MAKALAH LENGKAP Pengkajian Pasien Paliatif [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS



: KEPERAWATAN MENJELANG AJAL



DOSEN



: Dr. SAMSU ALAM., S.KEP., NS.,S.KM., M.KES



PENGKAJIAN PASIEN PALIATIF



OLEH : KELOMPOK VIII ZARA ZETHIRA (14220160052) AYU RAHMADHANI (14220160053) DEWI ULFANI (14220160054) KELAS B2 KEPERAWATAN



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2019



1



KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah Pengkajian Pasien Paliatif ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah ini baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi kalimat, isi maupun dalam penyusunan. oleh karen itu, kritik dan saran yang membangun dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan makalahmakalah selanjutnya.



Makassar, 10 Oktober 2019



2



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2 DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ............................................................................. 4 B. RUMUSAN MASALAH ......................................................................... 5 C. TUJUAN PENULISAN .......................................................................... 5 BAB II PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN HOLISTIK ................................................................... 6 B. INSTRUMEN PENGKAJIAN MENGENAI PROGNOSIS DAN STATUS FUNGSIONAL ....................................................................... 6 C. PENGKAJIAN FUNGSI FISIK ............................................................ 7 D. PENGKAJIAN PSIKOLOGIS .............................................................. 16 E. PENGKAJIAN SPIRITUAL ................................................................. 17 F. PENGKAJIAN BUDAYA ...................................................................... 18 G. PENGKAJIAN PROGNOSIS ................................................................ 20 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN ........................................................................................ 21 B. SARAN ..................................................................................................... 21 DAFTAR PUSTAKA



3



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual (WHO, 2016) (Hasanah & Arianti, 2018) Perkiraan jumlah orang yang membutuhkan perawatan paliatif pada akhir kehidupan sebanyak 20,4 juta, dan kebutuhan perawatan paliatif akhir kehidupan pada usia dewasa secara global diatas 19 juta (WHO, 2014) Perawatan pasien paliatif harus berfokus pada berbagai masalah eksistensial baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual untuk mempromosikan rasa pasien yang bermartabat (Albers, et.al, 2013) (Hasanah & Arianti, 2018). Perawatan paliatif berupaya meringankan penderitaan penderita yang sudah sakit parah dan tidak dapat disembuhkan seperti misalnya kanker stadium akhir, penderita penyakit motor neuron, penyakit degeneratif saraf dan penderita HIV/AIDS. Pada akhirnya penderita diharapkan dapat menjalani hari-hari sakitnya dengan semangat dan tidak putus asa serta memberi dukungan agar mampu melakukan hal-hal yang masih bisa dilakukan dan bermanfaat bagi spiritual penderita (Anita, 2016). Perawatan paliatif lebih berfokus pada dukungan dan motivasi ke penderita. Kemudian setiap keluhan yang timbul ditangani dengan pemberian obat untuk mengurangi rasa sakit. Perawatan paliatif ini bisa mengeksplorasi



individu



penderita



dan



keluarganya



bagaimana



4



memberikan perhatian khusus terhadap penderita, penanggulangannya serta kesiapan untuk menghadapi kematian (Anita, 2016) Perawatan paliatif dititikberatkan pada pengendalian gejala dan keluhan, serta bukan terhadap penyakit utamanya karena penyakit utamanya tidak dapat disembuhkan. Dengan begitu penderita terbebas dari penderitaan akibat keluhan dan bisa menjalani akhir hidupnya dengan nyaman (Anita, 2016). B. RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan masalah makalah ini yaitu mengenai pengkajian pada pasien paliatif dengan rincian : 1. Pengkajian Holistik. 2. Instrumen pengkajian yang digunakan. 3. Pengkajian fungsi fisik. 4. Pengkajian spiritual. 5. Pengkajian budaya. 6. Pengkajian prognosis. C. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH Adapun tujuan pembuatan makalah yakni untuk memenuhi tugas mata ajar kuliah “Keperawatan Menjelang Ajal” dan menambah informasi kepada pembaca.



5



BAB II PEMBAHASAN



Perawatan suportif dan paliatif bertujuan untuk meringankan gejala dan mengurangi distress psikososial yang dialami oleh pasien dan keluarganya. Pengkajian gejala dan keluhan pasien merupakan hal yang sangat penting, mengingat gejala maupun keluhan berhubungan langsung dengan tingkat distress, kualitas hidup, dan peluang untuk bertahan hidup pasien. Gejala dan keluhan juga dapat berhubungan dengan penyakit itu sendiri, perawatan dan pengobatan, serta kemungkinan adanya penyakit penyerta lainnya (Yodang, 2018) A. PENGKAJIAN HOLISTIK Melakukan pengkajian secara komprehensif dan multidimensi pada pasien dengan penyakit pada tahap lanjut yang disertai berbagai gejala dan keluhan. B. INSTRUMEN PENGKAJIAN MENGENAI PROGNOSIS DAN STATUS FUNGSIONAL Status fungsional merupakan predictor independen terhadap kemampuan pasien untuk dapat bertahan hidup. The Karnfosky Performance Scale (KPS) dan the Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) merupakan instrument yang telah digunakan secara luas untuk mengkaji fungsi fisik terutama pada pasien kanker. The Karnfosky Performance Scale status score sangat membantu untuk dapat menghasilkan pasien berdasarkan kemampuan dan tingkat status fungsionalnya. Factor-faktor lain yang berkontribusi terhadap gangguan fungsional pada pasien dengan kanker stadium lanjut seperti kemampuan komunikasi, status mental, tingkat nyeri dan intensitas dyspnea. Pada kebanyakan pasien dengan penyakit yang serius, dan memiliki skor KPS yang rendah maka hal tersebut mengindikasikan bahwa tingkat harapan hidup pasien juga rendah.



6



The ECOG score digunakan untuk mengukur intensitas dari suatu penyakit kanker yang dapat mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari yang dinilai berupa makan/minum, mandi, berpakaian, berdandan, berkemih dan buang air besar, dan berpindah.. Skala yang digunakan mulai dari rentang nilai 0 yang berarti aktif secara penuh dengan tanpa adanya keterbatasan, hingga nilai 5 yang berarti kematian. Adapun kuesioner kehidupan sehari-hari bersifat instrumental yang digunakan untuk menilai bagaimana pasien mampu melakukan aktifitas sehari-hari yang kompleks seperti menyediakan sarapan, mencuci pakaian, dan sebagainya. C. PENGKAJIAN FUNGSI FISIK Penurunan status fungsional memungkinkan adanya hubungan dengan kondisi seperti nyeri berat yang tiba-tiba, delirium, dyspnea dengan usaha yang minimal, kerusakan saraf yang ireversibel. Olehnya itu pengkajian fungsi fisik harus diintegrasikan dengan pemahaman mengenai status penyakit utama, pengontrolan gejala dan keluhan, dan distress psikososial. Pengkajian terkait gejala spesifik nyeri, dyspnea, fatik, dan delirium. 1. Pengkajian Nyeri Model pengkajian nyeri lebih baik dilakukan saat melakukan wawancara terkait nyeri yang dialami pasien. Riwayat pasien, melaporkan atau menceritakan sendiri tentang nyeri dialami oleh pasien merupakan standar yang terbaik dalam mendiagnosis nyeri terutama pasien yang masih mampu berkomunikasi. Kuesioner nyeri dengan metode SOCRATES dapat digunakan untuk mengungkapkan riwayat nyeri pasien paliatif, yakni: a. Site of pain ; Di daerah mana nyeri dirasakan? Apakah ada nyeri otot atau sendi. b. Onset ; Kapan nyeri terjadi, bagaimana nyeri tersebut terjadi, kondisi apa yang dapat memicu munculnya nyeri, apakah nyerinya berubah dalam kurun waktu selama kejadian.



7



c. Character ; Bagaimana tipe nyeri dirasaka? Apakah seperti rasa tertusuk, teriris, gatal, panas atau terbakar, tertekan. Bagaimana pola nyerinya apakah nyeri terjadi secara terus menerus atau hilang timbul. d. Radiation ; Apakah nyeri menyebar kebagian tubuh lainnya, daerah apa? e. Associated features ; Apakah saat nyeri terjadi terkadang disertai dengan gejala lain seperti mual, muntah. f. Timing/pattern ; Apakah nyeri semakin parah pada waktu tertentu, apakah nyeri terjadi saat melakukan aktifitas seperti bergerak atau buang air kecil. g. Exacerbating and relieving factors ; apa saja yang membuat nyeri semakin buruk atau nyeri menjadi lebih berkurang. h. Severity ; Apakah derajat ataupun skala nyeri mengalami perubahan selama kurun waktu kejadian. Beberapa contoh instrument pengkajian nyeri dengan menggunakan skala rating, yaitu: a. The Numerical Rating Scale (NRS) Tidak



Nyeri



Nyeri



Sangat Hebat



0



1



2



3



4



5



6



7



8



9



10



b. The Visual Analog Scale (VAS) Pasien akan ditanya mengenai perasaan nyeri yang dialaminya pada suatu garis lurus dengan panjang sekitar 10 cm, dan tidak ada nyeri hingga pada sisi ujung lainnya berupa nyeri sangat hebat. Tidak nyeri ---------------------------------------- Nyeri sangat hebat



8



c. The Verbal Rating Score Pasien akan ditanya untuk menetapkan tingat atau level nyeri yang dialaminya dengan menggunakan daftar kata-kata yang menggambarkan adanya peningkatan intensitas nyeri. 0



Tidak nyeri



1



Nyeri ringan



2



Nyeri sedang



3



Nyeri berat



d. Body Chart Penggunaan body chart memberikan kesempatan pada pasien untuk menetapkan dan menunjukkan tempat kejadian nyeri yang dialaminya. Berikut contoh body chart yang digunakan untuk pengkajian nyeri.



9



Berikut beberapa instrument pengkajian nyeri pada pasien dewasa dengan kategori khusus yaitu: Instrument



Kelompok Khusus



Assessment of Discomfort in Demensia Dementia (ADD) Behavioural Pain Scale (BPS)



Intensive care, dewasa yang tidak sadar



Checklist of Nonverbal Pain Demensia Indicators (CNPI) Doloplus 2



Demensia, perawatan paliatif



Nursing Assistant-Administered Demensia Instrument to Assess Pain in Demented



Individuals



(NOPPAIN) Pain



Assessment



Scale



for Demensia



Seniors with Limited Ability to Communicate (PACSLAC) Pain Assessment in Advanced Demensia Dementia (PAINAD) Critical Care Pain Observation Intensive care, dewasa yang Tool (CPOT)



tidak sadar



2. Pengkajian Dispnea Berbagai alat ukur yang tervalidasi dapat digunakan untuk menilai dyspnea baik secara kuantitatif maupun kualitatif pada pasien paliatif. Instrument tersebut mulai dari yang menggunakan skala ordinal dengan menggunakan acuan single-item seperti visual analog scale (VAS), numerical rating scale (NRS) dimana angka 0 menunjukkan



10



tidak mengalami dyspnea sedangkan angka 10 menunjukkan dyspnea yang sangat berat atau sangat buruk. Modified Borg Scale digunakan untuk menilai intensitas dyspnea, sedangkan untuk menilai status fungsional terkait dyspnea maka dapat digunakan The Medical Research Council Dyspnea Scale, dan Baseline Dyspnea Index (BDI). Selain yang menggunakan skala ordinal, skala pengukuran dyspnea ada juga yang menggunakan skala kategorik seperti The Memorial Symptom Assesment Scale dan Edmonton Sympton Assesment Scale (ESAS). The Respiratory Distress Observation Scale (RDOS) merupakan instrument yang valid dan reliable untuk mengukur dan menilai tandatanda yang konsisten ditemukan pada saat dyspnea terjadi, intensitas dan respon terhadap pengobatan terutama pada pasien yang tidak mampu



melaporkan



sendiri



mengenai



kondisi



dyspnea



yang



dialaminya. The RDOS adalah instrument yang menggunakan skala ordinal pada 8 variabel yang digunakan untuk menilai derajat dyspnea. Setiap variable dinilai dari skor 0 sampai 2, lalu seluruh skor di total untuk menentukan derajat dyspnea. Semakin tinggi skor dari hasil pengukuran mengindikasikan semakin tinggi pula intensitas distress pernapasan pasien. The RDOS dapat diaplikasikan pada semua kasus pasien yang memiliki risiko terjadinya distress pernapasan yang mana pasien tersebut tidak mampu melaporkan kondisi dispneanya secara akurat, termasuk pasien yang sedang mendapatkan intensive ventilasi mekanik baik secara invasive maupun non invasive. Beberapa tanda fisik yang sering diobservasi pada instrument RDOS yang mana tandatanda tersebut mengindikasikan adanya distress pernapasan seperti takikardia, pernapasan,



takipnoe, pola



restlessness,



pernapasan



penggunaan



paradox,



adanya



otot-otot



bantu



suara



seperti



mendengkur pada akhir ekspirasi, dan ekspresi wajah yang menunjukkan adanya kecemasan.



11



Dyspnea serupa dengan nyeri, dimana hanya dapat dirasakan oleh pasien. Beberapa penyebab dyspnea yang diidentifikasi yaitu sebagai berikut: Respiratory/Pernapasan -Akut



Pneumonia, emifisema, pneumothoraks



-Kronis



COPD, asma Sepsis, Bronkietasis, cystic fibrosis Kanker;



kanker



paru,



mesothelioma,



intrathoracic metastases. Fibrosis Kelemahan otot-otot pernapasan akibat kaheksia Penyakit neuromuscular; motor neurone disease, muscular distropi Penyakit skeletal, kelainan dinding atau bentuk dada Pulmonary Vascular



Pulmonary thromboembolism, hipertensi pulmonal



Cardiac/Jantung -Akut



Penyakit jantung coroner



_Kronis



Heart failure, aritmia seperti atrial fibrilasi



Psikologis



Kecemasan, depresi, hiperventilasi



Anemia Kakeksia



12



3. Pengkajian Fatik Memperhatikan aspek atau dimensi fisik, kognitif dan spirit merupakan hal yang sangat dasar dalam pengkajian fatik. Beberapa istilah yang digunakan oleh pasien untuk menggambarkan kondisi fatik yang dialaminya seperti hilang energy atau tenaga untuk melakukan aktifitas ringan, kelemahan, dan kelelahan. Pada pasien kanker stadium lanjut, fatik menjadi gejala yang sering dikeluhkan



dan



sebagai



penyebab



terjadi



kelemahan



dan



ketidakberdayaan pada pasien, dimana dalam studi yang dilakukan ditemukan sekitar 60-90%. Beberapa kriteria yang digunakan untuk menetapkan diagnosis fatik yang berhubungan dengan kanker yaitu: a. Gejala fatik yang dirasakan hamper setiap hari dalam kurun 2 minggu terakhir. b. Menyatakan akan adanya kelemahan yang bersifat umum atau tungkai terasa berat. c. Kemampuan berkonsentrasi ataupun perhatian semakin berkurang. d. Menurunnya motivasi atau keinginan untuk melakukan kegiatan rutin. e. Insomnia atau hypersomnia. f. Pasien merasa tidak segar saat terbangun dari tidur. g. Mengalami kesulitan untuk mengatasi kondisi ketidakaktifan. h. Ditandai dengan reaktif emosional yang mengakibatkan pasien merasa fatik seperti kesedihan, frustasi dan iritabilitas. i. Mengalami kesulitan untuk menyelesaikan aktivitas rutin rumah tangga. j. Mengalami masalah terkait memori jangka pendek. k. Merasakan



ketidaknyamanan



dalam



beberapa



jam



setelah



melakukan latihan fisik atau aktifitas.



13



Beberapa



metode



yang



digunakan



untuk



mengkaji



dan



mendiagnosis fatik dengan instrument pengukuran fatik seperti The Multidimensional Assesment of Fatigue, the Symptom Distress Scale, the Fatigue Observation Checklist, dan Visual Analog Scale. Dalam tatanan klinik, penggunaan skala rating secara verbal merupakan metode yang sangat efisien. Dimana tingkat atau derajat fisik fatik akan dengan mudah dan cepat untuk dikaji dengan menggunakan kriteria 0 yang berarti tidak fatik dan kriteria 10 yang berarti fatik berat. Tiidak



Fatik



Fatik



Berat



0



1



2



3



4



5



6



7



8



9



10



Hal-hal yang penting untuk diperhatikan dalam melakukan pengkajian fatik yaitu menelusuri karakteristik fatik seperti derrajat fatik yang dialami pasien, kapan pasien mulai merasakan fatik, bagaimana durasi kejadian fatik, bagaimana pola harian kondisi fatik, factor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan atau menjadikan fatik semakin parah atau memburuk, factor-faktor apa saja yang dapat mengurangi dan meringankan kondisi fatik, adakah distress yang terjadi sebagai akibat kejadian fatik, dan bagaimana dampak fatik terhadap kehidupan keseharian pasien. Beberapa factor yang dapat mengakibatkan atau mempengaruhi kejadian fatik yang harus diketahui yaitu: Factor personal



Usia terutama usia yang semakin bertambah, status



perkawinan,,



status



menopause,



income dan jaminan kesehatan. Factor psikologis



Status mental dan emosional seperti depresi,



14



ketakutan, kecemasan, distress, dan konflik. Budaya dan etnik, situasi atau kondisi kehidupan. Factor berhubungan



yang Jumlah dan kedekatan atau keterikatan dengan dengan para pendamping, penjaga orang



perawatan



sakit. Perhatian para petugas kesehatan yang merawat.



Factor berhubungan



yang Stadium



atau



perkembangan



penyakit,



dengan penyakit penyerta, anemia, nyeri, dyspepnia,



penyakit



kontinensia, pola tidur, dan hal yang menghambat tidur. Peubahan status nutrisi seperti penurunan berat



badan,



kaheksia,



dan



ketidakseimbangan elektrolit. Factor berhubungan



yang Berbagai efek yang berhubungan dengan dengan pengobatan



pengobatan



seperti



pembedahan,



kemoterapi, radiasi. Isu terkait pengobatan seperti efek samping obat,



polifarmasi,



perubahan



sensasi



pengecapan. Perubahan



fisiologis



yang



bersifat



permanen.



4. Pengkajian delirium Delirium merupakan salah satu masalah yang terkait dengan gangguan mental yang sering ditemukan pada pasien yang menjalani



15



perawatan di rumah sakit. Kejadian delirium sangat tinggi pada kelompok kasus seperti cancer dan AIDS stadium lanjut terutama pada kondisi sakit terminal dan minggu-minggu terakhir kehidupan. Prevalensi kejadian delirium berkisar sekitar 20% sampai 88% (Bruera, Higginson, Von Gunten, & Morita, 2015). Kejadian delirium diruang perawatan intensif masih menjadi kondisi yang sulit dikenal ataau dideteksi (Boot, 2012). Prevalensi kejadian delirium di ICU berkisar 70% sampai 87%. Lebih lanjut (Close & Long, 2012) menjelaskan bahwa delirium merupakan komplikasi yang paling lazim ditemukan pada pasien dengan penyakit stadium lanjut atau tahap terminal. Gambaran klinis delirium yaitu : a. Adanya perubahan tingkat kesadaran dan kewaspadaan b. Adanya perubahan tingkat perhatian c. Secara klinis kejadiannya dapat berlangsung secara cepat ddan berfluktuasi d. Disorientasi e. Perubahan kognitif f. Terjadinya peningkatan atau penurunan aktifitas motorik g. Terjadi perubahan siklus tidur h. Gangguan persepsi seperti halusinasi i. Proses pikir yang tidak terstruktur dan terorganisir dengan baik j. Berbicara dengan tidak koheren. Inouye menjelaskan bahwa diagnosis delirium harus didasarkan pada monitoring pasien ditempat tidur yang dilakukan secara cermat dan teliti yang mengacu pada 4 gambaran umum delirium yaitu kejadian yang sifatnya akut dan berfluktuasi, menurunnya perhatian, proses pikir yang tidak terorganisir, dan perubahan tingkat kesadaran (Close & Long, 2012). Instrument yang sering digunakan untuk mengidentifikasi adanya gangguan kognitif pada pasien, namun skrining tersebut tidak bertujuan



untuk



mendiagnosis



delirium,



akan



tetapi



untuk



16



mengidentifikasi adanya kondisi lain yang menyerupai delirium seperti demensia yaitu The NEECHAM Confusion Scale dam The Nursing Delirium Screening Scale (Close & Long, 2012). Ketersediaan instrument pengkajian yang valid merupakan komponen kunci dan strategi untuk mendeteksi delirium pada pasien yang dirawat baik di rumah perawatan atau panti maupun diruang ICU. The Confusion Assessment Method (CAM) merupakan instrument yang didesain untuk tenaga kesehatan profesional non-psikiatri (Close & Long, 2012). D. PENGKAJIAN PSIKOLOGIS 1. Pengkajian Kecemasan Dan Depresi Kecemasan merupakan gejala yang lazim ditemukan pada pasien terutama mereka yang menderita penyakit yang mengancam kehidupan dan jiwa, dimana ditemukan 25% pada pasien kanker dan 50% pada pasien COPD dan CHF. Sedangkan kejadian depresi ditemukan sekitar 20-30% pada pasien disetting paliatif (Rosser & Walsh, 2014). The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) merupakan istrument yang cukup singkat dan mudah digunakan untuk mengukur tingkat distress psikologis pasien (Yenurajalingam & Bruera, 2016). Selain the HADS, Distress Termometer juga dapat digunakan untuk menilai tingkat distress pasien (Zeppetella, 2012). E. PENGKAJIAN SPIRITUAL Perawatan holistik tidak hanya melibatkan pengkajian akan kebutuhan fisik, emosional dan sosial, akan tetapi juga mengenai kebutuhan spiritual dan harapan-harapan yang ingin dicapai oleh pasien (Matzo & Sherman, 2010). Riwayat spiritual merupakan suatu riwayat mengenai nilai dan kepercayaan yang dianut oleh seseorang yang secara tidak langsung menggambarkan peran spiritualitas dan agama terhadap kehidupan pasien. Sekalipun isu terkait spiritual bukanlah tanggung jawab seorang perawat untuk mengatasi masalah terkait isu spiritual pasien namun perawat harus tahu dan dapat melakukan pengkajian terkait spiritual pasien untuk



17



mengidentifikasi ketika pasien atau keluarga pasien mengalami distress spiritual. Pengkajian terkait riwayat spiritual pasien dapat menggunakan metode FICA yang diperkenalkan oleh Puchalski (Matzo & Sherman, 2010) 



F merujuk pada Faith yaitu keyakinan.







I merujuk pada Influence yaitu pengaruh.







C merujuk pada Community yaitu komunitas.







A merujuk pada Addressing spiritual concerns yaitu cara mengatasi isu-isu spiritual yang di alami oleh pasien.



Riwayat spiritual merupakan hal yang penting, bukan hanya untuk mengidentifikasi bagaimana cara seseorang mengatasi berbagai hal dalam kehidupan terutama pada saat mengalami banyak masalah atau musibah, akan tetapi juga untuk menilai potensi efek negatif yang mana spiritual dapat menjadi sumber distress dan masalah emosional. Pendekatan lain yang dapat digunakan untuk mengkaji kebutuhan spiritual pasien yaitu metode SPIRIT, yang diperkenalkan oleh Highfield (Matzo & Sherman, 2010) 



S, Spiritual belief sistem yang bermakna sistem kepercayaan spiritual yang dapat merujuk pada afiliasi keagamaan seseorang







P, Personal spirituality yang bermakna spiritualitas individu yang mencakup kepercayaan dan praktik dari suatu afiliasi keagamaan yang mana pasien dan keluarga terima dan jalankan







I, Integration with a spiritual community yang bermakna integrasi dengan sebuah komunitas spiritual yang mencakup peran kelompok agama/spiritual, peran individu dalam suatu kelompok







R, Ritualised practices and restrictions yang bermakna praktik ritual yang dijalankan dan pantangan-pantangan yang diyakini



18







I, Implication for medical care yang dapat berarti dampak terhadap perawatan dan pengobatan







T, Terminal events planning yang dapat berarti perencanaan mengenai kejadian yang akan atau kemungkinan terjadi di masamasa menjelang akhir kehidupan yang mencakup dampak dari keyakinan



pasien



mengenai



perencanaan



tindak



lanjut



(Yenurajalingam & Bruera, 2016) F. PENGKAJIAN BUDAYA Untuk dapat mengembang kompetensi mengenai budaya maka perawat membutuhkan dan harus dapat mendengarkan secara seksama serta mengumpulkan berbagai informasi mengenai budaya. Latar belakang pasien memungkinkan untuk memberikan informasi awal mengenai nilai dan kepercayaan yang dianutnya (Matzo & Sherman, 2010). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian yang terkait budaya yaitu : 



Mengidentifikasi tempat kelahiran pasien.







Menanyakan mengenai pengalaman migrasi pasien.







Determinasi mengenai tingkat identitas budaya atau etnis pasien.







Mengevaluasi tingkat akulturasi pasien terhadap budaya lokal tempat pasien berdomisili.







Mengidentifikasi kemampuan pasien menggunakan jaringan informal dan sumber-sumber untuk mendukung dalam kegiatan dikomunitas.







Mengidentifikasi penentu dan pembuat keputusan, apakah pasien, keluarga atau suatu unit sosial.







Menelusuri bahasa utama dan bahasa kedua yang digunakan oleh pasien dan keluarga.







Gambaran pola komunikasi pasien baik verbal maupun non verbal.







Pertimbangkan isu gender dan power dalam suatu hubungan atau relasi yang terjalin.







Mengevaluasi pandangan pasien mengenai harga diri.



19







Identifikasi pengaruh agama dan spiritualitas terhadap harapan dan perilaku pasien dan keluarga.







Telusuri mengenai pandangan pasien tentang isu diskriminasi, rasis atau SARA.







Identifikasi mengenai tradisi masak-memasak dan perjamuan, seerta makna makanan.







Gambaran tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi pasien







Kaji perilaku, nilai, dan kepercayaan serta praktik keseharian yang berhubungan dengan kesehatan, sakit, penderitaan dan kematian.







Kaji tentang nilai dan upaya pasien untuk menggunakan terapi komplementer.







Diskusikan bagaimana pasien menjaga dan mempertahankan harapan-harapannya (Matzo & Sherman, 2010)



G. PENGKAJIAN PROGNOSISI Prognosis dapat diartikan sebagai prediksi akan sesuatu yang akan terjadi kedepannya sebagai hasil dari proses pengobatan atau intervensi atau prediksi mengenai perkembangan penyakit tertentu yang mana prediksi tersebut didasarkan pada pengetahuan kedokteran (Chai, Meier, Morris, & Goldhirsch, 2014). Pemahaman mengenai pola perkembangan penyakit, indikator stadium akhir dari suatu penyakit, dan kebutuhan penanganan pada setiap fase atau stadium penyakit merupakan hal yang sangat penting untuk dapat memberikan penanganan, perawatan yang komprehensif terutama pada kondisi akut. Ada beberapa alasan



mengapa prognosis penyakit menjadi



penting, yaitu : 



Pasien dan keluarga mengambil keputusan mengenai pengobatan dan rencana perawatan lanjutan didasarkan pada persepsi mereka mengenai prognosis penyakit pasien itu sendiri.







Prognosis dapat membantu dan memandu perawat dan tenaga kesehatan lainnya mengembangkan rencana pengobatan dan perawatan yang sesuai dengan kondisi pasien.



20







Informasi mengenai prognosis pasien dapat memberikan gambaran pada pasien dan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada pasien dimasa yang akan datang.



21



BAB III PENUTUP A.



Kesimpulan Pengkajian gejala dan keluhan pasien merupakan hal sangat penting, mengingat bahwa gejala maupun keluhan berhubungan langsung dengan tingkat distress, kualitas hidup, dan peluang untuk bertahan hidup pasien. Gejala dan keluhan dapat berhubungan dengan penyakit itu sendiri, perawatan dan pengobatan, serta kemungkinan adanya penyakit penyerta lainnya. Berbagai faktor seperti fisik, psikologis, dan spiritual distresss dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien termasuk aspek emosional dan sosial (Yenurajalingam & Bruera, 2016). Pengkajian pasien paliatif terdiri dari pengkajian holistik, fisik, psikologis, spiritual, budaya dan prognosis.



B.



Saran Diharapkan makalah ini bisa memberikan masukan bagi rekanrekan mahasiswa calon perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai pengkajian pasien paliatif dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus yang kami bahas ini.



22



DAFTAR PUSTAKA



Anita.



(2016). PERAWATAN PALIATIF DAN PENDERITA KANKER. Kesehatan, 508-513.



KUALITAS



HIDUP



Boot, R. (2012). Delirium; a review of the nurses role in the intensive care unit. Intensive and Critical Care Nursing(28), 185-189. Bruera, E., Higginson, I., Von Gunten, C. F., & Morita, T. (2015). Textbook of palliative medicine second edition. Florida, USA: CRC Press. Chai, E., Meier, D., Morris, J., & Goldhirsch, S. (2014). Geriatric palliative care; a practical guide for clinicians. New York, USA: Oxford University Press. Close, J. F., & Long, C. O. (2012). Delirium ; opportunity for comfort in palliative care. Journal of Hospital & Palliative Nursing(14 (6)), 386-394. Hasanah, N. N., & Arianti. (2018). Martabat Pasien Paliatif di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping. Health of Studies, 66-78. Matzo, M., & Sherman, D. W. (2010). Palliative care nursing; quality care to the end of life third edition. New York, USA: Springer Publishing Company. Rosser, M., & Walsh, H. (2014). Fundamentals of palliative care for student nurses first edition. West Sussex, UK: Willey Blackwell. Yenurajalingam, S., & Bruera, E. (2016). Oxford American Handbook of Hospice and Palliative Medicine and Supportive Care second edition. New York, USA: Oxford University Press. Yodang. (2018). BUKU AJAR KEPERAWATAN PALIATIF Berdasarkan Kurikulum AIPNI 2015. Jakarta: Trans Info Media. Zeppetella, G. (2012). Palliative care in clinical practice. Springer: London, UK.



23