan jaringan paru atau prnimbunan cairan dalam dinding torak ( pnemotorak )



d.



Auskultasi Mendengar suara nafas trakeal, vesikuler, bronkovesikuler dan memperhatikan apa ada suara nafas tambahan atau tidak (whezzing, stridor, ronkhi kering, ronkhi basah dsb)1,2



Pemeriksaan penunjang 



Radiologi foto toraks dilakukan pada setiap kasus dimana dicurigai adanya kelainan di pleura, parenkim atau mediastinum. Pada histoplasmosis dan TB, didapatkan infiltrate pada bagian hilus paru seta pembesaran kelenjar hilus. Untuk itu diperlukan pemeriksaan penunjang lain untuk mendapatkan kepastian diagnosis.







Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang didapatkan adanya kelainan foto toraks berupa infiltrate paru. Bahan klinik yang diperlukan untuk pemeriksaan laboratorium mikologi tergantung pada organ yang terkena. Pada histoplasmosis paru dapat 3



dilakukan pemeriksaan sputum baik secara langsung dengan pulasan giemsa maupun menanam sputum pada agar sabouraud dekstrosa (ASD). Bahan klinik lain yang dapat digunakan



pada



histoplasmosis



paru



adalah



bilasan



bronkus,



yang



cara



pemeriksaannya sama dengan cara pemeriksaan sputum. Pada histoplasmosis diseminata bahan klinik yang digunakan untuk pemeriksaan laboratorium adalah darah, cairan otak, usap ulkus, kerokan kulit dan biopsy jaringan. Perlakuan terhadap bahan klinik di atas sama dengan pemeriksaaan sputum yaitu diwarnai dengan pulasan giemsa dan dibiak pada medium ASD. Pemeriksaan laboratorium mikologi dilakukan dengan memeriksa secara langsung dan membiak specimen klinik yang berasal dari pasien yang diduga terinfeksi., selain itu dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antigen dan antibody yang sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaan bahan biopsy juga dapat dilakukan dengan membuat sediaan tekan jaringan dan memulasnya dengan giemsa atau HE. Bahan klinik yang paling sering memberikan hasil positif baik pada pemeriksaan langsung maupun biakan adalah biopsy sumsum tulang. Biakan darah juga memberikan hasil positif yang tinggi. Pemeriksaan langsung dapat dilakukan dengan mewarnai bahan klinik dengan pulasan giemsa, atau dengan memeriksa sediaan histopatologi yang dowarnai dengan HE, atau GMS. Pada pemeriksaan langsung dengan pulasan Gimesa, dan pulasan HE, H. capsulatum tampak sebagai sel ragi intraseluler yang dikelilingi oleh halo hialin yang tidak terwarnai dan sitoplasma yang terpulas di dalam sel makrofag/monosit. Pada biakan specimen klinik pada ASD yang diinkubasi pada suhu kamar jamur tumbuh sebagai koloni filament/kapang dan membentuk mikrokonidia dan makrokonidia yang penting sebagai pertanda identifikasi. Untuk menumbuhkan jamur dalam bentuk ragi, inkubasi biakan dilakukan dalam suhu 37°C. pertumbuhan jamur H.capsulatum pada biakan memerlukan waktu lama karena pertumbuhannya lambat. Biakan dinyatakan negative setelah tidak ditemukan pertumbuhan dalam waktu enam minggu. Karena itu hasil pemeriksaan langsung menjadi sangat penting. Bila pemeriksaan langsung memberikan hasil positif maka pengobatan dapat segera dimulai.1,3 



Skintest Tes kulit mikologi berguna untuk kepentingan epidemiologi dari jamur tersebut1







Serologi



4



Deteksi antigen penting untuk membantu diagnosis pada histoplasmosis akut, terutama pada penderita AIDS. Bahan klinik yang dapat digunakan adalah serum, cairan otak, urin, dan bilasan bronkus. Urin merupakan bahan klinik yang paling sering memberikan hasil positif, sedangkan BAL positif sering ditemukan pada penderita AIDS. Deteksi antibody berperan penting dalam menegakkan diagnosis histplasmosis. Dengan menggunakan teknik imunodifusi, dapat dideteksi antigen M dan H. antigen M dibentuk pada infeksi akut namun juga sering ditemukan pada infeksi kronik. Antigen M dapat bertahan selama bertahun-tahun. Antigen H jarang ditemukan, biasanya ditemukan bersama antigen M. 



Tes mantoux tes mantoux berguna untuk mendiagnosis pasien TB. Karena gejala TB mirip dengan Histoplasmosis, tes ini dapat dipakai untuk memastikan diagnosis.3,4



Diagnosis Banding TBC Paru anak Penyakit tuberkulosis (TB) pada anak walaupun dikatakan merupakan “Self limited disease” atau “Stable disease” sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di negara-negara berkembang. Indonesia merupakan negara dengan proporsi TB tertinggi nomer 3 (tiga) setelah India (30%) dan Cina (15%) yaitu sebesar 10%. Sedangkan prevalensi penyakit berkisar antara 1,2 – 2,5% (di Kab.Pati 1,9%).5 Penyakit mikrobakterium ini sering mengenai kelenjar limfe mediastinum pada anakanak. Infeksi kelenjar limfe tanpa disertai gejala paru yang signifikan lebih sering terjadi pada tuberkulosis paru primer daripada reaktivasi prnyakit. Sebagai catatan, sebanyak 20% pasien yang hasil kulturnya positif memiliki tes Mantoux kulit yang negatif selama fase awal penyakit (bahkan pada tes kulit diberikan 250 unit tuberkulin). Diagnosis pasti dipastikan dengan pemeriksaan histologis dan pemastian bakteriologik.5 Perbedaan TB anak dan dewasa: a. TB anak lokasinya pada setiap bagian paru, sedangkan pada dewasa di daerah apeks dan infra klavikuler b. Terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sedangkan pada dewasa tanpa pembesaran kenlenjar limfe regional c. Penyembuhan dengan perkapuran sedangkan pada dewasa dengan fibrosis d. Lebih banyak terjadi penyebaran hematogen, pada dewasa jarang 5



Diagnosis TB anak : a. Test Tuberkulin Ada 2 macam tuberkulin yang dipakai yaitu Old tuberkulin dan Purified protein derivate dengan cara Mantoux. Yaitu dengan menyuntikkan 0,1 ml tuberkulin PPD intrakutan di volar lengan bawah.Reaksi dilihat 48 – 72 jam setelah penyuntikan. Uji Tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi TB. Reaksi ini akan bertahan cukup lama walaupun pasien sudah sembuh sehingga uji Tuberkulin tidak dapat digunakan untuk memantau pengobatan. b. Keadaan umum anak Curiga adanya TB anak bila : -



Sering panas



-



Sering batuk pilek (batuk kronis berulang)



-



Nafsu makan menurun



-



Berat badan tidak naik



c. Laboratorium hematologi Tidak banyak membantu. Laju endap darah meninggi pada keadaan aktif dan kronik. Pada stadium akut bisa terjadi lekositosis dengan sel polimorfonuklear yang meningkat selanjutnya limfositosis. Gambaran hematologik dapat membantu mengamati perjalanan penyakitnya. Gambaran darah yang normal tidak / belum dapat menyingkirkan diagnosis tuberkulosis. d. Foto Rontgen Foto thoraks yang khas adalah : -



Fokus primer



-



Limfadenitis pada trakhea



-



Limfangitis



Foto thoraks yang jelas : -



TB milier



-



Bronkhogenic Spread



Foto Rontgen thoraks tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik tunggal e. Pemeriksaan bakteriologis Merupakan diagnosis pasti bila ditemukan kuman basil tahan asam, tetapi sulit pada bayi dan anak. Bahan pemeriksaan dapat diambil dari sputum (pada anak besar), bilasan lambung pagi hari atau dari cairan lain : LCS, Cairan pleura, cairan pericard.



6



Pemeriksaan dapat dilakukan cara langsung, biakan dengan metode lama, radiometrik (Bactec), PCR f. Pemeriksaan histopatologi Jarang dilakukan pada anak, dilakukan dengan biopsi misalnya dari kelenjar limfe g. Pemeriksaan fungsi paru Pada umumnya fungsi paru tak terganggu kecuali pada bronkhiektasis hebat. Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada TB anak yang memerlukan tindakan operatif. h. Pemeriksaan terhadap sumber penularan Dicari sumber infeksi baik dari keluarga maupun orang lain, dilakukan pemeriksaan sputum, foto paru, pemeriksaan darah. Bila positif



sebaiknya diisolasi untuk



mengurangi kontak dan dilakukan pengobatan. i. Serologi : hasil kurang memuaskan dan masih kontroversi, hasil tergantung dari : -



Umur



-



Status imunisasi



-



Mycobacterium atypic



-



Tidak dapat membedakan infeksi dan sakit



j. Interfedon γ Problem utama dan penatalaksanaan TB anak adalah : a. Diagnosis : -



Gejala klinik tidak specifik sehingga sering terjadi over / under diagnosis dan over/under treatment



-



Belum ada alat diagnostik yang pasti



-



Infeksi TB atau sakit TB tidak ada alat diagnostik yang dapat membedakan



b. Kepatuhan berobat -



Banyak terjadi putus obat yang berakibat kegagalan pengobatan6



Tujuan pengobatan TB anak adalah : -



Menurunkan / membunuh kuman dengan cepat



-



Sterilisasi kuman untuk mencegah relaps dengan jalan pengobatan  Fase intensif (2 bulan) : mengeradikasi kuman dengan 3 macam obat : INH, Rifampisim dan PZA  Fase pemeliharaan (4 bulan) : akan memberikan efek sterilisasi untuk mencegah terjadinya relap : menggunakan 2 macam obat : INH & RIF



-



Mencegah terjadinya resistensi kuman 7



Pencegahan Tuberkulosis Anak: 1. Perlindungan terhadap sumber penularan. Prioritas pengobatan sekarang ditujukan terhadap orang dewasa. Akan tetapi seperti yang telah diterangkan sebelumnya bahwa TB anak yang tidak mendapat pengobatan akhirnya menjadi TB dewasa dan akan menjadi sumber penularan 2. Vaksinasi BCG 3. Khemoprofilaksis primer maupun sekunder 4. Pengobatan terhadap infeksi dan penemuan sumber penularan 5. Pencegahan terhadap menghebatnya penyakit dengan diagnosis dini 6. Penyuluhan dan pendidikan kesehatan6



Diagnosis Kerja Histoplasmosis adalah penyakit jamur sistemik yang disebabkan oleh jamur dimorfik bergantung suhu (thermally dimorphic) Histoplasma capsulatum sedangkan histoplasmosis Afrika disebabkan oleh Histoplasma duboisii.



Epidemiologi Di alam, Histoplasma capsulatum hidup sebagai saprofit di tanah yang banyak mengandung nitrogen dengan konsentrasi tinggi. Misalnya tanah yang tercemar tinja ayam atau burung. Unggas tidak terinfeksi namun paruh dan kakinya dapat membawa jamur tersebut. Kontaminasi tanah oleh Histoplasma capsulatum dapat bertahan lama meskipun kandang ayam tersebut telah bertahun-tahun tidak digunakan. Kelelawar dapat terinfeksi dan menebarkan jamur melalui tinjanya. Di daerah Missisipi, infeksi biasanya terjadi pada usia muda dan menjadi infeksi laten yang asimptomatis. Manifestasi klinis muncul, bila terjadi gangguan system kekebalan. Hal itu dapat dilihat dengan jelas pada penderita yang terinfeksi HIV dan tinggal di daerah endemis histoplasmosis. Pada penderita AIDS manifestasi klinis terjadi karena reaktivasi infeksi lama maupun infeksi baru. Di daerah non endemis manifestasi klinis sering disebabkan oleh reaktivasi.6



Etiologi Histoplasmosis capsulatum Bersifat dimorfik bergantung suhu. Pada suhu 35-37°C jamur membentuk koloni ragi sedangkan pada suhu lebih rendah/ suhu kamar (25-30°C) membentuk koloni filamen 8



(kapang). Dalam bentuk koloni filamen kedua varietas tersebut tidak dapat dibedakan. Sebagai koloni filamen, jamur membentuk mikrokonidia dan makrokonidia. Mikrokonidia berukuran lebih kecil (2-6µm) dan karena ukurannya yang kecil mudah terhirup ke dalam saluran napas. Mikrokonidia merupakan bentuk infektif Histoplasma capsulatum. Makrokonidia berbentuk silindris atau bulat, berdinding tebal dengan tonjolan pada seluruh permukaannya, berwarna kecoklatan dan berukuran 8-14µm. Makrokonidia berfungsi sebagai pertanda morfologi dalam identifikasi jamur.7



Patologi dan Gejala Klinik Infeksi terjadi karena inhalasi spora yang berasal dari koloni filamen yaitu mikrokonidia. Di dalam tubuh, spora yang terhirup akan mengalami perubahan menjadi bentuk ragi. H. capsulatum menyebabkan mikosis intraselular pada system monositmakrofag. Di dalam sel monosit atau makrofag jamur tersebut akan memperbanyak diri dan menyebabkan penyebaran limfogen atau hematogen. Reaksi inflamasi terjadi dalam pembentukan jaringan granulasi yang kemudian menjadi nekrotik dan akhirnya terbentuk klasifikasi. Pada orang yang sehat gejala klinik yang timbul ringan mirip dengan influenza biasa. Bila spora terhirup dalam jumlah besar maka dapat timbul kelainan yang meluas seperti pada pasien imunokompromis. Secara klinis histoplasmosis terbagi menjadi empat jenis, yaitu histoplasmosis asimptomatik, histoplasmosis pulmoner akut, histoplasmosis pulmoner kronis, dan histoplasmosis diseminata yang merupakan bentuk berat. Histoplasmosi asimptomatik biasanya terjadi di daerah endemis. Sebanyak 50-85% orang yang tinggal di daerah endemis pernah terinfeksi jamur tersebut. Bentuk simptomatik akut biasanya sembuh sendiri dan gejala yang ditemukan biasanya batuk kering, demam, dan lesu. Sebanyak 5% penderita mengalami eritema nodosum, sedangkan 5-10% mengalami mialgia dan atralgia/arthritis. Gambaran radiologis paru memperlihatkan pneumonitis setempat yang dapat disertai pembesaran nodus limfatikus hilus. Pada penderita gangguan imunitas selular seperti AIDS, meskipun dapat ditemukan bentuk ringan sampai sedang sebagian besar (95%) ditemukan sebagai bentuk diseminata dan gejalanya lebih berat disertai demam berkepanjangan, keringat malam, dispnea dan hipoksemia. Keadaan tersebut dapat cepat berubah menjadi respiratory distress syndrome, dan pada pemeriksaan radiologis paru ditemukan infiltrat difus pada kedua paru. Histoplasmosis kronik biasanya terjadi pada laki-laki dewasa yang mempunyai kelainan paru obstruktif kronik. Gejalanya berupa lesu,demam, keringat malam, batuk kronik 9



dengan produksi sputum, hemoptisis, dispnea dan berat badan menurun. Pada pemeriksaan radiologis paru terlihat kavitasi pada lobus atas dan fibrosis yang progresif pada bagian bawah paru. Histoplasmosis diseminata yang dapat berlangsung akut atau kronik sering terjadi pada individu imunokompromis dan anak-anak. Pada pasien yang terinfeksi HIV biasanya bentuk



diseminata



terjadi



bila



hitung



CD4



kurang



dari



150



μl.



Ditemukan



hepatosplenomegali, limfadenopati, dan kelainan pada kulit dan membrane mukosa (ulkus). Pada pasien terinfeksi HIV kelainan sistemik sering bermanifestasi sebagi kelainan kulit. Penyebaran infeksi ke susunan saraf pusat, juga sering terjadi. Gambaran radiologis paru terlihat infiltrat interstitial difus atau bentuk retikulonodular yang dengan cepat menjadi acute respiratory distress syndrome.



Penatalaksanaan Pengobatan



histoplasmosis



dibedakan



antara



pengobatan



pada



penderita



imunokompeten non AIDS dan pengobatan pada penderita AIDS. Pada kelompok non AIDS pengobatan juga dibedakan antara histoplasmosis diseminata yang mengancam nyawa dan bentuk yang lebih ringan. Pada bentuk diseminata pengobatan dimulai dengan pemberian amfoterisin B secara intravena dengan dosis 0,7-1 mg/hari tiap hari selama 1-2 minggu. Dosis total diberikan sebanyak 2500 mg untuk dewasa. Untuk anak disesuaikan dengan umur dan berat badan. Kemudian diteruskan dengan itrakonazol 200-400 mg/hari sampai paling sedikit 6 bulan. Pada bentuk yang lebih ringan dapat diberikan itrakonazol 200-400 mg selama paling sedikit 6 bulan. Pada histoplasmosis paru kronik dengan kavitas diperlukan pengobatan selama lebih dari 1 tahun untuk mencegah kemungkinan relaps. Pada penderita AIDS dengan histoplasmosis ringan sampai sedang dapat diberikan itrakonazol 200 mg tiga kali/ hari untuk tiga hari pertama dilanjutkan dengan 2 x 200 mg selama 12 minggu. Prinsip pengobatan histoplasmosis diseminata adalah pemberian terapi induksi untuk mendapatkan perbaikan klinis diikuti terapi supresif untuk mencegah relaps. Terapi induksi menggunakan amfoterisin B 0,5-1 mg/kgBB/hari selama 3 hari- 2 minggu tergantung respons penderita. Kemudian diikuti terapi supresif dengan itrakonazol 400 mg/hari selama kurang lebih 3 bulan. 7,8



Preventif Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya Histoplasmosis antara lain : 10







Hindari tempat yang berkembangnya jamur, terutama daerah yang dipenuhi dari ekskresi burung dan kelelawar







Mengeluarkan atau membersihkan koloni kelelawar atau kandang burung dari gedung ataupun perumahan.







Melakukan desinfeksi pada daerah yang mengalami kontaminasi.







Meminimalisir terbangnya debu yang kemungkinan terkontaminasi dengan spora jamur dengan cara menyemprotkan dengan air daerah yang berpotensi sebagai sumber penularan penyakit, seperti kandang ayam sebelum dibersihkan dilakukan penyemprotan dengan air untuk menghindari terbangnya debu yang mengandung spora jamur.







Saat bekerja di tempat yang beresiko sebagai tempat penyebaran penyakit, pekrja hendaknya menggunakan pakaian khusus dan menggunakan masker wajah yang berfungsi untuk menyaring debu yang masuk saat bernafas, sebaiknya gunakan masker dengan diameter kurang lebih 1 milimicron



Prognosis Prognosis histoplasmosis tergantung kondisi penyakit pada saat diagnosis ditegakkan. Diagnosis dini mempunyai prognosis lebih baik, namun diagnosis sering kali terlambat ditegakkan karena secara klinis histoplasmosis memiliki gejala yang mirip dengan penyakit lain. Pada histoplasmosis diseminata pemberian pengobatan yang tepat dengan induksi dan terapi supresif untuk mencegah relaps memperbaiki prognosis.7,8



Ringkasan Histoplasmosis adalah penyakit jamur sistemik yang terutama menyerang system retikuloendotel. Penyebabnya ialah Histoplasma capsulatum. Histoplasmosis diseminata adalah bentuk klinis yang paling berat dan sering fatal. Penyakit ini banyak ditemukan di Amerika, dijumpai juga di negara-negara beriklim sedang dan tropis, termasuk Indonesia. Gejala klinisnya tidak khas dan sering tersamar dengan penyakit lain, sehingga diagnosis baru ditegakkan setelah penderita meninggal



Daftar Pustaka 1. Sudiono janti. Gangguan tumbuh kembang dentokraniofasial. Jakarta: EGC; 2009. 2. Diunduh



dari



http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3454/1/paru-



sukamto.pdf 2 Juli 2012 11



3. Prianto Juni, Tjahaya, Darwanto. Atlas parasitologi kedokteran. Jakarta: Gramedia; 2006. H 245. 4. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak nelson. Ed 15. Vol 2.Jakarta: EGC; 2000; H 1162-3. 5. Schwartz, M. William. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC; 2005. H 523 6. Diunduh dari rsud.patikab.go.id/?page=download&file=TBC.doc&id=6 29 Juni 2012. 7. Staf pengajar departemen parasitologi fkui. Buku ajar parasitologi kedokteran. Ed 4 Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2008. 366-70. 8. Diunduh dari http://pats.atsjournals.org/content/7/3/169.full.pdf 28 Juni 2012.



12