16 0 1 MB
“MAKALAH INERTIA UTERI” (Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Penugasan Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Kolaborasi pada Kasus Patologi dan Komplikasi dengan Dosen Pembimbing Mundarti, S.SiT., M.Kes)
Disusun Oleh : KELOMPOK 1 Lindya Okti Herbawani
P1337424520049
Dewi Firdayanti
P1337424520050
Ni Luh Gede Adnyasuari
P1337424520051
Fitriana Sindi
P1337424520052
Humaira Tadzkiyyatus S.
P1337424520053
Aisyah Wiranda
P1337424520054
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG PRODI D IV KEBIDANAN MAGELANG DAN PROFESI BIDAN TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Inertia Uteri” tepat waktu. Makalah “Inertia Uteri” disusun guna memenuhi salah satu nilai tugas pada mata kuliah Asuhan Kebidanan Kolaborasi pada Kasus Patologi dan Komplikasi di Prodi Sarjana Terapan Kebidanan Magelang Politeknik Kementrian Kesehatan Semarang. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Inertia Uteri. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Mundarti, S.SiT., M.Kes selaku dosen pengampu mata kuliah Asuhan Kebidanan Kolaborasi pada Kasus Patologi dan Komplikasi. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini. Luwuk, 30 Januari 2021 Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i DAFTAR ISI............................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1 A. Latar Belakang..............................................................................................1 B. Tujuan...........................................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3 A. Definisi Inersia Uteri.....................................................................................3 B. Penyebab Inersia Uteri..................................................................................3 C. Pembagian Inersia Uteri................................................................................4 D. Komplikasi Yang Mungkin Terjadi..............................................................5 E. Diagnosis.......................................................................................................5 F.
Faktor Predisposisi Inertia Uteri...................................................................5
G. Penatalaksanaan Pada Inersia Uteri..............................................................6 F.
Kewenangan Bidan.......................................................................................7
BAB III STUDI KASUS..........................................................................................9 BAB IV PENUTUP...............................................................................................16 A. KESIMPULAN...........................................................................................16 B. SARAN.......................................................................................................16 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17 LAMPIRAN-LAMPIRAN.....................................................................................18
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Bidan merupakan mata rantai yang sangat penting karena kedudukannya sebagai ujung tombak dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia melalui kemampuannya untuk melakukan pengawasan kehamilan, pertolongan persalinan, pengawasan neonatus dan pada ibu postpartum. Distosia kelainan tenaga (his) adalah his tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan rintangan pada jalan lahir, dan tidak dapat diatasi sehingga menyebabkan persalinan macet. Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Sifatnya lebih lemah, lebih singkat dan lebih jarang jika dibandingkan dengan his yang normal.ineris auteri dibagi menjadi 2 macam yaitu inersia uteri primer dan inersia uteri sekunder. Masalah kematian
dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan
masalah besar. Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan daerah. Persalinan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya power yaitu kekuatan his dan daya mengejan, passage (jalan lahir), passenger, psikis dan penolong. Kekuatan his yang ada pada ibu tidak selalu menghasilkan his yang adekuat, tetapi dapat juga timbul kelainan his. Kelainan his dapat berupa his yang terlampau kuat (tetania uteri) atau his yang lebih lemah, singkat dan jarang yang disebut dengan inersia uteri. Diagnosis pada inersia uteri memerlukan pengalaman dan pengawasan yang teliti terhadap persalinan. Inersia uteri
dapat menyebabkan persalinan
berlangsung lama dan menimbulkan bahaya baik terhadap ibu maupun janin sehingga memerlukan penilaian yang seksama untuk menentukan sikap yang harus diambil.
1
Oleh karena itu dibutuhkan perhatian dan penanganan yang serius agar tidak menimbulkan komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
B. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk menambah dan memperdalam pengetahuan bidan tentang inersia uteri 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui: a. Pengertian inersia uteri b. Penyebab inersia uteri c. Pembagian inersia uteri d. Komplikasi yang dapat terjadi pada inersia uteri e. Cara mendiagnosa inersia uteri f. Penanganan inersia uteri
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Inersia Uteri Inersia uteri adalah perpanjangan fase laten atau fase aktif atau keduaduanya dari kala pembukaan. Pemanjangan fase laten dapat disebabkan oleh serviks yang belum matang atau karena penggunaan analgetik yang terlalu dini. Pemanjangan fase deselerasi ditemukan pada disproporsi sefalopelvik atau kelainan anak. Perlu disadari bahwa pemanjangan fase laten maupun fase aktif meninggikan kematian perinatal. Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta para penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif maupun pada kala pengeluaran.
B. Penyebab Inersia Uteri Penggunaan analgetik terlalu cepat, kesempitan panggul, letak defleksi, kelainan posisi, regangan dinding rahim (hidramnion, kehamilan ganda ) dan perasaan takut dari ibu. Menurut Rustam Mochtar (1998) sebab-sebab inersia uteri adalah : 1. Kelainan his sering dijumpai pada primipara 2. Faktor herediter, emosi dan ketakutan 3. Salah pimpinan persalinan dan obat-obat penenang 3
4. Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah rahim, ini dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin dan disproporsi sevalopelvik 5. Kelainan uterus, misalnya uterus bikornis unikolis 6. Kehamilan postmatur (postdatism) 7. Penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia 8. Uterus yang terlalu teregang misalnya hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia.
C. Pembagian Inersia Uteri Dulu inersia uteri dibagi dalam : 1. Inersia uteri primer : jika His lemah dari awal persalinan 2. Inersia uteri sekunder : jika mula-mula His baik, tetapi kemudian menjadi lemah karena otot-otot rahim lelah akibat persalinan berlangsung lama (inersia karena kelelahan). Pembagian inersia yang sekarang berlaku ialah : 1.
Inersia uteri hipotonis : kontraksi terkoordinasi, tetapi lemah.
2.
Dengan CTG, terlihat tekanan yang kurang dari 15 mmHg, dengan palpasi, His jarang dan pada puncak kontraksi dinding rahim masih dapat ditekan kedalam.
3.
Inersia uteri hipertonis : kontraksi tidak terkoordinasi, misalnya kontraksi segmen tengah lebih kuat dari segmen atas. Inersia uteri ini sifatnya hifertonis, sering disebut inersia spastis.
4
Garis besar perbedaan antara inersia uteri hipotonis dan hipertonis: Inersia uteri Hipotonis Kejadian 4 % dari persalinan Saat terjadinya Fase aktif Nyeri Tidak nyeri Fetal distres Lambat terjadi Reaksi terhadap Baik oksitosin sedikit Pengaruh sedatif
Inersia uteri Hipertonis 1% persalinan Fase laten Nyeri berlebihan Cepat Tidak baik Besar
D. Komplikasi Yang Mungkin Terjadi Inersia uteri dapat menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan akibat-akibat terhadap ibu dan janin (infeksi, kehabisan tenaga, dehidrasi, dll). 1. Inersia uteri dapat menyebabkan kematian atau kesakitan 2. Kemugkinan infeksi bertambah dan juga meningkatnya kematian perinatal. 3. Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi : tanda-tandanya denyut nadi naik, suhu meninggi, asetonuria, napas cepat, meteorismus, dan turgor berkurang.
E. Diagnosis Untuk mendiagnosa inersia uteri memerlukan pengalaman dan pengawasan yang teliti terhadap persalinan. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk sampai kepada kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi. Pada fase laten diagnosis akan lebih sulit, tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his) yang kuat dan lama, maka diagnosis inersia uteri sekunder akan lebih mudah.
F. Faktor Predisposisi Inertia Uteri 1. Anemia 2. Hidramnion
5
3. Grande Multipara 4. Primipara 5. Pasien Dengan Emosi Kurang Baik
G. Penatalaksanaan Pada Inersia Uteri Periksa keadaan serviks, presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan panggul. 1. Bila inersia disertai disproporsi sefalopelvik sebaiknya dilakukan Sectio Caesarea 2. Apabila tidak ada disproporsi sefalopelvik atau disproporsi sefalopelvik ringan dapat diambil sikap : a. Perbaiki keadaan umum penderita, kandung kemih dikosongkan. b. Bila kepala aatau bokong janin sudah masuk kedalam panggul penderita disuruh berjalan-jalan. c. Atau berikan oksitosin 5-10 IU dalam 500 cc dekstrosa 5% diberikan secara inus intravena dengan kecepatan kira-kira 12 tetes permenit, dinaikkan setiap 10-15 menit sampai 40-50 tetes permenit d. Pemberian oksitosin
sebaiknya diberikan beberapa jam saja, kalau
ternyata tidak ada kemajuan pemberian dihentikan, supaya penderita beristirahat, kemudian dicoba lagi untuk beberapa jam; kalau masih tidak ada kemajuan lebih baik dilakukan sectio caesarea. 3. Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah dan partus telah berlangsung lebih 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi, sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obsbstetrik lainnya (ekstraksi vakum atau forsep atau SC). 4. Pada inersia primer, setelah dipastikan penderita masuk dalam persalinan, evaluasi kemajuan persalinan 12 jam, kemudian dengan periksa dalam. Jika pembukaan kurang dari 3 cm. porsio tebal lebih dari 1 cm, penderita diistirahatkan, berikan sedativa sehingga pasien dapat tidur, mungkin masih dalam “false labour”. Jika setelah 12 jam berikutnya tetap ada his 6
tanpa ada kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his tanpa ada kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his diperbaiki dengan infus pitosin, perlu diingat bahwa persalinan harus diselesaikan dalam waktu 24 jam setelah ketuban pecah agar prognosis janin tetap baik. 5. Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera dilakukan : a. Penilaian cermat apakah ada disproporsi sevalopelvik dengan pelvimentri klinik atau radiologi. Bila CPD maka persalinan segera diakhiri dengan sectio cesarea b. Bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi pitocin infus c. Bila kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah his baik. Bila tidak ada kemajuan, persalinan diakhiri dengan sectio cesarea d. Pada akhir kala I atau pada kala II bila syarat ekstraksi vakum atau cunam dipenuhi, maka persalinan dapat segera diakhiri dengan bantuan alat tersebut. Hampir 50% kelainan his pada fase aktif disebabkan atau dihubungkan dengan adanya CPD, sisanya disebabkan oleh faktor lain seperti kelainan posisi janin, pemberian obat sedativa atau relaksan terhadap otot uterus dan sebagainya.
F. Kewenangan Bidan Peraturan Menteri Kesehatan Republikl Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 pasal 9 yang menyatakan bahwa rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila: 1. Pasien
membutuhkan
pelayanan
kesehatan
spesialistik
atau
sub
spesialistik; 2. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan Pasal 25 pada Permenkes RI Nomor 28 Tahun 2017
7
(1) Kewenangan berdasarkan program pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a, meliputi: a. pemberian pelayanan alat kontrasepsi dalam rahim dan alat kontrasepsi bawah kulit; b. asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit tertentu; c. penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai dengan pedoman yang ditetapkan; d. pemberian imunisasi rutin dan tambahan sesuai program pemerintah; e. melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan; f. pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah; g. melaksanakan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya; h. pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi; dan i. melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
8
BAB III STUDI KASUS
PENDOKUMENTASIAN HASIL ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “H” PERSALINAN KALA I FASE AKTIF DENGAN INERSIA UTERI HIPOTONIK DI PUSKESMAS SEHAT SEJAHTERA TANGGAL 8 FEBRUARI 2011
Register : Tanggal masuk : 8 februari 2011, pukul 18.45 wita Tanggal pengkajian : 8 februari 2011, pukul 18.50 wita Tanggal persalinan : 9 februari 2011, pukul 00.50 wita IDENTITAS KLIEN / SUAMI Nama : Ny”H”/ Tn.”A” Umur : 32 Thn / 38 thn Suku : Makassar / makassar Agama : islam /islam Pendidikan : SD / SD Pekerjaan : IRT / Buruh harian Status pernikahan : 1 x / ± 1 thn Alamat : Jl. Bulusaraung no 21 KALA I DATA SUBYEKTIF 1. G I PO AO 2. HPHT Tanggal 9 mei 2011 3. HTP Tanggal 18 Februari 2011
9
4. Pemeriksaan ANC sebanyak 4 kali 5. Imunisasi TT 2 kali 6. Tidak ada riwayat penyakit jantung, DM, Hipertensi, Asma, dan PMS 7. Nyeri perut tembus ke belakang dirasakan ibu sejak tanggal 8 februari 2011 pukul 10.45 wita disertai pelepasan lendir dan darah sejak pukul 17.45 wita. DATA OBYEKTIF 1. Keadaan umum baik 2. Kesadaran composmentis 3. Tanda – Tanda Vital Tekanan darah : 110/70 Nadi : 84x/i Suhu : 36,5 c Pernafasan : 18x/i 4. Pemeriksaan Abdomen : Tidak ada bekas luka operasi Palpasi leopold Leopold I : TFU 3 jrbpx ( 32 cm ) Leopold II : PUKA Leopold III : Kepala Leopold IV : BDP 5. Penurunan kepala 4/5 6. Lingkar perut 91 cm 7. TBJ = Lingkar perut x TFU = 91 X 32 cm = 2912 8. DJJ 120 x/menit terdengar kuat dan teratur pada kuadran kanan bawah perut ibu 9. Pemantauan HIS : 1) Pukul 18.50 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
10
2) Pukul 19.20 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik 3) Pukul 19.50 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik 4) Pukul 20.20 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik 5) Pukul 20.50 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik 6) Pukul 21.20 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik 7) Pukul 21.50 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik 8) Pukul 22.20 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik 9) Pukul 22.50 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik 10) Pukul 23.20 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik 11) Pukul 23.50 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik 12) Pukul 00.20 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik 13) Pukul 00.50 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik 10. Pemeriksaan dalam Pukul 18. 50 Wita a) Vulva dan Vagina : Tidak ada kelainan b) Portio : Lunak dan tipis c) Pembukaan : 6 cm d) Ketuban : Utuh e) Presentase : Kepala, UUK depan f) Molase : Tidak ada
11
g) Penurunan Kepala : H1- H II h) Kesan panggul : Normal i) Pelepasan : Lendir dan darah 11. Ekstremitas : Tidak ada oedema dan varices ASASEMENT Inpartu kala I fase aktif dengan inersia uteri hipotonik PLANNING Pukul 19.20 wita 1. Menyampaikan hasil pemeriksaan pada ibu 2. Menjelaskan penyebab dan manfaat nyeri persalinan pada ibu dan keluarga 3. Mengobservasi kemajuan persalinan 4. Memberi hidrasi dan intake yang cukyp 5. Mengajarkan ibu pengaturan nafas saat ada kontraksi 6. Mendokumentasikan hasil pemantauan ke dalam partograf KALA II DATA SUBYEKTIF 1. Ibu mengeluh nyeri perut bertambah dan semakin kuat 2. Ibu mempunyai dorongan yang kuat saat timbul kontraksi 3. Ibu merasa ingin BAB DATA OBYEKTIF 1) Vt pukul : 00.50 wita 1. Vulva dan vagina tak ada kelainan 2. Portio tak teraba 3. Pembukaan lengkap 4. Ketuban (-) 5. Presentase kepala, UUK depan 6. Molse tidak ada 7. Penurunan kepala H IV
12
8. Kesan panggul normal 9. Pelepasan lendir dan darah 2) Vulva dan vagina terbuka 3) Anus terbuka 4) Perineum menonjol ASASEMENT Inpartu kala II PLANNING 1. Melihat tanda dan gejala kala II yakni dorongan untuk meneran, Tekanan pada anus, Perineum menonjol, vulva dan vagina membuka. 2. Memberitahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap 3. Menyiapkan Ibu, Menyipkan diri penolong, dan Menyiapkan alat 4. Menyipkan posisi ibu 5. Meminta ibu untuk meneran saat ada HIS 6. Menyokong perineum dan menahan puncak kepala 7. Melahirkan badan bayi dengan sangga susur, pukul 01.20 wita lahir seorang bayi laki-laki, PBK, BBL, berat 3100 gram, PBL 49 cm, AS 8/10, bayi menangis spontan, warna kulit kemerahan dan pergerakan aktif. 8. Melakukan penanganan bayi baru lahir KALA III DATA SUBYEKTIF 1. Nyeri perut bagian bawah masih terasa DATA OBYEKTIF 1. TFU setinggi pusat 2. Kontraksi uterus teraba keras dan bundar 3. Tampak semburan darah dari jalan lahir 4. Tali pusat bertambah panjang
13
ASASEMENT Inpartu kala III PLANNING Pukul 01.22 wita 1. Memeriksa fundus uteri 2. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik 3. Menyuntikkan oksitosin 10 u secara IM pada paha bagian luar 4. Melakukan peregangan tali pusat terkendali 5. Melahirkan placenta dan selaput ketuban pukul 01.28 wita 6. Meakukan sekaligus mengajarkan ibu untuk massse fundus uteri KALA IV DATA SUBYEKTIF 1. Nyeri perut bagian bawah masih terasa 2. Ibu merasa lelah DATA OBYEKTIF 1. Kontraksi uetrus baik, Teraba keras dan bundar 2. TFU 2 Jrbpst 3. Perdarahan ± 50 cc 4. TTV : Tekanan darah 110/70 mmhg Nadi 90x/i Suhu 37 c Pernafasan 20x/i ASASEMENT Inpartu kala IV
14
PLANNING Pukul 01.32 1. Memeriksa laserasi jalan lahir, terdapat rupture perineum tk.II 2. Menjahit rupture jalan lahir 3. Memeriksa kontraksi uterus, teraba keras dan bundar 4. Mengobservasi perdarahan, kontraksi, dan TTV dalam partograf 5. Mengajarkan ibu dan keluarga cara massase fundus dan menilai kontraksi 6. Membersihkan ibu dan mengganti pakaiannya dengan pakaian yang bersih 7. Merendam semua alat bekas pakai dalam larutan clorin 0,5 % dan membuang bahan-bahan yang terkontaminasi 8. Menyerahkan bayi pada ibu untuk disusui 9. Melengkapi partograf
15
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta para penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif maupun pada kala pengeluaran.
B. SARAN Pada saat ibu sudah dalam keadaan inpartu sebagai seorang bidan harus mengawasi secara intensif proses persalinan tersebut. Karena tidak dapat di punggkiri dalam proses persalinan terjadi inersia uteri. Dengan adanya pengawasan maka seorang bidan bisa dengan cepat mengambil keputusan untuk merujuk dan kolaborasi dengan dokter jika terjadi inersia uteri.
16
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Ida Gde Manuaba. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta ; EGC. Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta. Sastrowinoto, Sulaiman. 2005. Obstetri Fisiologi. Fakultas Kedokteran UNPAD: Bandung. Rukiyah, A.Y. 2010. Asuhan Kebidanan IV Patologi Kebidanan. Jakarta: TIM.
17
LAMPIRAN-LAMPIRAN (JURNAL 1) https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JAMS/article/download/9514/7223
Perbedaan Kejadian Inersia Uteri Antara Persalinan Disertai dan Tanpa Disertai Anemia di RSD dr. Soebandi Jember
The Difference Incidence of Maternal Uterine Inertia Between Labor With and Without Anemia in Hospital of dr. Soebandi Jember
Dina Ayu Savitri1, Yonas Hadisubroto2, Pipiet Wulandari3 1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Jember 2 Laboratorium Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Jember Alamat email korespondensi: [email protected]
Abstrak Salah satu penyebab tidak langsung dari kematian ibu ialah anemia. Anemia dapat mengakibatkan metabolisme energi di dalam otot terganggu dan terjadi penumpukkan asam laktat yang menyebabkan rasa lelah dan melemahnya kontraksi otot uterus pada saat persalinan. Kontraksi uterus yang tidak adekuat yang disebut dengan inersia uteri dan ditandai dengan perpanjangan fase persalinan, his yang lemah, jarang dan durasi yang pendek. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan kejadian inersia uteri antara persalinan disertai dan tanpa disertai anemia di RSD dr. Soebandi Jember. Penelitian ini meupakan analitik observasional dengan desain penelitian cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil yang telah mengalami persalinan dan tercatat dalam rekam medis di RSD dr. Soebandi Jember periode 1 Januari 2017 – 31 Desember 2017. Sampel dari penelitian ini yaitu ibu yang telah mengalami persalinan dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan sampai jumlah sampel dapat terpenuhi. Jumlah sampel pada penelitian ini sebesar 76 sampel. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini ialah data sekunder yang diperoleh peneliti dari rekam medis ibu hamil yang telah mengalami persalinan. Data yang dicantumkan pada penelitian ini meliputi data demografi berupa usia ibu hamil dan paritas, data klinis berupa status inersia uteri dan data laboratoris berupa status anemia. Pada analisis data dengan uji Chi Square (X²), diperoleh nilai significancy sebesar 0,011 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan pada kejadian inersia uteri antara persalinan disertai dan tanpa disertai anemia di RSD dr. Soebandi Jember. Kata kunci: anemia, inersia uteri, kehamilan, usia, paritas. Vol. 5 No. 3 (2019) Journal of Agromedicine and Medical Sciences
18
Abstract One of the indirect causes of maternal death is anemia. This consumes energy in the affected muscles and buildup of lactic acid which causes fatigue and reduced muscle contraction during labor. Inadequate uterine contractions are called uterine inertia and are characterized by a prolonged phase of labor, which is weak, rarely and short duration. The purpose of this study was to determine the differences in the incidence of uterine inertia between labor and anemia released in RSD dr. Soebandi Jember. This study was analytic observational with a cross sectional research design. The study population was all pregnant women who had improved labor and were included in the medical record at RSD Dr. Soebandi Jember period January 1, 2017 - December 31, 2017. Samples from this study were mothers who had approved the delivery and fulfilled the inclusion and exclusion criteria that had been determined until the number of samples could be fulfilled. The number of samples in this study were 76 samples. The type of data used in this study is secondary data obtained by researchers from the medical records of pregnant women who have received labor. The data included in this study contain demographic data consisting of the age of pregnant women and parity, clinical data in the form of uterine inertia and laboratory data consisting of anemia status. In analyzing the data with Chi Square test (X²), a significance value of 0.011 was obtained so that it can be concluded that Ho is rejected and Ha is accepted which means that the incidence of uterine inertia between free labor and anemia is not important in RSD Dr. Soebandi Jember. Keywords: anemia, uterine inertia, pregnancy, age, parity.
Vol. 5 No. 3 (2019) Journal of Agromedicine and Medical Sciences
19
Pendahuluan Angka kematian ibu (AKI) ialah salah satu dari beberapa parameter yang dapat mendeskripsikan kesejahteraan masyarakat pada suatu negara, terutama negara berkembang seperti Indonesia. AKI di dunia berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 yaitu 216 setiap 100.000 kelahiran hidup atau diperkirakan jumlah kematian ibu sekitar 303.000 kematian dengan jumlah tertinggi berada di negara berkembang yaitu sebesar 302.000 kematian. Berdasarkan data dari survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia pada tahun 2007 tergolong sangat tinggi dan menempati urutan pertama di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yaitu sebesar 228 setiap 100.000 kelahiran hidup. Etiologi yang secara tidak langsung mengakibatkan kematian ibu sebagian besar ialah anemia pada kehamilan yaitu sebesar 40%. Menurut WHO pada tahun 2015, anemia merupakan salah satu penyebab kematian ibu yang cukup besar baik pada saat masa kehamilan maupun ketika memasuki persalinan. Pada kehamilan, ibu dikatakan anemia apabila kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 11 g/dl pada trimester pertama dan ketiga atau kurang dari 10,5 g/dl pada saat memasuki trimester kedua. Batasan kadar hemoglobin tersebut berbeda dengan perempuan yang sedang tidak hamil oleh karena pada wanita hamil terjadi hemodilusi, terlebih pada saat memasuki trimester kedua (Cunningham, et al., 2012). Secara umum, etiologi terbanyak dari anemia pada kehamilan ialah defisiensi zat besi (Fe) yang menyebabkan kadar hemoglobin menjadi rendah dan tidak dapat mencukupi kebutuhan tubuh dalam menyalurkan oksigen untuk perfusi ke jaringan. Hal ini mengakibatkan terganggunya pembentukan adenosin trifosfat (ATP) untuk energi didalam otot sehingga mengakibatkan terjadinya kelelahan dan melemahnya kontraksi otot rahim yang disebut dengan inersia uteri (Price, 2005). Selain anemia, terdapat beberapa etiologi yang dapat menyebabkan inersia uteri diantaranya adalah faktor uterus oleh karena overdistensi uterus pada kehamilan gemelli dan hidramnion. faktor herediter dan faktor psikologis seperti keadaan ibu yang terlalu cemas atau ketakutan saat persalinan. Disproporsi sefalopelvik seperti pada makrosomia merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian inersia uteri, hal ini disebabkan oleh karena bagian terbawah janin tidak dapat berhubungan langsung dengan segmen bawah rahim. Kelainan his terutama Vol. 5 No. 3 (2019) Journal of Agromedicine and Medical Sciences
ditemukan pada primigravida tua (Prawirohardjo, 2014). Primigravida tua (older primigravida) adalah seorang wanita yang mengalami kehamilan pertama pada usia lebih dari 35 tahun. Menurut kajian peneliti, sampai saat ini belum ada data hasil penelitian mengenai perbedaan kejadian inersia uteri antara persalinan disertai dan tanpa disertai anemia di RSD dr. Soebandi Jember. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian terkait dengan perbedaan kejadian inersia uteri antara persalinan disertai dan tanpa disertai anemia di RSD dr. Soebandi Jember.
Metode Penelitian Jenis penelitian ini yaitu penelitian analitik observasional dengan desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian ini sudah mendapat persetujuan dari komisi etik Fakultas Kedokteran Universitas Jember dan perijinan dari Direktur RSD dr. Soebandi Jember. Penelitian ini dilaksanakan di ruang rekam medis RSD dr. Soebandi Jember. . Sampel dari penelitian ini yaitu ibu yang telah mengalami persalinan dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan sampai jumlah sampel dapat terpenuhi. Jumlah sampel pada penelitian ini sebesar 76 sampel. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini ialah data sekunder yang diperoleh peneliti dari rekam medis ibu hamil yang telah mengalami persalinan. Data yang dicantumkan pada penelitian ini meliputi data demografi berupa usia ibu hamil dan paritas, data klinis berupa status inersia uteri dan data laboratoris berupa status anemia. Sampel yang diperoleh peneliti kemudian dicatat pada tabel data observasi terkait dengan data demografi, klinis, dan laboratoris yang akan diteliti. Hasil penilaian dianalisis menggunakan uji Chi Square (X²). Diperoleh nilai significancy sebesar 0,011 dan data ditampilkan dalam bentuk tabel.
Hasil Penelitian Berikut akan ditampilkan distribusi berdasarkan umur ibu hamil yang terlah mengalami persalinan (Tabel 1), distribusi berdasarkan paritas ibu (Tabel 2), distribusi berdasarkan status anemia (Tabel 3) dan distribusi berdasarkan status inersia uteri (Tabel 4).
20
Tabel 1 Distribusi Berdasarkan Umur Ibu
Tabel 2 Distribusi Berdasarkan Paritas
Tabel 3 Distribusi Berdasarkan Status Anemia
Tabel 4 Distribusi Berdasarkan Status Inersia Uteri
Tabel 5 Hubungan antara umur ibu dan kejadian inersia uteri
Vol. 5 No. 3 (2019) Journal of Agromedicine and Medical Sciences
1
Tabel 6 Hubungan antara paritas dan kejadian inersia uteri
Tabel 7 Perbedaan kejadian inersia uteri antara persalinan disertai dan tanpa disertai anemia
Pembahasan Penelitian ini merupakan penelitian tentang perbedaan kejadian inersia uteri antara persalinan disertai dan tanpa disertai anemia di RSD dr. Soebandi Jember dengan desain studi cross sectional. Pada penelitian ini digunakan data sekunder berupa rekam medis ibu yang telah mengalami persalinan pada periode 1 Januari 2017 – 31 Desember 2017. Hasil analisis data dengan uji Chi Square (X²) menunjukkan hasil p=0,011 yang berarti secara statistik terdapat perbedaan kejadian inersia uteri yang signifikan antara persalinan disertai anemia dan tanpa disertai anemia. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori bahwa ibu bersalin dengan anemia yaitu kadar hemoglobin 35 Tahun 50 18,2 Jumlah 275 100 Sumber : Data Sekunder Berdasarkan tabel 1 Menunjukkan dijelaskan bahwa dari 275 responden diperoleh distribusi umur ibu < 20 tahun sebanyak 10 orang (3,6),
umur 20 – 35 tahun sebanyak 215 orang (78,2), kemudian umur ibu > 35 tahun sebanyak 50 orang (18,2).
Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar Tahun 2019 Pendidikan n % 26 9,5 SD 45 16, 4 SMP 199 72, 4 SMA Perguruan Tinggi 5 1,8 Jumlah 275 100 Sumber : Data Sekunder Berdasarkan table 2 dijelaskan bahwa dari 275 responden diperoleh distribusi pendidikan dapat tamat sekolah dasar (SD) sebanyak 26 orang (9,5%), tamat sekolah menengah
pertama (SMP) sebanyak 45 orang (16, 4%), tamat sekolah menengah atas (SMA) sebanyak 199 orang (72, 4%), kemudian tamat D3/S1 sebanyak 5 orang (1,8%)
Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar Tahun 2019 Pekerjaan n % 229 83,3 IRT 2 0,7 PNS 13 4.7 Wiraswasta 31 11,3 Karyawan 0 0 Lainlainnya Jumlah 275 100 Sumber : Data Sekunder Berdasarkan tabel 3 dijelaskan bahwa dari 275 responden diperoleh distribusi pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (IRT) sebanyak 229 orang (83,3%), pegawai negeri sipil (PNS)
sebanyak 2 orang (,7%), wiraswasta sebanyak 13 orang (4,7%), karyawan sebanyak 31 orang (11,3%), kemudian pekerjaan pada ibu lainlainnya tidak ada (0%) Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Inersia Uteri DI RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar Tahun 2019 Inersia Uteri n % Mengalami 27 9,8 Tidak Mengalami 248 90,2 Jumlah 275 100 Sumber : Data Sekunder
Berdasarkan tabel 4 dijelaskan bahwa dari 275 responden diperoleh distribusi yang mengalami
inersia uteri sebanyak 27 orang (9,8%), dan tidak mengalami sebanyak 248 orang (90,2%
Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarksn Paritas di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar Tahun 2019 Paritas n % 134 48,7 Beresiko 141 51,3 Tidak Beresiko Jumlah 275 100 Sumber : Data Sekunder
Berdasarkan tabel 4.5 dijelaskan bahwa dari 275 responden diperoleh distribusi paritas yang beresiko sebanyak 134 orang (48,7%),
sedangkan yang tidak beresiko sebanyak 141 orang (51,3).
Tabel 6 Ditribusi Responden Berdasarkan Umur di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar Tahun 2019 Umur n % Beresiko 58 21,1 Tidak Beresiko 217 78,9 Jumlah 275 100 Sumber : Data Sekunder sedangkan tidak beresiko sebanyak 217 orang Berdasarkan tabel 6 dijelaskan bahwa dari 275 (78,9 responden diperoleh distribusi umur ibu yang beresiko sebanyak 58 orang (21,2%), Tabel 7 Hubungan Paritas Dengan Kejadian Inersia Uteri di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar Tahun 2019 Inersia Uteri Total P Mengalami Tidak Mengalami Paritas n % n % n % Beresiko
21
7,6%
113
41,1%
134
48,7%
Tidak Beresiko Total
6
2,2%
135
49,1%
141
51,3%
27
9,8%
248
90,2%
275
100 %
Sumber : Data Sekunder Berdasarkan tabel 7 dijelaskan bahwa terdiri dari 275 responden diperoleh hubungan paritas ibu terhadap kejadian inersia uteri yang mengalami inersia uteri pada paritas beresiko sebanyak 21 orang (7,6%), sedangkan paritas ibu yang beresiko tidak mengalami inersia uteri sebanyak 113 orang (41,1%), jumlah ini lebih besar dengan paritas ibu yang mengalami inersia uteri pada paritas yang tidak beresiko
Umur
sebanyak 6 orang (2,2%), sedangkan paritas ibu yang tidak beresiko dan tidak mengalami inersia uteri sebanyak 135 orang (49,1%). Dengan pengujian menggunakan teknik chisquare didapatkan p= 0,002 < 0,05, ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian ada hubungan antara paritas dengan kejadian inersia uteri di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar tahun 2019
Tabel 8 Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian Inersia Uteri di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar Tahun 2019 Inersia Uteri Total Mengalami Tidak Mengalami
Beresiko Tidak Beresiko Total
n
%
n
%
n
%
14 13
5,1% 4,7%
44 204
16,0 % 74,2%
58 217
21,1% 78,9%
27
9,8%
248
90,2%
275
100 %
Sumber : Data Sekunder Berdasarkan tabel 8 dijelaskan bahwa terdiri
0,002
P
0,000
dari 275 responden diperoleh hubungan umur ibu terhadap kejadian inersia uteri yang
mengalami inersia uteri pada umur ibu beresiko sebanyak 14 orang (5,1%), sedangkan umur ibu yang beresiko tidak mengalami
inersia uteri sebanyak 44 orang (16,0 %), jumlah ini lebih besar dengan umur ibu yang mengalami inersia uteri pada umur ibu yang tidak beresiko sebanyak 13 orang (4,7%), sedangkan umur ibu yang tidak beresiko dan tidak mengalami inersia uteri sebanyak 204 orang (74,2%).Dengan pengujian menggunakan teknik chi-square didapatkan p= 0,000 < dari α = 0,05, ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demekian ada hubungan antara umur dengan kejadian Inersia Uteri di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar tahun 2019 Pembahasan Hubungan Paritas Dengan Kejadian Inersia Uteri Berdasarkan hasil penelitian dari 275 responden yang diteliti, paritas bahwa responden yang tidak beresiko sebanyak 141 orang (51,3%) lebih besar dibandingkan dengan responden yang beresiko sebanyak 134 orang (48,7%) di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar. Berdasarkan paritas yang bersalin antara kehamilan 1 dan > 4 dianggap mengalami beresiko terjadinya inersia uteri, sedangkan kehamilan 2 – 4 dianggap tidak beresiko terjadinyan inersia uteri pada ibu bersalin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Ibu dengan kehamilan beresiko dan yang mengalami inersia uteri sebanyak 21 orang (7,6%) sedangkan paritas ibu beresiko yang tidak mengalami inersia uteri sebanyak 113 orang (41,1%) dan paritas ibu tidak beresiko mengalami inersia uteri sebanyak 6 orang (2,2%) sedangkan umur ibu tidak beresiko yang tidak mengalami inersia uteri sebanyak 135 orang (49,1%). Ibu dengan mengalami inersia uteri sebanyak 21 orang (7,6%) paritas ibu beresiko yang tidak mengalami inersia uteri sebanyak 113 orang (41,1%) bukan faktor umur ibu saja yang mempengaruhi ibu beresiko tetapi ada faktor lain seperti kunjungan ANC ibu teratur, nutrisi ibu bagus dan ibu sering melakukan senam yoga. Sedangkan paritas ibu tidak beresiko mengalami inersia uteri sebanyak 6 orang (2,2%) karena kunjungan ANC ibu tidak teratur dan pola nutrisi ibu kurang, sedangkan sedangkan umur ibu tidak beresiko yang tidak mengalami inersia uteri sebanyak 135 orang (49,1%) karena kunjungan ANC ibu teratur dan nutrisi ibu bagus.
Dengan pengujian menggunakan teknik chi-square didapatkan p= 0,002 < dari α = 0,05, ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demekian ada hubungan antara paritas dengan kejadian Inersia Uteri di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Tri Anasari tahun 2012, yang mengatakan hasil analisis bivariat menggunakan uji chi square diperoleh nilai p = 0,017 yang lebih kecil dari α = 0,05 artinya ada hubungan paritas ibu bersalin dengan kejadian inersia uteri. Tingkat keeratan hubungan antara paritas ibu bersalin dengan kejadian inersia uteri pada kategori lemah, karena nilai koefisien phi hanya sebesar 0,194. Tingkat risiko paritas ibu bersalin dengan inersia uteri didapatkan nilai OR sebesar 5,032 28 artinya ibu bersalin dengan paritas berisiko (≥ 3) memiliki risiko 5,032 kali lebih besar mengalami inersia uteri dibandingkan ibu bersalin dengan paritas tidak berisiko (< 3). (Tri, Anasari, 2012). Hubungan Umur Ibu Dengan Kejadian Inersia Uteri Pada kenyataan umur ibu merupakan faktor-faktor resiko yang paling sering dikaitkan pada inersia uteri dikarenakan ibu hamil pada umur < 20 tahun dan > 35 tahun merupakan faktor resiko terjadinya inersia uteri yang dapat menyebabkan gangguan persalinan. Berdasarkan hasil penelitian dari 275 responden yang diteliti, umur ibu bahwa responden yang tidak beresiko sebanyak 217 orang (78,9%) lebih besar dibandingkan dengan responden yang beresiko sebanyak 58 orang (21,1%) di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar. Berdasarkan umur ibu yang bersalin antara umur < 20 dan > 35 tahun dianggap mengalami beresiko terjadinya inersia uteri, karena pada umur < 20 tahun bukan masa yang baik untuk melahirkan karena organ-organ reproduksi belum sempurna dan secara biologis belum optimal emosinya, cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan zazat gizi selama kehamilan, pada umur > 35 tahun mempunyai resiko untuk mengalami komplikasi dalam kehamilan dan persalinan antra lain bisa mengakibatkan pendarahan
Jurnal Kesehatan Delima Pelamonia
Vol 3, No. 2, Desember 2019, p-ISSN : 2597-7989 e-ISSN: 2684-8821
101
Jurnal Kesehatan Delima Pelamonia
Vol 3, No. 2, Desember 2019, p-ISSN : 2597-7989 e-ISSN: 2684-8821
distosia, kelainan his dan partus lama sedangkan umur 20 – 35 tahun dianggap tidak beresiko terjadinya inersia uteri pada ibu bersalin karena pada usia ini organ-organ reproduksi sudah sempurna dan sudah siap untuk dibuahi dan mentalnya sudah matang sehingga dia memperhatikan untuk pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilandan cenderung memperhatikan untuk pemeriksaan kehamilannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Ibu dengan umur beresiko dan yang mengalami inersia uteri sebanyak 14 orang (5,1%), sedangkan umur ibu beresiko yang tidak mengalami inersia uteri sebanyak 44 orang (16,0 %) dan umur ibu tidak beresiko mengalami inersia uteri sebanyak 13 orang (4,7%), sedangkan umur ibu tidak beresiko yang tidak mengalami inersia uteri sebanyak 204 orang (74,2%) Ibu dengan umur beresiko sebanyak 14 orang (5,1 %), sedangkan ibu umur ibu beresiko mengalami inersia uteri sebanyak 44 orang (16,0 %) bukan faktor umur ibu saja yang mempengaruhi ibu beresiko tetapi ada faktor lain seperti kunjungan ANC ibu teratur, nutrisi ibu bagus dan ibu sering melakukan senam yoga. Sedangkan umur ibu tidak beresiko mengalami inersia uteri sebanyak 13 orang (4,7%) karena kunjungan ANC ibu tidak teratur dan pola nutrisi ibu kurang, sedangkan umur ibu tidak beresiko yang tidak mengalami inersia uteri sebanyak 204 orang (74,2%) karena kunjungan ANC ibu teratur dan nutrisi ibu bagus. Dengan pengujian menggunakan teknik chi-square didapatkan p= 0,000 < dari α = 0,05, ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demekian ada hubungan antara umur dengan kejadian Inersia Uteri di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar.
berumur > 35 tahunkesehatan dan keadaan rahim tidak sebaik seperti saat ibu berusia 20 – 35 tahun. Umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun merupakan umur yang tidak reproduksi atau umur tersebut termasuk dalam resiko tinggi kehamilan (Novisye, 2015) Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas hasil penelitian mengenai Hubungan Paritas Dan Umur Ibu Dengan Kejadian Inersia Uteri Pada Ibu Bersalin Di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar Tahun 2019, maka penulis mengemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara paritas dengan kejadian Inersia Uteri dengan nilai p`= 0,000 < α (0,05), ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian Inersia Uteri dengan nilai p = 0,002 < α (0,05), ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Saran Diharapkan peneliti selanjutnya mengadakan penelitian dengan metode yang berbeda, mengembangkan variabel penelitian dan kuisioner, sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih baik. Daftar Pustaka Ade-Ojo IP and Akintayo AA”Induction of labour in the developing countries –an overview” Journal of Medicine and Medical Sciences vol 4(7) pp. 258262,July,2013http://www.interesjourna ls.org/full-articles/induction-oflabourin-the-developing-countries-an verview.pdf? view = inline(diakses tanggal 8 April 2019) Ai Nurasiah. Ani Rukmawati. 2014. Asuhan Persalinan Komunitas Normal Bagi Bidan. Bandung. PT Refika Aditama. Anasari Tri, 2015 “Hubungan Paritas dan Anamia dengan Kejadian Inersia Uteri Pada Ibu Bersalin Di RSUD prof dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2011” Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 2, No. 4, Juni 2012,22-32 http://www.ejmanager.com/mnstemps/
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Novisye pada tahun 2015, sebagian besar ibu berada pada rentang umur 20-35 tahun. Umur 20-35 merupakan usia reproduksi bagi seseorang. Seorang wanita pada rentang usia 20-35 tahun pada umumnya telah memutuskan untuk nikah dan memiliki anak. Menurut teori dari segi kesehatan ibu yang berumur < 20 tahun rahim dan panggul belum berkembang dengan baik, begitu sebaliknya yang
102
Jurnal Kesehatan Delima Pelamonia
Vol 3, No. 2, Desember 2019, p-ISSN : 2597-7989 e-ISSN: 2684-8821
67/67-1390812681.pdf(diakses tanggal 9 April 2019) Fauziyah, Yulia. 2014 Obsetri Patologi. Yogyakarta: Nuha Medika. Hasan, adikin. 2015. Panduan Praktik klinis Obstetri Dan Ginekologi. Bandung : Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Kuswanti Ina, Melina Fitria. 2014. Askeb II Persalinan. Jakarta: Pustaka Pelajar. Lailiyana, dkk. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan. Jakarta: EGC. Nurasiah Ai, Rukmawati Ani, Badriah Dewi Laelatul. 2012. Asuhan Persalinan Norma Bagi Bidan. Bandung: PT. Refika Aditama. Nurasiah Ai, Rukmawati Ani, Badriah Dewi Laelatul. 2012. Asuhan Persalinan Normal Bagi Bidan. Bandung: PT. Refika Aditama. Nurjayanti “Manajemen Asuhan Kebidanan Intranatal Care Pada Ny “A” Dengan Inersia
1
Uteri Di Rsud Haji Makassar Tahun 2017” (diakses tanggal 9 April 2019) Profil kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan 2014 htpp://www.27_Sulawesi_Sela ta n_2014.pdf. (diakses tanggal 8 April 2019) Prawirohardjo Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sastrawinata, S, dkk. 2012. Obsestri Patologi Ilmu Kesehatan. Jakarta: EGC. Sofian Amru. Rustam Mochtar Sinopsis. 2013. Obstetri, jakarta : Buku Kedoktera : EGC Sulaiman, Sastrawinata, Dkk. 2012. Obsetri Patologi. Jakarta : EGC Walyani Elisabeth Siwi, Purwoastuti Th. Endah. 2015. Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: Pustakabarupress.
Jurnal Kesehatan Delima Pelamonia
Vol 3, No. 2, Desember 2019, p-ISSN : 2597-7989 e-ISSN: 2684-8821
WHO,
2014. Dessriya rohfiin http://www.acad emia.edu/9825392/minikti_tr enpersali nan Wirakusumah, Firman F, Dkk. 2015. Obsetetri Patologi Ilmu Kebidanan Reproduksi Edisi.
Jakarta : EGC. Wiknjosastro, dkk. 2011. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Yeyeh Al, Yulianti Lia. 2012. Asuhan Kebidanan Patologi Kebidanan 4. Jakarta: Trans
2
(JURNAL 3) http://jurnal.stikesmukla.ac.id/index.php/involusi/article/download/33/29 HUBUNGAN PARITAS DAN ANEMIA DENGAN KEJADIAN INERSIA UTERI PADA IBU BERSALIN DI RSUD PROF. dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO TAHUN 2011 Tri Anasari Abstrak : Inersia uteri adalah salah satu kelainan tenaga (kelainan his) karena memanjangnya fase laten atau fase aktif atau kedua-duanya dari kala pembukaan. Inersia uteri pada ibu bersalin dapat disebabkan oleh beberapa factor antara lain faktor umum seperti umur, paritas, anemia, ketidaktepatan penggunaan analgetik, pengaruh hormonal karena kekurangan prostaglandin atau oksitosin, perasaan tegang dan emosional. Mengetahui hubungan antara paritas dan anemia dengan kejadianinersia uteri pada ibu bersalin di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto tahun 2011. Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan rancangan case control.Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dan intrumen penelitiannya menggunakan lembar observasi. Populasi penelitian adalah semua ibu bersalin dengan inersia uteri dan ibu bersalin normal periode 1 Januari 2011 sampai 31 Desember 2011. Sampel kasus dan sampel control masing-masing sebanyak 75 orang. Metode analisa data menggunakan uji Chi Square. Paritas ibu bersalin sebagian besar pada kategori tidak berisiko sebanyak 134 orang (89,3%), anemia pada ibu bersalin sebagian besar pada kategori normal sebanyak 89 orang (59,3%), ada hubungan paritas ibu bersalindengan kejadian inersia uteri (p = 0,017; OR = 5,032; phi = 0,194), ada hubungan anemia ibu bersalin dengan kejadian inersia uteri (p = 0,046; OR = 2,069; phi = 0,162). Ada hubungan antara paritas dan anemia dengan kejadian inersia uteri di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto tahun 2011. Ibu Hamil hendaknya menjaga kesehatan kehamilannya dengan melakukan pemeriksaan ANC secara rutin, mengecek Hb untuk mencegah anemia pada kehamilan, mengkonsumsi FeSO4, sayuran hijau, ibu hamil mengetahui bahwa melahirkan dengan jarak terlalu dekat dapat mengakibatkan masalah persalinan.
Kata Kunci : paritas, anemia dan inersia uteri
Tri Anasari, Hubungan Paritas Dan Anemia Dengan Kejadian Inersia…
23
THE CORRELATION PARITY AND INCIDENCE OF ANEMIA WITH THE MATERNAL UTERINE INERTIA IN HOSPITAL OF PROF.MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO. Tri Anasari Abstract : Uterine inertia is one of the power abnormalities (his disorder) because of prolonged latent phase or active phase or both of the opening time. On maternal uterine inertia can be caused by several factors, among others, general factors such as age, parity, anemia, inaccuracies analgesic use, hormonal influences due to lack of prostaglandins or oxytocin, feeling tense and emotional. Knowing the correlation between parity and incidence of anemia with the maternal uterine inertia in hospitals Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto in 2011. This research is analytic survey with case control design. Data used in this research is secondary data and research instruments using observation sheet. The study population was all birth mothers with uterine inertia and normal birth mothers the period 1 January 2011 to 31 December 2011. The sample case and control samples respectively by 75 people. Methods of data analysis using chi square test. Most of the birth mother parity at the categories weren’t risk as many as 134 people (89,3%), most of birth mother anemia in the normal category as many as 89 people (59.3%), there was an association of birth mother parity with the incidence of uterine inertia (p = 0,017; OR = 5,032; phi = 0,194), there was an association of anemia of birth mother with incidence of uterine inertia (p = 0,046; OR = 2,069; phi = 0,162). There was an association between parity and anemia with the incidence of inertia uteri in hospitals of Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto in 2011. Pregnant women should maintain a healthy pregnancy with routine ANC checks, check hemoglobin to prevent anemia in pregnancy, consumption Fe SO4, green vegetables, pregnant women know that giving birth at a distance too close can lead to labor problems.
Keywords : parity, anemia and uterine inertia
PENDAHULUAN
2010 adalah 123,89/100.000 kelahiran hidup.
Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di
Penyebab AKI terdiri dari penyebab
Indonesia sebagian besar disebabkan oleh
langsung dan tidak langsung. Penyebab
timbulnya penyulit persalinan yang tidak
langsung dari AKI disebabkan oleh
dapat segera dirujuk ke fasilitas pelayanan
komplikasi pada masa hamil, bersalin dan
kesehatan yang lebih mampu. Faktor
nifas atau kematian yang disebabkan oleh
waktu dan transportasi merupakan hal
suatu tindakan atau berbagai hal yang terjadi
yang sangat menentukan dalam merujuk
akibat- akibat tindakan tersebut yang
kasus risiko tinggi. Melakukan
dilakukanselama hamil, bersalin dan nifas.
pemeriksaan kehamilan secara teratur
Penyebab tidak langsung kematian ibu
merupakan tindakan yang paling tepat
adalah karena kondisi masyarakat, seperti
dalam mengidentifikasi secara dini sesuai
pendidikan, sosial ekonomi dan budaya.
dengan risiko yang dialami oleh ibu hamil
Beberapa komplikasi persalinan salah
(Saifuddin, 2006).
satunya adalah persalinan lama (Depkes RI,
World Health Organization (WHO)
2007).
memperkirakan di seluruh dunia lebih dari
Menurut SDKI 2007 53% ibu tidak
585.000 ibu meninggal tiap tahun saat
mengalami komplikasi selama persalinan,
hamil atau bersalin. Di Indonesia menurut
persalinan lama sebesar 37%, perdarahan
Survei Demografi Kesehatan Indonesia
berlebihan sebesar 9%, demam besar 7%,
(SDKI) pada tahun 2007 AKI di Indonesia komplikasi kejang 2% dan KPD lebih dari 6 228/100.000 kelahiran hidup. Data Dinas jam 17%.Faktor-faktor penyebab terjadinya Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
persalinan lama salah satunya adalah
menyebutkan pada tahun 2011 angka
kelainan his (inersia uteri) (Manuaba, 2001).
kematian ibu di Jawa Tengah
Inersia uteri adalah memanjangnya fase laten
116,01/100.000 kelahiran hidup. Data
atau fase aktif atau kedua-duanya dari kala
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas
pembukaan (Prawirohardjo, 2006).
angka kematian ibu di Banyumas tahun
Tri Anasari, Hubungan Paritas Dan Anemia Dengan Kejadian Inersia…
25
Faktor penyebab inersia uteridiantaranya
atau masuknya besi yang tidak adekuat.
1) faktor umum seperti umur, paritas,
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh
anemia, ketidaktepatan penggunaan
kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan,
analgetik, pengaruh hormonal karena
persalinan, maupun nifas dan masa
kekurangan prostaglandin atau oksitosin,
selanjutnya. Penyulit-penyulit yang dapat
perasaan tegang dan emosional, 2) faktor
timbul akibat anemia salah satunya yaitu
lokal seperti
overdistensi
uterus,
inersia uteri (Mansjoer, 2001).
hidramnion, malpresentasi, malposisi, dan Dampak dari kejadian ini yaitu kurangnya disproporsi cephalopelvik, mioma uteri
pengetahuan masyarakat terhadap tanda-
(Sastrawinata,2005).
tanda dari persalinan lama, dan juga kurang
Persalinan lama berkenaan juga dengan
cepatnya pengetahuan dari para tenaga
paritas yang dialami oleh ibu bersalin.
kesehatan untuk mengambil keputusan klinik
Multi para dan grande multipara sering
dalam memimpin
didapatkan perut gantung, perut gantung persalinan.Berbagai penyebab tersebut dapat dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
dicegah dengan pendeteksian komplikasi
his. Semakin sering ibu hamil dan
persalinan secara dini, pengambilan
melahirkan, semakin dekat jarak
keputusan secara cepat dan tepat serta
kehamilan dan kelahiran, elastisitas uterus
penanganan yang tepat di tempat rujukan
semakin terganggu, akibatnya uterus tidak
(Depkes RI, 2007).
berkontraksi secara sempurna dan
Studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD
mengakibatkan kelainan his (Oxorn,
Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto
2010).
didapatkan data bahwa jumlah ibu bersalin
Anemia merupakan keadaan dimana
tahun 2010 sebanyak 1200 orang dan tahun
jumlah eritrosit yang beredar atau
2011 sebanyak 1956 orang. Kejadian inersia
konsentrasi hemoglobin menurun. Selama kehamilan, anemia lazim terjadi dan
uteri
tahun
2010
ada
27
kasus
sedangkan pada tahun 2011 ada 298 kasus.
biasanya disebabkan oleh karena defisiensi Ada kenaikan yang signifikan kasus inertia besi sekunder terhadap kehilangan darah sebelumnya
uteri dari tahun 2010
26
Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 2, No. 4, Juni 2012, 22-32
yaitu 271 kasus. Berdasarkan data tersebut
digunakan adalah teknik simple random
diatas, peneliti tertarik ingin meneliti lebih sampling peneliti mengambil sampel secara lanjut tentang hubungan paritas dan
acak sampai didapatkan jumlah sampel yaitu
anemia dengan kejadian inersia uteri pada
75 kasus dan 75 kontrol.
ibu bersalin di RSUD Prof. dr. Margono
Data yang sudah diperoleh akan dianalisis
Soekarjo Purwokerto Tahun 2011.
dalam berbagai bentuk analisis, yaitu:
Tujuan dari penelitian ini adalah
analisis univariate dan analisis bivariate.
1)
Mendeskripsikan
inersia uteri
pada
ibu
karakteristik bersalin
Analisis univariate menggunakan rumus e = F
x 100%
n berdasarkan faktor paritas dan anemia, 2)
sedangkan
analisis
bivariat
Menganalisis hubungan dari
menggunakan uji Chi Square. Untuk melihat
faktor paritas ibu bersalin dengan
kemaknaan perhitungan nilai statistik
kejadian inersia uteri, 3)
digunakan batas signifikan 0,05 sehingga
Menganalisis hubungan dari
bila nilai p < 0,05 maka hasil statistik
faktor anemia ibu bersalin
signifikan, jika nilai p > 0,05 maka hasil
dengan kejadian inersia uteri.
perhitungan statistik tidak signifikan
METODE PENELITIAN
(Santjaka, 2008). Menentukan besarnya
Jenis penelitian ini adalah penelitian
asosiasi (hubungan) antara satu variabel
Survey analitik dan menggunakan
independen dengan satu variabel dependen
pendekatan case control. Cara
digunakan Koefisien Phi (
pengumpulan data yang dilakukan dengan ). Penafsiran pada range nilai yaitu 0 sampai menggunakan data sekunder yang
1, dengan kriteria sebagai berikut: Kp0,5 kategori
Instrumen penelitiannya menggunakan
hubungan kuat. Selain itu dilakukan juga
lembar observasi. Populasi penelitian ini
perhitungan Odds Ratio (OR) yang
adalah ibu bersalin dengan inersia uteri
digunakan untuk mengestimasi tingkat
(298 orang) dan ibu bersalin normal (171 orang) yaitu 469 ibu bersalin. Teknik pengambilan sampel yang
Tri Anasari, Hubungan Paritas Dan Anemia Dengan Kejadian Inersia…
27
risiko antara variabel dependen dengan
kelahiran, elastisitas uterus semakin
independen. Interpretasi nilai OR adalah
terganggu, akibatnya uterus tidak
sebagai berikut: OR>1 faktor risiko, OR
berkontraksi secara sempurna dan
=1 bukan faktor risiko, OR