17 0 492 KB
ONKOLOGI KEPERAWATAN MASALAH INTEGUMEN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN PADA KANKER PAYUDARA
Ns. Sukarni, M.Kep
Disusunoleh: Kelompok 7
1. Nur Indah Wahyuni
I1032141016
2. DeskaKurnia Sari
I1032141018
3. Syahroni
I1032141023
4. FaleriaNovianti
I1032141028
5. Destura
I1032141030
6. Yolanda Yuniati
I1032141036
7. Khairunnisa
I1032141034
8. Zalina
I1032131019
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2017
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan tentang Manajemen Keperawatan dan Masalah Integumenpada kanker payudara. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas perkuliahan, yaitu sebagai tugas terstruktur mata kuliah OnkologiKeperawatan Tahun Akademik 2017 di Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura. Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari pihak – pihak luar sehingga makalah ini terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Ucapan terima kasih tidak lupa diucapkan kepada : 1. Bapak
Ns.
Sukarni,
M.
OnkologiKeperawatanFakultas
Kepselaku Kedokteran
dosen dan
mata Ilmu
kuliah
Kesehatan
Universitas Tanjungpura, 2. Teman – teman Program Studi Ilmu Keperawatan Angkatan 2014 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tanjungpura 3. Pihak yang membantu baik secara langsung maupun tak langsung. Segala sesuatu di dunia ini tiada yang sempurna, begitu pula dengan makalah ini. Saran dan kritik sangatlah penulis harapkan demi kesempurnaan makalah berikutnya. Penulis harapkan semoga makalah ini dapat memberikan suatu manfaat bagi kita semua dan memilki nilai ilmu pengetahuan.
Pontianak, 2 Mei2017
Penyusun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara ialah sejumlah sel di dalam payudara yang berkembang dengan tidak terkendali. Kanker payudara (Carcinoma Mammae) merupakan salah satu kanker yang sangat ditakuti oleh kaum wanita, setelah kanker serviks. Kanker payudara merupakan suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga terjadi pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali yang terjadi pada jaringan payudara. Kanker payudara pada umumnya menyerang pada kaum wanita, tetapi tidak menutup kemungkinan juga dapat meyerang kaum lakilaki, walaupun kemungkinan menyerang kaum laki-laki itu sangat kecil sekali yaitu 1:1000. Kanker payudara ini adalah salah satu jenis kanker yang juga menjadi penyebab kematian terbesar kaum wanita di dunia, termasuk di Indonesia (Mulyani, 2013). Kanker payudara yang termasuk penyakit tidak menular, saat ini menjadi masalah kesehatan utama baik di dunia maupun di Indonesia. Menurut WHO (2012) kejadian kanker payudara sebanyak 1.677.000 kasus. Kanker payudara merupakan kanker yang paling banyak di derita oleh kaum wanita dengan jumlah 883.000 kasus. Di negara berkembang dan terdapat 794.000 kasus. Kanker payudara merupakan penyebab kematian pada wanita di negara berkembang sebanyak 324.000 kasus. Insidennya semakin tinggi diseluruh dunia (Houghton, 2012). Berdasarkan data dari International Agency for Research on Cancer (IARC) pada tahun 2012, insiden kanker payudara sebesar 40 per 100.000 perempuan. Insiden tertinggi penderita kanker payudara pada golongan usia 40 sampai 49 tahun sebesar (23,9 %) (Rotty, 2012). Di Indonesia, prevalensi penyakit kanker cukup tinggi. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2013),1,4 per 1000 penduduk atau sekitar 330.000 orang mengidap kanker. Di Indonesia kanker payudara merupakan kanker
tertinggi pravelensinya pada perempuan disusul kanker leher rahim. Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) 2010, kasus rawat inap kanker payudara sebesar 12.014 kasus (28,7%) dan disusul kanker serviks dan leukemia. Sedangkan angka kejadian kanker payudara di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2012 sebanyak 262 kasus, tahun 2013 menjadi 256 kasus, dan pada tahun 2014 sebanyak 377 kasus kanker payudara (Dinkes, 2012 - 2014). Menurut WHO diperkirakan pada tahun 2030 insiden kanker mencapai 26 juta orang dan 17 juta diantaranya meninggal akibat kanker (Depkes RI, 2013). Insiden kanker payudara akan meningkat bila terdapat satu atau lebih faktor resiko (Desanti et al., 2010). Menurut National Cancer Institute (NCI)(2012) salah satu faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kanker payudarapada wanita dan pria adalah riwayat keluarga dengan kanker payudara. Resikokanker payudara pada seseorang akan meningkat jika ibunya, adiknya, putrinyaataupun ayahnya telah didiagnosa kanker payudara, terutama jika merekadidiagnosis sebelum usia 50 tahun (ACS, 2015). Sudah saatnya wanita lebih peka dan mulai memperhatikan organ payudara secara khusus. Semakin dini kita mengetahui masalah yang terjadi pada payudara maka semakin awal deteksi kanker payudara dapat dilakukan. Hasilnya pengobatan dapat dilakukan pada stadium awal sehingga kemungkinan sembuh dan kemampuan bertahan jauh lebih besar. Hanya lima menit memahami dan kenali payudara kita untuk mendeteksi kanker payudara sejak dini (Nisman, 2011). Deteksi dini merupakan langkah awal terdepan dan paling penting dalam pencegahan kanker. Dengan deteksi dini diharapkan angka mortalitas dan morbiditas, dan biaya kesehatan akan lebih rendah. Deteksi dini dan skrining menjadi kunci tingkat bertahan hidup yang tinggi pada penderita. Deteksi dini dapat menekan angka kematian sebesar 25-30%. Selain itu, untuk meningkatkan kesembuhan penderita kanker payudara, kuncinya adalah penemuan dini, diagnosis dini, dan terapi dini. Untuk itu, diperlukan
diseminasi pengetahuan tentang kanker payudara, dan pendidikan wanita untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri (Olfah dkk, 2013). Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) merupakan salah satu pemeriksaan awal yang dilakukan untuk menekan angka mortalitas akibat kanker payudarayang dilakukan bukan untuk mencegah kanker, tetapi untuk mendeteksi adanyakanker (Nugroho, 2011). Berdasarkan kasus yang kami dapatkan, seorang perempuan berusia 43 tahun didiagnosis menderita kanker payudara. Dalam kasus ini pasien sudah masuk dalam kanker payudara stadium III, oleh karena itu pasien perlu mendapatkan tindakan medis dan asuhan keperawatan yang tepat agar masalah yang pasien alami dapat teratasi. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang muncul pada kasus ini adalah: 1. Bagaimana proses perjalanan penyakit dari kanker payudara? 2. Bagaimana asuhan keperawatan dari kanker payudara? 1.3 Tujuan Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan memahami proses perjalanan penyakit dari kanker payudara. 2. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan dari kanker payudara.
BAB 2 TINJAUAN KASUS 2.1 Kasus Seorang
perempuan
berusia 43 tahun sedang dirawat
diruangan
perawatan dan didiagnosa menderita kanker mamae stadium IIIB sebelah kanan. Pasien mengatakan bahwa kulitnya terasa gata , adanya ruam dan sering berkeringat. Tangan pasien tampajadanya bengkak/edema dan sulit digerakkan. Pasien sulit untuk bergerak dan tampak adanya lecet pada bagian
sacrum.
Pasien
sedang menjalanin terapi kemoterapi. Hasil
pengkajian luka kanker tampak adanya kemerahan berbau, terdapat eksudat , nyeri , terdapat banyak warna putih dijaringan luka Pasien tidak memiliki riyawat merokok maupun minum alkohol. Riwayat keluarga dengan saudara kandung meninggal dikarenakan kanker mamae dan bapaknya meninggal karena hipertensi dan diabetes mellitus. 2.2 Patofisiologi (Sesuai Kasus) 1. Proses Perjalanan Penyakit Menurut teori genetik terjadi mutasi genetik, disebabkan terjadinya perubahan epigenetik, dan perubahan ini akan menyebabkan gen yang mengendalikan pembelahan sel menjadi tidak aktif lagi. Pada kebanyakan sel kanker perubahan genetik ini morfoligik tampak nyata. Pada pembelahan Mitosis yang abnormal sering terjadi pada tumor ganas hal ini
dikarenakan rusaknya
mekanisme mitosis. Adanya
kelainan gen BRCA1 pada kromosom 17q dan BRCA pada kromosom13q
dimana
kedua
sel
tersebut
berfungsi
menekan
abnormalitas dan pertumbuhan sel. Jika kedua sel gen itu mengalami mutasi, makan akan terjadi perubahan-perubahan bentuk ukura nmaupun fungsinya hal ini menunjukkan proses terjadinya kanker. Semua sel mempunyai potensi genetik untuk berubah menjadi kanker, tetapi dalam keadaan normal terhambat. Pada sel tumor susunan pengatur menghilang, sehingga kemampuan untuk membelah tidak dihambat.Kehilangan
gen
pengatur
atau
rusaknya
enzim feedback menyebabkan sel itu mendekati perubahan menjadi kanker. Perubahan awalnya yang terjadi pada sel disebut neoplasia incipiens, yang terjadi pada herediter. Perubahan ini pada awalnya mungkin tenang, namun karena berbagai penambahan, seperti teori multifaktor, maka menjadi aktif.Yang terjadi selama neoplasia incipiens diduga adalah iniator menimbulkan mutasi genetik pada sel, sesuai dengan teori feedback deletion, mutasi ini mengenai gen yang mengatur sintesis enzim feedback control, akibatnya tidak segera diketahui karena masih ada RNA dan enzimnya. Kemudian setiap usaha untuk regenerasi sel dirusak oleh promotor sehingga enzim pengaturnya rusak akibatnya mekanisme penghambat pertumbuhan hilang. Prolifirasi sel terus menerus megakibatkan mutasi lebih lanjut. Proses terjadinya kanker payudara dan masing-masing etiologi antara lain obesitas, radiasi, hiperplasia, optik, riwayat keluarga dengan mengkonsumsi zat-zat karsinogen sehingga merangsang pertumbuhan epitel payudara dan dapat menyebabkan kanker payudara . Kanker payudara berasal dari jaringan epithelial, dan paling sering terjadi pada sistem
duktal.
Mula-mula
terjadi
hiperplasia
sel-sel
dengan
perkembangan sel-sel atipik. Sel-sel ini akan berlanjut menjadi karsinoma in situ dan menginvasi stroma. Kanker membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sebuah sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba (kira-kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu, kira- kira seperempat dari kanker payudara telah bermetastase. Kebanyakan dari kanker ditemukan jika sudah teraba, biasanya oleh wanita itu sendiri. Gejala kedua yang paling sering terjadi adalah cairan yang keluar dari muara duktus satu payudara, dan mungkin berdarah. Jika penyakit telah berkembang lanjut, dapat pecahnya benjolan-benjolan pada kulit ulserasi (Price, 2006). Karsinoma inflamasi, adalah tumor yang tumbuh dengan cepat terjadi kirakira 1-2% wanita dengan kanker payudara gejala-gejalanya
mirip dengan infeksi payudara akut. Kulit menjadi merah, panas, edematoda, dan nyeri. Karsinoma ini menginfasi kulit dan jaringan limfe. Tempat yang paling sering untuk metastase jauh adalah paru, pleura, dan tulang (Price, 2006). Kanker payudara tersebut menimbulkan metastase dapat ke organ yang deket maupun yang jauh antara lain limfogen yang menjalar ke kelenjar limfe aksilasis dan terjadi benjolan, dari sel epidermis penting menjadi invasi timbul krusta pada organ pulmo mengakibatkan ekspansi paru tidak optimal (Mansjoer, 2000). 2. Pathway Terlampir 2.3 Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Sesuai Kasus A. Identitas Klien Nama
: Ny X
Usia
: 43 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
B. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama Pasien mengatakan bahwa kulitnya terasa gatal, adanya ruam dan sering berkeringat. Tangan pasien tampak adanya bengkak/edema dan sulit untuk digerakkan. Pasien sulit untuk bergerak dan tampak adanya lecet pada bagian sacrum
Riwayat Kesehatan saat ini Riwayat kesehatan saat ini pasien didiagnosis menderita ca mammae stadium IIIB sebelah kanan
Riwayat Kesehatan Masa Lalu Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat merokok dan maupun minum alkohol.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan saudara kandungnya meninggal karena kanker payudara dan bapaknya meninggal karena penyakit hipertensi dan diabetes melitus. C. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum
: Klien tampak tidak nyaman
2. Sistem Persarafan
Sensasi Nyeri
: Terdapat nyeri sedang
3. Sistem Muskuloskeletal
Aktivitas/ kegiatan
: Klien tampak mengalami kesulitan
saat bergerak. 4. Sistem Integumen
Inspeksi
:
Terdapat
adanya
kemerahan,
adanya eksudat dan terdapat banyak warna putih di jaringan luka. 1. Pengkajian Tambahan A. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum klien, biasanya di kaji tingkat kesadaran klien, BB,Tinggi badan, tekanan darah, suhu, RR, Nadi. 2. Kepala
Rambut Biasanya kulit kepala dan rambut klien akan rontok atau alopesia karna pengaruh kemoterapi, kulit kepala tidak tampak bersih.
Wajah Biasanya tidak terdapat edema atau hematon
Mata Biasanya mata simetris kiri dan kanan Konjungtiva anemis disebabkan
oleh nutrisi yang tidak adekuat Sklera tidak
ikterik,palpebra tidak edema.
Hidung
Biasanya hidung kurang bersih, tampak sekret, adanya pernafasan cuping hidung yang disebabkan klien sesak nafas terutama pada pasien yang kankernya sudah bermetastase ke paru-paru.
Bibir Mukosa bibir tampak pucat dan kurang bersih.
Gigi Biasanya gusi klien mudah terjadi pendarahan akibat rapuhnya pembuluh darah dan caries positif.
Lidah Lidah biasanya tampak pucat, dan lidah klien kurang bersih.
3. Leher Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. 4. Dada atau Thorak
Inspeksi Pada stadium 3B Bentuk dada juga tidak simetris kiri dan kanan yang disebabkan oleh pembengkakan dan kanker sudah melebar ke seluruh bagian payudara,bahkan mencapai kulit, dinding dada,tulang rusuk,dan otot dada.
Palpasi Pada stadium 3B Biasanya taktil fremitus pada paru-paru kiri dan kanan karena kanker belum bermetastase keorgan lain seperti tulang rusuk, dinding dada dan otot dada .
Perkusi Pada stadium 3B Biasanya terdengar bunyi redup yang dapat di temukan pada infiltrate paru dimana parenkim paru lebih padat / mengadung
sedikit udara dan bunyi pekak pada paru-paru paien yang disebabkan pada paru-paru pasien didapatkan berisi cairan disebut dengan efusi pleura jika kanker telah bermetastase pada organ paru.
Auskultasi Pada stadium 3 B Biasanya nafas klien bisa terdengar bronchial yaitu ekspirasi lebih panjang, lebih keras nadanya lebih tinggi dari pada inspirasi dan terdengar dan terdapat suara nafas tambahan seperti: Ronchi dan Wheezing ini disebabkan oleh kanker sudah menyebar ke seluruh bagian payudara, dan mencapai ke dinding dada, tulang rusuk, dan otot dada sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan ekspansi paru dan compressive atelektasis.
5. Jantung (Kardiovaskuler)
Inspeksi Biasanya iktus tidak terlihat
Palpasi Biasanya iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi Batas jantung normal, (batas jantung kanan RIC II, linea staralis dektra, batas jantung kiri RIC V,1 jari media linea clavukularis sinistra)
Auskultasi Biasanya irma jantung murni,murmur (-)
6. Mammae (payudara)
Inspeksi Biasanya ada benjolan yang menekan payudara.adanya ulkus dan berwarna merah dan payudara mengerut seperti kulit jeruk
Palpasi
Teraba
benjolan
payudara
yang
mengeras
dan
teraba
pembengkakan dan teraba pembesaran kelenjar getah bening diketiak atau timbul benjolan kecil di bawah ketiak. B. Pola Kebiasaan Sehari-hari 1. Eliminasi
Miksi Sehat : biasanya frekuensi BAK sehari 1500 cc Sakit : biasanya frekuensi BAK sehari 800 cc,karateristiknya warna kekunangan,pekat dan bau khas
Defekasi Sehat : biasanya frekuensi BAB 1 kali sehari Sakit : pada saat sakit 1 kali dalam 3 hari karateristik warna kehitaman atau kemerahan, konsistensi padat dan bau khas
Istirahat dan Tidur Sehat: biasanya jam tidur siang 2 jam dan malam 9 jam sehari Sakit : biasanya saat sakit susah tidur karena rasa nyeri yang dirasakan di bagian payudara
Kebersihan Diri Sehat : biasanya klien mandi 2 kali sehari,menggosok gigi 2 kali sehari,cuci rambut 1 kali dalam 2 hari,pakain di ganti sesudah mandi. Sakit : biasanya pada sakit mandi 1 kali sehari,menggosok gigi 1 kali sehari,cuci rambut 2 kali seminggu,pakain di ganti 1 kali sehari.
C. Data sosial ekonomi Biasanya di tanyakan pada klien tentang pekerjaan, sumber penghasilan dalam keluarga dan perubahan yang dialami sejak klien sakit, penangguang jawab biaya perawatan klien selama sakit dan masalah keuangan yang dialami saat ini.
D. Data psikologi Biasanya keadaan psikologi saat sakit lemas dan takut di rawat di rumah sakit, harapan klien terhadap penyakitnya dapat segera sembuh setelah diobati,dukungan dari keluarga baik dalam perubahan terhadap konsep diri tidak seperti biasanya. E. Data spritual Biasanya pelaksaanaan ibadah klien selama sakit tertinggal dan agak terganggu di bandingkan dengan sehat rutin dan rajin beribadah, pandangan klien terhadap penyakit tetap optimis selama segala penyakit ada obatnya. 2. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik a. Pemeriksaan Laboratorium
Biopsi Fine-needle
aspiration
biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan
pemeriksaan sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi falsepositivedalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak akan menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi (Azamris, 2006). FNA adalah negatif, kecuali secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan sitologi semuanya menunjukkan hasil negatif. Largeneedle (core-needle) biopsymengambil bagian sentral atau inti jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core needle biopsydari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal. Open biopsydengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang
paling dapat dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif, memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy.Open biopsydapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi insisional mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya core-needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa payudara diambil.
Biomarker Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker sebagai salah satu faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae. Biomarker ini mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai hasil akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada karsinoma. Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae antara lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen(PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor(VEGF) dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth
facto.receptorsseperti
human
epidermal
growth
receptor(HER)-2/neu dan epidermal growth factor receptor(EGFr) dan (5) p53.
Diagnosa Sentinel Nodul
Biopsi kelenjar sentinel (Sentinel lymph node biopsy) adalah mengangkat kelenjar getah bening aksila sentinel sewaktu operasi. (Kelenjar getah bening sentinel adalah kelenjar getah bening yang pertama kali menerima aliran limfatik dari tumor, menandakan mulainya terjadi penyebaran dari tumor primer). Biopsi kelenjar getah bening sentinel dilakukan menggunakan blue dye, radiocolloid, maupun kombinasi keduanya. Bahan radioaktif dan atau blue dye disuntikkan disekitar tumor; Bahan tersebut mengalir mengikuti aliran getah bening menuju ke kelenjar getah bening (senitinel). Ahli bedah akan mengangkat kelenjar getah bening tersebut dan memintah ahli patologi untuk melakukan pemeriksaan histopatologi. Bila tidak ditemukan sel kanker pada kelenjar getah bening tersebut maka tidak perlu dilakukan diseksi kelenjar aksila.Teknologi ideal adalah menggunakan teknik kombinasi blue dye dan radiocolloid. Perbandingan rerata identifikasi kelenjar sentinel antara blue dye dan teknik kombinasi adalah 83% vs 92%. Namun biopsi kelenjar sentinel dapat dimodifikasi menggunakan teknik blue dye saja dengan isosulfan blue ataupun methylene blue. Methylene blue sebagai teknik tunggal dapat mengindentifikasi 90% kelenjar sentinel. Studi awal yang dilakukan RS Dharmais memperoleh identifikasi sebesar 95%. Jika pada akhir studi ini diperoleh angka identifikasi sekitar 90% maka methylene blue sebagai teknik tunggal untuk identifikasi kelenjar sentinel dapat menjadi alternatif untuk rumah sakit di Indonesia yang tidak memiliki fasilitas radiocoloid. b. Pemeriksaan Laboratorium CEA (Carcino Embryonic Antigen) CEA di bentuk di saluran gastro-intertinal dan pancreas sebagai antigen pada permukaan sel yang selanjutnya di sekresikan ke dalam cairan tubuh. CEA sebagai petanda tumor untuk kanker
kolorektal, oesofagus, pankreas, lambung, hati, payudara, ovarium dan paru-paru. CEA > 20 ng/mL preoperasi keganasan tinggi (pronosis Kurang baik) CEA > 2.5 ng/ml Postoperasi adanya kekambuhan 80 % (18 bln mendatang CEA < 20 ng/ml Metastase
AFP (Alfa Feto Protein) Glikoprotein BM 70.000 dalton. Digunakan untuk deteksi dan pemantauan cancer hati, testis dan ovarium. Lebih dari 95 % hepatome menunjukkan kenaikan kadar AFP. AFP > 1000 ng/mL dipastikan hepatoma (Kanker hati).
Beta-2-Microglobulin (B2M) Kadar B2M akan meningkat pada multiple myeloma, chronic lymphocytic leukimia ( CLL ) dan beberapa limfoma. Kadar normal kurang dari 2,5 ug/mL. Pasien dengan kadar B2M tinggi menunjukan prognosis jelek.
3. Penatalaksanaan Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif.Terapi kuratif dianjurkan untuk stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan inflammatory carcinomamungkin dapat disembuhkan dengan terapi multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi. a. Terapi secara pembedahan
Mastektomi partial (breast conservation) Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB (kelenjar getah bening) aksilla.Reseksi tumor payudara primer disebut juga sebagai reseksi segmental,
lumpectomy,
mastektomi
partial
dan
tylectomy.Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan karsinoma mammae invasif stadium I atau II.Wanita dengan DCIS hanya memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan.Ketika lumpectomy dilakukan, insisi dengan
garis
lengkung
konsentrik
pada
nipple-areola
complexdibuat pada kulit diatas karsinoma mammae.Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang bebas dari jaringan tumor.Dilakukan juga permintaan atas status reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis. Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral untuk penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional.Saat ini, sentinel node biopsymerupakan prosedur stagingyang dipilih pada aksilla yang tidak ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel node biopsy menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak dilakukan.
Modified Radical Mastectomy Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis mayor and M. pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I dan II tetapi tidak level III. Modifikasi Patey mengangkat M. pectoralis minor dan diseksi KGB axilla level III. Batasan anatomis pada Modified radical mastectomy adalah batas anterior M. latissimus dorsi pada bagian lateral, garis tengah sternum pada bagian medial, bagian inferiornya 2-3 cm dari lipatan
infra-mammae
dan
bagian
superiornya
m.
subcalvia.Seroma dibawah kulit dan di aksilla merupakan komplikasi tersering dari mastektomi dan diseksi KGB aksilla, sekitar 30% dari semua kasus. Pemasangan closed-system suction drainagemengurangi insidensi dari komplikasi ini. Kateter dipertahankan hingga cairan drainage kurang dari 30 ml/hari. Infeksi luka jarang terjadi setelah mastektomi dan kebanyakan
terjadi sekunder terhadap nekrosis skin-flap. Pendarahan sedang dan hebat jarang terjadi setelah mastektomi dan sebaiknya dilakukan eksplorasi dini luka untuk mengontrol pendarahan dan memasang ulang closed-system suction drainage. Insidensi lymphedema
fungsional
setelah
modified
radical
mastectomysekitar 10%. Diseksi KGB aksilla ekstensif, terapi radiasi, adanya KGB patologis dan obesitas merupakan faktorfaktor predisposisi. b. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)
Radioterapi Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae. Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb setelah
lumpectomy.
Radiasi
juga
diberikan
pada
kasus
resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.
Kemoterapi Kemoterapi adjuvan Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma mammae tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang tidak menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk
diberikan kemoterapi
adjuvan.
Contoh
regimen
kemoterapi
yang digunakan antara lain siklofosfamid,
doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate. Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya negatif dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk
diberikan.
Rekomendasi
pengobatan
saat
ini,
berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa yang operabel adalah
modified
radical
mastectomydiikuti
kemoterapi
adjuvan dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi. Neoadjuvant chemotherapy Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu besar untuk dilakukan lumpectomy. Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran tumor tersebut, sehingga memungkinkan
untuk
dilanjutkan
modified
radical
mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi. c. Terapi anti-estrogen Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih berdiferensiasi baik.Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis terhadap anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor hormonal yang
negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah dan retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka
panjang
pengunaan
tamoxifen
adalah
karsinoma
endometrium. Terapi dengan tamoxifen dihentikan setelah 5 tahun. Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium lanjut terutama pada reseptor hormonal yang positif. Untuk semua wanita dengan karsinoma mammae stadium IV, antiestrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi awal. d. Terapi antibodi anti-HER2/neu Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik pada pasien tanpa pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi adjuvan karena dengan regimen adriamycin menberikan respon yang lebih baik pada karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.
5. Analisa Data Data Ds:
Klien mengatakan
Etiologi
Masalah
Resiko tinggi hiperplasi
Kerusakan integritas
pada sel mamae
jaringan
kulitnya terasa gatal, adanya ruam dan
Mendesak jaringan
sering berkeringat
sekitar
Do:
Tampak adanya kemerahan berbau
Terdapat eksudat
erdapat warna putih di jaringan luka
Menekan jaringan pada sekitar mammae
Peningkatan konsistensi mammae
Mammae membengkak
Massa tumor mendesak jaringan luar
Perfusi jaringan terganggu
Ulkus
Kerusakan integritas kulit
Ds:
Massa tumor
Mendesak sel saraf dan jaringan sekitar axila
Do:
fisik
Klien mengatakan sulit untuk bergerak
Hambatan mobilitas
Tangan klien tampak bengak/edema
Keterbatasan rentang gerak pada ektermitas atas
Kerusakan mobilitas fisik Ds:
Hiperplasi pada sel
Nyeri
mammae
Klien mengatakan nyeri pada payudara sebelah kanan
Mendesak sel saraf
Terdapat nyeri
Interupsi sel saraf
Do:
sedang Nyeri
6. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus kanker payudara adalah: 1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan kebiasaan pengobatan (penyakit atau luka). 2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamananan 3. Nyeri berhubungan dengan agen injuri biologis
7. Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa
NOC
NIC
Rasional
1
Kerusakan
Kriteria hasil:
Wound Care
Wound care
integritas jaringan Menunjukkan berhubungan
integritas
1. Perawatan area insisi:
jaringan:
inspeksi
adanya
dengan kebiasaan kulit dan membrane
kemerahan,
pengobatan (penyakit luka)
mukosa,
serta
pembengkakan
atau penyembuhan
luka
tanda-tanda
primer
dan
atau
yang
dibuktikan
oleh 2. Perawatan sebagai
dehisensi
eviserasi
sekunder,
indicator
atau
area insisi
inspeksi
luka: luka
berikut:
setiapmengganti
balutan.
gangguan
berat, 3. Evluasi
eksterm, sedang,
pada
pada
tindakan
ringan,
pengobatan
atau
ada
pembalutan
topika
tidak gangguan.
yang dapat
meliputi
balutan
hidrokoloid,
balutan
hidrofilik,
balutan absorgen dan sebagainya. 4. lakukan
perawatan
luka atau kulit secara rutin seperti:
ubah
dan
posisi
atur pasien
secara sering
pertahankan jaringan
sekitar
terbebas
dari
drainase
dan
kelembaban yang berlebihan 5. Bersihkan dan balut luka area pembedahan menggunakan steril
atau
prinsip tindakan
asepsisi medis berikut, jika perlu:
bersihkan
area
insisi
dari
area
bersih
ke
kotor
menggunakan satu kasa atau satu sisi kasa pada setiap usapan
ganti balutan pada interval
waktu
yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka
sesuai
program 2
Hambatan mobilitas
Kriteria hasil: fisik Setelah
1. Ajarkan dan dukung
diberikan
pasien dalam latihan
pasien
ROM aktif atau pasif
berhubungan
perawatan
dengan
akan
untuk mempertahankan
ketidaknyamanan
memperlihatkan
atau
an
mobilitas,
yang
kekuatan
dibuktikan
oleh
ketahanan otot
indicator
sebagai 2. Gunakan
meningkatkan dan
ahli
terapi
berikut
gangguan
eksterm,
fisik
dan
okupasi
berat,
sebagai suatu sumber
sedang, ringan, tidak
untuk mengembangkan
mengalami
perencanaan
gangguan.
mempertahankan atau
dan
meningkatkan mobilitas. 3. Tentukan
tingkat
motivasi pasien untuk mempertahankan atau megambalikan mobilitas
sendi
dan
otot. 4. Ubah
posisi
yang
pasien
imobilisasi
minimal setiap 2 jam, berdasarkan
jadwal
spesefik. 5. Dukung latihan ROM aktif datau pasif jika perlu 3
Nyeri
Kriteria Hasil :
Pain management
Pain
berhubungan
1. Lakukan
management
Mampu
dengan agen injuri
mengontrol
biologis
nyeri
pengkajian
nyeri
secara 1. Untuk
komprehensif termasuk
mengetahui
penyebab nyeri,
lokasi,karakteristik,
bagaimana nyeri
mampu
durasi,
yang dirasakan
menggunakan
kualitas
tehnik
presipitasi.
(tahu
nonfarmakologi
2. Gunakan
frekuensi, dan
factor
pasien
teknik 2. Menggunakan
komunikasi terapeutik
teknik
untuk
untuk
mengetahui
mengurangi
pengalaman nyeri .
nyeri, mencarai 3. Control
lingkungan
membuat pasien
yang
dapat
Melaporkan
mempengaruhi
nyeri 3. Dapat
nyeri berkurang
seperti suhu ruangan,
mengurangi
dengan
pencahayaan
nyeri pasien
menggunakan
kebisingan. 4. Berikan
dan
merasa nyaman
4. Untuk tindakan
mengurangi
neyri
kolaborasi
nyeri
Mampu
Famakologi :
pasien
mengenali nyeri
Non-steroid
anti-
(skala,
inflammatory drugs
intensitas,
(NSAID)
frekuensi,
dan
tanda nyeri
terapeutik
bantuan.
manajemen
komunikasi
Menyatakan rasa
seperti
aspirin,
dan
asetaminofen Opioid:
nyaman setelah
1. Opioid lemah :
nyeri berkurang
Codein, Dosis: 0,5- 1 mg/kg (Max
60
mg/dosis.
Tramadol Dosis:
2
mg/kg (Max 8 mg/kg/hari) Opioid Kuat :
Morfin
Oral,
Dosis:
IR
morfin
dosis
pada
1/6-1/10 total dosis 24 jam
Parenteral Morfin, Dosis: Pemberian SK atau
IV
1/6
dosis 24 jam
Fentanyl, Dosis:
25
mikrogram/ jam transdermal fentanyl 60 – 100 mg oral morfin/24 jam.
2.4 Evidence Based (Hasil Penelitian) 1. Manajemen Keperawatan Kerusakan Integritas Jaringan Judul: Efektivitas Perawatan Luka Kanker Payudara Menggunakan Topikal
Inovatif
Dan
Terapi
Standar
Terhadap
Formula Respon
Biopsikososiospiritual Di Rumah Sakit Kanker“Dharmais”. Pembahasan: Kemala Rita (2015). Efektivitas Perawatan Luka Kanker Payudara Menggunakan Formula Topikal Inovatif Dan Terapi Standar Terhadap Respon Biopsikososiospiritual
Di Rumah Sakit Kanker“Dharmais”.
Dalam penelitian yang dilakukan 90 pasien dengan luka kanker payudara yang dirawat di Poliklinik Perawatan Luka RS. Kanker Dharmais periode Februari 2012 – Juni 2013. Perawatan luka dengan formula topikal dapat menurunkan jumlah bakteri anaerob yang
merupakan faktor penting
dalam mengurangi malodor
dan meminimalkan eksudat. Beberapa
tindakan yang sering dilakukan untuk mengatasi malodor luka kanker adalah dengan memberikan antibiotika secara topikal maupun sistemik, menggunakan pembalut penyerap bau, menggunakan bubuk kopi, larva, madu atau deodoran penghilang bau. \
BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Kanker payudara yang termasuk penyakit tidak menular, saat ini menjadi masalah kesehatan utama baik di dunia maupun di Indonesia. Deteksi dini merupakan langkah awal terdepan dan paling penting dalam pencegahan kanker. Dengan deteksi dini diharapkan angka mortalitas dan morbiditas, dan biaya kesehatan akan lebih rendah. Kanker payudara merupakan gangguan dalam pertumbuhan sel normal mammae dimana sel abnormal timbul dari sel-sel normal yang berkermbang biak dan menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh darah. Penyebab kanker payudara belum dapat ditentukan tetapi terdapat beberapa factor resiko yang telah
ditetapkan, yaitu lingkungan
dan genetik. Penatalaksaan Kanker
Payudara Berbagai metode penanganan dapat diberikan pada pasien kanker payudara,
pemilihan
penanganan
disesuaikan
dengan
stadium
yang
ditemukan. 3.2 Saran Penatalaksanaan dan pemeriksaan yang komprehensif perlu dilakukan untuk mengatasi gejala yang muncul pada kanker payudara. Peran perawat sebagai edukasi perlu dilaksanakan dalam upaya pencegahan preventif dan promotif dari kanker payudara itu sendiri, dimana hal ini dilakukan untuk mengurangiangka mortalitas dan morbiditas.
DAFTAR PUSTAKA American Cancer Asociety. (2012). Testing for Cervical Cancer. A Cancer Journal for Clinicians. Brunner & Suddarth. (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Terjemahan Suzanne C. Smeltzer. Edisi 8. Vol 8. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Brunner & Suddart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC. Burton G. (2006). Pathophyisiology of pruritus. Australian College of Veterinary Scientists Dermatology Chapter Science Week Proceeding. Desanti. (2010). Persepsi Wanita Beresiko Kanker Payudara Tentang Pemeriksaan Payudara Sendiri. Vol 26 No 3 Hal 152-161. Semarang: Berita Kedokteran Masyarakat. Djuanda A. Hamzah M. Aisah S. (editor). (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Haryono,
Samuel
J.
(2012).
Kankerpayudara
familial:
penelusurangenapredisposisiterwarisdanperhitunganrisiko.
Yogyakarta:
FakultasKedokteranUniversitas Gajah. Houghton, R.A. (2012). Gejala dan Tanda Dalam Kedokteran Klinis. Jakarta: PT. Indeks. Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern. Buku Saku DIAGNOSIS KEPERAWATAN Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC Edisi 9. Alih Bahasa Ns. Esti Wahuningsih, S.Kep dan Ns. Dwi Widiarti, S,Kep. Jakarta: EGC. Mulyani, S. (2013). Menopouse Akhir Siklus Menstruasi Pada Wanita di Usia Pertengahan. Yogyakarta: Nuha Medika. Mansjoer, A (2000) Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Jakarta: Media Aesculapius. Nisman, W.A. (2011). Lima Menit Kenali Payudara Anda. Yogyakarta: Penerbit CV. Andi.
Nugroho,T. (2011). Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta: Nuha Medika. Nugroho, Taufan. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika Olfah, dkk. (2013). Kanker Payudara dan SADARI. Yogyakarta: Nuha Medika. Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC. Robbins, Stanley L. (1999). Buku Saku Dasar Patologi Penyakit, Edisi 5. Jakarta: EGC. Sofian, A. (2011). Sinopsis Obstetri: obstetri operatif. Jakarta: EGC. Wahidi, Kemala Rita. (2015). Efektivitas Perawatan Luka Kanker Payudara Menggunakan Formula Topikal Inovatif Dan Terapi Standar Terhadap Respon Biopsikososiospiritual Di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”.