Makalah Modul 2 Kelompok 2 Abk [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MODUL 2 HAKIKAT PENDIDIKAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)



OLEH: KELOMPOK 2 1. ANDI SAHDAM SAPUTRO_857812579 2. ANNISA YULIUS_857807498



UPBJJ-UT SURAKARTA POKJAR KARANGANYAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TERBUKA TAHUN 2021



BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1). Namun sayangnya sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para siswa untuk dapat belajar menghormati realitas keberagaman dalam masyarakat. Selama itu anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya. 2. Rumusan Masalah 1) Apakah makna dan jenis pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus? 2) Bagaimanakah sejarah perkembangan layanan pendidikan khusus? 3) Bagaimanakah pelayanan pendidikan segregasi, integrasi dan inklusi? 4) Bagaimanakah jenis pelayanan pendidikan khusus? 3. Tujuan 1) Menjelaskan makna dan jenis pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.



2) Menjelaskan sejarah perkembangan layanan pendidikan khusus. 3) Mengidentifikasi pelayanan pendidikan segregasi, integrasi dan inklusi. 4) Mengidentifikasi jenis pelayanan pendidikan khusus.



BAB II PEMBAHASAN A. Makna dan Jenis Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus 1) Makna pelayanan pendidikan Pelayanan pendidikan atau layanan pendidikan mengacu kepada penyediaan jenis layanan yang sesuai dengan kebutuhan yang dilayani sehingga memungkinkan seseorang mengembangkan potensi dirinya. Istilah pelayanan pendidikan atau layanan pendidikan sengaja ditekankan untuk anak berkelainan karena anak ini memang mempunyai kebutuhan khusus yang perlu pelayanan khusus pula. Bagi peyandang kelainan, layanan pendidikan mempunyai makna yang cukup besar karena memang mereka memerlukan pelayanan ektra, yang berbeda dari layanan yang diberikan kepada orang-orang yang tidak meyandang kelainan. Dengan demikian, kebutuhan para ABK merupakan sesuatu yang khas yang harus dijadikan landasan dalam pendidikan agar pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan. 2) Jenis pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus Jenis pelayanan pendidikan dapat dibedakan menjadi 3 kategori sebagai berikut: a. Layanan pendidikan yang berkaitan dengan bidang kesehatan dan fisik, seperti kebutuhan yang bekaitan dengan koordinasi gerakan anggota tubuh dan berbagai jenis gangguan kesehatan, melibatkan berbagai tenaga professional, seperti ahli terapi fisik (physical therapist accupational therapist, dan berbagai dokter ahli) b. Layanan pendidikan yang berkaitan dengan kebutuhan emosional sosial, seperti kebutuhan



yang



berkaitan



dengan



konsep



diri,



penyesuaian



diri



dengan



lingkungan/masyarakat sekitar, menghadapi peristiwa penting dalam hidup dan kebutuhan sosialisasi. layanan pendidikan ini melibatkan para psikolog dan pekerja sosial. c. Layanan pendidikan yang memang berkaitan langsung dengan kebutuhan pendidikan, yang merupakan kebutuhan terbesar para penyandang kelainan, melibatkan ahli pendidikan dari berbagai bidang dan psikolog. Sesuai dengan luasya bidang pelayanan pendidikan yang dapat disediakan untuk ABK.



B. Sejarah Perkembangan Layanan Pendidikan Khusus Para ahli sejarah pendidikan biasanya menggambarkan mulainya pendidikan luar biasa pada akhir abad ke 18 atau awal abad ke 19. Di Indonesia di mulai ketika Belanda masuk ke Indonesia (1596-1942), dimana dengan memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi barat, untuk pendidikan bagi anak penyandang cacat dibuka lembaga-lembaga khusus. Lembaga pertama untuk anak tunanetra, tunagrahita tahun 1927 dan untuk tunarungu tahun 1930 yang ketiganya terletak di Kota Bandung. Tujuh tahun setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah RI mengundang-undangkan tentang pendidikan. Undang-undang tersebut menyebutkan pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan dengan khusus untuk mereka yang membutuhkan (pasal 6 ayat 2) dan untuk itu anak-anak tersebut berhak dan diwajibkan belajar di sekolah sedikitnya 6 tahun (pasal 8). Dengan ini dapat dinyatakan berlakunya undang-undang tersebut maka sekolah-sekolah baru yang khusus bagi anak-anak penyandang cacat, termasuk untuk anak tunadaksa dan tunalaras yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Berdasarkan urutan berdirinya SLB pertama untuk masing-masing kategori kecacatan SLB dikelompokkan menjadi: 1) SLB A untuk anak tunanetra 2) SLB B untuk anak tunarungu 3) SLB C untuk anak tunagrahita 4) SLB D untuk anak tunadaksa 5) SLB E untuk anak tunalaras 6) SLB F untuk anak tunaganda C. Pelayanan Pendidikan Segregasi, Integrasi dan Inklusi 1) Layanan pendidikan segregasi Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Model ini mencoba memberikan layanan pendidikan secara khusus dan terpisah dari kelompok anak normal maupun ABK lainnya. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah Menangah



Atas Luar Biasa. Sistem pendidikan segregasi merupakan sistem pendidikan yang paling tua. Pada awal pelaksanaan, sistem ini diselenggarakan karena adanya kekhawatiran atau keraguan terhadap kemampuan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak normal. Alasan para pendukung pelayanan pendidikan terpisah ini antara lain: 



Dalam layanan segresi (terpisah) ABK akan mendapat perlakuan/perhatian yang lebih intensif karena para guru memang disiapkan khusus untuk melayani mereka







Dalam layanan segregasi, para BK merasa senasib sehingga dapat bergaul lebih akrab







Keinginan untuk bersaing dalam pendidikan segregasi mungkin lebih tinggi karena para ABK merasa mempunyai kemampuan setara sehingga kesempatan untuk unggul akan semakin terbuka.



2) Layanan pendidikan integrasi Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum. Dengan demikian, melalui sistem integrasi anak berkebutuhan khusus bersama-sama dengan anak normal belajar dalam satu atap. Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu, yaitu sistem pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan dengan anak normal. Keterpaduan tersebut dapat bersifat menyeluruh, sebagaian, atau keterpaduan dalam rangka sosialisasi. 3) Layanan pendidikan inklusi Inklusi artinya setiap anak diakui sebagai bagian dari anak-anak lain yang ada dalam satu sekolah. Pada praktiknya ABK disekolahkan di sekolah yang terdekat dengan tempat tinggalnya, terlepas dari tingkat kelainan yang disandang. Pendidikan inklusi merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada sekolah inklusi setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan/atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Dengan kata lain pendidikan inklusi mensyaratkan pihak sekolah yang harus menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta didik yang menyesuaikan dengan sistem persekolahan. Keuntungan dari pendidikan inklusi anak berkebutuhan khusus maupun



anak biasa dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi sesuai potensinya masing-masing. Konsekuensi penyelenggaraan pendidikan inklusi adalah pihak sekolah dituntut melakukaan berbagai perubahan, mulai cara pandang, sikap, sampai pada proses pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi. D. Jenis Pelayanan Pendidikan Khusus Secara umum jenis-jenis layanan pendidikan ini, oleh McLaughlin & Lewis (1985) dapat dibedakan menjadi 7 bagian sebagai berikut: 1) Layanan di sekolah biasa Sekolah terpadu pada hakikatnya merupakan sekolah normal biasa yang telah ditetapkan untuk menerima ABK.  Mereka belajar bersama-sama dengan anak-anak normal, dengan diajar oleh guru umum sedangkan materi-materi yang memiliki sifat kekhususan diberikan oleh guru pendamping. Dalam pelaksanaannya pendidikan terpadu dapat berlangsung secara (1) terpadu penuh/sepanjang hari pelajaran dan (2) secara terpadu sebagian/khsusus bidang studi tertentu. Pada tipe sekolah terpadu penuh, ABK belajar  bersama-sama dengan mereka yang bukan ABK dengan mengikuti semua pelajaran tanpa terkecuali. Meskipun demikian tipe sekolah ini tetap membutuhkan kehadiran guru pendamping khusus di kelas/sekolah tersebut. Guru khusus ini bisa menjadi mitra kerja bagi guru umum yang mengajar. Jika guru umum menghadapi kesulitan berkaitan dengan  ABK maka ia dapat meminta bantuan pada guru khusus. Di  sekolah terpadu sebagian  ABK mengikuti mata pelajaran bersama-sama, misalnya Matematika, IPA, IPS, dan lain-lain. Sedangkan untuk mata pelajaran yang tidak bisa diikuti oleh ABK, maka  ABK dilayani tersendiri sesuai dengan karakteristik kekhususannya, seperti kegiatan: olahraga, kerajinan tangan, latihan orientasi dan mobilitas, dan lain-lain. Pendidikan/Sekolah Terpadu pada awalnya hanya menerima murid ABK kategori tunanetra, namun untuk sekarang dan yang akan datang pendidikan terpadu diharapkan bisa menerima murid dari semua jenis ABK dengan sistem yang lebih baik lagi.



Kebaikan/ kelebihan model ini adalah (1)  anak merasa dihargai harkat dan martabatnya sehinga mereka bisa belajar bersama-sama dengan anak normal tanpa dibatasi oleh dinding tembok pemisah yang tegas,(2) dari  perkembangan sosial, anak lebih mudah berinteraksi dan berkomunikasi secara luas dengan mereka/anak-anak yang normal di sekolah tersebut, (3) secara  psikologis, anak merasa percaya diri dan dapat menimbulkan semangat/motivasi untuk bersaing secara sehat dengan mereka yang berkategori normal. Kekurangan / kelemahan, adalah (1) anak kadang merasa rendah diri sehingga dapat meruntuhkan semangat belajar, (2) dalam kondisi tertentu, anak   menjadi bahan olokolokan negatif dari temannya yang normal sehingga kondisi kejiwaan ABK menjadi tertekan, dan (3) ketersediaan guru GPK (Guru Pendamping Khusus) bagi anak ABK di sekolah tersebut tidak selalu ada. 2) Sekolah biasa dengan guru konsultan Dalam bentuk layanan ini, ABK belajar di kelas biasa pada sekolah biasa yang menyelenggarakan program pendidikan terpadu, namun dalam pelaksanaannya sekolah tersebut menggunakan guru konsultan dari luar. Guru konsultan adalah guru PLB yang dikenal dengan Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang berfungsi menangani kemungkinan kesulitan yang dihadapi para siswa berkelainan, latar belakang kelainannya, dan mencari solusi pemecahannya, untuk kemudian disampaikan kepada guru kelas atau guru mata pelajaran yang bersangkutan. Jadi peran guru konsultan dalam hal ini hanya terbatas pada pemberian advice, saran kepada pihak-pihak yang terkait, dan bukan membantu atau membimbing ABK di kelasnya 3) Sekolah biasa dengan guru kunjung Model guru kunjung dapat diterapkan untuk melayani pendidikan ABK yang ada atau bermukim di daerah terpencil, daerah perairan, daerah kepulauan atau tempat-tempat yang sulit dijangkau oleh layanan pendidikan khusus yang telah ada, misalnya SLB, SDLB, kelas khusus, dsb. Di tempat-tempat tersebut dibentuk sanggar/kelompokkelompok belajar tempat anak-anak memperoleh layanan pendidikan. Guru kunjung secara periodik mengunjungi



kelompok belajar yang menjadi binaannya. Program



pendidikannya meliputi pembelajaran dengan materi praktis dan pragmatis, seperti keterampilan kehidupan sehari-hari, membaca, menulis, dan berhitung sederhana.



Kelompok belajar ini dapat dikatakan sebagai kelas jauh yang menginduk kepada SLB,SDLB, SD terdekat. Guru kunjung tersebut biasanya diambilkan dari guru khusus yang mengajar di sekolah induknya atas penunjukan dari dinas pendidikan setempat. Kebaikan / Kelebihan model ini adalah (1) anak dapat lebih mendapat layanan pendidikan dengan tidak perlu datang ke jauh karena sudah ada petugas/guru khusus yang mendatanginya, (2) anak-anak bisa saling berkomunikasi dengan sesama ABK dari daerah/tempat yang lain yang saling berjauhan sehingga dapat memicu semangat belajar, (3) anak-anak memperoleh pengetahuan dan keterampilan praktis dan pragmatis yang mereka butuhkan sehari-hari. Kelemahannya adalah (1) layanan pendidikan dengan guru kunjung dalam banyak hal masih sulit diterapkan karena memerlukan jaringan kerjasama berbagai pihak, (2) ABK di daerah terpencil, pedalaman, atau di tempat terasing lain keberadaannya terpencarpencar sehingga menyulitkan dalam koordinasi dalam pelaksanaan pembelajaran, (3) orangtua anak ABK di daerah terpencil umumnya masih rendah kesadarannya untuk mengirimkan anaknya ke sanggar belajar, dan (4) masalah transportasi adalah persoalan klasik yang menjadi kendala orangtua untuk mengirimkan anaknya belajar ke sanggar belajar. 4) Model ruang sumber Dalam model ini, ABK belajar di kelas/sekola biasa yang dilengkapi dengan ruang khusus yang disebut ruang sumber. Kekuatan dari model ini adalah: a. Model ini menekankan pada pengajaran remedial b. GPK dapat berperan sebagai konsultan bagi guru-guru lain c. Bimbingan khusus merupakan suplemen dari pelajaran di kelas biasa Kelemahan dari model ini diantaranya adalah: a) Pengaturan jadwal mungkin menimbukan masalah b) Tidak sesuai untuk melayani ABK yang mengalami kesulitan belajar yang parah c) Peran guru dan GPK yang mungkin menimbulkan konflik 5) Model kelas khusus Dalam kelas khusus sepanjang hari ABK dididik oleh guru khusus di ruangan/kelas yang khusus pula.Pada jam-jam istirahat, anak-anak ini dapat berinteraksi dengan mereka yang bukan ABK, sedangkan pada jam-jam pelajaran mereka, hanya berinteraksi dengan



sesama mereka yang berkategori ABK. Kelas khusus ini hampir mirip dengan sekolah segregasi, hanya lokasinya berada dalam satu naungan sekolah induk/reguler. Untuk bidang studi tertentu ABK belajar bidang studi yang tidak dapat mereka ikuti di kelas reguler. Adapun untuk bidang studi tertentu, seperti olahraga, kerajinan tangan, musik, dan lain-lain dapat dilakukan secara bersama-sama dengan anak-anak yang bukan ABK. Kebaikan/kelebihan model ini adalah (1) anak lebih mendapatkan perlakuan dan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya karena anak dikelompokkan relative homogen, (2) potensi anak dapat lebih cepat berkembang karena pembelajarannya menggunakan pendekatan individual atau kelompok kecil, (3) secara sosial, anak dapat lebih mudah mengembangkan diri karena berada dalam lingkungan yang normal. Kekurangan/kelemahannya adalah (1) ABK kadang- masih mendapatkan stigma negatif dari sebagian temannya



sehingga dapat mengganggu/ menghambat



perkembangan belajarnya, (2) ABK dalam bersosialisasi kadang-kadang masih enggan untuk bergaul dengan mereka yang bukan kategori ABK, dan (3) sebahagian orangtua kadang-kadang tidak terima bila anaknya dicap sebagai ABK apalagi kalau dikelompokkan dengan sesama ABK dalam kelas khusus 6) Model sekolah khusus siang hari Model ini menyediakan layanan bai ABK dalam satu sekola khusus pada siang ari (hari sekola), sedangkan pada waktu-waktu di luar hari/jam sekolah, para ABK berada di rumah bersama keluarga dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Kekuatan dari model ini, diantara lain: a) Para personal dan fasilitas yang ada dapat difungsikan secara penuh untuk melayani ABK b) Dapat merupakan pusat pelayanan untuk diagnosis, konseling dan mengajar c) Merupakan tempat untuk mengembangkan model pembelajaran Kelemaan model ini adalah: a) Biaya dapat sangat tinggi b) Bukan merupakan lingkungan yang paling tak terbatas bagi ABK c) Selama waktu sekolah, ABK tidak mempunyai kesempatan untuk berintegrasi dengan anak normal



7) Model sekolah dalam panti asuhan atau rumah sakit Dalam model ini, layanan pendidikan bagi ABK diberikan di panti-panti asuhan atau rumah sakit tempat ABK dirawat. Kekuatannya antara kain: a) Menyediakan latihan motorik secara teratur b) Memberikan perhatian khusus pada gizi dan perawatan kesehatan c) Menyediakan kesempatan untuk menghayati kehidupan sekolah yang sejalan dengan program pendidikan di sekolah d) Dapat menunjukkan prosedur diagnosis dan mengajar yang tepat Kelemahannya: a) Terpisah dari kehidupan masyarakat biasa b) Memerlukan biaya yang cukup tinggi c) Sering kekurangan staf yang melayani E. Pendekatan Kolaboratif dalam Pelayanan Pendidikan ABK Kerja sama atau kolaborasi diwujudkan dalam pertemuan bersama yang membahas kasus yang ditangani. Setiap anggota tim akan membahas kasus dari bidang keahliannya masingmasing dan berdasarkan pembahasan tersebut, tim akan mengambil keputusan, yang akan ditindaklanjuti ole seluru anggota tim. Inilah sebenarnya yang merupakan esensi dari kolaborasi. Pelayanan Pendidikan tidak dapat dilakukan satu orang tetapi melibatkan banyak pihak Anggota team mencakup para pakar sbb: 



Guru sekolah biasa







Ahli terapi fisik







Guru Pendidikan khusus







Guru bina wicara







Kepala sekolah







Pekerja sosial







Pengawas sekolah







Guru penjas







Orang tua ABK







ABK sendiri







Psikolog sekolah







Dokter dari beberapa spesialis







Perawat sekolah



BAB III KESIMPULAN



Pelayanan pendidikan bagi ABK adalah jasa yang diberikan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan para ABK , sehingga ABK tersebut dapat mengembangkan potensinya. Kebutuhan tersebut terdiri dari kebutuhan fisik dan kesehatan, kebutuhan yang berkaitan dengan emosionalsosial dan kebutuhan pendidikan. Dalam pendidikan khusus dikenal tiga bentuk layanan pendidikan yaitu layanan pendidikan terpisah (segregasi), layanan pendidikan terpadu (integrasi) dan layanan pendidikan terpadu penuh (inklusi). Ada 7 model atau jenis pelayanan pendidikan yang dapat disediakan bagi ABK adalah (1) sekolah biasa, (2) sekolah biasa dengan guru konsultan, (3) sekolah biasa dengan guru kunjung, (4) sekolah biasa dengan ruang sumber, (5) model kelas khusus, (6) model sekolah khusus dan (7) model panti asuhan/rehabilitasi.