Makalah Askep Hirschprung [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN HIRSCHPRUNG Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah : Keperawatan Anak II Pengampu : Ida Ariani, M.Kep., Sp.Kep.Anak



Disusun oleh : 1. Dias Sulistiono



(108118054)



2. Nawangsih Cahyarini



(108118055)



3. Syahreta Herawati Bawono



(108118056)



4. Huda Athorik Romadhon



(108118057)



5. Emilia Martina Adam



(108118058)



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 3C STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP TAHUN 2019/20120



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah Asuhan Keperawatan Hirschprung tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas keperawatan anak II Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, penulis tidak mungkin dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua elemen yang turut membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Semoga



makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, dan dapat



memberikan tambahan wawasan bagi para pembaca. Meskipun penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan, karena tak ada satupun yang sempurna di dunia ini, demikian dengan tulisan ini. Oleh karena itu, kritik yang membangun kami harapkan dari para pembaca, demi penulisan makalah selanjutnya yang lebih baik. Terima Kasih.



Cilacap, 24 September 2020



Penulis



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL................................................................................................................1 KATA PENGANTAR..............................................................................................................2 DAFTAR ISI.............................................................................................................................3 BAB I.........................................................................................................................................4 PENDAHULUAN.....................................................................................................................4 A. Latar belakang.................................................................................................................4 B. Rumusan masalah............................................................................................................5 C. Tujuan.............................................................................................................................5 BAB II.......................................................................................................................................6 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................6 A. Definisi hirschprung........................................................................................................6 B. Klasifikasi glaukoma.......................................................................................................6 C. Etiologi............................................................................................................................7 D. Patofisiologi....................................................................................................................7 E. Phatways.........................................................................................................................8 F.



Manifestasi klinis............................................................................................................9



G.



Pemeriksaan penunjang..................................................................................................9



H.



Penatalaksanaan............................................................................................................10



BAB III....................................................................................................................................13 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................................13 A. Pengkajian.....................................................................................................................13 B. Diagnosa keperawatan..................................................................................................15 C. Intervensi keperawatan..................................................................................................15 D. Evaluasi.........................................................................................................................18 BAB IV....................................................................................................................................19 PENUTUP...............................................................................................................................19 A. Kesimpulan...................................................................................................................19 B. Saran..............................................................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................20



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar belakang Hirschsprung



atau



mega



kolon



kongenital



merupakan



penyakit



yang



menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, tepatnya pada usus besar. Hirschsprung atau mega kolon congenital



juga dikatakan sebagai suatu kelainan



kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spinkter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak ada ganglion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal. Penyakit hirschprung atau mega kolon congenital dapat terjadi pada semua usia, namun yang paling sering pada neonatus. Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan serta mendeskripsikan mega colon congenital pada tahun 1863 adalah Harald Hirschsprung. Namun, pada saat itu patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion. Penyakit hirschprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hirschsprung. Insidens keseluruhan dari penyakit Hirschsprung 1: 5000 kelahiran hidup. laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan dengan perbandingan 4:1. Biasanya, penyakit Hirschsprung terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3kg dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.



Penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau dan konstipasi. faktor penyebab penyakit Hirschsprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor lingkungan. Oleh karena itu, penyakit Hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum, manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan pembedahan dan colostomi.



B. Rumusan masalah 1. Apakah definisi dari hirschprung? 2. Apa saja klasifikasi hirschprung? 3. Apa saja etiologi hirschprung? 4. Bagaimana patofisiologi hirschprung? 5. Bagaimana phatways hirschprung? 6. Apa saja manifestasi klinis hirschprung? 7. Bagaimana pemeriksaan medis hirschprung? 8. Apa saja penatalaksanaan hirschprung?



C. Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi dari hirschprung. 2. Untuk mengetahui klasifikasi hirschprung. 3. Untuk mengetahui etiologi hirschprung. 4. Untuk mengetahui patofisiologi hirschprung. 5. Untuk mengetahui phatways hirschprung. 6. Untuk mengetahui manifestasi klinis hirschprung. 7. Untuk mengetahui pemeriksaan medis hirschprung. 8. Untuk mengetahui penatalaksanaan hirschprung.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Definisi hirschprung Hirschsprung (megakolon/aganglionic congenital) adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidakadekuatan motilitas sebagian usus (Wong, 1996). Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Hirschprung adalah kelainan bawaan berupa obstruksi usus akibat dari tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatik pada dinding saluran intestinal lapisan submukosa, dan biasa terjadi pada calon bagian distal (Fitri Purwanto, 2001). Hirschprung merupakan suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus yang dimulai dari sfingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Juga dikatakan sebagai kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbact di kolon (A. Aziz Alimul Hidayat,2006).



B. Klasifikasi Menurut staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1996). Hirschsprung dibedakan sesuai dengan panjang segmen yang terkena, hirschsprung dibedakan menjadi dua tipe berikut : 1. Segmen Pendek Segmen pendek aganglionisis mulai dari anus sampai sigmoid,terjadi pada sekitar 70% kasus penyakit Hirschsprung dan tipe ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan anak perempuan. Pada tipe segmen pendek yang umum, insidennya 5 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan wanita dan kesempatan saudara laki-laki dari penderita anak untuk mengalami penyakit ini adalah 1 dari 20 (Sacharin, 1986)



2.



Segmen Panjang Daerah aganglionisis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat mengenai seluruh kolon atau sampai usus halus. Laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama, terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa membedakan jenis kelamin (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1996: Sacharin, 1986).



C. Etiologi Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus kearah proksimal, 70 % terbatas didaerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus dan pilorus. Adapun yang menjadi penyebab hirschsprung atau mega kolon kongenital adalah diduga karena terjadi faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrome, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan submukosa pada dinding plexus. Dalam keadaan normal bahan makanan yang dicerna bisa berjalan disepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltiik). Kontraksi dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion yang terletak dibawah lapisan otot. Sedangkan menurut (Amiel, 2001) penyebab hisprung tidak diketahui, tetapi ada hubungan dengan kondisi genetic Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung familiar (Edery, 1994). Gen lain yang berhubungan dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan dari factor gen, dari factor gen endhotelin-B, dan gen endothelin -3 (Marches, 2008).Penyakit Hirschprung juga terkait dengan Down syndrome, sekitar 515% dari pasien dengan penyakit Hirschprung juga memiliki trisomi 21 (Rogers, 2001).



D. Patofisiologi Istilah congenital agang lionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar.



Ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon. Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar.



E. Phatways



F. Manifestasi klinis Gejala dan tanda dapat bermacam-macam berdasarkan keparahan dari kondisi kadang-kadang mereka muncul segera setelah bayi lahir. Pada saat yang lain mereka mungkin saja tidak tampak sampai bayi tumbuh menjadi remaja ataupun dewasa. 1. Pada kelahiran baru tanda dapat mencakup : a. Kegagalan dalam dalam mengeluarkan feses dalam hari pertama atau kedua kelahiran. b. Muntah : mencakup muntahan cairan hijau disebut bile-cairan pencernaan yang diproduksi di hati. c. Konstipasi atau gas.



d. Diare 2. Pada anak-anak yang lebih tua, tanda dapat mencakup : a. Perut yang buncit b. Peningkatan berat badan yang sedikit c. Masalah dalam penyerapan nutrisi, yang mengarah penurunan berat badan, diare atau keduanyadan penundaan atau pertumbuhan yang lambat d. Infeksi kolon, khususnya anak yang baru lahir atau yang masih muda, yang dapat mencakup enterocolitis, infeksi serius dengan diare, demam dan muntah dan kadang-kadang dilatasi kolon yang berbahaya. Pada anak-anak yang lebih tua atau dewasa, gejala dapat mencakup konstipasi dan nilai rendah dari sel darah merah (anemia) karena darah hilang dalam feses.



G. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium a) Kimia darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit. b) Darah rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan platelet preoperatiof. c) Profil koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan. 2. Pemeriksaan Radiologi a) Foto polos abdomen dapat menunjukan adanya loop usus yang distensi dengan adanya udara dalam rectum. b) Barium enema



 Jangan membersihkan kolon bagian distal dengan enema sebelum memasukkan kontras enema karena hal ini akan mengaburkan gambar pada daerah zona transisi.  Kateter diletakkan didalam anus, tanpa mengembangkan balon, untuk menghindari kaburnya zona transisi dan beresiko terjadinya peforasi. foto segera diambil setelah injeksi kontras, dan diambil lagi 24 jam kemudian.  Colon bagian distal yang menyempit dengan bagian proksimal yang mengalami dilatasi merupakan gambaran klasik penyakit Hirschsprung. Akan tetapi temuan radiologis pada neonatus lebih sulit diinterpetasi dan sering kali gagal memperlihatkan zona transisi.  Gambaran radiologis lainnya yang mengarah pada penyakit Hirschsprung adalah adanya retensi kontras lebih dari 24 jam setelah barium enema dilakukan. 3. Biopsi Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak ditemukan.



H. Penatalaksanaan 1. Pembedahan Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double–barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara memotong usus aganglionik dan menganastomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus. Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon nromal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian



posterior kolon normal yang ditarik tersebut. Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon bergangliondengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior. Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa. 2. Konservatif Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara. 3. Tindakan bedah sementara Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal. 4. Perawatan Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain : a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini. b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak. c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis (pembedahan). d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang. Pada perawatan pre operasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total.



I. Komplikasi 1. Gawat pernafasan akut 2. Enterokolitis akut 3. Triktura ani pasca bedah 4. Inkontinensia jangka panjang 5. Obstruksi usus 6. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit 7. Konstipasi



BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN



A. Pengkajian 1. Identitas Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997). 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama Obstipai merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare. b. Riwayat kesehatan sekarang Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat



lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi



mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi c. Riwayat kesehatan dahulu Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung



d. Riwayat kesehatan keluarga Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya 3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis. Pada survey umum terlihat lemah atau gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermi dan takikardi dimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala terjadinya perforasi. Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada kondisi syok atau sepsis. Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipatan paha, dan rectum akan didapatkan a. Inspeksi: Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal. Pemeriksaan rectum dan fese akan didapatkan adanya perubahan feses seperti pita dan berbau busuk. b. Auskultasi: Pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut dengan hilangnya bisng usus. c. Perkusi: Timpani akibat abdominal mengalami kembung. d. Palpasi: Teraba dilatasi kolon abdominal. 1) Sistem kardiovaskuler: Takikardia. 2) Sistem pernapasan: Sesak napas, distres pernapasan. 3) Sistem pencernaan: Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau.



Pada anak yang lebih besar terdapat diare



kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot. 4) Sistem saraf : Tidak ada kelainan. 5) Sistem lokomotor/musculoskeletal : Gangguan rasa nyaman : nyeri 6) Sistem endokrin: Tidak ada kelainan. 7) Sistem integument: Akral hangat, hipertermi 8) Sistem pendengaran: Tidak ada kelainan



B. Diagnosa keperawatan a. Konstipasi berhubungan dengan ketidakmampuan colon mengevakuasi fases b. Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh b.d keluar cairan tubuh dari muntah, ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal c. Nyeri akut b.d agen injuri fisik d.



Resiko infeksi b.d pasca prosedur pembedahan



C. Intervensi keperawatan No dx 1



Diagnosa Konstipasi berhubungan dengan ketidakmampuan colon mengevakuasi fases



NOC



NIC



Setelah dilakukan tindakan Manajemen saluran Keperawatan selama ...x... jam cerna diharapkan masalah dapat teratasi 1. Monitor buang air besar termasuk Eliminasi usus frekuensi, konsistensi, bentuk, Kriteria hasil : volume, dan warna, dengan cara yang Indikator IR ER tepat Pola eliminasi 2 5 2. Monitor bising usus Kontrol gerakan 2 5 3. Monitor adanya usus Mukus dalam 2 5 tanda dan gejala fases diare, konstipasi dan Suara bising 2 5 impake usus 4. Masukan supositoria rektal 5. Berikan cairan Keterangan : hangat setelah makan 1. Sangat terganggu 2. Banyak terganggu 3. Cukup terganggu 4. Sedikit terganggu 5. Tidak terganggu



2



Risiko ketidakseimbanga n volume cairan tubuh b.d keluar cairan tubuh dari muntah, ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal



Setelah dilakukan tindakan Manajemen Cairan Keperawatan selama ...x... jam diharapkan masalah dapat 1. Monitor tanda-tanda teratasi vital pasien 2. Berikan terapi IV, seperti yang Keseimbangan cairan ditentukan 3. Tingkatkan asupan Kriteria hasil : oral Indikator IR ER 4. Dukung pasien dan Tekanan darah 3 5 keluarga untuk Keseimbangan 2 5 membantu dalam intek dan output pemberian makan dalam 24 jam dengan baik Turgor kulit 3 5 5. Tawari makanan Kelembapan 3 5 ringan membran mukosa Keterangan : 1. Sangat terganggu 2. Banyak terganggu 3. Cukup terganggu 4. Sedikit terganggu 5. Tidak terganggu



3



Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri agen injuri fisik keperawatan selama ...x... jam diharapkan nyeri pasien dapat 1. Lakukan pengkajian berkurang nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, Kontrol nyeri karakteristik, Kriteria hasil : onset/durasi,frekuensi, kualitas, intesitasi atau Indkator IR ER Nyeri yang 2 5 beratnya nyeri dan dilaporkan faktor pencetus Ekspresi nyeri 2 5 2. Observasi adanya pada wajah petunjuk nonverbal Mengerang dan 2 5 mengenai menangis ketidaknyamanan terutama kepada Keterangan :



1. 2. 3. 4. 5.



4



Berat Cukup berat Sedang Ringan Tidak ada



mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif 3. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemantauan yang ketat 4. Bantu keluarga dalam mencari dan menyediakab dukungan 5. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan ( misalnya : suhu, ruangan, pencahayaan, suara bising) Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan Kontrol Infeksi pasca prosedur Keperawatan selama ...x... jam pembedahan diharapkan masalah dapat 1. Ajarkan pasien dan teratasi keluarga mengenai tanda dan gejala Pengetahuan : Management infeksi dan kapan Infeksi harus melaporkannya Kriteria hasil : pada penyedia perawatan kesehatan Indikator IR ER Tanda dan gejala 1 5 2. Ajarkan pasien dan infeksi keluarga mengenai Tindakan untuk 1 5 bagaimana meningkatkan menghindari infeksi daya tahan 3. Berikan terapi terhadap infeksi antibiotic Pengobatan dan 1 5 4. Berikan imunisasi mengetahui yang sesuai nama obat 5. Anjurkan pasien Prosedur 1 5 untuk untuk pemantauan meminum antibiotic perkembangan seperti yang sudah infeksi diresepkan 6. Pastikan teknik perawatan luka yang Keterangan :



1.



Tidak Ada Pengetahuan



2.



Pengetahuan Terbatas



3.



Pengetahuan Sedang



4.



Pengetahuan Banyak



5.



tepat



Pengetahuan sangat banyak



D. Evaluasi Setelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien dengan hisrchprung diharapkan sebagai berikut: a. Tidak adanya konstipasi b. Kebutuhan cairan pasien terpenuhi c. Nyeri berkurang d. Tidak adanya tanda-tanda atau reksi infeksi.



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Penyakit Hirschsprung (mega kolon kongenital) adalah suatu penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya. Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar paling bawah mulai dari anus hingga usus diatasnya. Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum.Penyakit ini disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.



B. Saran 1. Bagi petugas kesehatan atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya pada hisrchprung untuk pencapaian kualitas keperawatan secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara berkesinambungan. 2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya penjelasan pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan. 3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan menerapkan asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan hirschprung.



DAFTAR PUSTAKA



Anonim. 2003. Mengenal Penyakit Hirschsprung (Aganglionic Megacolon). Budi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung. Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto