Makalah Eksplorasi Sumber Daya Hayati Laut [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH EKSPLORASI SUMBER DAYA HAYATI LAUT



“MSY IKAN TERI”



Oleh : Kelompok 6 Bagus Riyadi



(08051181419011)



Febillia Natasari



(08051281419012)



Reftika Ramona Putri



(08051281419026)



Trisno



(08051281419028)



PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDERALAYA 2017



BAB I PENDAHULUAN Salah satu potensi laut Indonesia adalah potensi sumberdaya ikan, yang meliputi : sumberdaya ikan pelagis besar, sumberdaya ikan pelagis kecil, sumberdaya udang penaeid dan krustasea lainnya, sumberdaya ikan demersal, sumberdaya moluska dan teripang, sumberdaya cumi-cumi, sumberdaya benih alam komersial, sumberdaya karang, sumberdaya ikan konsumsi perairan karang, sumberdaya ikan hias, sumberdaya penyu laut, sumberdaya mammalia laut, dan sumberdaya rumput laut (Mallawa, 2006). Usaha perikanan, khususnya di bidang perikanan tangkap diyakini akan mampu mendukung perolehan devisa



negara non migas karena kegiatan ini



relatif tidak terpengaruh dampak negatif krisis moneter, bahkan secara nyata memberikan konstribusi positif terhadap upaya pemerintah dalam memperbaiki kondisi perekonomian nasional. Untuk mengembangkan usaha



perikanan



tangkap, salah satunya adalah meningkatkan jumlah dan kualitas tenaga kerja perikanan tangkap Indonesia yang lebih mandiri dan profesional disamping itu armada harus dilengkapi dengan dokumen kapal dan anak buah kapal yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku. Teknologi alat penangkapan ikan telah mengalami perkembangan dan menjadi penting seiring dengan meningkatnya kegiatan dan usaha manusia dalam memajukan industri perikanan dibidang usaha penangkapan ikan. Setiap pengoperasian unit penangkapan ikan akan berdampak terhadap sumberdaya ikan maupun lingkungannnya, sehingga perlu dikaji sampai sejauh mana dampaknya dan



bagaimana



meminimalkan



dampaknya.



Fakta



menunjukkan



bahwa



produktivitas penangkapan ikan tuna di Samudra Hindia sebesar 281,2 kg/hari turun menjadi 177 kg/hari. Peningkatan armada mencapai 66 persen, sedangkan rasio penurunan produktivitas tuna hanya sekitar 54 persen. Artinya, peningkatan armada kapal jauh lebih tinggi dari penurunan hasil tangkapan tuna atau 47 persen penurunan produksi bulanan. Hasil penelitian BRKP 2007 menunjukkan, telah terjadi perubahan ikan pelagis sebagai konsekuensi penyusutan stok (biomassa) dan peningkatan upaya perikanan pukat cincin semi industri yang tak terkontrol.



Penurunan produksi ikan pelagis diduga akibat alterasi spesies serta kompetisi makanan dan ruang yang menjadi habitat ikan. Tekanan penangkapan tidak seimbang dengan daya pulih stok tersebut. Berdasarkan data statistik tahun 2007-2008, produksi perikanan tangkap di laut meningkat 2,71 persen dari 4,73 juta ton tahun 2007 meningkat menjadi 4,86 juta ton pada 2008. Jumlah kapal penangkap ikan segala ukuran pada tahun 2007 sebanyak 590.314 unit, sedangkan pada tahun 2008 menjadi 590.380 unit atau meningkat 0,01 persen. Pada tahun 2007, jumlah nelayan perikanan tangkap di laut 2,75 juta jiwa dan 2,77 juta jiwa pada 2008 atau meningkat 0,8 persen. Catch, Effort dan Catch Per-Unit of Effort (CPUE) adalah tiga besaran yang terkait satu sama lain. Jika dua dari tiga besaran tersebut diketahui maka besaran yang ketiga dapat dihitung. Ketiga besaran tersebut merupakan parameter dasar yang diperlukan dalam aplikasi Model Produksi Surplus (MPS - the Surplus Production Model) yang mengarah kepada estimasi titik ‘maximum sustainable yield’ (MSY). MPS adalah salah satu model pengkajian stok yang paling sederhana dan paling mudah dijelaskan dan diterima oleh para pengelola sumberdaya ikan. Asumsi yang mendasari model ini adalah bahwa sumberdaya ikan merupakan suatu entity, tanpa memperhitungkan proses-proses yang sebenarnya tidak sederhana yang menyebabkan terbentuknya entity tersebut. Para ahli menyatakan bahwa model ini terlalu menyederhanakan proses-proses yang terjadi (over-simplified). Model ini hanya memerlukan data catch dan effort, dua jenis data yang selama ini telah dikumpulkan dan dikenal sebagai statistik perikanan. Namun demikian, minimal perlu diketahui karakteristik sumberdaya ikan, perilaku-perilaku dan batas-batas ketahanan sumberdaya ikan tersebut terhadap tekanan penangkapan. Sumberdaya perikanan laut merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources). Namun demikian dalam pemanfaatannya harus dilakukan secara rasional untuk menjaga kesinambungan produksi dan kelestarian sumberdaya. Ikan teri menyebar pada permukaan perairan hingga lapisan di bawah permukaan dengan dua puncak distribusi vertikalnya yaitu pada permukaan dan kedalaman 20 meter. Kisaran kedalaman 10-20 meter merupakan daerah penyebaran yang paling dominan. Telah umum diketahui oleh nelayan bahwa teri muncul ke permukaan pada waktu subuh (Gunarso et al. 2003).



BAB II TINJAUAN PUSTAHA 2. 1 Model Dan Metode Pengkajian Stok Beberapa model pengkajian besarnya stok sumberdaya ikan dapat dikelompokkan ke dalam 3 model, yaitu model holistik, model dinamik/analitik dan model ekosistem (Tabel 1). Aplikasi dari semua metode-metode pengkajian stok sebenarnya harus ditunjang dengan analisis tentang aspek-aspek dinamika populasi yang mengarah kepada diperolehnya tingkat upaya (fishing effort) yang optimal dan hasil tangkapan yang maksimum dan berkelanjutan. Tingkat yang optimal tersebut dapat dihitung melalui aplikasi model-model matematik mulai dari model yang sederhana sampai dengan model-model yang rumit. Model holistik adalah model yang dirancang berdasarkan konsep bahwa populasi /stok ikan merupakan sesuatu kesatuan ‘utuh’ tanpa mengikut-sertakan aspek-aspek lain yang menunjang dinamika populasinya. Aplikasi model dinamik atau model analitik dilakukan dengan mengikut-sertakan aspek-aspek dinamika populasi yang mendukung perkembangan populasi tersebut, seperti laju pertumbuhan, laju kematian, panjang maksimum, parameter hubungan panjangberat (isometrik atau allometrik) dan laju penangkapan. Analisis data yang dilakukan berdasarkan kedua model tersebut akan mengarah kepada diperolehnya tingkat ‘magnitude’ yang antara lain dapat dinyatakan sebagai; Besarnya biomassa (B), Potential Yield (Py), Yield perrecruit (Ymax), dan MSY (the Maximum Sustainable Yield atau hasil tangkapan maksimum yang berlanjut). Uraian selanjutnya lebih dititikberatkan kepada bahasan tentang Model Produksi Surplus (MPS) yaitu salah satu metode analisis data catch dan effort yang mengarah kepada diperolehnya tingkat MSY dan upaya optimum. Analisis data tersebut adalah analisis yang paling mudah dilakukan dan paling mudah difahami oleh para pengelola, terlepas dari kelemahan, kekurangantelitian serta terpenuhinya asumsi-asumsi dasar yang melandasi model tersebut. Kritik yang cukup pedas dari Larkin (1977) tertuang dalam ‘epitaph’ (tulisan yang biasa tertera pada batu nisan) sebagaimana tercantum pada halaman akhir dari ‘booklet’ ini.



Tabel 1. Beberapa Model dan Metode Pengkajian Stok Holistik A. Survey 1.Fishing survey – swept area 2.Survey Akustik 3.Survey telur dan larva 4.Survey Aerial /Remote sensing 5.Transek garis (perairan karang) 6.Depletion method (sungai atau Perairan yang tertutup)



Dinamik 1. Yield per Recruit Beverton and Holt, dan variant-nya 2. Incomplete Beta Function 3. Virtual Population Analysis (VPA) 4. Thompson and Bell



Ekosistim 1. Multispecies Interaksi biologis: Predator-prey, Food competition, 2. Replacement - Interaksi teknologi - Trophodinamik - Ecosystem : EAF EBF



B. Analisis data catch dan effort (Model Produksi Surplus): 1.Linier model: Schaefer 2.Logarithmic model: Fox. 3.Schnutte, dan variantnya C. Tagging experiments



2. 2 Sumberdaya Ikan Secara geografis perairan Indonesia yang terletak di kawasan tropis sangat kaya akan berbagai jenis ikan, meski kelimpahan dari tiap jenis tersebut relatif kecil dibandingkan dengan kelimpahan ikan di perairan beriklim empat. Jenis ikan yang ada di perairan Indonesia merupakan gabungan dari berbagai jenis di kawasan perairan Samudera Hindia dan perairan Indo-Pasifik dengan dua paparan yang sangat subur yaitu Paparan Sunda dan Paparan Sahul. Identifikasi jenis ikan akan mengarah kepada identifikasi ‘unit stock’ yang merupakan prasyarat bagi dilakukannya pengkajian stok dengan menggunakan SPM. Dalam kaitan dengan keperluan pengkajian stok sumberdaya kemampuan untuk mengidentifikasi spesies dan identifikasi ‘unit stock’ merupakan langkah awal pengkajian stok



(stock assessment) yang akan menentukan langkah kajian selanjutnya. Jika langkah awal ini tidak akurat maka tingkat akurasi pada langkah berikutnya akan menyimpang, dan akan mengarah kepada hasil yang ‘under estimate’ atau ‘over estimate’ dan seterusnya akan mempengaruhi tingkat eksploitasi yang optimal dan langkah-langkah pengelolaannya. Berbeda dengan sumberdaya terestrial yang relatif menetap dan terlihat dengan jelas, sumberdaya ikan adalah tidak terlihat (invisible) karena berada di dalam air, hidup dan selalu bergerak sesuai dengan kondisi lingkungan biofisik perairan dimana ikan tersebut berada. Karena ikan tersebut hidup, maka sumberdaya ikan termasuk dalam katagori sumberdaya yang dapat pulih (renewable). Dengan demikian, jika pemanfaatan sumberdaya tersebut sesuai dengan



kemampuan



untuk



memulihkan



dirinya,



maka



manusia



dapat



memanfaatkannya secara berkelanjutan. Informasi-informasi penting yang perlu dikumpulkan untuk dijadikan landasan pengelolaan sumberdaya ikan secara rasional, antara lain adalah diketahuinya



besaran



potensi



sumberdaya,



penyebaran



dan



perilakunya



(behaviour). menurut perairan dan musim (spatial dan temporal), dan aspek-aspek ‘natural history’, seperti kebiasaan makan dan makanan, seks rasio, TKG (tingkat kematangan gonad), fekunditas (jumlah telur yang matang yang siap dipijahkan) serta dinamika populasinya, seperti laju pertumbuhan dan laju kematian. Sebagaimana halnya dengan mahluk hidup lainnya, ikan harus selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan perairan yang sangat dinamis dan selalu berubah. Dengan diketahuinya informasi tersebut maka salah satu tujuan utama pengelolaan sumberdaya ikan yaitu pemanfaatan yang optimal dan berlanjut dapat dicapai. 2.3 Konsep Dasar 2.3.1 Hasil Tangkapan per-satuan Upaya Hasil tangkapan per-satuan upaya (catch per-unit of effort, CPUE) adalah salah satu indikator bagi status sumberdaya ikan yang merupakan ukuran dari kelimpahan relatif, sedangkan tingkat produksi dapat merupakan indikator kinerja ekonomi. Diperolehnya gambaran tentang trend CPUE dari suatu perikanan dapat



merupakan salah satu indikator tentang ‘sehat’ nya’ suatu perikanan. Trend CPUE yang naik akan merupakan gambaran bahwa tingkat eksploitasi sumberdaya ikan dapat dikatakan masih pada tahapan berkembang. Trend CPUE yang mendatar merupakan gambaran bahwa tingkat eksploitasi sumberdaya ikan sudah mendekati kejenuhan upaya, sedangkan trend CPUE yang menurun merupakan indikasi bahwa tingkat eksploitasi sumberdaya ikan apabila terus dibiarkan akan mengarah kepada suatu keadaan yang disebut ‘over-fishing’ atau bahkan ‘overfished’. 2.3.



2 Identifikasi Jenis Ikan Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus



hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Sumberdaya ikan adalah potensi semua jenis ikan, sedangkan lingkungan sumberdaya ikan adalah perairan tempat kehidupan sumberdaya ikan, termasuk biota dan faktor alamiah sekitarnya (UU No. 31-2004). Secara operasional penangkapan, sumber daya ikan dibagi ke dalam kelompok ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, udang dan biota lainnya. Secara geografis perairan Indonesia yang terletak di kawasan tropis, dengan Paparan Sunda dan Paparan Sahul yang subur, sangat kaya akan berbagai jenis ikan. Jenis ikan yang ada di perairan Indonesia merupakan gabungan dari berbagai jenis yang ada di kawasan perairan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik (Indo-Pasifik). 2.3.3 Unit Stok



Di alam terdapat sejumlah besar jenis ikan yang berbeda satu sama lain. Perilaku makan suatu jenis ikan di suatu perairan dapat mengakibatkan pertumbuhan yang sangat cepat sedangkan di kawasan lainnya mungkin tidak begitu cepat. Kegiatan penangkapan tidak menyebar secara merata, sehingga beberapa jenis ikan akan menjadi sasaran yang mudah untuk ditangkap dibandingkan dengan ikan lainnya. Pada suatu perarian yang relatif sempit bisa terjadi suatu percampuran yang cepat sehingga setelah beberapa periode perbedaan-perbedaan yang ada pada sejumlah individu ikan seperti perilaku makan, daya tahan terhadap intensitas penangkapan dan perbedaan lain di dalam kawasan perairan tersebut dapat diabaikan. Sebaliknya pada suatu perairan yang



lebih luas dimana perbedaan antar kondisi rata-rata dari berbagai sektor perairan tersebut cukup signifikan sehingga dapat menyebabkan adanya perbedaan genetik dalam satu sppecies, tentu tidak begitu saja dapat diaabaikan. 2.4 Estimasi ‘Msy’ Dengan Model Produksi Surplus (Mps) Model MPS dibangun dengan asumsi bahwa sumberdaya ikan berada pada ‘steady state or equilibrium condition’ dan ‘constant catchability’. Dalam kenyataannya kondisi equilibrium tersebut sangat jarang terjadi. Dari pengalaman di Negara dimana konsep ini berasal adalah bahwa konsep ini menghasilkan estimasi yang terlalu tinggi, sehingga dalam aplikasinya harus benar-benar menerapkan ‘precautionary approach’. 



Prosedur Penghitungan Untuk menghitung MSY, Upaya Optimum dan Tingkat Pemanfaatan, data



statistik yang diperlukan adalah: 1) Produksi jenis-jenis ikan. 2) Produksi jenis ikan per-jenis alat tangkap. 3) Jumlah dan jenis alat tangkap. 



Menghitung Produksi Total Tahunan Jika semua jenis ikan sudah dapat dikelompokkan ke dalam ‘species group’



seperti pelagis kecil, demersal dan lain-lain, maka produksi tahunan kelompok jenis ikan tersebut dapat diperoleh melalui penjumlahan biasa. 



Menghitung ‘Fishing Power Index’ (FPI) Dari tabel Produksi jenis ikan per-jenis alat tangkap dapat dihitung hasil



tangkapan per-unit alat (C/A) untuk tahun tertentu. Alat tangkap yang mempunyai angka C/A yang tertinggi dinyatakan sebagai alat tangkap standar, dimana nilai FPI = 1,00. Nilai FPI alat tangkap lainnya dikonversi ke nilai FPI yang tertinggi tersebut. 



Model Linier – Schaefer Menurut model tersebut hubungan antara CPUE (c/f) dengan total effort



mengikuti persamaan regresi : Y = A – b X , dimana: Y = C/f, dan X = f. Prosedur pendugaan MSY diperoleh melalui perhitungan berikut.



Menurut model Schaefer:C/f =a – bf  C = af - bf 2. Pada titik effort maksimum (Fmax), maka hasil tangkapan akan menjadi Nol. C = af – bf 2 = 0; Jika demikian pada titik tersebut a = bf; atau f = a/b. Pada Catch maksimum (MSY), maka tingkat effort (Fopt) berada pada setengah tingkat effort maksimum (1/2 . a/b = a/2b). Dengan memasukkan nilai a/2b ke persamaan regresi : C = af – bf 2, menjadi  C = a. a/2b – b (a/2b)(a/2b) atau  C = a2/2b – a2/4b atau  C = 2a2/4b – a2/4b, sehingga dengan demikian maka Cmax atau MSY menjadi : MSY = A2 / 4 b dan f opt = A/2b 2.5 Model Eksponensial - Fox Rumus Model Eksponential Fox : MSY = - (1 / b) * e (A-1) dan f opt = 1/b Akan sangat baik jika nilai MSY dan effort optimum tersebut juga dihitung kisarannya, sehingga dapat diketahui ‘upper limit’ dan ‘lower limit’ -nya Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan dapat diperoleh dengan membagi : (Produksi / MSY) yang biasa dinyatakan dalam persen (%).



BAB III PEMBAHASAN 3.1. Analisis Data 3.1.1. Analisis hasil tangkapan per upaya penangkapan CPUE Perhitungan CPUE bertujuan untuk mengetahui penangkapan nila laju tangkapan upaya ikan teri berdasarkan atas pembagian total has, tangkapan (Catch) dengan upaya penangkapan (Effort) persamaan untuk mencari nilai CPUE menurut adalah sebagai berikut : CPUE = c/f ...................................................................(1) Keterangan : Catch (c)



: Total hasil tangkapan (ton)



Effort (f)



: Total upaya penagkapan (Trip)



CPUE



: Hasil tangkapan per upaya penangkapan (ton/trip)



3.1.2. Metode surplus produksi Analisis untuk mengetahui potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya oleh alat tangkap bagan menggunakan model surplus produksi yang dikembangkan oleh Schaefer. Model surplus produksi ini dapat diterapkan bila diketahui dengan baik tentang hasil tangkapan total (berdasarkan spesies) dan atau hasil tangkapan per unit apaya (catctz per unit Effort atau CPUE per spesies dan atau berdasarkan spesies, dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun. Pengolahan dan analisa data melalui asumsi memaksimumkan keuntungan dan kesejahteraan dengan mempertahankan persediaan populasi yang sesuai solusi maximum sustainable yield (MSY). Karena CPUE dapat dipergunakan sebagai indikator kelimpahan ikan, maka untuk mengetahui ada atau tidaknya fluktuasi kelimpahan ikan teri atau suatu kecenderungan selama waktu tertentu akan dilakukan scatter ploting antar CPUE dalam rentang waktu sepanjang mungkin sesuai ketersediaan data yang ada. Model Schaefer merupakan persamaan parabola yang mempunyai nilai maksimum dari Y (i), MSY, pada suatu tahapan upaya : f MSY = -0,5 x (a2/ B)



Sedangkan hasil tangkapan pada tahapan upaya optimal, dimana akan dicapai suatu keadaan MSY, dapat dihitung melalui rumus : MSY = -0,25 x (a2/ B) Perhitungan pola musim penangkapan dilakukan dengan menggunakan data hasil tangkapan per upaya penangkapan (catch per unit effort/CPUE) setiap bulan, dengan metode analisis deret waktu terhadap hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan bulanan selama tiga belas tahun terakhir (1999-2011), dan penentuannya menggunakan metode rasio rata-rata bergerak (moving average) melalui perhitungan Indek Musim Penangkapan (IMP) dengan persamaan : IMPi = RRBi *FK, …………….. i = 1,2,3 … 12 3.2. Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Teri a) Upaya pemanfaatan ikan teri Upaya pemanfaatan (trip) sumberdaya ikan teri di perairan pantai Tegal selama 13 tahun terakhir (1999-2011) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan adanya peningkatan upaya pemanfaatan yang sangat besar sejalan dengan perkembangan jumlah unit usaha payang jabur di Tegal. Upaya pemanfaatan terendah terjadi pada tahun 2003 (6.308 trip), sedangkan tertinggi pada tahun 2011 (26.333 trip). Tabel 2. Upaya pemanfaatan ikan teri di perairan pantai Tegal tahun 1999 – 2011



b) Trend produksi ikan teri Produksi ikan teri di perairan pantai Tegal yang diperoleh dari pencatatan produksi pada Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang tersebar di sepanjang pantai Kabupaten dan Kota Tegal selama 13 tahun terakhir (1999-2011), menunjukkan komposisi data setiap tahunnya sebagaimana tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Produksi ikan teri di perairan pantai Tegal tahun 1999 – 2011



Tabel 3 menunjukkan bahwa produksi ikan teri di perairan pantai Tegal secara umum dalam kurun waktu tiga belas tahun terakhir, menunjukkan trend kenaikan rata-rata sebesar 0,95% setiap tahunnya sejalan dengan pertambahan jumlah unit usaha dan upaya pemanfaatannya. Produksi terendah dicapai pada tahun 2004 sebesar 265,36 ton. c) Trend CPUE ikan teri Catch per unit effort (CPUE) kegiatan penangkapan ikan teri di perairan pantai Tegal selama 13 tahun terakhir, ditunjukkan pada Tabel 4. Tidak seperti halnya produksi yang terjadi trend kenaikan rata-rata 0,95% setiap tahunnya, pada trend catch per unit effort (CPUE) terjadi kondisi yang sebaliknya, dimana berdasarkan Tabel 4 menunjukkan adanya trend penurunan CPUE rata-rata sebesar 11,24% setiap tahunnya. CPUE terendah diperoleh pada tahun 2011 sebesar 15,70 kg/trip, sedangkan CPUE tertinggi dicapai pada tahun 1999 sebesar 105,67 kg/trip. Tabel 4. CPUE ikan teri di perairan pantai Tegal tahun 1999 – 2011



d) Rasio pemanfaatan ikan teri Dari data hasil tangkapan dan upaya penangkapan dapat dihitung indeks kelimpahan nisbi (Index of Relatife Abundance) yang dapat dinyatakan sebagai nilai hasil tangkapan per upaya (catch per unit effort/CPUE). Selanjutnya menentukan nilai hasil tangkapan maksimum lestari (maximum sustainable yield/MSY) dan upaya optimum (fopt) yang dilakukan dengan model surplus produksi Schaefer. Analisa regresi linier digunakan untuk mencari nilai a dan b dari persamaan Schaefer, dimana nilai MSY dan fopt hanya akan didapat bila nilai b negative, yang berarti bahwa penambahan effort (f) akan menyebabkan penurunan CPUE. Sedangkan bila b positif, dapat disimpulkan bahwa penambahan upaya penangkapan masih dimungkinkan karena hasil tangkapan masih dibawah MSY. Dari hasil pengolahan data produksi dan trip upaya penangkapan selama kurun waktu tiga belas tahun, melalui perhitungan regresi linier dengan metode Schaefer terhadap upaya pemanfaatan lestari (maximum sustainable yield) perikanan teri di perairan pantai Tegal sebesar 665,63 ton dengan tingkat pengusahaan 18.411 trip setiap tahunnya. e) Analisis pemanfaatan sumberdaya ikan teri Berdasarkan hasil perhitungan regresi linier upaya pemanfaatan (trip/f) dengan catch per unit effort (CPUE) melalui metode Schaefer, diperoleh tingkat pemanfaatan lestari (maximum stainable yield) perikanan teri di perairan pantai Tegal sebesar 665,63 ton/tahun, dengan upaya optimum (fopt) pada tingkat 18.411 trip/tahun. Dengan total produksi maksimum yang pernah dicapai sebesar 841,78 ton pada tahun 1999 dan 858,70 ton pada tahun 2008, maka hal ini menunjukan



adanya tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan teri di perairan pantai Tegal yang sudah melampaui batas potensi lestari (MSY). Hasil analisis perikanan teri di perairan pantai Tegal selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5, dimana pada tahun 1999 telah melampaui batas MSY sebesar 126,46% dan tahun 2008 sebesar 132,13%. Sedangkan tingkat upaya pemanfaatan menunjukan adanya kelebihan upaya optimum pada tahun 1999 sebesar 112,91%, tahun 2010 sebesar 129,13%, dan tahun 2011 sebesar 143,02%. Tabel 5. Analisis perikanan teri di perairan pantai Tegal tahun 1999 - 2011



3.2. Analisis Musim Penangkapan Ikan Teri Berdasarkan hasil perhitungan nilai indeks musim penangkapan (IMP), menunjukan bahwa musim penangkapan ikan teri di perairan pantai Tegal hampir merata sepanjang tahun, dimana nilai indeks setiap bulannya berkisar 77,75123,32%. Hal ini menunjukan bahwa kegiatan penangkapan ikan teri di perairan pantai Tegal terjadi sepanjang tahun, dengan hasil tangkapan yang relatif merata setiap bulannya. Namun demikian ada beberapa bulan yang menunjukan nilai indeks diatas 100%, dengan puncak musim tertinggi pada bulan Maret (IMP = 123,32%) dan terendah pada bulan Desember (IMP=77,75%). Nilai indeks dan fluktuasi musim penangkapan ikan teri di perairan pantai Tegal selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Indeks musim penangkapan ikan teri di perairan pantai Tegal



BAB IV KESIMPULAN Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) perikanan payang jabur di Tegal mengalami penurunan dari tahun 1999-2011, yaitu rata-rata 10,67% per tahun. Bahkan pada tahun terakhir (2011) nilai CPUE sudah menunjukkan pada tingkat yang sangat rendah (15,70 kg/trip). Bila hal ini dibiarkan berlanjut, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadinya kerusakan sumberdaya ikan teri karena over fishing. 2. Total produksi ikan teri di perairan pantai Tegal dari tahun 1999-2011 mengalami kenaikan rata-rata 0,95% per tahun sejalan dengan pertambahan jumlah unit usaha dan upaya pemanfaatan. Berdasarkan analisis Schaefer diperoleh nilai MSY sebesar 665,63 ton/tahun, sehingga pada tahun 1999 dan 2008 terjadi produksi yang melebihi batas MSY-nya. 3. Upaya pemanfaatan (Trip) dari tahun 1999-2011 mengalami kenaikan rata-rata 14,61% per tahun sejalan dengan pertambahan jumlah unit usaha setiap tahunnya, sehingga menimbulkan deplesi sumberdaya ikan teri di perairan pantai Tegal. Berdasarkan analisis Schaefer diperoleh nilai upaya pemanfaatan optimum (fopt) sebesar 18.411 trip/tahun, sehingga pada tahun 2008, 2010 dan 2011 terjadi upaya pemanfaatan yang melebihi batas optimumnya. 4. Usaha Perikanan Payang Jabur di Tegal selama kurun waktu lima tahun terakhir mengalami kenaikan rata-rata 30,62%; dimana pada tahun 2007 dari jumlah 72



unit menjadi 199 pada tahun 2011; dengan pertambahan sangat menyolok terjadi mulai tahun 2009 yaitu sebesar 39,23%. Hal ini akan dapat mengancam kelestarian sumberdaya ikan teri, karena berdasarkan perhitungan estimasi jumlah unit usaha perikanan payang jabur di Tegal hanya sebanyak 90-95 unit.



DAFTAR PUSTAKA



Badrudin. 2015. Analisis Data Catch Dan Effort Untuk Pendugaan MSY. USAID : Indonesia Gunarso W, Kawamura G, Hayashi S, Sameshima M. 2003. Morfologi Retina Ikan Teri (Engraulis japonicas Iloittuyn) dengan Penekanan pada Peranan Tapetumnya. Bulletin PSP IV(1) Iriansyah, Irhamsyah. 2013. Potensi Sumberdaya Ikan Teri (Stolephorus Sp.) Di Kabupatehi Tanah Bumbu Provinsi Kaiimantan Seiatan. Bulettin PSP. Vol. 21. No. 3 : 307 – 320 Mallawa A. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Berkelanjutan Dan Berbasis Masyarakat. Lokakarya Agenda Penelitian Program COREMAP II Kabupaten Selayar. Hlm : 9-10 Sutono D, Susanto A. 2016. Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Teri di Perairan Pantai Tegal. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol 6.No 2 : 104 - 115