MAKALAH RADIOFARMASI DJJJ [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH RADIOFARMASI “Kajian Efek Terapi Radiofarmasi Untuk Pengobatan, Diagnosis, dan Analisis”



Dosen Pengampu: Drs. Wahidin, M. Si., Apt Disusun Oleh: Nama : KURNIA DWI JULIANTI NPM : 1943057026



FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA 2019



i



KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah radiofarmasi dengan judul kajian efek terapi radiofarmasi untuk pengobatan, diagnosis, dan analisis ini. Tugas makalah radiofarmasi ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin oleh karena itu kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. Wahidin, M.Si., Apt selaku dosen mata kuliah Radiofarmasi dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah radiofarmasi dengan judul kajian efek terapi radiofarmasi untuk pengobatan, diagnosis, dan analisis ini sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengaan tepat waktu. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki. Akhir kata kami berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dan semoga tugas Antimikroba ini dapat memberikan manfaat.



Jakarta, Oktober 2019



Penyusun



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR



2



DAFTAR ISI 3 BAB I PENDAHULUAN



4



1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4 1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA



6



2.1 Pengertian Radiofarmasi........................................................................................................6 2.2 Perkembangan Radioisotop Di Indonesia..............................................................................7 2.3 Definisi Radioisotop..............................................................................................................7 2.4 Mekanisme kerja....................................................................................................................8 2.5 Manfaat Zat Radioaktif Dibidang Kedokteran (Farmasi) Bidang Kedokteran......................9 2.6 Keuntungan Penggunaan Radioisotop.................................................................................11 2.7 Aplikasi Radiologi Dalam Kesehatan..................................................................................12 2.8 Prosedur Penggunaan Radiofarmaka...................................................................................13 BAB III PENUTUP 15 3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA 16



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiofarmaka adalah senyawa kimia yang mengandung atom radioaktif dalam strukturnya dan digunakan untuk diagnosis atau terapi. Dengan kata lain, radiofarmaka merupakan obat radioaktif. Sediaan radiofarmaka dibuat dalam berbagai bentuk kimia dan fisik yang diberikan dengan berbagai rute pemberian untuk memberikan efek radioaktif pada target bagian tubuh tertentu. Radioterapi biasa digunakan untuk pengobatan kanker yang sifatnya kuratif atau pun adjuvant (tambahan) .Radioterapi bisa digunakan sebagai terapi paliatif (bertujuan semata-mata untuk mengontrol penyakit secara lokal atau meringankan gejala) atau sebagai pengobatan terapi (dimana terapi bersifat menguntungkan dan dapat menyembuhkan). Radioterapi juga berguna untuk kasus diluar kanker, seperti pengobatan neuralgia trigeminal, penyakit mata tiroid berat, pterigium, sinovitis villonodular berpigmen, mencegah pertumbuhan jaringan parut keloid, dan mencegah ossifikasi heterotropik.Penggunaan radioterapi pada kondisi di luar kanker tersebut sifatnya tebatas karena kekhawatiran risiko terjadinya kanker akibat radiasi (radiation-induced cancers).Radioterapi digunakan untuk pengobatan tumor ganas (kanker) dan bahkan digunakan sebagai terapi primer kanker. Beberapa contoh rute pemberian: per oral (kapsul dan larutan), intravena, intraperitoneal, intrapleural, intratekal, inhalasi, instilasi melalui tetes mata, kateter urin, kateter intraperitoneal dan shunts. Bentuk fisika dan kimiawi sediaan radiofarmaka dapat berupa unsur (Xenon 133, krypton 81m), ion sederhana (iodida, pertechnetate), molekul kecil yang diberi label radioaktif, makromolekul yang diberi label radioaktif, partikel yang diberi label radioaktif, sel yang diberi label radioaktif. Radiofarmaka dimanfaatkan dalam berbagai jenis pemeriksaan dalam kedokteran nuklir. Pemeriksaan tersebut terbagi menjadi 3 kategori: 1. Pemeriksaan untuk pencitraan Pemeriksaan ini memberikan informasi untuk tujuan diagnostik dan dilakukan dengan memeriksa pola distribusi radioaktif dalam tubuh. 2. Pemeriksaan fungsi tubuh secara in vivo 1



Pemeriksaan fungsi tubuh secara in vivo bertujuan untuk mengukur fungsi organ tubuh atau sistem fisiologis tubuh berdasarkan absorpsi, pengenceran, konsentrasi, bahan radioaktif dalam tubuh atau ekskresi bahan radioaktif dari tubuh setelah pemberian radiofarmaka. 3. Pemeriksaan untuk tujuan terapetik Pemeriksaan ini bertujuan untuk keperluan penyembuhan, atau terapi paliatif. Mekanisme kerja umumnya berupa absorpsi radiasi beta untuk menghancurkan jaringan yang terkena penyakit.



1.2. Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Apa itu radiofarmasi ? bagaimana perkembangan radiofarmasi di Indonesia ? Apa itu radioisotope ? Bagaimana mekanisme kerja dari radiofarmasi ? Apa manfaat radioaktif di bidang kedokteran (farmasi) ? Apakah keuntungan penggunaan radioisotope ? Bagaimana aplikasi radiologi dalam kesehatan ? Bagaimana prosedur penggunaan radiofarmaka ?



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Radiofarmasi Radio Farmasi adalah suatu bidang ilmu kefarmasian (penyiapan, pembuatan sediaan, penyimpanan, pendistribusian, dispensing) yang memanfaatkan unsur/atom radioaktif yang 2



digunakan baik untuk tujuan diagnosis maupun terapi. Radio farmasi atau Farmasi nuklir juga didefinisikan sebagai penggunaan prinsip dan cara-cara farmasi dan radiokimia untuk pembuatan obat yang mengandung atom radioaktif (radiofarmaka) bagi keperluan diagnosis



dan



penyembuhan (terapi) penyakit yang diidap oleh pasien. Senyawa kimia atu obat , yang salah satu atom penyusun strukturnya adalah nuklida radioaktif ,untuk keperluan diagnosis penyembuhan(terapi)



suatu



penyakit



dan



dapat



diberikan



kepada



pasien



atau secara



oral,parenteral,dan inhalasi disebut sebagai Radiofarmaka. Radiofarmaka diformulasikan dalam berbagai wujud kimia dan fisika untuk mengarahkan keradioaktifan ke bagian-bagian tertentu dari tubuh dengan harapan bahwa radiasi yang dipancarkan dari radiofarmaka diagnosa denagn mudah akan keluar dari tubuh sehingga memungkinkan deteksi dan pengukuran dilakukan diluar tubuh. Kedokteran Nuklir adalah bidang keahlian dalam kedokteran yang menggunakan isotop radioaktif secara aman, tanpa sakit,dan murah, baik untuk pencitraan,maupun untuk pencegahan dan pengobatan penyakit. Jadi ada 2 fokus utama dalam kedokteran nuklir, yaitu pencitraan organ tubuh serta pencegahan dan pengobatan penyakit. Pencitraan di sini unik karena dapat menggambarkan fungsi dan struktur organ tubuh sekaligus,sehingga banyak penyakit yang bisa diseteksi lebih dini ,dengan demikian pengobatannya pun dapat lebih efektif. Untuk tujuan pencegahan dan pengobatan penyakit/ diagnosa , digunakan senyawa spesifik yang akan masuk ke dalam organ yang akan di diagnosa dimana senyawa tersebut sebelumnya telah ditandai dengan isotop. Kemudian senyawa tersebut dimasukkan ke dalam organ yang akan di peiksa ,lalu pasien difoto dengan kamera khusus. Senyawa yang telah ditandai dengan isotop memiliki waktu paruh yaitu waktu dimana konsentrasi dalam tubuh tersisa setengahnya. Setiap selang waktu itu, kadar senyawa tersebut berkurang setengahnya sehingga akhirnya tersisa dalam jumlah yang amat kecil dan akan habis diekskresikan melalui urin. Selama waktu tersebut pasien harus di observasi di rumah sakit. Tindakan ini hanya dapat dilakukan di rumah sakit yang memiliki sarana kedokteran nuklir,dan bangunan serta system drainasenya di rancang khusus sesuai peraturan,sehingga limbah tidak membahayakan bagi masyarakat.



2.2 Perkembangan Radioisotop Di Indonesia Aplikasi teknik nuklir dalam bidang kedokteran di Indonesia telah dilakukan sejak akhir 1960an, yaitu setelah reaktor atom Indonesia yang pertama mulai beroperasi di Bandung. Beberapa tenaga ahli Indonesia dibantu oleh ahli dari luar negeri mulai merintis pendirian suatu 3



unit kedokteran nuklir di Pusat Reaktor Atom Bandung (sekarang bernama Pusat Penelitian Teknik Nuklir). Pada masa-masa awal, berbagai kendala menghadang perkembangan kedokteran nuklir



di



Indonesia



seperti



misalnya



langkanya



tenaga



ahli,



masalah



pengadaan



radiofarmaka/radioisotop, biaya pemeriksaan yang dianggap mahal, belum dikenal oleh masyarakat luas. Berapa sebenarnya jumlah unit kedokteran nuklir yang dibutuhkan di suatu negara adalah sangat bervariasi tergantung tingkat kemajuan teknologinya, sosial ekonomi masyarakat di negara itu, prioritasnya di sektor kesehatan. Kedokteran nuklir ini merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang memanfaatkan materi radioaktif untuk menegakkan diagnosis dan mengobati penderita serta mempelajari penyakit manula. Bidang kedokteran nuklir laksana sebuah segitiga dengan radiofarmaka, instrument, dan masalah biomedik sebagai sisi-sisinya, serta penderita ditengahnya. Kedokteran nuklir menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan untuk mempelajari perubahan fisiologi, anatomi, dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi, dan penelitian kedokteran. Dalam bidang kedokteran, radiasi pengion digunakan untuk diagnosis dan pengobatan (terapi). Pemakaian sinar-X untuk memeriksa pasien disebut radiologi diagnostik, jika radiasi digunakan untuk mengobati pasien, prosedurnya disebut radioterapi, sedang pemakaian obat-obatan yang mengandung bahan radioaktif, baik untuk keperluan diagnosis maupun terapi, disebut kedokteran nuklir. Dosis efektif rata-rata yang berasal dari bidang kedokteran ini sekitar 0,4 mSv (40 mrem) per tahun.



2.3 Definisi Radioisotop Radioisotop adalah suatu unsur radioaktif yang memancarkan sinar radioaktif. Radioaktif mempunyai peranan penting dalam melengkapi kebutuhan manusia di berbagai bidang. Salah satunya di bidang farmasi dan kesehatan. Selain digunakan untuk mendiagnosis penyakit, radioisotop juga digunakan untuk terapi radiasi. Terapi radiasi adalah cara pengobatan dengan memakai radiasi. Terapi seperti ini biasanya digunakan dalam pengobatan kanker. Pemberian terapi dapat menyembuhkan, mengurangi gejala, atau mencegah penyebaran kanker, bergantung pada jenis dan stadium kanker. Banyak radioisotop yang digunakan dalam bidang kesehatan dan farmasi dan masingmasing radioisotop jenis-jenis radioisotop, antara lain:



4



1. I-131 Terapi penyembuhan kanker Tiroid, mendeteksi kerusakan pada kelenjar gondok, hati dan otak. 2. Pu-238 energi listrik dari alat pacu jantung. 3. Tc-99 & Ti-201 Mendeteksi kerusakan jantung. 4. Na-24 Mendeteksi gangguan peredaran darah. 5. Xe-133 Mendeteksi Penyakit paru-paru. 6. P-32 Penyakit mata, tumor dan hati. 7. Fe-59 Mempelajari pembentukan sel darah merah. 8. Cr-51 Mendeteksi kerusakan limpa. 9. Se-75 Mendeteksi kerusakan Pankreas. 10. Tc-99 Mendeteksi kerusakan tulang dan paru-paru. 11. Ga-67 Memeriksa kerusakan getah bening. 12. C-14 Mendeteksi diabetes dan anemia. 13. Co-60 Membunuh sel-sel kanker. 14. Sr-85 untuk mendeteksi penyakit pada tulang. Sejak lama diketahui bahwa radiasi dari radium dapat dipakai untuk pengobatan kanker. Oleh karena radium-60 dapat mematikan sel kanker dan sel yang sehat maka diperlukan teknik tertentu sehingga tempat di sekeliling kanker mendapat radiasi seminimal mungkin. Radiasi gamma dapat membunuh organisme hidup termasuk bakteri. Oleh karena itu, radiasi gamma digunakan untuk sterilisasi alat-alat farmasi.



2.4 Mekanisme kerja 1. Radiodiagnostik I-131 digunakan sebagai terapi pengobatan untuk kondisi tiroid yang over aktif atau kita sebut hipertiroid. I-131 ini sendiri adalah suatu isotop yang terbuat dari iodin yang selalu memancarkan sinar radiasi. Jika I-131 ini dimasukkan kedalam tubuh dalam dosis yang kecil, maka I-131 ini akan masuk ke dalam pembuluh darah traktus gastrointestinalis. I-131 dan akan melewati kelenjar tiroid yang kemudian akan menghancurkan sel-sel glandula tersebut. Hal ini akan memperlambat aktifitas dari kelenjar tiroid dan dalam beberapa kasus dapat merubah kondisi tiroid. 2. Radioterapi Bila jaringan terkena radiasi penyinaran, maka jaringan akan menyerap energi radiasi dan akan menimbulkan ionisasi atom-atom. Ionisasi tersebut dapat menimbulkan perubahan kimia dan biokimia yang pada akhirnya akan menimbulkan kerusakan biologik. Kerusakan sel yang terjadi dapat berupa kerusakan kromosom, mutasi, perlambatan pembelahan sel dan kehilangan kemampuan untuk berproduksi.



5



Radiasi pengion adalah berkas pancaran energi atau partikel yang bila mengenai sebuah atom akan menyebabkan terpentalnya elektron keluar dari orbit elektron tersebut. Pancaran energi dapat berupa gelombang elektromagnetik, yang dapat berupa sinar gamma dan sinar X. Pancaran partikel dapat berupa pancaran elektron (sinar beta) atau pancaran partikel netron, alfa, proton. Dengan pemberian setiap terapi, maka akan semakin banyak sel-sel kanker yang mati dan tumor akan mengecil. Sel-sel yang mati akan hancur, dibawa oleh darah dan diekskresi keluar dari tubuh. Sebagian besar sel-sel sehat akan bisa pulih kembai dari pengaruh radiasi. Tetapi bagaimanapun juga, kerusakan yang terjadi pada sel-sel sehat merupakan penyebab terjadinya efek samping radiasi.



2.5 Manfaat Zat Radioaktif Dibidang Kedokteran (Farmasi) Bidang Kedokteran Penggunaan radioaktif untuk kesehatan sudah sangat banyak, dan sudah berapa juta orang di dunia yang terselamatkan karena pemanfaatan radioaktif ini. Sebagai contoh sinar X untuk penghancur tumor atau untuk foto tulang. Berdasarkan radiasinya:. 1. Terapi tumor atau kanker. Berbagai jenis tumor atau kanker dapat diterapi dengan radiasi. Sebenarnya, baik sel normal maupun sel kanker dapat dirusak oleh radiasi tetapi sel kanker atau tumor ternyata lebih sensitif (lebih mudah rusak). Oleh karena itu, sel kanker atau tumor dapat dimatikan dengan mengarahkan radiasi secara tepat pada sel-sel kanker tersebut. 2. Penentuan Kerapatan Tulang Dengan Bone Densitometer Pengukuran kerapatan tulang dilakukan dengan cara menyinari tulang dengan radiasi gamma atau sinar-X. Berdasarkan banyaknya radiasi gamma atau sinar-X yang diserap oleh tulang yang diperiksa maka dapat ditentukan konsentrasi mineral kalsium dalam tulang. Perhitungan dilakukan oleh komputer yang dipasang pada alat bone densitometer tersebut. Teknik ini bermanfaat untuk membantu mendiagnosiskekeroposan tulang (osteoporosis) yang sering menyerang wanita pada usia menopause (matihaid). 3. Teknik Pengaktivan Neutron Penggunaan radioaktif dalam bidang kedokteran terutama untuk pendeteksian jenis kelainan di dalam tubuh dan untuk penyembuhan kanker yang sangat sukar dioperasi menggunakan metode lama. Prinsip radioaktif ini juga dimanfaatkan untuk pengetesan kualitas bahan di dalam suatu industri yang dapat dipergunakan dengan mudah dan dengan ketelitian yang tinggi. Radioisotop yang digunakan dalam bidang kedokteran dapat berupa sumber terbuka 6



(unsealed source) dan sumber tertup (sealed source). Ketika radioisotop tersebut tidak dapat dipergunakan lagi, maka sumber radioaktif bekas tersebut sudah menjadi limbah radioaktif. Dalam bidang kedokteran, radiografi digunakan untuk mengetahui bagian dalam dari organ tubuh seperti tulang, paru-paru dan jantung. Dalam radiografi dengan menggunakan film sinar-x, maka obyek yang diamati sering tertutup oleh jaringan struktur lainnya, sehingga didapatkan pola gambar bayangan yang didominasi oleh struktur jaringan yang tidak diinginkan. Hal ini akan membingungkan para dokter untuk mendiagnosa organ tubuh tersebut. Untuk mengatasi hal ini maka dikembangkan teknologi yang lebih canggih yaitu CT-Scanner. Radioisotop Teknesium-99m (Tc-99m) merupakan radioisotop primadona yang mendekati ideal untuk mencari jejak di dalam tubuh. Hal ini dikarenakan radioisotop ini memiliki waktu paruh yang pendek sekitar 6 jam sehingga intensitas radiasi yang dipancarkannya berkurang secara cepat setelah selesai digunakan. Radioisotop ini merupakan pemancar gamma murni dari jenis peluruhan electron capture dan tidak memancarkan radiasi partikel bermuatan sehingga dampak terhadap tubuh sangat kecil. Selain itu, radioisotop ini mudah diperoleh dalam bentuk carrier free (bebas pengemban) dari radioisotop molibdenum-99 (Mo-99) dan dapat membentuk ikatan dengan senyawasenyawa organik. Radioisotop ini dimasukkan ke dalam tubuh setelah diikatkan dengan senyawa tertentu melalui reaksi penandaan (labelling). Di dalam tubuh, radioisotop ini akan bergerak bersama-sama dengan senyawa yang ditumpanginya sesuai dengan dinamika senyawa tersebut di dalam tubuh. Dengan demikian, keberadaan dan distribusi senyawa tersebut di dalam tubuh yang mencerminkan beberapa fungsi organ dan metabolisme tubuh dapat dengan mudah diketahui dari hasil pencitraan. Pencitraan dapat dilakukan menggunakan kamera gamma. Radioisotop ini dapat pula digunakan untuk mencari jejak terjadinya infeksi bakteri, misalnya bakteri tuberkolose, di dalam tubuh dengan memanfaatkan terjadinya reaksi spesifik yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Terjadinya reaksi spesifik tersebut dapat diketahui menggunakan senyawa tertentu, misalnya antibodi, yang bereaksi secara spesifik di tempat terjadinya infeksi. Beberapa saat yang lalu di Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR) BATAN telah berhasil disintesa radiofarmaka bertanda teknesium-99m untuk mendeteksi infeksi di dalam tubuh. Produk hasil litbang ini saat ini sedang direncanakan memasuki tahap uji klinis. 7



2.6 Keuntungan Penggunaan Radioisotop Keunggulan kedokteran nuklir terletak pada kemampuannya mendeteksi bahan bahan yang ditandai dengan perunut radioaktif. Bahan – bahan tersebut yang dikenal dengan istilah radiofarmaka, dimasukkan ke dalam tubuh melalui inhalasi, intravena, mulut. Setelah berada di dalam tubuh, dapat diikuti nasibnya di dalam organ atau jaringan menggunakan detektor pemancar gamma yang ditempatkan di luar tubuh. Dapat pula dilakukan analisis kandungan radiofarmaka dalam cuplikan darah, urine, feses, atau udara yang dihembuskan melalui pernafasan, bahkan dalam jaringan. Melalui teknik pencitraan dapat dipantau distribusi radioaktivitas di organ atau bagian tubuh sebagai fungsi waktu. Pemeriksaan kedokteran nuklir banyak membantu dalam menunjang diagnosis berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner, penyakit kelenjar gondok, gangguan fungsi ginjal, menentukan tahapan penyakit kanker dengan mendeteksi penyebarannya pada tulang, mendeteksi pendarahan pada saluran pencernaan makanan dan menentukan lokasinya, serta masih banyak lagi yang dapat diperoleh dari diagnosis dengan penerapan teknologi nuklir yang pada saat ini berkembang pesat.



2.7 Aplikasi Radiologi Dalam Kesehatan Dunia medis erat kaitannya dengan diagnosis dan pengobatan (terapi) suatu penyakit. Berbagai cara dan teknologi diterapkan untuk melakukan keduanya. Ada yang menggunakan obat-obatan herbal, kimia, hingga ke sinar dari radioaktif.



Sinar radioaktif yang umum



digunakan adalah sinar X untuk rontgen. Selain itu, saat ini juga ada teknologi dengan menggunakan sinar gamma dan materi bermuatan( alfa dan beta). Penggunaannya melalui aliran darah, baik dengan oral, injeksi maupun diisap/inhalasi. Sinar X ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen,seorang professor fisika dari Universitas Wurzburg, Jerman. Saat itu beliau melihat timbulnya sinar fluoresensi yang berasal dari Kristal Barium Platinosianida dalam tabung Crookes-Hittorf yang dialiri listrik. Pada tahun 1901 beliau mendapat nobel atas penemuan tersebut. Akhir Desember 1895 dan awal Januari 1896 , Dr. Otto Walkhoff adalah dokter gigidan orang pertama pertama yang memakai sinar X pada foto gigi ( premolar bawah ) dengan waktu penyinaran 25 menit. Kemudian seorang ahli fisika Walter Koenig menjadikan waktu penyinaran menjadi 9 menit,dan sekarang waktu penyinaran menjadi 1/10 detik ( 6 impuls ). 8



Sinar X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang listrik, radio, inframerah panas, cahaya, sinar gamma, sinar kosmik, dan sinar ultraviolet tetapi dengan panjang gelombang yang sangat pendek. Penggunaan sinar X adlah sesuatu yang sangat penting untuk diagnosa gigi geligi serta jaringan sekitarnya dan pemakaiannya paling banyak pada diagnostic imaging system. Perbedaan antara sinar X dengan sinar elektromagnetik lainnya terletak pada panjang gelombang dimana panjang gelombang pada sinar X lebih pendek yaitu : 1 A = 1/100.000.000 cm = 10-8 cm. Lebih pendek panjang gelombang dan lebih besar frekuensinya maka energy yang diberikan lebih banyak. Energy pada sinar X memberikan kemampuan untuk penetrasi khususnya gigi, tulang dan jaringan di sekitar gigi. Kemampuan sinar X menghasilkan gambar mengindikasikan sinar X dapat menembus kulit, jaringan, dan tulang. Sinar X tidak dapat dilihat mata,bergerak lurus yang mana kecepatannya sama dengan kecepatan cahaya, tidak dapat difraksikan dengan lensa atau prisma tetapi dapat difraksikan dengan kisi Kristal. Dapat diserap oleh timah hitam, dapat dibelokkan setelah menembus logam atau benda padat, mempunyai frekuensi gelombang yang tinggi. Sinar X juga mempunyai beberapa sifat fisik .



2.8 Prosedur Penggunaan Radiofarmaka Prosedur penggunaan radiofarmaka di dalam kedokteran nuklir dapat dibagi dalam tiga kategori: 1. Prosedur imaging atau pencitraan Prosedur imaging memberikan informasi diagnose atas dasar pola distribusi keradioaktifan di dalam tubuh. Dua kajian utama dalam pemberian informasi imaging dalam tubuh dari radiofarmaka adalah: a. Kajian dinamik memberikan informasi fungsional melalui pengukuran laju akumulasi dan laju keluarnya radiofarmaka oleh organ. b. Kajian statik memberikan informasi morfologi berkenaan dengan ukuran ,bentuk,dan letak organ atau adanya lesi yang menempati ruang,dan dalam beberapa kasus mengenai fungsi relatif. Pola distribusi radiofarmaka dalam suatu organ bervariasi dan tergantung organ yang diamati dan ada atau tidak adanya penyakit. 9



Adapun 2 jenis pengamatan yang dilakukan melalui imaging atau pencitraan adalah: Citra ( image ) dalam bentuk “hot spots“ atau adanya keradioaktifan yang merata disebabkan radiofarmaka terkonsentrasi dengan mudah di dalam organ yang sehat atau normal,sedangkan jaringan berpenyakit menolak atau mengeluarkan radiofarmaka tersebut dan lesion muncul dalam bentuk citra yang “cold spots”. Misalnya pada penatahan(scanning) liver dengan partikel koloid bertanda radioaktif; setelah partikel koloid tersebut diinjeksikan, partikel berakumulasi pada sel-sel Phagocytosis yang terdapat di liver. Bila tumor atau lesi lain berada di dalam liver, maka sel-sel yang melokalisasi koloid radioaktif akan digantikannya. Citra (image) dalam bentuk “hot spots” atau adanya keradioaktifan yang merata disebabkan radifarmaka terkonsentrasi dengan mudah di dalam organ berpenyakit atau lesion, sedangkan jaringan yang sehat atau normal menolak atau mengeluarkan radiofarmaka tersbut sehingga citra muncul sebagai “cold spots”. Misalnya penatahan otak dengan menggunakan radiofarmaka yang ditolak oleh “blood-brain-barier”. Bila otak tersebut berpenyakit sehingga “blood-brain-barrier” menjadi rusak, maka radiofarmaka dapat meninggalkan ruang vascular dan selanjutnya terlokalisasi di dalam lesi. Organ normal bisa mengakumulasi radiofarmaka,tetapi jaringan berpenyakit mampu mengakumulasikan baik pada tingkat yang lebih tinggi lagi bila fungsi organ berlebihan atau meningkat, maupun pada tingkat yang lebih rendah daripada organ normal apabila fungsi organ menurun. Misalnya, dalam pencitraan kelenjar thyroid (thyroid gland) dengan menggunakan



iodium radioaktif. Kelenjar thyroid



dengan mudah mengakumulasikan



radiofarmaka iodium-131 melalui fungsi normal,tetapi kelenjar yang sakit dengan jaringan thyroid yang hyperfunction atau hypofunction akan menunjukkan konsentrasi radioiodium131 yang meningkat atau menurun . 2. Kajian fungsi in vivo Mengukur fungsi suatu organ atau system didasarkan atas absorpsi, pengenceran (dilution), pemekatan, atau ekskresi keradioaktifan setelah pemberian radiofarmaka ini disebut dengan telaah/kajian radiofarmasi secara in vivo. Radiofarmaka sendiri harus tidak mempengaruhi, dalam cara apapun, fungsi system organ yang sedang diukur. Cara ini tidak memerlukan pencitraan, tetapi analisis dan interpretasi didasarkan atas pencacahan



10



keradioaktifan yang muncul baik secara langsung dari organ-organ yang berada di dalam tubuh atau dari cuplikan darah atau urin yang dicacah secara in vitro. 3. Prosedur terapi Pada prosedur terapi,penggunaan radiofarmaka dimaksudkan untuk melakukan terapi terhadap suatu penyakit setelah tegaknya diagnose. Penggunaan radiofarmaka dapat secara oral, intravena, intratekal, intraperitoneal, ataupun inhalasi.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Radio Farmasi adalah suatu bidang ilmu kefarmasian (penyiapan, pembuatan sediaan, penyimpanan, pendistribusian, dispensing) yang memanfaatkan unsur/atom radioaktif yang 2.



digunakan baik untuk tujuan diagnosis maupun terapi. Aplikasi teknik nuklir dalam bidang kedokteran di Indonesia telah dilakukan sejak akhir



1960an, yaitu setelah reaktor atom Indonesia yang pertama mulai beroperasi di Bandung. 3. Radioisotop adalah isotop dari zat radioaktif mampu memancarkan radiasi radionuklida dapat terjadi secara alamiah atau sengaja di buat oleh manuisa dalam reactor penelitian. 4. Keunggulan kedokteran nuklir terletak pada kemampuannya mendeteksi bahan bahan yang ditandai dengan perunut radioaktif. Bahan – bahan tersebut yang dikenal dengan istilah radiofarmaka, dimasukkan ke dalam tubuh melalui inhalasi, intravena, mulut.



11



DAFTAR PUSTAKA Anonymus, 2006, Radioactive Iodine (I-131) Therapy, North America: RadiologiInfo. Radiological Society of North America, Inc Indrajit, Dudi, 2007, Mudah dan Aktif Belajar Fisika untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Alam, Bandung: Setia Purna Inves Kreshnamurti, Irwan, dkk., Refrat Radioterapi: Radioterapi Pada Kanker Serviks, Palembang: Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang Setiawan, Duyeh, 2010, Radiokomia Teori Dasar dan Aplikasi Teknik Nuklir, Bandung: Widya Padjadjaran



12