Makalah Etika & Hukum Kesehatan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PUL ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN “HUKUM KESEHATAN” Dosen Pengampuh : Dr. Zainudin SKM., M.Kes



Disusun Oleh : Wildania



(17 3145 261 044)



Sri Indayani



(17 3145 261 032)



Asmawati Ahmad



(17 3145 261 034)



Nur Sinta Rahmadani



(17 3145 261 030)



Matius Sedan Pasiga



(17 3145 261 015)



Sumardi



(17 3145 261 019)



PRODI S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS MEGA REZKY MAKASSAR 2019



i



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca agar kedepannya kami dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi.



Makassar , 24 Maret 2019 Kelompok 2



ii



DAFTAR ISI



SAMPUL ................................................................................................................. i KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 5 A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 5 B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................. 7 C. TUJUAN ...................................................................................................... 8 BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 9 A. RUANG LINGKUP HUKUM KESEHATAN .......................................... 19 B. PENGERTIAN HUKUM KESEHATAN ................................................... 9 C. UNDANG-UNDANG (UU) NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN TERBARU .............................................................. 17 D. POSISI HUKUM KESEHATAN DALAM HUKUM ............................... 23 E. ETIKA PROFESI ........................................ Error! Bookmark not defined. F. KODE ETIK PROFESI .............................. Error! Bookmark not defined. G. PERANAN ETIKA DALAM PROFESI .... Error! Bookmark not defined. H. PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI........ Error! Bookmark not defined. I.



HUBUNGAN HUKUM ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN ......... 25



J. HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DALAM TRANSAKSI TERAUPEUTIK ............................................................................................... 27 K. HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN ......................................................................... 29 BAB III PENUTUP ............................................................................................. 33 A. KESIMPULAN .......................................................................................... 33 B. SARAN ...................................................................................................... 33 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34



iii



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) mengakui dan melindungi kesehatan sebagai hak asasi setiap manusia. Pada pasal 28H dan pasal 34 ayat (3) UUD 1945, kesehatan menjadi hak konstitusional setiap warga negara dan menjadi tanggung jawab bagi pemerintah untuk menyediakan pelayanan kesehatan. Pembangunan kesehatan sebagai upaya negara untuk memberikan pelayanan kesehatan yang didukung oleh sumber daya kesehatan, baik dari tenaga kesehatan maupn tenaga nonkesehatan. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan merupakan keadaan sejahtera mulai dari badan, jiwa, serta sosial yang membuat setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian, kesehatan selain menjadi hak asasi manusia, kesehatan juga merupakan suatu investasi. Kesehatan merupakan hak asasi manusia, selain itu kesehatan juga salah satu unsur kesejahteraan



yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita



bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Oleh sebab itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya harus dilaksanakan berdasarkan



prinsip



nondiskriminatif,



partisipatif,



perlindungan



dan



berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pemerintah memiliki tanggung jawab dalam merencanakan, mengatur, menyelenggarakan,



5



membina, serta mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Dalam era reformasi saat ini, hukum memegang peran penting dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang, yang merupakan bagian integral dari kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan. Perubahan konsep pemikiran penyelenggaraan pembangunan kesehatan tidak dapat dielakkan. Pada awalnya pembangunan kesehatan bertumpu pada upaya pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan, bergeser pada penyelenggaraan upaya kesehatan yang menyeluruh dengan penekanan pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Paradigma ini dikenal dalam kalangan kesehatan sebagai paradigma sehat. Sebagai konsekuensi logis dari diterimanya paradigma sehat maka segala kegiatan apapun harus berorientasi pada wawasan kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan dan peningkatan kualitas individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan dan secara terus menerus memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau serta mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. Secara ringkas untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang maka harus secara terus menerus dilakukan perhatian yang sungguh-sungguh



bagi



penyelenggaraan



pembangunan



nasional



yang



berwawasan kesehatan, adanya jaminan atas pemeliharaan kesehatan, ditingkatkannya profesionalisme dan dilakukannya desentralisasi bidang kesehatan. Kegiatan-kegiatan tersebut sudah barang tentu memerlukan perangkat hukum kesehatan yang memadai. Perangkat hukum kesehatan yang memadai dimaksudkan agar adanya kepastian hukum dan perlindungan yang menyeluruh baik bagi penyelenggara upaya kesehatan maupun masyarakat penerima pelayanan kesehatan. Pertanyaan yang muncul adalah siapa saja tenaga kesehatan itu dan keterkaitannya dengan sumpah atau kode etik tenaga kesehatan dokter dan bidan, Dan apakah yang dimaksud dengan hukum



6



kesehatan, apa yang menjadi landasan hukum kesehatan, materi muatan peraturan perundang-undangan bidang kesehatan, dan hukum kesehatan di masa mendatang. Diharapkan jawaban atas pertanyaan tersebut dapat memberikan sumbangan pemikiran, baik secara teoritikal maupun praktikal terhadap keberadaan hukum kesehatan. Untuk itu dilakukan kajian normatif, kajian yang mengacu pada hukum sebagai norma dengan pembatasan pada masalah kesehatan secara umum melalui tradisi keilmuan hukum. Dalam hubungan ini hukum kesehatan yang dikaji dibagi dalam 3 (tiga) kelompok sesuai dengan tiga lapisan ilmu hukum yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Selanjutnya untuk memecahkan isu hukum, pertanyaan hukum yang timbul maka digunakan pendekatan konseptual, statuta, historis, dogmatik, dan komparatif. Namun adanya keterbatasan waktu maka kajian ini dibatasi hanya melihat peraturan perundang-undangan bidang kesehatan. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian hukum kesehatan, landasan hukum kesehatan, dan siapa saja tenaga kesehatan, dan etika profesi serta kode etik kesehatan? 2. Bagaimana sejarah hukum kesehatan? 3. Apa saja kelompok-kelompok dalam hukum kesehatan? 4. Bagaimana ruang lingkup dalam hukum kesehatan? 5. Apa saja fungsi dan tujuan dari hukum kesehatan? 6. Apa saja asas-asas hukum kesehatan? 7. Apa hak dan kewajiban hukum kesehatan? 8. Bagaimana posisi hukum kesehatan dalam hukum? 9. Bagaimana peranan etika dalam profesi dan prinsip-prinsip etika profesi? 10. Bagaimana hubungan hukum antara dokter dengan pasien? 11. Apa hak dan kewajiban pasien dalam transaksi teraupeutik? 12. Apa hak dan kewajiban dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan?



7



C. TUJUAN 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hukum kesehatan, landasan hukum kesehatan, dan siapa saja tenaga kesehatan, dan etika profesi serta kode etik kesehatan 2. Untuk mengetahui sejarah hukum kesehatan 3. Untuk mengetahui kelompok-kelompok dalam hukum kesehatan 4. Untuk mengetahui ruang lingkup hukum kesehatan 5. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan dari hukum kesehtan 6. Untuk mengetahui asas-asas hukum kesehatan 7. Untuk mengetahui hak dan kewajiban hukum kesehatan 8. Untuk mengetahui posisi hukum dalam hukum kesehatan 9. Untuk mengetahui peranan etika dalam profesi dan prinsip-prinsip etika profesi 10. Untuk mengetahui Untuk mengetahui apa hubungan hukum antara dokter dengan pasien. 11. Untuk mengetahui apa hak dan kewajiban pasien dalam transaksi teraupeutik. 12. Untuk mengetahui apa hak dan kewajiban dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan.



8



BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN HUKUM KESEHATAN, LANDASAN HUKUM KESEHATAN, DAN SIAPA SAJA TENAGA KESEHATAN, DAN ETIKA PROFESI SERTA KODE ETIK KESEHATAN



1. Pengertian Hukum Kesehatan Istilah hukum kesehatan (medical law) dalam negara yang menganut sistim hukum eropa kontinental (anglo saxon) seperti, belanda , perancis berbeda dengan health law bagi negara yang menganut sistim hukum common law system (amerika serikat, inggris) yang dikarenakan bahwa helath law merupakan istilah ruang lingkupanya lebih luas dibanding dengan medical law karena sebagian orang yang menyatakan bahwa medical law adalah bagian dari health law. Hukum kesehatan adalah semua ketentuan-ketentuan atau peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan yang mengatur hak individu, kelompok atau masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan pada satu pihak, hak dan kewajiban tenaga kesehatan dan sarana kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan di pihak lain yang mengikat masingmasing pihak dalam sebuah perjanjian terapeutik dan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan lainnya yang berlaku secara lokal, regional, nasional, dan internasional. Menurut prof. Van der mijn yang mengatakan bahwa hukum kesehatan adalah merupakan sekumpulan peraturan yang berkaitan dengan pemberian perawatan dan juga penerapanya kepada hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administrasi negara.Sedangkan hukum medis (medical law) yaitu hukum yuridis dimana dokter menjadi salah satu pihak dan bagian dari hukum kesehatan. Sedangkan menurut prof. H.J.J.Leneen mengatakan bahwa hukum kesehatan adalah semua peraturan-peraturan hukum yang berhubungan 9



langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan penerapanya kepada hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administarsi Negara. Dari dua pengertian para ahli yang di kemukakan diatas maka hukum kesehatan itu mencakup ruang lingkup yang lebih luas dari pada medical law. Pada medical law berkaitan dengan segi penyembuhanyan saja, sedangkan dalam hukum kesehatan ( health law ) meliputi tidak hanya dalm segi penyembuhan akan tetapi juga meliputi sampai ke pemulihan pasien. Secara ringkas kesehatan adalah : a. Kumpulan peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan b. Seperangkat kaidah yang mengatur seluruh aspek yang berkaitan dengan upaya dan pemeliharaan di bidang kesehatan. c. Rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan yang mengatur pelayanan medik dan sarana medik. Dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang di maksud dengan Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit. 2. Landasan hukum kesehatan Hermien Hadiati Koeswadji menyatakan pada asasnya hukum kesehatan bertumpu pada hak atas pemeliharaan kesehatan sebagai hak dasar social (the right to health care) yang ditopang oleh 2 (dua) hak dasar individual yang terdiri dari hak atas informasi (the right to information) dan hak untuk menentukan nasib sendiri (the right of self determination). Sejalan dengan hal tersebut Roscam Abing mentautkan hukum kesehatan dengan hak untuk sehat dengan menyatakan bahwa hak atas pemeliharaan kesehatan mencakup berbagai aspek yang merefleksikan pemberian perlindungan dan pemberian fasilitas dalam pelaksanaannya. Untuk merealisasikan hak atas pemeliharaan bisa juga mengandung pelaksanaan hak untuk hidup, hak atas privasi, dan hak 10



untuk memperoleh informasi. Demikian juga Leenen secara khusus, menguraikan secara rinci tentang segala hak dasar manusia yang merupakan dasar bagi hukum kesehatan.



3. Tenaga Kesehatan Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelarD3, S1, S2 dan S3: pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khususlah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya. Jenis tenaga kesehatan terdiri dari : a. Perawat, b. Perawat Gigi, c. Bidan, d. Fisioterapis, e. Refraksionis Optisien, f. Radiographer, g. Apoteker, h. Asisten Apoteker, i. Analis Farmasi,



11



j. Dokter Umum, k. Dokter Gigi, l. Dokter Spesialis, m. Dokter Gigi Spesialis, n. Akupunkturis, o. Terapis Wicara dan, p. Okupasi Terapis.



4. Etika Profesi Dan Kode Etik Profesi a. Etika Profesi merupakan bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk dari etika sosial. Poin-poin penting dalam etika profesi: 1) Etika profesi merupakan nilai benar-salah dan baik-buruk yang terkait dengan pekerjaan profesional. 2) Nilai-nilai tersebut terkait dengan prinsip-prinsip profesionalisme (kapabilitas teknis, kualitas kerja, komitmen pada profesi). 3) Dapat dirumuskan ke dalam kode etik profesional yang berlaku secara universal Kata hati atau niat biasa juga disebut karsa atau kehendak, kemauan. dan isi dari karsa inilah yang akan direalisasikan oleh perbuatan. Dalam hal merealisasikan ini ada 4 (empat) variabel yang terjadi: 1) Tujuannya baik, tetapi cara untuk mencapainya yang tidak baik. 2) Tujuannya yang tidak baik, cara mencapainya ; kelihatannya baik.



12



3) Tujuannya tidak baik, dan cara mencapainya juga tidak baik. 4) Tujuannya baik, dan cara mencapainya juga terlihat baik. b. Kode Etik Profesi ialah tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa katakata, tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis. Kode etik ; yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja. Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh yang tertua adalah; SUMPAH HIPOKRATES, yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter. Hipokrates adalah doktren Yunani kuno yang digelari : BAPAK ILMU KEDOKTERAN. Beliau hidup dalam abad ke-5 SM. Menurut ahliahli sejarah belum tentu sumpah ini merupakan buah pena Hipokrates sendiri, tetapi setidaknya berasal dari kalangan murid-muridnya dan meneruskan semangat profesional yang diwariskan oleh dokter Yunani ini. walaupun mempunyai riwayat eksistensi yang sudah-sudah panjang, namun belum pernah dalam sejarah kode etik menjadi fenomena yang begitu banyak dipraktekkan dan tersebar begitu luas seperti sekarang ini. Jika sungguh benar zaman kita di warnai suasana etis yang khusus, salah satu buktinya adalah peranan dan dampak kodekode



etik



ini.



Profesi



adalah



suatu



MORAL



COMMUNITY



(MASYARAKAT MORAL) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negative dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas yang menunjukkan 13



arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat. Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari profesi. Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan citacita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bisa mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya diawasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik. Sanksi Pelanggaran Kode Etik : 1) Sanksi moral 14



2) Sanksi dikeluarkan dari organisasi Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar kode etik. Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self regulation yang terwujud dalam kode etik; seperti kode itu berasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan kontrol terhadap pelanggar. Namun demikian, dalam praktek sehari-hari control ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam anggotaanggota profesi, seorang profesional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran. Tetapi dengan perilaku semacam itu solidaritas antar kolega ditempatkan di atas kode etik profesi dan dengan demikian maka kode etik profesi itu tidak tercapai, karena tujuan yang sebenarnya adalah menempatkan etika profesi di atas pertimbanganpertimbangan lain. Lebih lanjut masing-masing pelaksana profesi harus memahami betul tujuan kode etik profesi baru kemudian dapat melaksanakannya. Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma kebentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional. 15



Tujuan Kode Etik Profesi 1) Untuk menjunjung tinggi martabat profesi. 2) Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota. 3) Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi. 4) Untuk meningkatkan mutu profesi. 5) Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi. 6) Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi. 7) Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat. 8) Menentukan baku standarnya sendiri. Adapun Fungsi Dari Kode Etik Profesi Adalah : 1) Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. 2) Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan. 3) Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai bidang. Kode etik yang ada dalam masyarakat Indonesia cukup banyak dan bervariasi.



Umumnya



pemilik



kode



etik



adalah



organisasi



kemasyarakatan yang bersifat nasional, misalnya Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), kode etik Ikatan Penasehat HUKUM Indonesia, Kode Etik Jurnalistik Indonesia, Kode Etik Advokasi Indonesia dan lain-lain. Ada sekitar tiga puluh organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki kode etik. Suatu gejala agak baru adalah bahwa sekarang ini perusahaanperusahaan swasta cenderung membuat kode etik sendiri. Rasanya dengan itu mereka ingin memamerkan mutu etisnya dan sekaligus



16



meningkatkan kredibilitasnya dan karena itu pada prinsipnya patut dinilai positif. B. SEJARAH HUKUM KESEHATAN



Pada awalnya masyarakat menganggap penyakit sebagai misteri, sehingga tidak ada seorangpun yang dapat menjelaskan secara benar tentang mengapa suatu penyakit menyerang seseorang dan tidak menyerang lainnya. Pemahaman yang berkembang selalu dikaitkan dengan kekuatan yang bersifat supranatural. Penyakit dianggap sebagai hukuman Tuhan atas orang orang yang melanggar hukumnya atau disebabkan oeh perbuatan roh-roh jahat yang berperang melawan dewa pelindung manusia. Pengobatannya dilakukan oleh para pendeta atau pemuka agama melalui do’a atau upacara pengorbanan. Pada masa itu profesi kedokteran menjadi monopoli kaum pendeta, leh karena itu mereka merupakan kelompok yang tertutup, yang mengajarkan ilmu kesehatan hanya di kalangan mereka sendiri serta merekrut muridnya dari kalangan atas. Memiliki kewenangan untuk membuat undang-undang, karena dipercayai sebagai wakil tuhan untuk membuat undang-undang di muka bumi ini. Undang- undang yang mereka buat memberi ancaman hukuman yang berat, misalnya hukuman potong tangan bagi seseorang yang melakukan pekerajaan dokter dengan menggunakan metode yang menyimpang dari buku yang ditulis sebelumnya sehingga orang enggan memasuki profesi ini. Mesir pada tahun 2000 SM tidak hanya maju di bidang kedokteran tetapi juga memiliki hukum kesehatan. Konsep pelayanan kesehatan sudah mulai dikembangkan dimana penderita/pasien tidak ditarik biaya oleh petugas kesehatan yang dibiayai oleh masyarakat. Peraturan ketat diberlakukan bagi pengobatan yang bersifat eksperimen. Tidak ada hukuman bagi dokter atas kegagalannya selama bku standar diikuti. Profesi kedokteran masih di dominasi kam asta pendeta dan bau mistik tetap saja mewarnai kedokteran.



17



Sebenarnya ilmu kedokteran sudah maju di babylonia (Raja Hummurabi 2200 SM) dimana praktek pembedahan sudah mulai dikembangkan oleh para dokter, dan sudah diatur tentang sistem imbalan jasa dokter, status pasien,besar bayarannya (dari sinilah hukum kesehatan berasal, bukan dar mesir). Dalam kode Hummurabi diatur ketentuan tentang kelainan dokter beserta daftar hukumnya, mulai dari hukuman denda sampai hukuman yang mengerikan. Dan pula ketentuan yang mengharuskan dokter mengganti budak yang mati akibat kelalaian dokter ketika menangani budak tersebut. Salah satu filosof yunani HIPPOCRATES (Bapak ilmu kedokteran modern) telah berhasil menyusun landasan bagi sumpah dokter serta etika kedokteran, yaitu: a. Adanya pemikiran untuk melindungi masyarakat dari penipuan dan praktek kedokteran yang bersifat coba-coba b. Adanya keharusan dokter untuk berusaha semaksimal mungkin bagi kesembuhan pasien serta adanya laranag untuk melakukan hal-hal yang dapat merugikannya. c. Adanya penghormatan terhadap makhluk insani melalui pelarangan terhadap euthanasia dan aborsi. d. Menekankanhubungan terapeutik sebagai hubngan dimana dokter dilarang mengambil keuntungan. e. Adanya keharusan memegang teguh rahasia keokteran bagi setiap dokter. Abad 20 an telah terjadi perubahan sosial yang sangat besar, pintu pendidikan bagi profesi kedokteran telah terbuka lebar dan dibuka dimana-mana, kemajuan di bidang kedokteran menjadi sangat pesat, sehingga perlu dbatasi dan dikendalikan oleh perangkat hukum untuk mengontrol profesi kedokteran. Hukum dan etika berfungsi sebagai alat untuk menilai perilaku manusia, objek hukum lebih menitik eratkan pada perbuatan lahir, sedang etika batin, tujuan hukum adalah untuk kedamaian lahiriah, etika untuk kesempurnaan manusia, sanksi hukum bersifat memaksa, etika berupa pengucilan dari masyarakat.



18



C. KELOMPOK-KELOMPOK DALAM HUKUM KESEHATAN Hukum kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu: a. Hukum kesehatan yang terkait langsung dengan pelayanan kesehatan yaitu antara lain: a. Undang- undang No.23/1992 tentang kesehatan yang diubah menjadi UU No. 36/2009 tentang kesehatan b. UU No.29/2004 tentang praktek kedokteran c. UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit d. PP No.32/1996 tentang Tenaga Kesehtan e. Permenkes 161/2010 tentang Uji Kompetensi b. Hukum Kesehatan yang tidak secara langsung terkait dengan pelayanan kesehatan antara lain: a. Hukum Pidana Pasal-pasal hukum pidana yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Misalnya Pasal 359 KUHP tentang kewajiban untuk bertanggung jawab secara pidana bagi tenaga kesehatan atau sarana kesehatan yang dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan menyebabkan pasien mengalami cacat, gangguan fungsi organ tubuh atau kematian akibat kelalaian atau keslahan yang dilakukannya. b. Hukum Perdata Pasal-pasal hukum perdaa yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Misalnya, pasal 1365 KUHPerd mengatur tentang kewajiban hukum untuk mengganti kerugian yang dialami oleh pasien akibat adanya perbuatan melawan prestasi dan perbuatan melawan hukum yang diadakan oleh tenaga kesehatan dan sarana kesehatan memberikan pelayanan terhadap pasien. c. Hukum Administrasi Ketentuan-ketentuan penyelenggara pelayanan kesehatan baik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun oleh sarana kesehatan yang melanggar hukum administrasi yang menyebabkan kerugian pada pasien menjadi tanggung jawab hukum dari penyelenggara pelayanan kesehatan tersebut. c. Hukum Kesehatan yang berlaku secara Internasional a. Konvens b. Yurisprudensi c. Hukum kebiasaan d. Hukum Otonomi



19



a. Perda tentang kesehatan b. Kode etik profesi D. RUANG LINGKUP HUKUM KESEHATAN Kemajuan iptek dibidang kesehatan telah sangat berkembang pesat dengan di dukung oleh sarana kesehatan semakin canggih, perkembangan ini turut mempengaruhi jasa profesionalisme di bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu semakin berkembang pula. dalam banyak hal yang berhubungan denngan masalah kesehatan , sering di temui kasus-kasus yang merugikan pasien, oleh sebab itu tidak mengherankan apabila profesi kesehatan ramai di perbincangkan baik di kalangan masyarakat ataupun di kalangan intelektual. Sehingga sering timbul gugatan dari pasien yang merasa dirugikan akibat adanya kesehatan atau kelalaian yang di lakukan oleh tenaga kesehatan di dalam melaksanakan pemberian pelayanan kesehatan, maka keadaan-keadaan seperti inilah yang menunjukkan suatu gejala, bahwa dunia kesehatan (pelayan kesehatan) mulai di landa krisis etik medis, bahkan juga krisis keterampilan medis yang pada dasarnya semuanya tidak dapat tidak dapat di selesaikan dengan kode etik etika profesi para tenaga kesehatan semata, melainkan harus diselesaikan dengan cara yang lebih luas, yaitu melalui jalur hukum. Munculnya kasus pelayanan kesehatan yang terjadi di tengah-tengah lapisan masyarakat dalam hal masalah kesehatan dan banyaknya kritikan yang muncul terhadap pelayanan kesehatan itu merupakan indikasi bahwa kesadaran hukum oleh masyarakat dalam hal masalah kesehatan semakin meningkat pula. Hal ini juga yang menyebabkan masyarakat tidak mau lagi menerima begitu saja cara pelayanan yang kurang efisien yang akan dilakukan para tenaga medis kesehatan kepada masyaraakat, akan tetapi engin menjalani bagaimana pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat itu harus dilakukan, serta bagaimana masyarakat harus bertindak sesuai dengan hak dan kepentinganya



apabila



mereka



menderita



kerugian



akibat



dari



kelalaian pelayanan kesehatan yang pada dasarnya adalah kesalahan atau kelalaian pelayan kesehatan merupakan suatu hal yang penting untuk di



20



bicarakan dalam hal ini yang di sebabkan akibat dari kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tersebut yang mempunyai dampak yang sangat merugikan, selain merusak atau mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap profesi pelayanan kesehatan, juga menimbulkan kerugian terhadap pasien atau masyarakat. Maka untuk itu di dalam memahami ada tidak adanya kesalahan atau pun kelalaian



yang



dilakukan



tenaga



medis



,maka



hal



itu



harus



dihadapkan dengan kewajiban profesi disamping harus pula memperhatikan aspek hukum yang mendasari terjadinya hubungan hukum antara dokter dengan pasien, yang di karenakan bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya dilaksanakan berdasarkan prinsipnondiskriminatif,partisipatif,dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional mengingat bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-citabangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. E. FUNGSI DAN TUJUAN DARI HUKUM KESEHATAN 1. Fungsi hukum ksehatan adalah: a. Menjaga ketertiban dalam masyarakat. Meskipun hanya mengatur tata kehidupan di dalam sub sektor yang kecil keberadaanya dapat memberi sumbangan yang besar bagi ketertiban masyarakat secara keseluruhan. b. Menyelesikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat (khususnya di bidang kesehatan. Benturan antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat. c. Merekayasa masyarakat (social engineering). Jika masyarakat menghalang-halangi dokter untuk melakukan pertolongan terhadap



21



penjahat yang luka-luka karena tembakan, maka tindakan tersebut sebenarnya keliru dan perlu diluruskan. Contoh lain: mengenai pandangan masyarakat yang menganggap dokter sebagai dewa yang tidak dapat berbuat salah. Pandangan ini juga salah, mengingat dokter adalah manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan didalam menjalankan profesinya, sehingga ia perlu dihukum jika perbuatannya memang pantas untuk dihukum. Keberadaan hukum kesehatan di sini tidak saja perlu meluruskan sikap dan pandangan masyarakat, tetapi juga sikap dan pandangan kelompok dokter yang sering merasa tidak senang jika berhadapan dengan proses peradilan. 2. Tujuan Hukum Kesehatan Tujuannya pasal 3 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. F. ASAS-ASAS HUKUM KESEHATAN 1. Asas perikemanusiaan yang berdasakan ketuhanan yang maha esa berarti bahwa penyelenggara ksehatan harus dilandasi atas perikemnusiaan yang berdasarkan ketuhanan yang maha esa dengan tidak membeda-bedakan golongan, agama, dan bangsa. 2. Asas manfaat berarti memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap warga. 3. Asas usaha bersama dan kekeluargaan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan dilaksanakan melalui kegiatan yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakatt dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan. 4. Asas adil dan merata berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat 5. Asas perikehidupan dalam keseimbangan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dilaksanakan seimbang antara kepentingan individual damn masarakat, antara fisik dan mental, antara material dan spiritul. 6. Asas kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan sendiri berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus berlandaskan pada kepercayaan akan



22



kemampuan dan kekuatan sendiri dengan memanfaatkan potensi nasional seluas-luasnya. G. HAK DAN KEWAJIBAN DALAM HUKUM KESEHATAN Setiap undang-undang selalu mengatur hak dan kewajiban, baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun warganya, demikian juga UU kesehatan. Hak dan kewaiban yang dimiliki setiap warga berdasarkan pasal 4 dan 5 UUK adalah: 1. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal 2. Setiap orang berkewajiban ikut serta dalam pemeliharaan dan peningkatan derajat esehatan perseorangan, keluarga, dan lingkungannya. 3. Sedangkan pemerintah mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berkut: a. Mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan b. Menggerakkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan dengan memperhatikan fungsi sosial. c. Bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat H. POSISI HUKUM KESEHATAN DALAM HUKUM Didalam setiap gerak kehidupan perlu adanya aturan-aturan hukum yang mengikat untuk mencapai terciptanya suatu keharmonisan dalam segala bidang, terutama dalam bidang kesehatan pada khususnya, yang diatur didalam hukum kesehatan. Adapun maksud dan tujuan diciptakannya hukum kesehatan adalah untuk menjaga ketertiban didalam masyarakat, serta menyelesaikan sengketa didalam masyarakat yang berhubungan berhubungan dengan kesehatan. dimana objek hukum lebih menitik beratkan pada perbuatan lahir. di lihat dari hal tersebut diatas maka hukum kesehatan tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi lebih cenderung pada pengaturan kelompok profesi kedokteran dan profesi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Adapun definisi hukum kesehatan itu dapat diartikan pula sebagai peraturan-peraturan dan keputusan hukum yang mengatur tentang pengelolaan praktik kesehatan, serta bagian dari hukum kesehatan yang menyangkut tentang pelayanan medis ( Satjipto Raharjo, 1997 : 10 ). Van Der Mijn menjelaskan bahwa hukum kesehatan di



23



batasi pada hukum yang mengatur tentang produk-produk profesi kedokteran yang disebabkan karena adanya hubungan dengan pihak lain, baik itu dengan pasien ataupun dengan tenaga kesehatan yang lain ( Van Der Mijn, 1984 : 2 ). I. PERANAN ETIKA DALAM PROFESI DAN PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI



1. Peranan Etika Dalam Profesi Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya. Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etika pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan, demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.



2. Prinsip-Prinsip Etika Profesi a. Tanggung jawab : 1) Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.



24



2) Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya. b. Keadilan; Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. c. Otonomi; Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya. J. HUBUNGAN HUKUM ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN Hubungan hukum antara dokter dengan pasien pada dasarnya adalah merupakanperjanjian perbintenis yang di karena berupaya untuk mewujudkan apa yang di perjanjikan kedua pihak antara dokter denganpasien, yang sebagaimana diatur dalam pasal 1320 kitab undang hukum perdata tentang sahnya suatu perjanjian. Ketika hubungan antara dokter dan pasien termasuk dalam ruang lingkup perjanjian, maka apaun ketentuan – ketentuan yang di atur pada KUHPeradata berlaku terhadap perjanjian teraupeutik, yang karena pada dasarnya kedatangan seorang pasien kepada dokter dianggap sudah adanya perjanjian ( mutual consent ). Dalam tahapan perkembangan hubungan hukum antara dokter dengan pasien di dalam memberikan pelayanan kesesahatan ini dikenal menjadi 3 tahapan perkembangan hubungan hukum yaitu sebagai berikut : 1. Hubungan aktif-pasif. Pada tahapan hubungan ini, pasien tidak memberikan kontribusi apapun, dimana pasien hanya menyerahkan sepenuhnya akan tindakan dokter yang akan di lakukan dalam hal pemberian jasa kesehatan. 2. Hubungan kerja sama terpimpin. Pada tahapan hubungan ini, sudah tampak adanya partisipasi dari pasien dalam proses pelayanan kesehatan sekalipun peranan dokter masih bersifat dominan di dalam menetukan tidakan – tindakan yang akan di lakukan, pada thapan ini pula kedudukan dokter sebagai orang yang di percaya oleh pasien masih bersifat signifikan. 3. Hubungan partisipasi bersama. 25



Pada tahapan hubungan ini, pasien menyadari bahwa dirinya, sederajat dengan dokter dan dengan demikian apabila terbentuk suatu hubungan hukum maka hubungan tersebut dibangun atas dasar perjanjian yang di sepakati bersama antara pasien dengan dokter. Menurut Lumenta hubungan antara dokter dengan pasien ada 3 ( tiga ) hubungan yanitu : 1. Hubungan patnerlistik. 2. Hubungan individualistik. 3. Hubungan kolegial. Sedangkan menurut Veronika Komalawati bahwa hubungan antara dokter dengan pasien di kenal dengan 3 ( tiga ) tahapan yaitu : 1. aktiviti – pasivity relation. 2. Qwidance corporation relation. 3. Mutual partisipation. Menurut Dasen sebagai mana di kutip oleh Soejhono Soekanto ada terdapat beberapa alasan mengapa seorang pasien mendatangi dokter, yaitu: 1. Pasien pergi kedokter semata – mata karena ada merasa sesuatu yang membahyakan kesehatanya. 2. Pasien pergi kedoter di karenakan mengetahui bahwa dirinya sakit dan dokter dianggap mampu intuk menyembuhkan. 3. Pasien pergi keokter guna mendapatkan pemeriksaan yang intensif dan mengobati penyakit yang di temukan. Di dalam hubungan hukum antara dokter dengan pasien menurut undangundang Republik Indonesia



Nomor 29 Tahun 2004 TentangPraktik



Kedokteran pada pasal 52 dan pasal 53 dalam hal hak dan kewajiban pasien ditemui hubungan hukum pasien dengan dokter yaitu : Pasal 52 mengatakan bahwa Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak sebagai berikut : 1.



Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);



26



a. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain b. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis c. menolak tindakan medis; dan d. mendapatkan isi rekam medis. 2. Dan di Pasal 53 mengatakan bahwa Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban sebagai berikut : a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. K. HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DALAM TRANSAKSI TERAUPEUTIK Secara normatif hak dan kewajiban pasien di atur di dalam Undang Undang Republik Indonesia



Nomor 29 Tahun 2004 TentangPraktik



Kedokteran pada pasal 52 dan pasal 53 dalam hal hak dan kewajiban pasien ditemui hubungan hukum pasien dengan dokter yaitu : 1. Pasal 52 mengatakan bahwa Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak sebagai berikut : a) mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3). b) meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain c) mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis d) menolak tindakan medis; dan e) mendapatkan isi rekam medis. 2. Dan di Pasal 53 mengatakan bahwa Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban sebagai berikut : a) memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya



27



b) mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi c) mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan d) memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. Berkaitan dengan hak pasien untuk mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana yang di maksud di dalam Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran di dalam pasal 45 yang menyatakan bahwa : 1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. 2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap. 3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup : a. diagnosis dan tata cara tindakan medis b. tujuan tindakan medis yang dilakukan c. alternatif tindakan lain dan risikonya d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. Selain dari pihak pasien yang di atur di dalam perundang – undangan maka hak pasien juga di cantumkan di dalam peraturan Kode Etik Profesi Kedokteran Indonesia yaitu : 1. hak untuk hidup, hak atas tubuhnya, dan hak untuk mati secara wajar. 2. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standart profesi kedokteran. 3. Hak memperoleh penjelasan secara lengkap tenetang diagnosa dan terapi medis yang di lakukan oleh dokter di dalam mengobatinya. 4. Hak untuk menolak prosedur diagnosis dan terapi yang akan di rencanakan, bahkan untuk menarik diri dari kontrak teraupeutik. 5. Hak atas kerahasiaan atau rekam medic yang bersifat pribadi.



28



L. HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN Dari sudut pandang sosiologis seorang dokter yang melakukan hubungan atau transaksi teraupeutik, masing – masing mempunyai kedudukan dan peranan. Kedudukan yang dimaksud disini adalah kedudukan yang berupa wadah, hak dan kewajiban. Sedangkan peranan merupakan pelaksanaan hak – hak dan kewajiban tersebut. Secara sederhana dapat di katakan bahwa hak itu merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat. Sedangkan kewajiban adalah tugas atau beban yang harus di laksanakan. Dahulu kedudukan doter di anggap lebih tinggi dari pasien dan oleh karena itu perananaya lebih penting pula. Dalam perkembangan kehidupan masyarakat hubungan dokter dengan pasien secara khusus mengalami perubahan bentuk, hal itu di sebabkan oleh beberapa faktor, antara lainya ialah sebagai berikut ini : 1. Kepercayaan tidak lagi tertuju kepada dokter pribadi, akan tetapi kepada kemampuan iptek kesehatan. 2. Masyarakat menganggap bahwa tugas dokter itu bukan hanya melakukan penyembuhan, akan tetapi juga di lakukan pada perawatan. 3. Adanya kecenderungan untuk menyatakan bahwa kesehatan bukan lagi merupakan keadaan tanpa penyakit, akan tetapi lelbih berarti oada kesejahteraan fisik, mental, dan sosial. 4. Semakin banyaknya perturan yang memberikan perlindungan hukum kepada pasien, sehinggga lebih mengetahui dan memahami hak – haknya dalam hubunganya dengan dokter. 5. Tingkat kecerdasan masyarakat menegenai kesehatan semakin meningkat. Menurut Leneen sebagaimana yang di kutip oleh soejono soekanto yang menyatakan bahwa manusia itu mempunyai 2 ( dua ) macam hak asasi yaitu, hak asasi sosial, dan hak asasi individual. Diamana batas antara keduanya agak kabur, sehingga di perlukan suatu landasan pemikiran yang berbeda, hal itu dikarenakan hak asasi individual mempunyai aspek sosial, hal ini berarti



29



kedua kategori hak asasi tersebut dalam kenyataanya mengungkapkan dimensi individual dan dan sosial dari keberadaan atau existensi sesuatu hak atas pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak asasi sosial manusia, dengan demikian untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, pemerintah telah menetapkanUndang - Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, sebagai pengganti undang – undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, khususnya di pasal 48 yang menyatakan bahwa : 1. Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dilaksanakan melalui kegiatan : a. pelayanan kesehatan b. pelayanan kesehatan tradisional c. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit d. penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan e. kesehatan reproduksi f. keluarga berencana g. kesehatan sekolah h. kesehatan olahraga i. pelayanan kesehatan pada bencana j. pelayanan darah k. kesehatan gigi dan mulut l. penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran m. kesehatan mata n. pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi danalat kesehatan o. pengamanan makanan dan minuman p. pengamanan zat adiktif; dan/atau q. bedah mayat. 2. Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung oleh sumber daya kesehatan. Menurut Leneen kewajiban dokter dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dibagi menjadi 3 ( tiga ) kelompok yaitu :



30



1. Kewajiban yang timbul dari sifat peralatan medis dimana dokter harus bertindak, harus sesuai dengan standart profesi medis. 2. Kewajiban untuk menghormati hak – hak pasien yang bersumber dari hak asasi di bidang kesehatan. 3. Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial pemeliharaan kesehatan. Kewajiban dokter terhadap pasien di dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di atur lebih kongkrit di dalam pasal 51 Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang berbunyi bahwa Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban : a) memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien. b) merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan. c) merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia d) melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan e) menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. Selain itu, kewajiban dokter di dalam memberikan pelayanan kesehatan dapat juga dilihat di dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 1983 Tentang Kode Etik Kedokteran Indonesia, yang menytakan bahwa dokter memiliki serangkaian kewajiban yaitu : a) kewajiban umum. b) Kewajiban terhadap penderita. c) Kewajiban terhadap rekan sejawat. d) Kewajiban terhadap diri sendiri.



31



Selain dari pada kewajiban dokter di dalam memberikan pelayanan kesehatan, dokter juga memiliki hak, sebagaimana yang di atur di dalam pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, yang menyatakan bahwa Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak : a) memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. b) memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional. c) memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan d) menerima imbalan jasa.



32



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Bahwa untuk menunjang masuknya arus globalisasi ini maka pemerintah mencoba untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat, hal ini untuk menjamin masyarakat dengan adanya perkembangan teknologi yang sangat cepat sehingga permasalahan kesehatan dapat teratasi demi kepuasan masyarakat. Kepentingan-kepentingan masyarakat akan dapat menginginkan adanya perubahan dalam bidang pelayanan kesehatan, meskipun dalam beberapa kasus yang terjadi saat ini membuat masyarakat merasa lebih berhati-hati dalam memilih tempat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Dengan hadirnya Undang-Undang nomor 36 tahun 2014 tentang Dasar Hukum Kesehatan ini akan membawa perubahan dalam bidang pelayanan



kesehatan



baik



perseorangan



maupun



masyarakat,



Serta



memberikan perlindungan yang maksimal bagi masyarakat. B. SARAN Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.



33



DAFTAR PUSTAKA



1. Catatan penulis dalam materi kuliah tengah semester fakultas hukum Universitas HKBP Nommensen yang di sampaikan oleh bapak Ferry Antoni Surbakti,SH,MH. Selaku dosen penulis untuk hukum kesehatan. 2. Nomor 29 tahun 2004 Tentang praktik kedokteran, Undang - Undang Republik Indonesia 3. Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang - Undang Republik Indonesia 4. Anonim. Diktat Kuliah Etika Profesi. Yogyakarta: STMIK El Rahma. 5. Isnanto, R. Rizal. 2009. Buku Ajar Etika Profesi. Semarang: Universitas Diponegoro. 6. Kasanah, Nur. 2013. Etika Profesi dan Profesional Bekerja. Jakarta: Direktorat Pembianaan SMK.



34