Makalah Manajemen Resiko K3 Didalam Gedung [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN KESELAMATAN PASIEN & KERJA MANAJEMEN RESIKO K3 DIDALAM GEDUNG Mata Kuliah



: Keselamatan Pasien & Kerja



Dosen Pengampu



: Nurhayati, S.Kep, M.Kes



Disusun Oleh Kelompok 2 : Hendri Arfansyah



203001090026



Misra



203001090029



Mardiah



203001090021



Elsa Hartati M. Simanjuntak



203001090032



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI UNIVERSITAS ADIWANGSA JAMBI 2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat – Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tentang ” Keselamatan Pasien & Kerja “ tak lupa penulis juga berterima kasih kepada ibu Nurhayati, S.Kep, M.Kes selaku dosen dalam mata kuliah Keselamatan Pasien & Kerja yang sudah memberikan tugas ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna dan juga bermanfaat serta menambah wawasan tentang pengetahuan kita semua tentang Manajemen Resiko K3 Didalam Gedung. Dalam pembuatan makalah ini penulis sangat menyadari masih sangat banyak terdapat kekurangan dan masih butuh saran untuk perbaikannya. Oleh karena itu penulis sangat berterima kasih jika ada yang memberi saran dan kritiknya demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini bisa dengan mudah dimengerti dan dapat dipahami maknanya. Penulis meminta maaf bila ada kesalahan kata dalam penulisan makalah ini, serta bila ada kalimat yang kurang berkenan dihati pembaca, kami ucapkan terimakasih.



Jambi, Juni 2021 Penulis



BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kegagalan (risk off failures) pada setiap proses atau aktifitas pekerjaan, dan saat kecelakaan kerja seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan efek kerugian (loss). Secara umum penyebab kecelakaan di tempat kerja adalah sebagai berikut: Kelelahan (fatigue) Kondisi kerja dan pekerjaan yang tidak aman (unsafe working condition) Kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan, ditengarai penyebab awalnya (pre-cause) adalah kurangnya training Karakteristik pekerjaan itu sendiri. Di dunia industri, penggunaan tenaga kerja mencapai puncaknya dan terkonsentrasi di tempat atau lokasi proyek yang relatif sempit. Dengan menyadari pentingnya aspek keselamatan dan kesehatan kerja dalam penyelenggaraan proyek, terutama pada implementasi fisik, maka perusahan/industri/proyek umumnya memiliki organisasi atau bidang dengan tugas khusus menangani maslah keselamatan kerja. Beberapa komitmen global baik yang berskala bilateral maupun multilateral telah mengikat bangsa Indonesia untuk memenuhi standar. Standart acuan terhadap berbagai hal terhadap industri seperti kualitas, manajemen kualitas, manajemen lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja. 2.1. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pentingnya menejemen resiko ? 2. Bagaimana proses menejemen resiko ? 3. Bagaimana hirarki menejemen resiko ? 4. Bagaimana pentingnya menejemen resiko ? 5. Bagaimana manajemen resiko k3 didalam gedung? 3.1. Tujuan 1. Tujuan umum Untuk mengetahui manajemen resiko K3 dalam keperawatan.



2. Tujuan khusus Untuk memenuhi tugas mata kuliah K3 dalam keperawatan. BAB II PEMBAHASAN



2.1. Konsep Manajemen Risiko K3 Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan satu ilmu perilaku yang mencakup aspek sosial dan tidak terlepas dari tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja baik dari segi perencanaan maupun pengambilan keputusan dan organisasi, baik kecelakaan kerja, gangguan kesehatan, maupun pencemaran lingkungan harus merupakan bagian dari biaya produksi. Manajemen K3 pada dasarnya mencari dan mengumpulkan kelemahan operasional yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mengungkapkan sebab suatu kecelakaan, dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dapat dilakukan atau tidak. Kesalahan operasional yang kurang lengkap, keputusan yang tidak tepat, salah perhitungan, dan manajemen yang kurang tepat dapat menimbulkan risiko terjadinya kecelakaan (Rumondang, 2015). Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan K3 dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Konsep rasional Total Safety Control adalah suatu pengintegrasian tindakan manajemen dan tindakan pelaksanaan yang sinergis untuk mempromosikan suatu proses konstruksi yang aman (Suraji, 2014). Ada banyak pendekatan dalam manajemen K3, diantaranya menurut OHSAS 18001, dan menurut TQM di mana keselamatan merupakan suatu pusat dan fokus integral dalam program pengendalian mutu terpaduyang harus ditingkatkan secara terus - menerus untuk memenuhi kepuasan pelanggan (intern-ekstern). Tujuan dari manajemen risiko adalah untuk mengenali risiko dalam sebuah proyek dan mengembangkan strategi untuk mengurangi atau bahkan menghindarinya, dilain sisi juga harus dicari cara untuk memaksimalkan peluang yang



ada (Wideman, 2012). Dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan 7 suatu proses di dalam menangani risiko-risiko yang ada, sehingga dalam penanganan risiko tidak akan terjadi kesalahan. Proses tersebut antara lain adalah identifikasi, pengukuran risiko dan penanganan risiko. 2.2. Teori Penyebab Kecelakaan dan Manajemen K3 Kecelakaan adalah kejadian merugikan yang tidak direncanakan, tidak terduga, tidak diharapkan serta tidak ada unsur kesengajaan ( Hinze, 2009 ).Ada beberapa teori yang menjelaskan penyebab suatu kecelakaan. Dahulu teori penyebab kecelakaan memandang bahwa kecelakaan disebabkan oleh tindakan pekerja yang salah (misalnya pada The Accident-Proneness Theory). Semenjak dikenalkannya The Chain of Events Theory, The Domino Theory, dan The Distraction Theory, maka pihak organisasi dan manajemenyang dianggap berperan sebagai penyebabsuatu kecelakaan. Anggapan tentang kecelakaan kerja yang bersumber kepada tindakan yang tidak aman yang dilakukan pekerja telah bergeser dengan anggapan bahwa kecelakaan kerja bersumber kepada factor-faktor organisasi dan manajemen (Andi, 2015). Pihak manajemen harus bertanggungjawab terhadap keselamatan. Para pekerja dan pegawai mestinya dapat diarahkan dan dikontrol oleh pihak manajemen sehingga tercipta suatu kegiatan kerja yang aman. Pada teori yang terbaru makin terlihat bahwa penyebab kecelakaan kerja semakin komplek. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan K3 dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Konsep rasional Total Safety Control adalah suatu pengintegrasian tindakan manajemen dan tindakan pelaksanaan yang sinergis untuk mempromosikan suatu proses konstruksi yang aman (Suraji, 2014). Ada banyak pendekatan dalam manajemen K3, diantaranya menurut OHSAS 18001, dan menurut TQM di mana keselamatan merupakan suatu pusat dan fokus integral dalam program pengendalian mutu terpaduyang harus ditingkatkan secara terus - menerus untuk memenuhi kepuasan pelanggan (intern-ekstern). 2.3. Pentingnya Manajemen Resiko



Kata risiko berasal dari bahasa Arab yang berarti hadiah yang tidak diharap-harap datangnya dari surga. Risiko adalah sesuatu yang mengarah pada ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa selama selang waktu tertentu yang mana peristiwa tersebut menyebabkan suatu kerugian baik itu kerugian kecil yang tidak begitu berarti maupun kerugian besar yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dari suatu perusahaan. Risiko pada umumnya dipandang sebagai sesuatu yang negatif, seperti kehilangan, bahaya, dan konsekuensi lainnya. Kerugian tersebut merupakan bentuk ketidakpastian yang seharusnya dipahami dan dikelolah secara efektif oleh organisasi sebagai bagian dari strategi sehingga dapat menjadi nilai tambah dan mendukung pencapaian tujuan organisasi. Menurut sumbersumber penyebabnya, risiko dapat dibedakan sebagai berikut: a. Risiko Sumber-sumber Penyebab Risiko 1. Internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri. 2. Risiko Eksternal, yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan atau lingkungan luar perusahaan. 3. Risiko Keuangan, adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi dan keuangan, seperti perubahan harga, tingkat bunga, dan mata uang. 4. Risiko Operasional, adalah semua risiko yang tidak termasuk risiko keuangan. Risiko operasional disebabkan oleh faktor-faktor manusia, alam, dan teknologi. b. Manajemen Risiko Secara umum Manajemen Risiko didefinisikan sebagai proses, mengidentifikasi, mengukur dan memastikan risiko dan mengembangkan strategi untuk mengelolah risiko tersebut. Dalam hal ini manajemen risiko akan melibatkan proses-proses, metode dan teknik yang membantu manajer proyek maksimumkan probabilitas dan konsekuensi dari event positif dan minimasi probabilitas dan konsekuensi event yang berlawanan. Dalam manajemen proyek, yang dimaksud dengan manajemen risiko proyek adalah seni dan ilmu untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan merespon risiko selam umur proyek dan tetap menjamin tercapainya tujuan proyek. 2.4.



Proses Manajemen Risiko Risiko ada di mana-mana, bisa datang kapan saja, dan sulit dihindari. Jika risiko tersebut menimpa suatu organisasi, maka organisasi tersebut bisa mengalami kerugian yang signifikan. Dalam beberapa situasi, risiko tersebut bisa mengakibatkan kehancuran organisasi tersebut. Karena itu risiko penting untuk dikelola. Manajemen risiko bertujuan



untuk mengelola risiko tersebut sehingga kita bisa memperoleh hasil yang paling optimal. Dalam konteks organisasi,organisasi juga akan menghadapi banyak risiko. Jika organisasi tersebut tidak bisa mengelola risiko dengan baik, maka organisasi tersebut bisa mengalami kerugian yang signifikan. Karena itu risiko yang dihadapi oleh organisasi tersebut juga harus dikelola, agar organisasi bisa bertahan, atau barangkali mengoptimalkan risiko. Perusahaan sering kali secara sengaja mengambil risiko tertentu, karena melihat potensi keuntungan dibalik risiko tersebut. Manajemen risiko pada dasarnya dilakukan melalui proses-proses berikut ini. a. Identifikasi Risiko Identifikasi risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang dihadapi oleh suatu organisasi. Banyak risiko yang dihadapi oleh suatu organisasi, mulai dari risiko penyelewengan oleh karyawan, risiko kejatuhan meteor atau komet, dan lainnya. Ada beberapa teknik untuk mengidentifikasi risiko, misal dengan menelusuri sumber risiko sampai terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan. Sebagai contoh, kompor ditaruh dekat penyimpanan minyak tanah. Api merupakan sumber risiko, kompor yang ditaruh dekat minyak tanah merupakan kondisi yang meningkatkan terjadinya kecelakaan, bangunan yang bisa terbakar merupakan eksposur yang dihadapi perusahaan. Misalkan terjadi kebakaran, kebakaran merupakan peristiwa yang merugikan ( peril ). Identifikasi semacam dilakukan dengan melihat sekuen dari sumber risiko sampai ke terjadinya peristiwa yang merugikan. Pada beberapa situasi, risiko yang dihadapi oleh perusahaan cukup standar. Sebagai contoh, bank menghadapi risiko terutama adalah risiko kredit ( kemungkinan debitur tidak melunasi hutangnya ). Untuk bank yang juga aktif melakukan perdagangan sekuritas, maka bank tersebut akan menghadapi risiko pasar. Setiap bisnis akan menghadapi risiko yang berbeda-beda karakteristiknya. b. Evaluasi dan Pengukuran Risiko Langkah berikutnya adalah mengukur risiko tersebut dan mengevaluasi risiko tersebut. Tujuan evaluasi risiko adalah untuk memahami karakteristik risiko dengan lebih baik. Jika kita memperoleh pemahaman yang lebih baik, maka risiko akan lebih 7 mudah dikendalikan. Evaluasi yang lebih sistematis dilakukan untuk ‘mengukur’ risiko tersebut. Ada beberapa teknik untuk mengukur risiko tergantung jenis risiko tersebut. Sebagai contoh kita bisa memperkirakan probabilitas (kemungkinan) risiko atau suatu kejadian jelek terjadi. Dengan probabilitas tersebut kita berusaha ‘mengukur’ risiko. Sebagai contoh, ada risiko perusahaan terkena jatuhan meteor atau



komet, tetapi probabilitas risiko semacam itu sangat kecil (0,000000001). Karena itu risiko tersebut tidak perlu diperhatikan. Contoh lain adalah risiko kebakaran dengan probabilitas (misal) 0,6. Karena probabilitas yang tinggi, maka risiko kebakaran perlu diberi perhatian ekstra. Contoh tersebut menunjukkan bahwa dengan menggunakan teknik probabilitas kita bisa melakukan prioritisasi risiko, sehingga kita bisa lebih memfokuskan pada risiko yang mempunyai kemungkinan yang besar untuk terjadi. Contoh lain adalah membuat matriks dengan sumbu mendatar adalah probabilitas terjadinya risiko, dan sumbu vertikal adalah tingkat keseriusan konsekuensi risiko tersebut (severity, atau besarnya kerugian yang timbul akibat risiko tersebut). Setiap risiko bisa dievaluasi kemudian dimasukkan ke dalam matriks tersebut. Sebagai contoh, risiko kebakaran mempunyai probabilitas 0,6 (tinggi). Jika kebakaran terjadi, maka kerugian yang diakibatkan akan besar juga (tinggi). Dengan demikian risiko kebakaran akan ditempatkan pada kuadran probabilitas tinggi dan severity tinggi. Selanjutnya langkah yang lebih tepat bisa dirumuskan. Sebagai contoh, untuk risiko kebakaran seperti itu, langkah yang lebih aktif bisa ditujukan untuk menangani risiko kebakaran tersebut. Untuk risiko lain, evaluasi dan pengukuran yang berbeda bisa dilakukan. Sebagai contoh, risiko perubahan tingkat bunga bisa diukur dengan teknik duration (durasi). Modul identifikasi dan pengukuran risiko spekulatif akan banyak membicarakan pengukuran risiko perubahan tingkat bunga. Risiko pasar bisa dievaluasi dengan menggunakan teknik VAR (Value At Risk). Pemahaman kita terhadap beberapa risiko sudah cukup baik sehingga teknik pengukuran risiko tersebut sudah berkembang. Sementara pemahaman kita terhadap risiko lain belum begitu baik sehingga teknik pengukuran risiko tersebut belum begitu berkembang. Teknik lain untuk mengukur risiko adalah dengan mengevaluasi dampak risiko tersebut terhadap kinerja perusahaan. c. Pengelolaan Risiko Setelah analisis dan evaluasi risiko, langkah berikutnya adalah mengelola risiko. Risiko harus dikelola. Jika organisasi gagal mengelola risiko, maka konsekuensi yang diterima bisa cukup serius, misal kerugian yang besar. Risiko bisa dikelola dengan 8 berbagai cara, seperti penghindaran, ditahan (retention), diversifikasi, atau ditransfer ke pihak lainnya. Erat kaitannya dengan manajemen risiko adalah pengendalian risiko (risk control), dan pendanaan risiko (risk financing). 1) Penghindaran. Cara paling mudah dan aman untuk mengelola risiko adalah menghindar. Tetapi cara semacam ini barangkali tidak optimal. Sebagai contoh,



jika kita ingin memperoleh keuntungan dari bisnis, maka mau tidak mau kita harus keluar dan menghadapi risiko tersebut.Kemudian kita akan mengelola risiko tersebut. 2) Ditahan (Retention). Dalam beberapa situasi, akan lebih baik jika kita menghadapi sendiri risiko tersebut (menahan risiko tersebut, atau risk retention). Sebagai contoh, misalkan seseorang akan keluar rumah membeli sesuatu dari supermarket terdekat, dengan menggunakan kendaraan. Kendaraan tersebut tidak diasuransikan. Orang tersebut merasa asuransi terlalu repot, mahal, sementara dia akan mengendarai kendaraan tersebut dengan hati-hati. Dalam contoh tersebut, orang tersebut memutuskan untuk menanggung sendiri (menahan, retention) risiko kecelakaan. 3) Diversifikasi. Diversifikasi berarti menyebar eksposur yang kita miliki sehingga tidak terkonsentrasi pada satu atau dua eksposur saja. Sebagai contoh, kita barangkali akan memegang aset tidak hanya satu, tetapi pada beberapa aset, misal saham A, saham B, obligasi C, properti, dan sebagainya. Jika terjadi kerugian pada satu aset, kerugian tersebut diharapkan bisa dikompensasi oleh keuntungan dari aset lainnya. 4) Transfer Risiko. Jika kita tidak ingin menanggung risiko tertentu, kita bisa mentransfer risiko tersebut ke pihak lain yang lebih mampu menghadapi risiko tersebut. Sebagai contoh, kita bisa membeli asuransi kecelakaan. Jika terjadi kecelakaan, perusahaan asuransi akan menanggung kerugian dari kecelakaan tersebut. 5) Pengendalian Risiko. Pengendalian risiko dilakukan untuk mencegah atau menurunkan probabilitas terjadinya risiko atau kejadian yang tidak kita inginkan. Sebagai contoh, untuk mencegah terjadinya kebakaran, kita memasang alarm asap di bangunan kita. Alarm tersebut merupakan salah satu cara kita mengendalikan risiko kebakaran. 6) Pendanaan Risiko. Pendanaan risiko mempunyai arti bagaimana ‘mendanai’ kerugian yang terjadi jika suatu risiko muncul. Sebagai contoh, jika terjadi 9 kebakaran, bagaimana menanggung kerugian akibat kebakaran tersebut, apakah dari asuransi, ataukah menggunakan dan cadangan? Isu semacam itu masuk dalam wilayah pendanaan risiko.Di samping proses manajemen risiko seperti yang disebutkan di muka, manajemen risiko suatu organisasi juga memerlukan infrastruktur baik keras maupun lunak. Sebagai contoh, manajemen risiko



barangkali akan memerlukan sistem komputer untuk analisis risiko. Manajemen risiko juga memerlukan staf dan struktur organisasi yang tepat. Infrastruktur manajemen risiko tidak dibahas secara khusus dalam modul ini. Modul enam menyajikan ilustrasi bagaimana perusahaan terkemuka dunia mengembangkan manajemen risiko dalam organisasinya.



2.5.



Hirarki peengendalian resiko Resiko/bahaya yang sudah diidentifikasi dan dilakukan penilaian memerlukan langkah pengendalian untuk menurunkan tingkat resiko/bahayanya menuju ke titik yang aman. Pengendalian Resiko/Bahaya dengan cara eliminasi memiliki tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi tertinggi di antara pengendalian lainnya. Dan pada urutan hierarki setelahnya, tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi menurun. Pengendalian resiko merupakan suatu hierarki (dilakukan berurutan sampai dengan tingkat resiko/bahaya berkurang menuju titik yang aman). Hierarki pengendalian tersebut antara lain ialah eliminasi, substitusi, perancangan, administrasi dan alat pelindung diri (APD). Eliminasi







memodifikasi



desain



untuk



menghilangkan



bahaya;



misalnya,



memperkenalkan perangkat mengangkat mekanik untuk menghilangkan penanganan bahaya manual; a.Subtitusi – pengganti bahan kurang berbahaya atau mengurangi energi sistem (misalnya, menurunkan kekuatan, ampere, tekanan, suhu, dll); b. Kontrol teknik / Perancangan – menginstal sistem ventilasi, mesin penjagaan, interlock, dll .; c. Kontrol administratif – tanda-tanda keselamatan, daerah berbahaya tanda, tandatanda foto-luminescent, tanda untuk trotoar pejalan kaki, peringatan sirene / lampu, alarm, prosedur keselamatan, inspeksi peralatan, kontrol akses, sistem yang aman, penandaan, dan izin kerja, dll .; d. Alat Pelindung Diri (APD) – kacamata safety, perlindungan pendengaran, pelindung wajah, respirator, dan sarung tanganUmumnya tiga tingkat pertama adalah paling diinginkan, namun tiga tingkat tersebut tidak selalu mungkin untuk diterapkan. 10 Dalam menerapkan hirarki, Anda harus mempertimbangkan biaya relatif, manfaat



pengurangan risiko, dan keandalan dari pilihan yang tersedia. Dalam membangun dan memilih kontrol, masih banyak hal yang perlu dipertimbangkan, diantaranya: 1) Kebutuhan untuk kombinasi kontrol, menggabungkan unsur-unsur dari hirarki di atas (misalnya, perancangan dan kontrol administratif), 2) Membangun praktik yang baik dalam pengendalian bahaya tertentu yang dipertimbangkan,



beradaptasi



bekerja



untuk



individu



(misalnya,



untuk



memperhitungkan kemampuan mental dan fisik individu), 3) Mengambil keuntungan dari kemajuan teknis untuk meningkatkan kontrol, 4) Menggunakan langkah-langkah yang melindungi semua orang (misalnya, dengan memilih kontrol rekayasa yang melindungi semua orang di sekitar bahaya daripada menggunakan Alat Pelindung Diri), 5) Perilaku manusia dan apakah ukuran kontrol tertentu akan diterima dan dapat dilaksanakan secara efektif, 6) Tipe dasar kegagalan manusia/human error (misalnya, kegagalan sederhana dari tindakan sering diulang, penyimpangan memori atau perhatian, kurangnya pemahaman atau kesalahan penilaian, dan pelanggaran aturan atau prosedur) dan cara mencegahnya, 7) Kebutuhan untuk kemungkinan peraturan tanggap darurat bila pengendalian risiko gagal, 8) Potensi kurangnya pengenalan terhadap tempat kerja, contoh: visitor atau personil kontraktor. Setelah kontrol telah ditentukan, organisasi dapat memprioritaskan tindakan untuk melaksanakannya. Dalam prioritas tindakan, organisasi harus memperhitungkan potensi pengurangan risiko kontrol direncanakan. Dalam beberapa kasus, perlu untuk memodifikasi aktivitas kerja sampai pengendalian risiko di tempat atau menerapkan pengendalian risiko sementara sampai tindakan yang lebih efektif diselesaikan – misalnya, penggunaan mendengar perlindungan sebagai langkah sementara sampai sumber kebisingan dapat dihilangkan, atau aktivitas kerja dipisahkan untuk mengurangi paparan kebisingan. kontrol sementara tidak harus dianggap sebagai pengganti jangka panjang untuk langkah-langkah pengendalian risiko yang lebih efektif.11 Seleksi dan



pelaksanaan kontrol adalah bagian paling penting dari Sistem Manajemen K3, tapi itu tidak cukup untuk membuatnya bekerja. Efek dari implementasi kontrol harus dipantau untuk menentukan apakah sudah mencapai hasil yang diinginkan, dan organisasi harus selalu mengejar kemungkinan adanya kontrol baru yang lebih efektif dan lebih low cost. 2.6. Menejemen risiko K3 didalam gedung Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan K3 dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Konsep rasional Total Safety Control adalah suatu pengintegrasian tindakan manajemen dan tindakan pelaksanaan yang sinergis untuk mempromosikan suatu proses konstruksi yang aman (Suraji, 2014). Ada banyak pendekatan dalam manajemen K3, diantaranya menurut OHSAS 18001, dan menurut TQM di mana keselamatan merupakan suatu pusat dan fokus integral dalam program pengendalian mutu terpaduyang harus ditingkatkan secara terus - menerus untuk memenuhi kepuasan pelanggan (intern-ekstern). Cara Pengendalian dan Monitoring Risiko K3 Didalam dan Diluar Gedung Rumah Sakit : a. Cara Pengendalian dan Monitoring Risiko Dalam K3 Didalam Rumah Sakit 1) Planning/ (Perencanaan) Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit dan instansi kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk memenuhi standarisasi kesehatan pacsa perawatan dan merawat (hubungan timbal balik pasien – perawat / dokter, serta masyarakat umum lainnya). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang ditentukan meliputi: a) Hal apa yang dikerjakan b) Bagaiman cara mengerjakannya c) Mengapa mengerjakan d) Siapa yang mengerjakan e) Kapan harus dikerjakan12 f) Dimana kegiatan itu harus dikerjakan



g) hubungan timbal balik ( sebab akibat) Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metodemetode yang dipakai makin banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko bahaya yang dapat terjadi dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan ) makin besar. Oleh karena itu usahausaha pengamanan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.



2) Organizing/ (Organisasi) Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah sakit / instansi kesehatan daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secarapusat (nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja rumah sakit / instansi yang tugas dan wewenangnya dapat berupa: a) Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan. b) Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksanaan keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan . c) Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan d) Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin rumah sakit / instansi kesehatan. e) mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah sakit / instansi kesehatan. Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 5/ background image Manajemen keselamatan kerja profesi (PDS Patklin) ataupun organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan ini. Anggota organisasi profesi atau seminat yang terkait dengan kegiatan rumah sakit / instansi kesehatan dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat daerah (wilayah) 13 maupun tingkat pusat



(nasional). Selain itu organisasi-organisasi profesi atau seminar tersebut dapat juga membentuk Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi Kesehatan. 3) Actuating/ (Pelaksanaan) Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja, mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang akan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja maupun masyarakat dalam rumah sakit / instansi kesehatan wajib mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam rumah sakit / instansi kesehatan, serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai specimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keraguraguan atau pertentangan, maka menjadi tugas semua untuk mengambil keputusan penyelesaiannya adanya rencana b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan. Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di rumah sakit / instansi kesehatan, Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah sakit / instansi kesehatan perlu dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi kesehatan yang tugasnya antara lain : 1) Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit / instansi kesehatan yang baik, benar dan aman. 2) Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami cara- cara menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi kesehatan. 3) Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan. 4) mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .



5) Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya bahaya tersebut. 6) Dan lain-Proses Manajemen Risiko Kecelakaan Kerja Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam : 1) Ruang bangunan dan halaman RS. 2) Lingkungan bangunan RS. 3) Lingkungan bangunan RS harus bebas dari banjir. 4) Lingkungan RS harus bebas dari asap rokok, tidak berdebu, tidak becek, atau tidak terdapat genangan air, dan dibuat landai menuju ke saluran terbuka atau tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas halaman. 5) Pencahayaan Faktor-Faktor Risiko K3 di Luar Gedung 6) Kebisingan 7) Kebersihan 8) Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan terpisah 9) Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas lahan keseluruhan Tempat-tempat tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah. Selalu dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan. 10) Jalur lalu lintas pejalan kaki dan jalur kendaraan harus dipisahkan. 11) Ketetapan yang diatur oleh the environment protection act 1990 mendefinisikan : Polutan, Limbah terkendali, Limbah khusus. 12) Kriteria limbah berbahaya. 2.7. Perencanaan Respon Terhadap Risiko A. Resiko Positif Resiko positif adalah resiko yang mungkin terjadi dan merupakan peluang untuk memberikan manfaat terhadap suatu proyek. Strategi untuk resiko positif antara lain: 1. Exploit : strategi untuk memastikan bahwa kesempatan (resiko positif) dapat terealisasi. Contoh: menugaskan SDM yang lebih berbakat untuk mengurangi waktu penyelesaian atau menyediakan mutu lebih baik dari yang direncanakan.



2. Share : alokasi kepemilikan kepada pihak ke tiga yang memiliki kemampuan terbaik menangkap peluang manfaat proyek. Contoh: special purpose company, joint venture. 3. Enchance : memodifikasi ukuran kesempatan dengan meningkatkan peluang dan dampak positif dengan mengidentifikasi dan memaksimalkan pengendali kunci dari resiko berdampak positif. B. Resiko Negatif Resiko Negatif adalah risiko yang mungkin terjadi dan jika terjadi dapat memberikan dampak buruk dan merugikan untuk suatu proyek. Strategi untuk resiko negatif antara lain: 1.



Avoid : upaya untuk mencegah resiko dengan cara menghentikan aktivitas atau kondisi yang dapat memberikan resiko. Upaya ini dilakukan jika tidak ada respon resiko yang sesuai untuk menangani resiko yang diperkirakan.



2.



Transfer : respon resiko yang dilakukan dengan upaya mengurangi frekuensi ataupun dampak resiko dengan cara mentransfer atau membagi porsi resiko dengan pihak lain dengan cara membuat asuransi atau melakukan outsource pada aktivitas yang diperkirakan dapat memberikan resiko.



3.



Mitigate : melakukan tindakan pengurangan peluang atau dampak dari aktivitas resiko yang dapat merugikan.



2.8. Proses Manajemen Resiko Kecelakaan Kerja Proses yang dilalui dalam manajemen resiko adalah : A. Perencanaan Manajemen Resiko Perencanaan meliputi langkah memutuskan bagaimana mendekati dan merencanakan aktivitas manajemen resiko untuk proyek. B. Identifikasi Resiko Tahapan selanjutnya dari proses identifikasi resiko adalah mengenali jenis-jenis resiko yang mungkin dan umumnya dihadapi oleh setiap pekerja. C. Analisis Resiko Kualitatif Analisis kualitatif dalam manajemen resiko adalah proses menilai (assessment) kemungkinan dari resiko yang sudah diidentifikasi. Proses ini dilakukan dengan menyusun resiko berdasarkan efeknya terhadap tujuan proyek. D. Analisis Resiko Kuantitatif



Proses identifikasi secara numerik probabilitas dari setiap resiko dan konsekuensinya terhadap tujuan proyek. E. Perencanaan Respon Resiko Resiko response planning adalah proses yang dilakukan untuk meminimalisasi tingkat resiko yang dihadapi sampai batas yang dapat diterima. F. Pengendalian dan Monitoring Resiko Langkah ini adalah proses mengawasi resiko yang sudah diidentifikasi, memonitor resiko yang tersisa, dan mengidentifikasikan resiko baru, memastikan pelaksanaan resiko management planning dan mengevaluasi keefektifannya dalam mengurangi resiko.



BAB III PENUTUP



3.1. Kesimpulan Sistem manajemen K3 adalah sistem manajemen yang terintergrasi untuk menjalankan dan mengembangkan kebijakan K3 yang telah ditetapkan perusahaan serta menanggulangi resiko bahaya yang mungkin terjadi di perusahaan. System manajemen K3 mempunyai tujuan umum dan tujuan khusus. Apabila tujuan-tujuan tersebut



telah



tercapai,



dapat



membawa



manfaat



bagi



perusahaan



atau



industri,lingkungan, dan juga bagi pekerja yang bersangkutan, dimana manfaat tersebut dapat berupa manfaat secara langsung maupun tidak langsung. 3.2. Saran Untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan adanya manajemen K3. Agar kebijakan-kebijakan yang disusun oleh manajemen K3 dapat



terlaksana dengan baik maka diperlukan sosialisasi secara terus-menerus oleh oknumoknum yang bersangkutan dengan bidang tersebut, sosialisasi tersebut dapat berupa Promosi Keselamatan Kerja pada setiap Dunia Kerja agar semua orang mementingkan Keselamtan kerja itu sendiri.



Daftar Pustaka



Kuswana. 2017. Ergonomi dan K3. Bandung : Rosada Rachmatiah.2015. Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan Kerja. Yogyakarta : Gadjah Mada University press Anizar. 2009. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Yogyakarta : Graha Ilmu. Depnakertrans, 2011. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Keselamatan Kesehatan. Jakarta. Kurniawan .B. 2009. Panduan Praktikum Keselamatan dan Kesehatan Kerja UNDIP. Semarang: Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) UNDIP Kurniawidjaja, Meily. L. 2011. Teori dan aplikasi kesehatan kerja. Jakarta : Universitas Indonesia.



DITJEN. Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2006. Himpunan Peraturan Perundang – undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Indonesia