Makalah Ibadah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

IBADAH Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Fiqih Ibadah



Dosen Pengampu: Bpk. Dwi Putra Syahrul Muharom,, M.Ag



Disusun Oleh: Kelompok 1 1. Uswatun Chasanah 2. Anisa Putri Ariyanti 3. Daffa Nabilah Figustiya



(21401040) (21401041) (21401042)



PRODI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI 2021 1



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.



Segala puji bagi Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah yang diberikan oleh dosen pembimbing dalam mata kuliah Fiqih Ibadah tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW, nabi yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju jalan terang benderang melalui ajaran adinulislam. Makalah berjudul “Ibadah” ini kami buat untuk memberi pemahaman kepada pembaca mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Ibadah. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi yang lain sebagainya. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca. Khususnya dosen yang telah membimbing penulis dalam mata kuliah ini. Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan pihak yang telah membantu dalam mendapatkan sumber-sumber materi dalam pembuatan makalah ini serta para pembaca yang memberikan kritik dan saran pada penyusunan makalah ini.



Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.



Kediri, 08 September 2021



Penulis



DAFTAR ISI 2



KATA PENGANTAR ....................................................................................................2 DAFTAR ISI ..................................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................4 1. Latar Belakang 4 2. Rumusan Masalah 4 3. Tujuan ..............................................................................................................4 BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................................5 1. 2. 3. 4. 5.



Definisi Ibadah 5 Klasifikasi Ibadah 8 Dalil Al-Quran dan Hadits 10 Tujuan dan Syarat Diterimanya Ibadah ..........................................................11 Hakikat Ibadah ..............................................................................................14



BAB III PENUTUP



.....................................................................................................15



1. Kesimpulan ...................................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................16



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibadah kepada Allah SWT merupakan suatu hal yang sangat penting, karena Allah SWT adalah dzat yang menciptakan manusia, bahkan dunia dan seisinya. Allah SWT mewajibkan ibadah kepada umat manusia bukan untuk kepentingan-Nya, melainkan untuk kebaikan kita sendiri, agar kita mencapai derajat taqwa yang dapat menyucikan kita dari kesalahan dan kemaksiatan, sehingga kita dapat keuntungan dengan keridhaan Allah SWT dan surga-Nya serta dijauhkan dari api neraka dan adzab-Nya. Tidaklah Allah menciptakan manusia di muka bumi ini kecuali untuk beribadah kepada-Nya. Tentunya beribadah dengan mengikuti syariat Islam yang telah dibawah oleh nabi Muhammad SAW. Umat islam wajib mengetahui makna ibadah untuk mempererat keimanan kita kepada Allah SWT.agar tujuan kita dalam beribadah tidak siasia yaitu semata-mata kita lakukan hanya untuk sang pencipta. Beberapa dalil-dalil alquran sudah menjelaskan mengenai perihal ibadah yang telah ditujukan kepada umat islam karna dengan ibadah bisa mendatangkan pahala serta membuat hati menjadi lebih tentram, dan ibadahlah nanti yang akan menolong manusia diakhirat.



B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaiman perihal mengenai definisi ibadah? 2. Bagaimana klasifikasi ibadah? 3. Bagaimana bunyi dalil al-quran dan hadits mengenai ibadah? 4. Bagaimana tujuan dan syarat diterimanya ibadah? 5. Bagaimana hakikat ibadah itu?



C. TUJUAN 1. Untuk mengetahui dan memahami definisi ibadah. 2. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi ibadah. 3. Untuk mengetahui dan memahami dalil al-quran dan hadits mengenai ibadah. 4. Untuk mengetahui dan memahami tujuan dan syarat diterimanya ibadah. 5. Untuk mengetahui dan memahami hakikat ibadah.



BAB II PEMBAHASAN 4



A. PENGERTIAN IBADAH Ibadah,secara umum memiliki arti segala perilaku yang dilakukan manusia atas dasar patuh terhadap pencipta Nya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Nya. secara etimologi berarti tunduk, patuh, merendahkan diri dan hina artinya menurut Yusuf Qardawy tunduk, patuh dan merendahkan diri terhadap yang maha kuasa. Kemudian secara istislahi para ulama tidak mempunyai formulasi yang disepakati tentang pengertian ibadah.1 Dengan demikian, ibadah secara termino logis ditemukan dalam ungkapan yang berbeda-beda. Dalam hal ini, Prof. Dr. TM. Hasbi Ash-Shiddieqy dalam mengutip beberapa pendapat, ditemukan pengertian ibadah yang beragam, misalnya saja : 



Menurut ulama’ Tauhid ibadah adalah : “pengesaan Allah dan pengagungan-Nya dengan segala kepatuhan dan kerendahan diri kepada- Nya.” ‫توحيد هلال وتعظيمه غاية التعظيم مع التذلل والخضوع ل ه‬ Meng Esakan Allah, menta’dhimkan-Nya dengan sepenuh-sepenuhnya ta’dhim serta menghinakan diri kita dan menundukkan jiwa kepada-Nya (menyembah Allah sendiri-Nya.10







Menurut ulama’ Akhlak, ibadah adalah: “Pengamalan segala kepatuhan kepada Allah secara badaniah, dengan menegakkan syariah- Nya.” ‫العمل بالطاعة البدنية_ والقيام بالشرائ ع‬ Mengerjakan segala tha’at badaniyah dan menyelenggaran segala syariat (hukum).11







Menurut ulama’ Tasawuf, ibadah adalah: “Perbuatan mukalaf yang berlawanan dengan hawa nafsunya untuk mengagungkan Tuhan- Nya.” ‫فعل المكلف على خالف هوى نفسه تعظيما لرب ه‬ Seorang mukallaf mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan ke-inginan nafsunya untuk membesarkan Tuhannya.12







Sedangkan menurut ulama’ Fikih, ibadah adalah: “Segala kepatuhan yang dilakukan untuk mencapai rida Allah, dengan mengharapkan pahala-Nya di akhirat.” ‫ما أديت ابتغاء لوجه هلال وطلبا لثوبه فى اآلخر ة‬



Segala taat yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan meng-harap pahala-Nya di akhirat. Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah ;Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Quran, H. 150 10Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah ;Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran. 11Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah ;Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran, 12 Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah ;Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran, h.4 1



5



Selanjutnya ulama tafsir, misalnya Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA menyatakan bahwa : Ibadah adalah suatu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya sebagai dampak dari rasa pengagungan yang bersemai dalam lubuk hati seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia tunduk. Rasa itu lahir akibat adanya keyakinan dalam diri yang beribadah bahwa obyek yang kepadanya ditujukan ibadah itu memiliki kekuasaan yang tidak dapat terjangkau hakikatnya. 14 Masih dalam pengertian ibadah, ulama tafsir yakni Prof. Dr. H. Abd. Muin Salim menyatakan bahwa: Ibadah dalam bahasa agama merupakan sebuah konsep yang berisi pengertian cinta yang sempurna, ketaatan dan khawatir. Artinya, dalam ibadah terkandung rasa cinta yang sempurna kepada Sang Pencipta disertai kepatuhan dan rasa khawatir hamba akan adanya penolakan sang Pencipta terhadapnya.15 Pengertian-pengertian ibadah dalam ungkapan yang berbeda-beda sebagaimana yang telah dikutip, pada dasarnya memiliki kesamaan esensial, yakni masing-masing bermuara pada pengabdian seorang hamba kepada Allah swt, dengan cara mengagungkan-Nya, taat kepada-Nya, tunduk kepada-Nya, dan cinta yang sempurna kepada-Nya.



_______________________________ 14H.M. Quraish Shihab, Fatwa-fatwa Seputar Ibadah Mahdah (Cet. I; Bandung: Mizan, 1999), h. xxi 15 Abd. Muin Salim, Jalan Lurus, 73-74



Dengan merujuk pada pengertian-pengertian itu, maka tampak bahwa ada beberapa terma yang memiliki makna sama dengan ibadah itu sendiri yang ditemukan di dalam Alquran, yakni antara lain ;



6



1. Al-tha’ah (‫ الطاعة‬,(yang di dalam Alquran ditemukan sebanyak 128 kali dalam berbagai bentuk perubahan katanya.16 Pada dasarnya, kata al-tha’ah ini mengandung arti “senantiasa menurut, tunduk dan patuh kepada Allah dan rasul-Nya”. 2. Khada’a (‫ خضع‬,(yang di dalam Alquran ditemukan sebanyak 2 kali, yakni QS. alSyu’ara (26): 4 dan QS. al-Ahzab (33): 32. Pada dasarnya, kata khada’a ini mengandung arti “merendahkan, dan menundukkan”. 3. al-Zulli/al-Zillat (‫الذلة‬/‫ الذل‬,(yang di dalam Alquran ditemukan sebanyak 24 kali.17 Pada dasarnya, kata ini dapat pula berarti “kerendahan atau kehinaan”. Dari kutipan di atas, dipahami bahwa ibadah adalah suatu keataatan hamba yang mencapai puncaknya dari kesadaran hati seseorang sebagai bukti pengagungan kepada Allah. Keagungan-Nya oleh karena tidak diketahui sampai dimana batas-batas kekuasanNya, dan hakekat keberadan-Nya. Di sisi lain, dipahami bahwa ibadah adalah perbuatan manusia yang menunjukkan ketaatan kepada aturan atau perintah dan pengakuan kerendahan dirinya di hadapan yang memberi perintah.



____________________________ 16Muhammad Fu’ad ‘Abd. al-Bāqy, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāzh al-Qur’ān al-Karīm (Bairūt: Dār al-Fikr, 1992), h. 429-431 17Muhammad Fu’ad ‘Abd. al-Bāqy, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāzh al-Qur’ān al-Karīm, h. 350



B. Klasifikasi ibadah a. Ibadah Mahdhah



7



Ibadah Mahdhah adalah ibadah yang perintah dan larangannya sudah jelas secara dzahir dan tidak memerlukan penambahan atau pengurangan (murni). Ibadah ini ditetapkan oleh dalil-dalil yang kuat, misalnya perintah sholat, zakat, puasa, haji dan lain sebagainya. Dengan prinsip ibadah itu harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari Al-Quran maupun Hadits. Tata caranya harus berpola kepada apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini ukurannya bukan logika. Asasnya kepatuhan dan ketaatan (ta’abbudi). Dalam Ibadah Mahdhah ini berlaku kaidah ushul fiqih : ْ َ‫اَأْل َصْ ُل فِى ْال ِعبَا َد ِة اَلتَّحْ ِر ْي ُم َو ْالب‬ ‫َلى اَ َوا ِم ِر ِه‬ َ ‫ط ُل إِالَّ َما َجا َء بِ ِه ال َّد لِ ْي ِل ع‬ Hukum asal dalam beribadah adalah haram dan batal kecuali yang ada dalil yang memerintahkan Contoh-contoh ibadah mahdhah antara lain : Masalah-masalah ushul, seperti syahadat, shalat lima waktu, Zakat, puasa, haji dll. Menambah atau mengurangi, termasuk berimprovisasi dalam perkara pokok ini, berarti bid’ah. Mengimani, mematuhi, dan melaksanakan perkara pokok agama, pada prinsipnya, bersifat ta’abbudi. Tidak perlu bertanya kenapa shalat dhuhur empat rakaat, shalat subuh dua rakaat. Kenapa haji harus di kota Mekkah. Tidak perlu kritis kenapa puasa mulai fajar sampai maghrib. Improvisasi dalam perkara ushul terlarang, karena sifatnya ibadah mahdhah. b.



Ibadah Ghaira Mahdhah



Ibadah ghairua Mahdhah adalah ibadah yang cara pelaksanaannya dapat direkayasa manusia, artinya bentuknya dapat beragam dan mengikuti situasi atau kondisi, tetapi subtansi ibadah nya tetap terjaga. Misalnya perintah melaksanakan perdagangan dengan cara yang halal. Dimana perdagangan tersebut adalah sebuah ibadah yang bisa direkayasa oleh setiap manusia sesuai situasi atau kondisi yang dengan berbagai ragam caranya. Ibadah ghairu mahdhah ialah segala amalan yang diizinkan oleh Allah yang tata cara dan perincian-perinciannya tidak ditetapkan dengan jelas. Dengan prinsip : Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang, selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh dilakukan. Tata laksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasulullah sehingga perkara baru (bid’ah) dalam ibadah ghairu mahdhah diperbolehkan.  Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau mudharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, itu buruk, merugikan dan mudharat, maka tidak boleh dilaksanakan. 



8



Asasnya Manfaat, selama itu bermanfaat maka boleh dilakukan. Dalam ibadah ghairu mahdhah, jangan bertanya mana dalil yang memerintahkannya. Tapi tanyakan dalil mana yang melarangnya?Dalam Ibadah ini berlaku kaidah ushul fiqih : ‫اَأْل َصْ ُل فِي ْاألَ ْشيَا ِء ْا ِإلبَا َح ِة َحتَّى يَ ُد َّل ال َّدلِ ْي ُل َعلَى التَّحْ ِري ِْم‬ Pada dasarnyasegala sesuatu itu hukumnya diperbolehkan sepanjang tidak ada dalil yang menunjukkan keharamannyasegala sesuatu itu hukumnya diperbolehkan sepanjang tidak ada dalil yang menunjukkan keharamannya Contoh-contoh ibadah ghairu mahdhah antara lain : Masalah-masalah furu’, seperti shalat subuh dengan qunut atau tidak, dzikir, dakwah, tolong menolong dll. "Jika dalam ibadah mahdhah yang bersifat ta’abbudi tidak boleh ada improvisasi, maka dalam ibadah ghairu mahdhah ini justru terbuka lebar terhadap inovasi. Tidak ada bid’ah (kullu bid’atin dlalalah) dalam ibadah ghairu mahdhah," kata KH Muchlis Muhsin dikutip alanwarmadura.net. Ibadah ghairu mahdhah adalah seluruh amal manusia yang dinilai ibadah karena niat dan sebab (illat) nya. Illat adalah faktor yang menentukan hukum, dalam kaidah ushul fiqih : ‫اَ ْل ُح ْك ُم يَ ُدوْ ُر َم َع ِعلَّتِ ِه َو َسبَبِ ِه ُوجُوْ دًا َو َع َد ُما‬ Ada dan tidaknya hukum itu tergantung pada sebab (illat) nya. Ukuran illat adalah maslahat-mudharat. karena itu berlaku kaidah niat dan illat. Jika niatnya jelek dan menimbulkan mudharat, nilai ibadahnya bisa kurang atau hilang sama sekali. Tetapi jika niatnya bagus dan menimbulkan maslahat (baik secara personal maupun sosial), hukumnya sunnah, bernilai ibadah tinggi.  "Sebagai contoh memakai jubah dan sorban jika niatnya mengikuti Rasulullah SAW bisa bernilai ibadah. Jika murni karena budaya, hukumnya mubah. Tetapi, jika niatnya pamer kesalehan dan dampaknya ujub personal, hukumnya haram karena nilai ibadahnya hilang sama sekali," katanya. Wallahu A'lam. C. DALIL AL-QUR’AN DAN HADITS 1. Al-qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 43



Artinya: "Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk." 9



2. Al-qur’an surah At Taubah ayat 103



Artinya: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."



3. Abdullah bin Umar dari Rasulullah SAW. " ‫صلُّوا فِي بُيُوتِ ُك ْم َوالَ تَتَّ ِخ ُذوهَا قُبُورًا‬ َ " ‫ َع ِن النَّبِ ِّي صلى هللا عليه وسلم قَا َل‬،‫ن اب ِْن ُع َم َر‬. ِ Artinya: Dari Abdullah bin Umar, Nabi Muhammad SAW mengatakan, "Sholatlah di rumah dan jangan jadikan rumahmu seperti kuburan." (HR Tirmidzi). 4. Zaid bin Tsabit. َ‫صالَتِ ُك ْم فِي بُيُوتِ ُك ْم إِالَّ ْال َم ْكتُوبَة‬ ٍ ِ‫"ع َْن زَ ْي ِد ْب ِن ثَاب‬ َ ‫ض ُل‬ َ ‫ َع ِن النَّبِ ِّي صلى هللا عليه وسلم قَا َل " أَ ْف‬،‫ت‬ Artinya: Dari Zaid bin Tsabit, Rasulullah SAW mengatakan, "Sebaik-baiknya sholat adalah yang dilakukan di rumah, kecuali untuk yang wajib." (HR Tirmidzi)



D. TUJUAN DAN SYARAT DITERIMANYA IBADAH  Tujuan Ibadah Tujuan ibadah sendiri yakni takwa. Pada bagian akhir dalam QS. al-Baqarah (2): 21 yang telah dikutip, tampak jelas ada kata “taqwa”. Dengan demikian, tujuan akhir dari ibadah itu sendiri adalah agar manusia bertaqwa kepada-Nya. Afiīf ‘Abd. al-Fattah Tabbārah menjelaskan bahwa makna asal dari taqwa adalah “takut” dan “pemeliharaan diri”.2 Dari sini, dipahami bahwa inti dari pada makna taqwa adalah menjauhkan (memelihara) diri dari siksaan Allah dengan jalan mengikuti perintahNya dan menjauhi larangan-Nya karena ada perasaan takut dari siksaan-Nya tersebut. 2



Lihat Afīf Abd. Al-Fattāh Tabbārah, Rūh Al-Dīn Al-Islāmiy (Bairut: Dār Al-Ilm Al-Malāyīn, 1969), H. 205



10



Dengan melaksanakan ibadah dengan baik dan tekun, maka seorang hamba akan mencapai derajat taqwa. Sebagaimana juga yang telah singgung bahwa Allah swt sebagai Tuhan satu-satunya yang Maha Pemelihara dan menciptakan manusia, maka wajar jika manusia tersebut akan menyembah dan mentaati aturan -aturannya. Dengan demikian istilah la’allakum tatyttaqūn dan ayat-ayat lain yang memerintahkan untuk bertaqwa, misalnya ‫( َواتَّقُوا هّٰللا َ الَّ ِذيْ تَ َس ۤا َءلُوْ نَ بِ ٖه‬QS. An-Nisa 4:1) adalah terkait dengan perintah beribadah kepada -Nya dalam arti luas. Dalam QS. al-Baqarah (2): 2-4, ditemukan empat kriteria orang-orang yang bertaqwa, yakni: beriman kepada yang ghaib; mendirikan shalat; menafkahkan sebagian rezki yang diberikannya; beriman dengan kitab suci Alquran dan kitab -kitab suci lainnya yang telah diturunkan Allah; serta beriman kepada hari akhirat. Dengan merujuk pada ayat ini, kelihatan bahwa taqwa dalam Al qur’an sering dihubungkan dengan iman. Itulah sebabanya, serangkaian ayat Al qur’an menyatakan; yā Ayyuhallazīna āmanū yang pada penghujung ayat ditutup dengan kata taqwa.3 Ciri-ciri orang yang betaqwa menunjukkan suatu keperibadian yang benar-benar utuh dan integral, sebagai yang dinyatakan dalam QS. al-Hujurat (49); 13, yakni ; ‫اِ َّن‬ ‫( اَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هّٰللا ِ اَ ْت ٰقى ُك ْم‬Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu). Penggunaan kata atqākum dalam ayat ini sekaligus me-nunjukkan bahwa taqwa mempunyai tingkatan-tingkatan, dan perbedaan tingkatan tersebut sangat ditentukan oleh kualitas ibadah seorang hamba. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin berkualitas ibadah seorang hamba, maka semakin tinggi derajat seorang hamba tersebut di sisi-Nya.



 Syarat Diterimanya Ibadah Ibadah merupakan perkara yang sakral. Artinya tidak ada suatu bentuk ibadah pun yang disyariatkan kecuali berdasarkan al- Qur’an dan sunnah. Semua bentuk ibadah harus memiliki dasar apabila ingin melaksanakannya karena apa yang tidak disyariatkan berarti bid’ah, sebagaimana yang telah diketahui bahwa setiap bid’ah adalah sesat sehingga mana mungkin kita melaksanakan ibadah apabila tidak ada pedomannya? Sudah jelas, ibadah tersebut akan ditolak karena tidak sesuai dengan tuntunan dari Allah maupun Rasul Nya. Menurut Syaikh Dr.shalih bin Fauzan bin Abdulah, “ amalnya ditolak dan tidak diterima, bahkan ia berdosa karenanya, sebab amal tersebut adalah maksiat,bukan taat”.6 Agar bisa diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak benar terkecuali dengan ada syarat: 1. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil 3



QS. al-Baqarah (2); 183; QS. Ali Imrān (3): 102, 103, 200, QS. al-Maidah (5): 8, 11, dan seterusnya.



11



2. Sesuai dengan tuntunan Rasul.7



__________________________ 6Shalih bin Fauzan bin Abdulah, at Tauhid Li ash - Shaff al- Awwal al- ‘Ali ( Kitab Tauhid), terj. Agus Hasan Bashori, Lc, ( Jakarta: Darul Haq, 2013), hal 81 7Ibid.., hal 87



Selain itu dalam buku lain masih terdapat beberapa syarat yang harus di miliki oleh seorang abduh dijelaskan pula supaya ibadah kita diterima Allah maka kita harus memiliki sifat berikut. 1. Ikhlas, artinya hendaklah ibadah yang kita kerjakan itu bukan mengharap pemberian dari Allah, tetapi semata- mata karena perintah dan ridha- Nya. Juga bukan karena mengharapkan surga bukan pula takut kepada neraka karena surga dan neraka itu tdak dapat menyenangkan atau menyiksa tanpa seizin Allah. 2. Meninggalkan riya’, artinya beribadah bukan karena malu kepada manusia atau supaya dilihat orang lain 3. Bermuraqabah, artinya yakin bahwa Tuhan itu selalu melihat dan ada disamping kita sehingga kita bersikap sopan kepada- Nya 4. Jangan keluar dari waktu nya, artinya mengerjakan ibadah dalam waktu tertentu, sedapat mungkin dikerjakan di awal waktu.8 Hakikat manusia terdapat pada inti yang sangat berharga, yang dengan nya manusia menjadi dimuliakan dan tuan bagi makhluk- makhluk diatas bumi. Inti itu adalah ruh. Ruh yang mendapat kesucian dan bermunajat kepada Allah SWT. Ibadah kepada Allah lah yang memenuhi makanan dan pertumbuhan ruh, menyuplainya setiap hari, tidak habis dan tidak surut. Hati manusia itu senantiasa merasa butuh kepada Allah. Itu 12



adalah perasaan yang tulus lagi murni. Tidak ada satupun di alam dunia ini yang dapat mengisi kehampaan nya kecuali hubungan baik kepada Tuhan seluruh alam. Inilah dampak dari ibadah apabila dilakukan dengan sebenarnya. Selanjutnya dari sisi lain akhlak seorang mukmin itu juga merupakan ibadah.Yaitu lantaran yang menjadi barometer keimanan dan kehinaan serta yang menjadi rujukan bagi apa yang dilakukan dan ditinggalkan adalah perintah Allah.9 Seseorang yang memiliki akhlak yang baik niscaya setiap langkahnya selalu ingat kepada Allah sehingga perilakunya bisa terkontrol dan selalu merasa diawasi oleh Allah.



________________ 8Ibnu Mas’ud dan Zaenal Abidin , Fiqh Madzab Syafi’I.., hal 20 9 Ibid.., hal 169



E. HAKIKAT IBADAH Hasbi As-Shiddiqi, seorang cendikiawan muslim dalam kitabnya kuliah ibadah mengemukakan bahwa hakikat ibadah ialah: ‫خضوع الروح ينشأ عن إستشعار القلب بمحبة المعبودوعظمته_ إعتقادابأن العالم سلطانااليدركه العقل حقيقته‬ Artinya : Ketundukan jiwa yang timbul dari hati yang merasakan cinta terhadap Tuhan yang disembah dan merasakan kebesaran-Nya, meyakini bahwa bagi alam ini ada penguasanya, yang tidak diketahui oleh akal hakikatnya. Seiring dengan itu hakikat ibadah dapat berarti: ‫إستعبادالروح وإخضاعها لسلطان غيبي رايحين به علماواليعرف له كنها‬ Artinya: Memperhambakan dan menundukkan jiwa kepada kekuasaan yang ghaib yang tidak dapat diselami dengan ilmu dan tidak dapat diketahui hakikatnya.



13



Dapat ditarik suatu pemahaman, bahwa Hasbi As-Shiddiqi memberikan tekanan bahwa, seorang mukallaf tidak lah dipandang beribadah (belum sempurna ibadahnya) bila seseorang itu hanya mengerjakan ibadah dengan pengertian furaha atau ahli usul saja; Artinya disamping ia beribadah sesuai dengan pengertian yang dipaparkan oleh para fuqaha, diperlukan juga ibadah sebagaimana yang dimaksud oleh ahli yang lain seperti ahli tauhid, ahli akhlak dan lainnya. Dan apabila telah terkumpul padanya pengertian tersebut barulah padanya terdapat “HAKIKAT IBADAH”.



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN 



Ibadah merupakan segala perilaku yang dilakukan manusia atas dasar patuh terhadap pencipta Nya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Nya. Dan pengertian ibadahpun juga bermacam-macam yang mengemukakan.







Klasifikasi ibadah terdapat dua macam,yaitu: Ibadah Mahdhah adalah ibadah yang perintah dan larangannya sudah jelas secara dzahir dan tidak memerlukan penambahan atau pengurangan (murni). Ibadah ini ditetapkan oleh dalil-dalil yang kuat, misalnya perintah sholat, zakat, puasa, haji dan lain sebagainya. Ibadah ghairua Mahdhah adalah ibadah yang cara pelaksanaannya dapat direkayasa manusia, artinya bentuknya dapat beragam dan mengikuti situasi atau kondisi, tetapi subtansi ibadah nya tetap terjaga. Misalnya perintah melaksanakan perdagangan dengan cara yang halal.



14







Adapun dalil al-quran dan hadits mengenai perihal ibadah antara lain: Al-qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 43, Al-qur’an surah At Taubah ayat 103, Abdullah bin Umar dari Rasulullah SAW., Zaid bin Tsabit.







Tujuan ibadah itu sendiri ialah bertaqwa kepada allah. Dalam QS. al-Baqarah (2): 2-4, ditemukan empat kriteria orang-orang yang bertaqwa, yakni: beriman kepada yang ghaib; mendirikan shalat; menafkahkan sebagian rezki yang diberikannya; beriman dengan kitab suci Alquran dan kitab -kitab suci lainnya yang telah diturunkan Allah; serta beriman kepada hari akhirat. Sedangkan syarat diterimanya ibadah yaitu: didasarkan dengan keikhlasan, meninggalkan perkara yang ria’, bermuraqabah, tidak keluar dari waktunya (mengerjakan ibadah pada waktu tertentu).







Hakikat ibadah merupakan ketundukan jiwa yang timbul dari hati yang merasakan cinta terhadap Tuhan yang disembah dan merasakan kebesaran-Nya, meyakini bahwa bagi alam ini ada penguasanya, yang tidak diketahui oleh akal hakikatnya.



DAFTAR PUSTAKA



http://repo.iain-tulungagung.ac.id/559/2/BAB%20%202.pdf https://www-inews-id.cdn.ampproject.org/v/s/www.inews.id/amp/lifestyle/muslim/perbedaanibadah-mahdhah-dan-ghairu-mahdhah Q.S Al-Baqoroh:43 Q.S At-Taubah:103 https://news.detik.com/berita/d-4995959/hadits-hadits-tentang-keutamaan-ibadah-di-rumah file:///C:/Users/hp/AppData/Local/Temp/630-1783-1-SM.pdf. hasbi As-Shiddiqi (hasbi as siddiqi, op cit, h 7-8) "HAKIKAT IBADAH" (Jurnal oleh Dr. H. Khoirul Anwar, M. H, hal 8. 2019)



15



16