Makalah Perpajakan Internasional - Bentuk Usaha Tetap [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

+ Bentuk Usaha Tetap (Studi Kasus Indonesia-Jepang) By: Kelompok 2



Page |



KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya-lah maka kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan sebaik mungkin dan seoptimal mungkin, walau dari segi waktu masih terdapat banyak kekurangan. Berikut ini saya mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "Bentuk Usaha Tetap”, yang menurut saya dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita guna lebih mengetahui bagaimana Bentuk Usaha Tetap Indonesia-Jepang. Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat, khususnyabagi saya selaku penulis dan untuk semua para pembaca di luar sana.



Medan, 18 November 2017 Penyusun,



Kelompok 2



P age |i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ................................................................................................................................i DAFTAR ISI .............................................................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1 1.1.



Latar Belakang Masalah .................................................................................................. 1



BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................................................. 3 2.1.



Bentuk Usaha Tetap (BUT) ............................................................................................ 3



2.2.



Pengertian BUT ................................................................................................................... 3



2.3.



Kewajiban Pajak BUT ....................................................................................................... 5



2.4.



Tarif Pajak Penghasilan BUT ........................................................................................ 6



2.5.



Klasifikasi BUT..................................................................................................................... 6



2.6.



Cakupan Penghasilan BUT ............................................................................................. 8



2.7.



Pajak Penghasilan Badan dan Branch Profit Tax ................................................ 9



BAB III PEMBAHASAN .................................................................................................................... 12 3.1.



Tax Treaty Transaksi Internasional Indonesia-Jepang ................................. 12



3.2.



Contoh BUT ........................................................................................................................ 14



3.3.



Isu Terkini terkait BUT ................................................................................................. 16



BAB IV PENUTUP ............................................................................................................................... 22 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 23



P a g e | ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang



Ketentuan Umum Perpajakan dan Tata Cara Perpajakan bahwa “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Sumber penerimaan pajak berasal dari penghasilan yang sebagiannya dibayarkan kepada negara yang dikenakan untuk wajib pajak, baik wajib pajak dalam negeri maupun wajib pajak luar negeri. Salah satu penerimaan pajak ialah melalui bentuk usaha tetap. Secara garis besar bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, serta badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, bentuk usaha tetap dalam sistem perpajakan Indonesia menempati suatu kedudukan yang khusus. Karena di samping pemajakan atas bentuk usaha tetap tersebut, berbeda dibandingkan dengan pemajakan atas wajib pajak pada umumnya. Dalam hal ini, kaitannya dengan perjanjian pajak (tax treaty), ada tidaknya suatu bentuk usaha tetap sangat menentukan dapat atau tidaknya suatu negara sumber mengenakan



P age |1



pajak atas laba usaha yang diperoleh suatu perusahaan yang berkedudukan di luar negeri. Dalam perkembangannya, menurut Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pajak Penghasilan, bentuk usaha tetap tidak lagi dikelompokkan sebagai subjek pajak badan dalam negeri, tetapi dikelompokkan sebagai subjek pajak yang berdiri sendiri dan dianggap sebagai subjek pajak luar negeri. Namun demikian, kewajiban – kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak dalam negeri. Keadaan tersebut masih tetap tidak berubah setelah adanya Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2000 dan Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 sebagai Undang – Undang perubahan terhadap Undang –Undang Pajak Penghasilan yang terbaru. Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dipungut sebagai objek pajak atas penghasilan yang diperoleh suatu perusahaan. Pajak Penghasilan akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Setiap perusahaan yang bergerak di bidang jasa maupun non jasa sebagai wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak. Bagi perusahaan, pajak merupakan



sumber pengeluaran tanpa adanya imbalan



langsung



tersebut.



untuk



perusahaan



Sehingga



biasanya,



perusahaan



melakukan upaya untuk membayar pajak terutangnya sekecil mungkin selama hal tersebut memungkinkan.



P age |2



BAB II LANDASAN TEORI 2.1.



Bentuk Usaha Tetap (BUT) Bentuk Usaha Tetap adalah Bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang



pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada, atau bertempat kedudukan di Indonesia.Pada dasarnya pengenaan pajak terhadap Wajib Pajak luar negeri menganut asas sumber, artinya atas setiap penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang bersumber dari Indonesia dapat dikenakan pajak di Indonesia. 2.2.



Pengertian BUT Sesuai Pasal 2 Ayat 5 UU Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan



Kedua UU Nomor: 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut UU PPh), BUT diartikan sebagai bentuk usaha yang dipergunakan oleh



P age |3



subyek pajak luar negeri (non resident taxpayer) baik orang pribadi (nature person) atau badan (legal person) untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Menurut OECD Model, yang dimaksud BUT adalah: suatu tempat usaha tetap yang digunakan perusahaan untuk menjalankan seluruh atau sebagian besar usahanya. Pengertian tersebut mengandung beberapa karakteristik yang mewarnai suatu BUT perusahaan asing di Indonesia yaitu: (i) adanya tempat usaha berupa prasarana, (ii) tempat usaha ini harus bersifat tetap, (iii) kegiatan usaha perusahaan dilakukan melalui tempat usaha tersebut, dan (iv) sifatnya harus produktif, dimana BUT tersebut harus ikut andil dalam meberikan laba usaha bagi perusahaannya (kantor pusatnya). Sesuai Tax Treaty Model OECD, pengecualian timbulnya BUT yaitu sebagai berikut: 



Apabila perusahaan dari suatu negara treaty partner menjalankan kegiatan-kegiatan yang terbatas di Indonesia yang cakupan kegiatankegiatannya adalah sebagai berikut: 1.



Penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dimaksudkan untuk menyimpan, memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan;



2.



Pengurusan persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dimaksudkan untuk disimpan, dipamerkan atau diolah lebih lanjut oleh perusahaan lain;



3.



Pengurusan tempat usaha tetap semata-mata dimaksudkan untuk pembelian barang-barang atau barang dagangan, mengumpulkan informasi bagi keperluan perusahaan, untuk tujuan periklanan, memberikan informasi atau untuk menjalankan kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan ataupun penunjang bagi perusahaan.







Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya melalui agen yang bertindak bebas (independent agent). Agen independen adalah agen yang menjalankan usahanya secara bebas tanpa instruksi dari perusahaan



P age |4



diluar negeri (non resident taxpayer) misalnya makelar, komisioner umum. Apabila suatu perusahaan yang berkedudukan di suatu negara treaty partner yang menguasai atau dikuasai oleh perusahaan lain yang berkedudukan di negara treaty partner lainnya ataupun menjalankan usaha di negara treaty lainnya (baik melalui suatu BUT maupun dengan cara lain). 2.3.



Kewajiban Pajak BUT Walaupun BUT termasuk Wajib Pajak Luar Negeri, namun kewajiban



perpajakan BUT hampir sama dengan Wajib Pajak Badan Dalam Negeri. Suatu BUT berkewajiban untuk ber NPWP. Apabila memenuhi ketentuan di Undangundang PPN, BUT juga wajib untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Setelah berNPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP, BUT berkewajiban menjalankan hak dan kewajiban perpajakan yang sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri. BUT Wajib menyampaikan SPT PPh Badan, SPT PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 4 ayat (2) dan/atau PPN sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perbedaan mendasar dalam perlakuian PPh antara Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan BUT terletak pada : a) Sumber penghasilan BUT yang dikenakan PPh adalah penghasilan dari Indonesia saja karena BUT termasuk Wajib Pajak Luar Negeri. b) Adanya perlakuan khusus tentang penghasilan yang menjadi objek pajak BUT dan biaya yang boleh dikurangkan bagi BUT yang diatur dalam Pasal 5 UU PPh. c) Adanya kewajiban khusus pemotongan PPh Pasal 26 atas Penghasilan Kena Pajak setelah dikurang pajak di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (4) UU PPh.



P age |5



2.4.



Tarif Pajak Penghasilan BUT Pemajakan terhadap BUT menggunakan tarif sebagaimana dimaksud



dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) Undang-undang PPh. Besarnya tarif pajak untuk tahun pajak 2009 sebesar 20% dan mulai tahun pajak 2010 menjadi sebesar 25% kecuali BUT tertentu yang penghasilannya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Khusus, maka tarifnya adalah tarif khusus yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 2.5.



Klasifikasi BUT Keberadaan



suatu



BUT



perusahaan



asing



di



Indonesia



dapat



diidentifikasi kedalam beberapa kelompok yaitu: a)



BUT Fasilitas Fisik (assets type) Keberadaan suatu BUT Perusahaan asing di Indonesia timbul apabila perusahaan asing tersebut memiliki fasilitas fisik yang merupakan tempat untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usahanya di Indonesia. Fasilitas fisik tersebut merupakan milik sendiri atau disewa dari pihak lain. Sesuai pasal 2 ayat (5) huruf a s/d h Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 terdiri dari: 



Tempat kedudukan manajemen







Cabang perusahaan







Kantor perwakilan







Pabrik







Bengkel







Perikanan/pertanian/kehutanan/perkebunan







Suatu gudang atau tempat penyimpanan barang sebagai tempat penjualan







Pertambangan dan penggalian sumber daya alam, wilayah kerja pengeboran untuk eksplorasi pertambangan



b)



BUT Aktivitas (activity type) Keberadaan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia timbul apabila perusahaan asing tersebut menjalankan kegiatan jasa-jasa di Indonesia



P age |6



dalam jangka waktu melebihi tes waktu. Sesuai pasal 2 ayat (5) huruf i dan j Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, termasuk antaranya : 



Proyek konstruksi, proyek perakitan, instalasi atau kegiatan pengawasan yang ada hubungannya dengan proyek tersebut, dan







Pemberian jasa termasuk jasa konsultan yang dilakukan oleh suatu perusahaan melalui karyawan atau orang lain yang dipekerjakan oleh perusahaan itu untuk tujuan tersebut, kegiatan itu berlangsung selama lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 bulan.



Keberadaan suatu BUT tipe aktivitas, baik aktivitas konstruksi maupun pemberian jasa ditentukan dari lamanya (time test) aktivitas tersebut dilakukan di negara sumber. Penentuan time test tidak melihat pada formalitas (kontrak) tetapi pada keadaan yang sebenarnya (Pasal 2 ayat (6) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000). Misalnya: Berdasarkan



kontrak pemberian



jasa, PT



XYZ



yang



berkedudukan di Amerika mengirimkan Mr. Wong, penduduk Amerika ke Indonesia dari tanggal 10 April 2000 s/d 10 Juni 2000. Namun, pada kenyataannya, Mr. Wong sudah berada di Indonesia sejak bulan Januari 2000. Dengan demikian, syarat time test yang digunakan dihitung sejak Mr. Wong berada di Indonesia, yaitu sejak bulan Januari 2000. c) BUT Keagenan (agency type) Dianggap timbul suatu BUT perusahaan asing di Indonesia apabila perusahaan asing di Indonesia apabila perusahaan asing tersebut menjalankan usahanya di Indonesia melalui perusahaan lain yang bertindak sebagai agen yang tidak bebas (dependent agent) sebagaimana yang tertuang dalam pasal 2 ayat (5) huruf k Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Yang dimaksud dengan agen dependen adalah agen yang didalam melaksanakan usahanya bertindak untuk dan/atau atas nama perusahaan diluar negeri atau kegiatan agen tersebut seluruhnya atau hampir seluruhnya di luar negeri. d) BUT Asuransi (insurance type)



P age |7



Keberadaan BUT perusahaan asuransi asing timbul di Indonesia apabila Agen atau pegawai perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 2 ayat (5) huruf l Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Keberadaan BUT tipe asuransi difokuskan pada ada atau tidaknya pemungutan premi dan penanggungan resiko di negara sumber. Dalam tax treaty, tes waktu dianggap timbulnya suatu BUT di Indonesia pada umumnya lebih lama ketimbang tes waktu yang diatur dalam UU PPh. Misalnya, tes waktu untuk pemberian jasa lain-lain sesuai UU PPh adalah 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan tetapi untuk tax treaty Indonesia-Australia adalah 120 hari dalam 12 bulan. Perbedaan ini timbul dari hasil kesepakatan wakil dari kedua negara didalam perundingan. Negara-negara maju cenderung menginginkan tes waktu yan glebih lama sehingga kemungkinan timbulnya suatu BUT sehubungan dengan jasa konstruksi ataupun pemberian jasa-jasa lain di Indonesia dapat dihindari. Sehingga atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh perusahaan asing di Indonesia tidak dikenai pajak di Indonesia. 2.6.



Cakupan Penghasilan BUT Sesuai Penjelasan Pasal 2 Ayat (2) UU PPh, penghasilan terutang pajak



suatu BUT perusahaan asing di Indonesia adalah penghasilan yang diterima atau diperolehnya dari Indonesia. Dan sesuai Pasal 5 Ayat (1) UU Pajak Penghasilan, diatur mengenai cakupan penghasilan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia yaitu: a) Sesuai Attributiion Rule, penghasilan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia adalah penghasilan yang berasal dari kegiatan usahanya di Indonesia. Misalnya apabila BUT perusahaan asing tersebut bergerak dibidang perdagangan, maka penghasilannya di Indonesia adalah penghasilan yang berasal dari kegiatan usahanya di Indonesia. b) Sesuai Force Of Attraction Rule, penghasilan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia adalah termasuk penghasilan kantor pusatnya dari



P age |8



Indonesia yang diperolehnya dari kegiatan usaha yang sejenis dengan kegiatan BUT nya di Indonesia. Dengan demikian, penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor pusatnya dianggap sebgai penghasilan BUT nya di Indonesia. Sesuai Effectively-Connected Rule, penghasilan pasif (misalnya bunga dan royalty) yang diterima atau diperoleh kantor pusatnya dan memiliki hubungan efektif dengan kegiatan usaha BUTnya di Indonesia dianggap sebagai penghasilan BUTnya di Indonesia. 2.7.



Pajak Penghasilan Badan dan Branch Profit Tax Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya di atas bahwa tujuan



perpajakan, perlakuan perpajakan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia diperlakukan sama dengan WPDN lainnya yaitu antara lain : a.



Kewajiban Perpajakan Tahunan 



Lapor dan setor PPh Pasal 29 atas Laba Usaha Badan PPh Badan Terutang (Tarif Progresif) : - 10% X 50.000.000 - 15% X 50.000.000 - 30% X Sisanya







Lapor dan setor PPh Pasal 25 atas angsuran PPh Badan - 1/12 Bulan x (PPh Badan Terutang – Kredit Pajak PPh 21,22,23,24)



b.



Kewajiban Perpajakan Bulanan 



Memotong PPh Pasal 21 atas gaji yang dibayarkan kepada Karyawan WNI







Memotong



PPh



Pasal



23



atas



pembayaran



bunga/royalti,



pembayaran jasa dan pembayaran sewa 



Memotong PPh Pasal 26 atas gaji yang dibayarkan kepada karyawan WNA







Memotong PPh Pasal 26 atas gaji yang dibayarkan kepada karyawan WNA



P age |9







Memotong PPh Pasal 4 Ayat (2) Final atas pembayaran sewa tanah dan/atau bangunan



Namun demikian atas laba bersih setelah PPh Badan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia dikenakan tambahan pajak yang sering disebut sebagai branch profit tax dengan tarif sebesar 20% dari laba bersih setelah pajak. Apabila perusahaan asing tersebut berasal dari negara treaty partner maka besarnya tarif branch profit tax sesuai ketentuan tax treaty yang berlaku. Penentuan besarnya tarif branch profit tax sering menjadi perdebatan dalam perundingan tax treaty Indonesia dengan negara-negara lainnya karena beberapa hal yaitu: (i) negara treaty partner tidak menerapkan branch profit tax di negaranya, atau (ii) untuk melindungi kepentingan Indonesia dibidang industri hulu Minyak Gas dan Bumi. Dalam rangka menentukan besarnya PKP suatu BUT perusahaan asing di Indonesia, pembayaran ke kantor pusat yang tidak boleh dikurangkan sebagai deductible expenses adalah: 



Royalti atau imbalan lainnya yang berhubungan dengan penggunaan harta, paten atau hak-hak lain;







Imbalan yang berhubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;







Bunga kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan. Selain itu, biaya administrasi kantor pusat yang dialokasikan ke BUT nya



di Indonesia yang dapat dibebankan hanya sebesar rasio antara jumlah penghasilan BUTnya di Indonesia dengan jumlah penghasilan globalnya dikalikan dengan jumlah biaya administrasi kantor pusat. Insentif pajak yang diperoleh suatu BUT perusahaan asing di Indonesia adalah pembebasan PPh Pasal 26 Ayat (4) atas branch profit tax apabila memenuhi persyaratan yang bersifat kumulatif yaitu : 



Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal perusahaan yang



P a g e | 10



baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri; 



Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut; dan Tidak melakukan pengalihan atas penanaman tersebut paling sedikit



dalam jangka waktu 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan produksi komersial.



P a g e | 11



BAB III PEMBAHASAN



3.1.



Tax Treaty Transaksi Internasional Indonesia-Jepang Sejauh ini, pemerintah telah melakukan perjanjian penghindaran pajak



dengan berbagai negara dan telah resmi diberlakukan secara efektif, salah satunya dengan Jepang. Perjanjian penghindaran pajak berganda antara Indonesia dan Jepang mulai resmi diterapkan pada 1 Januari 1983. Menurut Tax treaty/Perjanjian yang dilakukan antara Indonesia dan Jepang, terdapat di Pasal 2 (dua) yang menjelaskan ada pajak-pajak yang tunduk dalam perjanjian tersebut, yaitu : a.



Di Indonesia : 1) Pajak Pendapatan 2) Pajak Perseroan Termasuk



setiap



pajak



yang



dipungut



pada



sumbernya,



pembayaran dimuka atau pembayaran terlebih dahulu terhadap pajak-pajak tersebut diatas; 3) Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalti (Selanjutnya disebut “Pajak Indonesia”) b.



Di Jepang : 1) Pajak Pendapatan (the income tax); 2) Pajak Perseroan (the corporation tax) (Selanjutnya disebut “Pajak Jepang”) Dan di Pasal 4 (Empat), tertuang tulisan tentang penjelasan istilah



“penduduk dari suatu negara” yang bermaksud bahwa setiap orang atau badan yang menurut perundang-undangan negara itu dapat dikenakan pajak berdasarkan tempat tinggal, tempat kediaman, kantor pusat atau kantor besar, tempat ketatalaksanaan atau patokan lainnya yang serupa.



P a g e | 12



Dan



berdasarkan



ketentuan



ayat



1,



seseorang



atau suatu



badan



merupakan penduduk dari kedua Negara, maka untuk persetujuan ini pejabat



yang berwenang



dari



masing-masing



negara,



berdasarkan



permufakatan kedua belah pihak akan menentukan tempat kedudukan seseorang atau badan tersebut. Pasal 5 (Lima) yang tertuang di perjanjian adalah tentang Bentuk Usaha Tetap atau Permanent Establishment yang berarti suatu tempat usaha tertentu dimana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan. Bentuk Usaha Tetap itu meliputi : a.



Suatu tempat kedudukan manajemen;



b.



Suatu cabang;



c.



Suatu kantor;



d.



Suatu pabrik;



e.



Suatu bengkel;



f.



Suatu



pertambangan,



suatu



ladang



minyak



atau



gas,



suatu



tempat penggalian atau tempat penambangan sumber alam lainnya termasuk kayu atau hasil hutan lainnya; g.



Suatu pertanian atau perkebunan;



h.



Suatu lokasi bangunan atau



suatu proyek konstruksi, instalasi



atau proyek perakitan yang berlangsung untuk lebih dari 6 bulan; i.



Pemberian jasa-jasa, termasuk jasa konsultan yang diberikan oleh suatu perusahaan melalui karyawan-karyawannya atau orang lainnya (daripada suatu agen yang berdiri sendiri sesuai yang dimaksud dalam ayat (6) dimana kegiatan berlangsung terus-menerus di satu Negara pihak pada persetujuan untuk waktu lebih dari 3 bulan. Yang tidak meliputi sebagai Bentuk Usaha Tetap adalah :



a.



Penggunaan



fasilitas



semata-mata



untuk



menyimpan



atau



memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan; b.



Pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan; P a g e | 13



c.



Pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik



perusahaan



semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh



perusahaan lainnya; d.



Pengurusan membeli



suatu



tempat



barang-barang



tetap



atau



semata-mata untuk maksud barang dagangan, atau untuk



mengumpulkan keterangan, untuk kepentingan perusahaan; e.



Pengurusan suatu tempat tetap semata-mata untuk tujuan menjalankan, untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan atau penunjang bagi kepentingan perusahaan.



f.



Pengurusan



tempat



usaha



tertentu



semata-mata



untuk setiap



kegiatan-kegiatan gabungan dari yang disebut dalam sub ayat (a) sampai (c), asal saja keseluruhan kegiatan ditempat usaha tertentu itu bersifat persiapan atau penunjang. Orang atau badan disuatu negara selain agen yang be rdiri sendiri yang bertindak untuk kepentingan suatu perusahaan dari negara lain, maka perusahaan itu akan dianggap mempunyai pendirian tetap di negara itu sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk perusahaan tersebut, apabila ; a.



Orang atau badan untuk memiliki kuasa untuk menutup kontrak atas nama perusahaan dan biasa menjalankan kuasa itu di negara tersebut kecuali bila kegiatan-kegiatan yang dilakukan terbatas pada yang disebut dalam ayat 4, atau;



b.



Orang atau badan itu mengurus di negara tersebut persediaan barangbarang atau barang kepunyaan perusahaan, dimana ia secara teratur memenuhi pesanan-pesanan atau nama perusahaan dimaksud.



3.2.



Contoh BUT



3.2.1. PT Toyofuji Serasi Indonesia PT Toyofuji Serasi Indonesia merupakan perusahaan pelayaran yang bergerak di bidang jasa pengiriman barang melalui jalur transportasi laut dan mengambil bagian penting pada program pengiriman barang ke sejumlah



P a g e | 14



daerah yang berada di Indonesia. PT. Toyofuji Serasi Indonesia merupakan perusahaan yang telah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) di Kantor Pelayanan Badan Penanaman Modal Asing Lima dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 02-194-570-4-058-000. Dalam hal penghitungan PPh Pasal 15, Pasal 4(2) dan Pasal 23. PT Toyofuji Serasi Indonesia menghitung pajak atas penghasilan perusahaan yang mendukung kegiatan perusahaan PT. Toyofuji Serasi Indonesia. 3.2.2. Kewajiban Perpajakan pada PT Toyofuji Serasi Indonesia sebagai Bentuk Usaha Tetap Dalam hal ini PT Toyofuji Serasi Indonesia yang merupakan BUT, namun dalam kewajiban perpajakan, BUT hampir sama seperti Wajib Pajak Badan Dalam Negeri. PT Toyofuji Serasi Indonesia dalam hal ini berkewajiban mempunyai NPWP dan memenuhi ketentuan di Undang – Undang PPN, sehingga PT Toyofuji Serasi Indonesia dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dan diketahui bahwa PT Toyofuji Serasi Indonesia telah memiliki NPWP yaitu 02-194-570-4-058000 dan dalam hal ini telah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Badan Penanaman Modal Asing Lima. PT Toyofuji Serasi Indonesia juga berkewajiban untuk menyampaikan SPT PPh Badan, SPT PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 4(2) dan/atau PPN sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3.2.3. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dengan Jepang Terkait dengan PT Toyofuji Serasi Indonesia Seperti yang sudah dijelaskan diatas mengenai perjanjian pajak berganda antara Indonesia dengan Jepang maka: 1.



PT Toyofuji Serasi Indonesia memiliki pegawai asing, dalam hal ini pegawai asing tersebut dikenakan PPh pasal 21 dikarenakan pegawai asing tersebut sudah memiliki NPWP dan bekerja lebih dari 183 hari di Indonesia.



2.



Terkait PPh pasal 26, PT Toyofuji Serasi Indonesia melakukan pemotongan sesuai dengan tax treaty antara Indonesia dengan Jepang



P a g e | 15



pada keterangan mengenai dividen yang tertera dalam pasal 10. Sesuai dengan tax treaty antara Indonesia – Jepang pada pasal 10 menyatakan bahwa 10% dari jumlah kotor dividen jika penerima dividen adalah suatu badan yang selama 12 bulan pada akhir masa pembukuan dimana pembagian keuntungan dilakukan, apabila memiliki sekurang-kurangnya 25% modal dari badan yang membayarkan dividen. PT. Toyofuji Shipping Co.Ltd dalam hal ini memiliki modal sebesar 25% sehingga PT Toyofuji Shipping Co. Ltd dikenakan tarif sebesar 10%. 3.3. Isu Terkini terkait BUT 



Isu Pajak Google di Indonesia



Modus Google Google terbelit masalah pajak di Indonesia. Beberapa waktu lalu diberitakan, Google Indonesia menghadapi kemungkinan penyelidikan karena terindikasi melakukan pelanggaran pajak. Google Indonesia dianggap mengemplang pajak karena belum menjadi badan usaha tetap (BUT). Dengan kata lain, Google Indonesia belum menjadi wajib pajak. Google sengaja memanfaatkan celah hukum agar bisa membayar pajak sekecil-kecilnya padahal telah meraup pendapatan sebesarbesarnya. Kantornya di Indonesia selama ini hanya bersifat sebagai perwakilan, bukan kantor tetap. Karena itu, transaksi bisnis Google yang terjadi di Tanah Air tidak berkontribusi pada pendapatan negara. Padahal, transaksi bisnis periklanan digital (yang merupakan ladang usaha Google) pada tahun 2015 saja mencapai kisaran 850 juta dollar AS atau sekitar Rp 11,6 triliun. Anehnya, Google Indonesia mengalihkan semua keuntungannya ke Google Asia Pacific yang berkantor di Singapura. Sayangnya, Google Asia Pacific menolak diaudit Juni lalu sehingga status penyelidikan pajaknya menjadi investigasi kriminal.



P a g e | 16



“Mereka menolak diperiksa dan ditetapkan sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT), kami akan melakukan langkah lebih keras,” kata Muhammad Haniv. Tanggapan Google Google Indonesia sendiri telah membantah tuduhan tersebut. Jason Tedjasukmana (Head of Corporate Communication, Google Indonesia) mengatakan PT Google Indonesia telah beroperasi sebagai perusahaan Indonesia sejak tahun 2011 dan Google telah menunaikan kewajibannya sesuai porsi, dan menyatakan bahwa Google yang berbasis di California, Amerika Serikat telah menunjuk sebuah kantor perwakilan di Jakarta, yakni Google Indonesia dan tidak harus punya Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia sehingga tidak bisa diperiksa ataupun dikenai pajak. Kantor perwakilan tersebut lalu mendapat fee atau bayaran sebesar 4% dari nilai total pemasukan iklan di Indonesia. Oleh Google Indonesia, bayaran sebesar 4% itu dijadikan basis perpajakan. Padahal seharusnya semua penghasilan dari pemasang iklan di Indonesia yang menjadi basis pajak Google Indonesia.



Tapi



pihak google



mengatakan



bahwa



penghasilannya hanya sebesar fee-nya tadi, sebesar yang diterima PT Google. Penyebab Google Tersandung Masalah Pajak Menurut pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Darussalam, persoalan pajak Google dan sejumlah perusahaan layanan internet di suatu negara, dipicu oleh praktik perencanaan pajak yang agresif atau aggressive tax planning. Kasus google ini dipicu semakin maraknya praktik aggressive tax planning dimana intensi melakukan tax planning dengan cara mencari kelemahan ketentuan pajak baik dalam level domestik dan internasional. Dalam istilah pajak, tax planning diartikan sebagai usaha-usaha wajib pajak untuk meminimalkan pembayaran pajaknya. Namun ada satu titik dari tax planning yang dianggap tidak bisa ditoleransi yakni aggressive tax



P a g e | 17



planning. Saat mencapai titik agresif itu, para wajib pajak mencoba mencari kelemahan ketentuan pajak di satu negara. Di Indonesia, kelemahan ketentuan pajak bisa terlihat dari persoalan Google. Seperti diketahui, pendapatan Google dari Indonesia mencapai triliunan rupiah, terutama dari iklan. Namun perusahaan asal AS itu belum membayar pajak untuk transaksi yang dilakukan di tanah air. Google hanya menempatkan perwakilannya yakni Google Indonesia yang berkantor di Jakarta dan bukan sebagai Badan Usaha Tetap (BUT). Sementara di Indonesia, pengenaan pajak bisa dilakukan bila suatu badan usaha merupakan BUT. Persoalan BUT diakui Ditjen Pajak sangat pelik. Hingga saat ini Google menolak disebut BUT. Padahal menurut Ditjen Pajak, Google Indonesia sudah berbentuk badan hukum dengan status sebagai Penanaman Modal Asing (PMA) sejak 15 September 2011 dan menginduk kepada dari Google Asia Pacific Pte Ltd. Darussalam mengatakan persoalan Google dan perusahaan penyedia layanan internet lainya sudah mulai dicegah oleh banyak negara. Bahkan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dan negara G-20 sudah menyepakati satu hal. Mewajibkan wajib pajak untuk mengungkapkan skema tax planningnya. Ini tertuang dalam aksi no 12 Base Erosion Profit Shifting (BEPS)," kata dia. Ketentuan kewajiban pengungkapa tax planning itu disebut dengan mandatory disclosure rule (MDR). Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa Indonesia harus menerapkan MDR untuk mencegah skema aggressive tax planning. Selain itu kata Darussalam, sejumlah negara mulai melakukan pendekatan moral untuk "memerangi" agressive tax planning. Pendekatan moral dibangun agar kepatuhan membayar pajak hadir dari inisiatif bukan paksaan atau ancaman. Saat ini, negara yang berhasil menerapkan hal tersebut adalah Inggris. Menurut Ditjen Pajak, Inggris adalah negara yang mampu membuat Google mau membayar pajak atas bisnisnya di negeri Ratu Elizabeth tersebut.



P a g e | 18



Menunggak di Negara Lain Pada awal tahun ini, Bloomberg melaporkan bahwa Google menghindari pajak senilai 2,4 miliar dollar AS (Rp31 triliun) pada 2014 dengan memindahkan pendapatan senilai 12 miliar dollar AS (Rp157 triliun) ke sebuah perusahaan penampung di Bermuda. Jumlah itu lebih tinggi 16 persen dibanding tahun sebelumnya dan membuat berang negara-negara tempat Google mencari pendapatan yang seharusnya bisa menarik pajak dari Google. Di Perancis saja, Google meraup 1,7 miliar Euro tiap tahun tetapi Google hanya mengaku memperoleh pendapatan 225 juta Euro. Akhirnya, Google cuma bayar pajak senilai 5 juta Euro. Di Inggris, Google membayar pajak jauh lebih sedikit daripada yang semestinya. Google hanya membayar senilai 130 juta Poundsterling, angka itu terbilang kecil jika dibanding skala bisnis Google di negara tersebut. Google bisa memperoleh keuntungan senilai 8 miliar Poundsterling pertahun dan Google alihkan ke Irlandia. Padahal, Google memiliki 5 kantor utama di Inggris dan yang kedua terbesar di luar Amerika Serikat. Google pun mendirikan kantor-kantor di Inggris dan merekrut 5.000 orang karyawan yang dana investasinya mencapai 1 miliar Poundsterling. Selain di Indonesia, masalah pajak Google ternyata juga terjadi di negara-negara lain. Google disebut sengaja memanfaatkan celah hukum agar bisa membayar pajak sekecil-kecilnya padahal telah meraup pendapatan sebesar-besarnya. Otoritas pajak Italia meminta Google membayar 300 juta euro atau setara Rp4,4 triliun pada awal 2016. Angka itu adalah kalkulasi pendapatan rata-rata Google selama enam tahun berbisnis di Italia Namun, Google melakukan manipulasi pajak dengan mengirimkan pendapatannya di Italia ke Irlandia. Karena itu, Googe menyetor pajak senilai jadi 2,2 juta euro atau Rp32 miliar pada 2015 lalu. P a g e | 19



Cara Google Memanfaatkan Celah untuk Menghindari Pajak Sang raksasa internet menggunakan strategi yang dikenal dengan istilah “Double Irish With a Dutch Sandwich”, mengacu pada dua negara yang digunakan sebagai fasilitator, yakni Irlandia dan Belanda, untuk menuju tujuan akhir berupa negara tax haven. Pendapatan Google dari luar AS tidak disalurkan ke Tanah Airnya karena bisa dikenai pajak pemasukan perusahaan sebesar 35 persen. Alihalih melakukan itu, Google mentransfer dana pemasukan global ke Irlandia, yang menjadi markas operasional untuk wilayah Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Mengapa Irlandia? Karena peraturan pajak di negara ini memiliki celah yang bisa dimanfaatkan untuk menghindari pajak. Di Irlandia, Google memiliki dua anak perusahaan. Salah satunya mengumpulkan pendapatan dari berbagai wilayah di dunia. Lainnya memegang hak atas paten dan properti intelektual Google. Anak perusahaan pertama yang mengumpulkan pendapatan akan menyalurkan dana tersebut sebagai “pembayaran royalti” ke anak perusahaan kedua yang memegang paten. Di Irlandia, royalti dipajaki lebih rendah dibandingkan pemasukan jenis lain. Tapi dana tak langsung ditransfer, melainkan dialihkan terlebih dahulu ke anak perusahaan lain di Belanda, yakni Google Netherlands Holdings B.V., untuk menghindari pajak penghasilan (withholding tax) di Irlandia tadi, sekaligus pajak tinggi yang dikenakan apabila dana langsung dipindahkan ke negara tax haven. Regulasi Irlandia tak mengenakan pajak untuk pembayaran royalti tertentu ke perusahaan yang berbasis di negara sesama anggota Uni Eropa (Belanda). Dari sana, barulah sebagian besar dana kembali ditransfer ke anak perusahaan kedua di Irlandia sebagai pemegang royalti. Meski terdaftar di Irlandia, anak perusahaan kedua pemegang properti intelektual ini tak berkantor di negara tersebut, melainkan P a g e | 20



negara lain yang dikenal sebagai tax haven -misalnya Bermuda dalam kasus Google- yang tak mengenakan pajak pemasukan korporasi sama sekali, alias 0 persen. Sekali lagi terdapat celah regulasi yang dieksploitasi karena Irlandia tidak mengategorikan perusahaan yang manajemen pusatnya berada di luar negeri sebagai tax resident. Dana akan sulit dilacak begitu sampai di Bermuda karena anak perusahaan Google di sana memiliki status hukum sebagai “unlimited liability company”. Artinya, menurut hukum Irlandia, perusahaan yang bersangkutan tidak diwajibkan membuka informasi finansialnya. Dengan memanfaatkan skema “Double Irish with a Dutch Sandwich” di atas, Google menghindari pembayaran pajak pemasukan perusahaan di Irlandia sebesar 12,5 persen yang sudah lebih kecil dibandingkan AS (35 persen) atau Inggris (28 persen). Ditjen Pajak pastikan Google Indonesia bayar pajak perusahaan 25% Direktorat Jenderal Pajak memastikan Google Indonesia berbentuk Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia sehingga akan dikenai pajak perusahaan sebesar 25%. Kepastian itu didapat setelah Muhammad Haniv, Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus, melakukan pertemuan intensif dengan pihak Google Indonesia. Menurutnya, regulasi yang akan dikeluarkan pemerintah menegaskan bahwa operasional Google Indonesia berbentuk BUT berlaku surut sehingga pajak tahun 2015 yang sedang diperiksa dapat dikenakan tarif pajak perusahaan normal. Tarif pajak perusahaan di Indonesia adalah sebesar 25% dari laba kena pajak. Berdasarkan perkiraan Muhammad Haniv, pendapatan iklan Google dapat mencapai Rp5 triliun. Dengan asumsi margin 35% dari total pendapatan, maka laba kena pajak Google adalah sebesar Rp1,75 triliun. Dengan demikian perkiraan pajak perusahaan Google dapat mencapai Rp437,5 miliar.



P a g e | 21



BAB IV PENUTUP Seperti kita ketahui bahwa pajak berganda timbul karena dua negara mengenakan pajak atas penghasilan yang sama. Maka dilakukanlah perjanjian Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara dua negara tersebut, dimana objek perjanjian perpajakan adalah jenis-jenis pajak yang ada di masing-masing negara yang tercakup oleh perjanjian perpajakan, dan jenis-jenis penghasilan yang diperoleh dan yang diterima oleh orang atau badan yang tercakup perjanjian perpajakan, serta bagaimana perlakuan perpajakan atas jenis-jenis penghasilan tersebut. Karena perjanjian perpajakan hanya mengatur prinsip-prinsip pemajakan yang dapat diterapkan di kedua negara. Maka bagaimana cara melaksanakan prinsip-prinsip pemajakan tersebut di masing-masing negara, akan sangat tergantung kepada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam perundangundangan pajak masing-masing negara.



P a g e | 22



DAFTAR PUSTAKA OECD Model Double Taxation Convention on Income and Capital (1977) Republik Indonesia, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia, Undang–Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=812 http://www.seoblog.id/2016/10/kasus-pajak-google.html



P a g e | 23