Makalah Tafsir Klasik Kel.9 Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH Tafsir Bahr al-Muhitsh karya Abu Hayyan Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Klasik Dosen Pengampu: Ibu Mayada Hanawi, M.Ag.



Disusun oleh: Kelompok 9 Sopiah Umi Kulsum Wafi Wifaqia



KELAS IAT III E PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN INSTITUT ILMU AL-QUR’AN JAKARTA TAHUN AJARAN 2020/2021



i



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bismillah. Pertama kami panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah SWT, yang memiliki kebenaran mutlak atas segalasesuatu, yang telah menghendaki kami untuk bisa menulis makalah dengan judul “Tafsir Bahr al-Muhitsh karya Abu Hayyan.” Tidak lupa solawat serta salam kami haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Selanjutnya, kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Mayada Hanawi, M.Ag. selaku dosen kami di mata kuliah Metode Dakwah Al-Qur’an yang telah memberikan pengarahan kepada kami dalam membuat makalah ini. Harapan kami, makalah ini bisa membantu para pembacanya dalam mempelajari Tafsir Klasik. Kami menyadari masih banyak kekurangan di dalam makalah ini. Untuk itu kami memohon kritik yang membangun dari pembaca untukacuan tulisan kami selanjutnya.



Tangerang, 11 Januari 2021



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii BAB I ........................................................................................................................................ 1 PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1 A.



Latar Belakang .............................................................................................................. 1



B.



Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1



C.



Tujuan Penulisan Makalah ............................................................................................ 1



BAB II....................................................................................................................................... 2 PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 2 Biografi Abu Hayyan .................................................................................................... 2



A. 1.



Kehidupan Ibnu Hayyan ........................................................................................... 2



2.



Guru-guru dan murid-muridnya ................................................................................ 2



3.



Karangan-Karangannya ............................................................................................ 3 Metodologi Kitab Tafsir Bahr Al-Muhith ..................................................................... 5



B. 1.



Identifikasi Fisiologis Tafsir Bahr Al-Muhith .......................................................... 5



2.



Identifikasi metodologi Tafsir Bahr Al’Muhith ........................................................ 6



3.



Identifikasi idielogis tafsir Bahr al-Muhith ............................................................. 13



BAB III ................................................................................................................................... 15 PENUTUP .............................................................................................................................. 15 A.



Kesimpulan ................................................................................................................. 15



DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 16



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap mufassir memiliki karasteristik tersendiri dalam menafsirkan ayat-ayat al Qur'an, karasteristik ini juga nampak jelas ketika dicoba memilahmilah fase-fase dan kurun waktu antara para mufassirin karena mereka dalam menafsirkan al Qur'an tidak terlepas dari kondisi permasalahan yang mereka hadapi. Tafsir pada abad-abad pertama kemunculan Islam berbeda dengan gaya penafsiran mupassir yang hidup pada masa modern. Juga dapat dilihat perbedaan tersebut ketika ditelusuri kota tempat tinggal mufassir tersebut sehingga penafsiran yang diproduk oleh ulama-ulama yang hidup di Bagdad berbeda coraknya dengan penafsiran yang dilakukan oleh ulama yang hidup di Mesir. Namun, dalam menentukan arah serta rel yang dilalui oleh seorang mufassir dalam memberikan interpretasi masing-masing memiliki metodologi yang mereka konsisten terhadapnya. Tanpa metodologi tersebut niscaya akan menimbulkan kerancuan sikap serta cara dalam menafsirkan al Qur'an. Dalam makalah ini penulis berusaha memaparkan metodologi yang dikembangkan atau dijadikan sebagai rel oleh Abu Hayyan dalam menulis tafsirnya al Bahrul Muhit. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana riwayat kehidupan Abu Hayyan ? 2. Bagaimana metodologi kitab Tafsir Bahr al-Muhitsh ? C. Tujuan Penulisan Makalah 1. Mengetahui riwayat hidup Abu Hayyan 2. Mengetahui metodologi kitab Tafsir Bahr al-Muhitsh



1



BAB II PEMBAHASAN A. Biografi Abu Hayyan 1. Kehidupan Ibnu Hayyan Nama, Keluarga serta Pengembaraan Ilmiahnya Beliau adalah Asiiruddin Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf bin Ali bin Yusuf bin Hayyan al Andalusiy al Garnatiy al Hayyaniy, yang lebih dikenal dengan Abu Hayyan. Beliau dilahirkan di Andalusia pada tahun 654 H dan menuntut ilmu di sana sampai ia berpindah ke Iskandariyah Mesir dan belajar Qiraat dari ulama yang bermukim di sana. Beliau seorang yang terkenal sebagai ahli dalam Bahasa Arab, banyak menyusun syair-syair yang mencerminkan akan kedalaman ilmunya dalam ilmu Nahwu dan sharaf. Dalam hal qiraat beliau belajar dari Ali Abd Nasir bin Ali al Maryutiy yang bermukim di Iskandariyah dan Ali AbiThahir Ismail bin Abdillah al Mulijiy yang tinggal di Mesir. Pada awalnya ia menganut mazhab al Zahiriy kemudian ia berpindah ke mazhab al Syafiiy dan di akhir hayatnya ia menganut menganut mazhab al Salafi sampai ia wafat pada tahun 745 H di Mesir. 2. Guru-guru dan murid-muridnya Abu Hayyan adalah sorang ulama yang memiliki wawasan yang sangat luas bukan hanya di bidang tafsir tetapi pengetahuan mereka mencakup cabang-cabang ilmu pengetahuan yang ada karena Abu Hayyan adalah seorang pengembara ilmu pengetahuan. Ia berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, dari satu kota ke kota yang lain untuk belajar pada ulama-ulama yang terkenal. Kemampuan wawasan Abu Hayyan dapat di lihat dari beragamnya gurunya, Jalaluddin al Suyutiy menyatakan Abu Hayyan belajar Hadis di Andalusia, Afrika, Iskandariyah, Mesir dan Hijaz dari kurang lebih 450 orang syekh yang menjadi gurunya. Diantara guru-guru Abu Hayyan adalah:



2



1) Ahmad bin Ibrahim bin Zubair bin Hasan bin al Husain al Tsaqafiy al ashimiy. Beliau seorang yang ahli dalam bidang hadis, nahwu, ushul, adab dan fasih dalam membaca al quran. Abu hayyan banyak mengutip pendapat Ahmad bin Ibrahim dalam tafsirnya al Bahru al Muhith. 2) al Husain bin Abd Aziz bin Muhammad bin Abd Aziz bin Muhammad al Imam Abu Ali bin Abial Ahwaz al qarsyi. Beliau seorang yang faqih, ahli hadis, ahli nahwi dan banyak menyusun buku yang berkaitan dengan qiraat. 3) Ali bin Muhammad bin Abd Rahim al Khasyniy, al Absyiy Abu al Hasan. 4) Muhammad bin Ali bin Yusuf al Allamah RadiyuddinAbu Abdillah al Anshariy al Syatibiy. 5) Muhammad bin Ibrahim bin Muhammad bin Abi Nasr.Dan masih banyak gurunya yang lain yang tidak sempat disebutkan satu persatu dalam makalah ini.



Akan tetapi dari lima gurunya yang tersebut di atas maka pantaslah apabila Abu Hayyan banyak menguasai berbagai disiplin ilmu agama.Jika Abu Hayyan banyak belajar pada syekh-syekh yang terkenal pada saat itu maka pada saat yang sama ia juga merupakan seorang guru yang masyhur, ia memiliki cukup banyak murid-murid yang tersebar di berbagai wilayah. Diantara murid-murid Abu Hayyan adalah: 1) Ali bin Abd al Kafi bin Ali bin Tamam bin Yusuf bin Musa bin Hamis bin Yahya bin Umar bin Usman bin Ali bin Siwar bin Salim al Subki. 2) Muhammad bin Abd al Bir bin Yahya bin Ali bin Tamam Baha'uddin. 3) Ahmad bin Yusuf bin Abd al Daaim bin Muhammad al Halabi Syihab al Din. 4) Abdllah bin Abd Rahman bin Abdullah bin Muhammad bin Akil al Qarsyi.



3. Karangan-Karangannya Abu Hayyan sebagaimana telah dipaparkan sebagai tokoh yang berwawasan luas nampak jelas dari karangan-karangannya yang bukan hanya di bidang Tafsir tetapi berbagai lintas disiplin ilmu pengetahuan. Dalam daftar di bawah ini dapat dilihat



3



bahwa karangan-karangannya



mencakup Tafsir, Qiraat,



sebagainnya. Diantara karya Abu Hayyan yang terkenal adalah:



Fiqh,



bahasa dan



1



1) Bahrul Muhith 2) Nahrul Mad 3) Aqdu al-Lali fi Qiro’at as-Sab’I al-Awali 4) Al-Khalil Khaliah fi Isnad Qiraat al-Aliah 5) Taqrib al-Na’I fi Qiraat al-Kisa’i 6) Al-Wahaj fi Ikhtisar al-Minhaj 7) Al-Anwar al-Ajali fi Ikhtisar al-Mahla 8) Masail al-Rasyid fi Tajrid Masail Nihayah Ibn Rasd 9) Al-I’lam bi Arkan Islam 10) Itihaf al-Arib bima fi al-Quran 11) Irtidha’ fil Farqu baina Dhad wa zho’ 12) Al-Idra’ al-Lisan 13) Al-Tazkirah 14) al-Syazan fi Masailah Kaza 15) Al-Syazarah 16) Ghoyah al-Ihsan fi Ilmu Lisan 17) Diwan asy-Syi’ri 18) Mabda’ fi Tashrif 19) Al-Maznu al-Hamir fi Qiraah Ibn Amir 20) Fadhl an-Nahw 21) Fadl al-Qur’an, al-Hidayah fi an-Nahw, dan lain sebagainya.2



1



Muhammad Hasdin, “Karakteristik Tafsir al-Bahru al Muhith (telaah Metodologi Penafsiran Abu Hayyan al-Andalusy),” t.t., 42–52. 2 Muhammad Barir, “Pengaruh Qira’at dalam Bahrul Muhith Tinjauan Pengaruh Perbedaan Qira’at terhadap konsekuwensi hukum,” 2015.



4



B. Metodologi Kitab Tafsir Bahr Al-Muhith 1. Identifikasi Fisiologis Tafsir Bahr Al-Muhith Salah satu karya Abu Hayyan yang terkenal adalah Tafsir Bahr Al-Muhith yang terdiri dari 8 jilid besar . Penyusunan kitab ini dilandasi dengan tiga hal. Pertama, beliau ingin selalu membaca Al-Qur ‘an. Kedua, ingin memperbanyak amal kebajikan. Ketiga, supaya jiwanya selalu terjaga. Abu Hayyan dalam tafsirnya banyak mengambil penafsiran dari Syaikh Makhzariy dan Ibu Atiyyah. Dalam tafsirnya Ibu Hayyan tidak mengesampingkan Asbabun nuzul dari sebuah ayat, masalah nasihat mansukh, qiroat, balaghah, begitu pula ayat-ayat yang mengandung hukum semuanya dijelaskan dengan menulis pendapat para ulama dalam menjelaskan ayat tersebut. Kitab tersebut, sebagaimanaterdapatdiperpustakaan, ada yang terdiri daridelapan juz, ada sembilan juz ( satu juz untuk al-Faharis ), dan ada sepuluh juz. Adapun yang terdiri dari delapan juz, warna sampulnya yaitu hijau, diterbitkan oleh Dar al-Fikr pada tahun 1978 M/1398 H. Tanpa tempat terbit, dan merupakan cetakan kedua. Adapun yang terdiri dari sembilan juz, warna sampulnya yaitu biru tua, diterbitkan oleh Dar al-Kutub al-Ilmiyyah; Beirut pada tahun 1993 M./1413, dan merupakan cetakan pertama. Adapun yang terdiri dari sepuluh juz, warna sampulnya yaitu hitam, juga diterbitkan oleh Dar al-Fikr, Beirut pada tahun 1992 M/1412 H. Tanpa keterangancetakan. Pembagian dari kitab yang diterbitkan pada tahun 1992 M/ 1412 H adalahsebagai berikut: a) Juz I, Surah al-Fatihah danSurah al-Baqarah sampai ayat 141 b) Juz II, Surah al-Baqarah dari ayat 142 sampai akhir c) Juz III S, Ali ‘Imran dan S. an-Nisadari ayat 1 sampai 86 d) Juz IV S. an-Nisadari ayat 87 sampai akhir, S.al-Maidah dan S.al-An’am e) Juz V S. al-A’raf, S. al-Anfal dan S. at-Taubah f) Juz VI S. Yunus, S.Hud, S. Yusuf, S. al-Ra’d, S. Ibrahim, S. al-Hijr dan S. an-Nahl g) Juz VII S. al-Isra, S. al-Kahfi, S. Maryam, S. Thaha, S. al-Anbiya, S. alHajj, S. al-Mu’minun



5



h) Juz VIII S. an-Nur, S. al-Furqan, S. asy-Syu’ara, S. an-Naml, S. alQashash, S. al-Ankabut, S. al-Rum, S. Luqman, S. al-Ahzab dan S. Saba’ i) Juz IX, S. Fathir, S. Yasin, S. ash-Shaffaat, S. Shad, S. al-Zumar, S. Ghafir, S. Fushshilat, S. asy-Syura, S. az-Zukhruf, S. ad-Dukhaan, S. alJatsiyah, S. al-Ahqaf, S. al-Qital, S. al-Fath, S. al-Hujurat, S. al-Qaaf, S. az-Dzariyat dan S. al-Thur j) Juz X, S. an-Najm, S. al-Qamar, S. ar-Rahman, S. al-Waqi’ah, S. alHadiid, S. al-Mujaadalah, S. al-Hasyr, S. al-Mumtahanah, S. ash-Shaf, S. al-Jumu’ah, S. al-Munafiqun, S. ath-Thalaaq, S. at-Tahriim,S.alMulk,S.al-Qalam,S.al-Haqqah,S.al-Ma’aarif,S.Nuh,S.al-Jin,



S.



al-



Muzammil, S. al-Mudatstsir, S. al-Qiyamah, S. al-Insan, S. al-Mursalaat, S. an-Naba’, S.al-Naazi’aat, S. ‘Abasa, S. at-Takwiir, S. al-Muthaffifin, S. al-Insyiqaaq, S. al-Buruuj, S. ath-Thaariq, S. al-A’laa,S. al-Ghaasyiyah, S. al-Fajr, S. al-Balad, S. asy-Syamsy, S.al-Lail, S. ad-Dhuhaa, S.asy-Syarh, S. at-Tin, S. al-‘Alaq, S. al-Qadar, S. al-Bayyinah, S. al-Zalzalah, S. al‘Adiyaat, S. al-Qari’ah, S. at-Takaatsur, S. al-‘Ashr, S. al-Humazah, S. alFiil, S. Quraisy, S. al-Ma’un, S. al-Kautsar, S. al-Kaafiruun, S. an-Nashr, S. al-Masad, S. al-Ikhlash, S. al-S.Falaq dan S. an-Nas.3 2. Identifikasi metodologi Tafsir Bahr Al’Muhith a. Latar belakang penulisan dan penamamaan tafsir Bahrain Al-Muhith Dinamakan dengan ‘Al-Bahr al-Muhit’ memandang penuhnya ilmu yang relevan dengan tafsir di dalamnya. Abu Hayyan menyebut tafsirnya sebagai Bahrul Muhith (‫ )البحر المحيط‬yang berarti lautan luas, tiada lain karena ia ingin menjadikan mahakaryanya itu sebagai lautan



luas nan dalam dengan cara



memahami kalamullah, ayat demi ayat dengan pendekatan berbagai disiplin ilmu, seperti



yang



telah



dia



kuasai



dari



Karena itulah, dalam Kitab Tafsir Bahrul Muhith ini,



para



gurunya.



Abu Hayyan acap



menunjukkan makan terdalam dan detail. Ia ingin menunjukkan bahwa kalamullah Al-Qur'an itu mengandung i'jaz atau mukjizat. Bukan hanya secara



3



Rusydi Khalid, “AL BAHR AL-MUHÎTH:TAFSIR BERCORAK NAHWU KARYA ABU HAYYÂN ALANDALUSΔ Vol.15 No.2 (2015): 177–89. Hlm. 179



6



global, tapi memang ada dalam setiap huruf dan ayat. Muridnya, Tajuddin Ahmad bin ‘Abdul Qadir bin Maktum membuatikhtisar al-Bahr al-Muhith dengan judul “Al-Durr al-Laqieth min al-Bahr al-Muhith”. b. Metode penulisan tafsir Bahr Al-Muhith Abu Hayyan dalam tafsir Bahr Al-Muhith menempuh metode yang sama dengan para pendahulunya dari Andalusia yang tetap berpegang pada Tafsir Bilmatsur bersamaan dengan berpegang pada tafsir bi roby, namun penafsiran secara ro’yu lebih banyak dibandingkan penafsiran bil ma’tsur. Berikut ini contoh pembahasan dalam tafsir al-Bahr al-Muhith secara ra’yi danma’tsur yang meliputi pada beberapa corak penafsiran di atas :Sebagaimana ulama tafsir lainnya dalam kitab tafsirnya, Abu Hayyan dalam menafsirkan Alquran, adakalanya menafsirkan per ayat, misalnya padasurah al-Ikhlas ayat 2 dan 4. dan kebanyakan dalam menafsirkan Alquran, ia memenggal ayat-ayat Alquran dengan kata perkata atau lebih dari satu suku kata, misalnya pada surah al-fatihah ayat 7 dan masih banyak yang lainnya. Berikut ini contoh penafsirannya pada Q.S. al-Ikhlas ( 112 ) ayat 2 dan 4 sertapada Q.S. al-Fatihah ( 1 ) ayat 7 : Abu Hayyan dalam menafsirkan ayat ini, terlebih dahulu menjelaskan maknalafazh “al-shamad” dengan,



‫الصمد فعل بمعنى مفعول من صمد إلیھ إذا قصده وھو السید المصمود إلیھ فى‬ ‫الحوائج ویستقل بھا‬ Kemudian setelah itu, ia menafsirkannya secara gramatikal (ilmu nahwu), yaitu: Allahal-shamad: Mubtada` wa Khabar. Kemudian setelah itu,ia menafsirkan makna kandungannya “Allah al-Shamad, di antaranya dengan mengutip penafsiran al-Sya’bi dan Yaman bin Rayyab yaitu: Alladzi la ya`kuluwa layasyrab, yang tidak makan dan minum kemudian penafsiran Ubay bin Ka’ab yaitu:



Yufassiruhuma



ba’dahu



wahuwa



qawluhu



lam



yalid



wa



lam



yulad,ditafsirkan oleh frase sesudahnya yaitu tidak beranak dan tidak diperanakkan dan penafsiran al-Hasan yaitu: al-Shamad al-Mashmud al-ladzi la jawfa fih“ dan sebagainya. Dari kitab tafsirnya “al-Bahr al-Muhith”, terlihat bahwa Abu Hayyan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran menggunakan metode tahlili yakni menafsirkan ayat secara runtut dan analisis sesuai urutan surat dan 7



ayat dalam Al-Quran, dan dari segisumber rujukan ia lebih banyak menggunakan al-ra’y, ijtihadnya khususnya yang berkaitan dengan masalah bahasa, nahwu, i’rab, balaghah, qiraat dan ta’wil, namun tetap tidak meninggalkan cara ma’tsur sekalipun tanpa menyebut sanad pada sebahagian surah dan ayat.4 c. Sumber atau referensi Tafsir Bahr Al-Muhith Abu Hayyan dalam menyusun tafsirnya tidak lepas dari berbagai referensi kitab-kitab klasik lainnya. Hal ini beliau lakukan demi mewujudkan Kitab ini sesuai dengan Al-Bahru Al-Muhit. Referensi-referensi tersebut bersumber dari berbagai disiplin ilmu selama masih terkait dengan Wawasan Tafsir. Ini bukan berarti penulisan kitab Bahrul Muhit seutuhnya atas landasan kitab-kitab terdahulu. Namun, tidak jarang juga beliau melakukan kritikan terhadap kitabkitab tersebut. Beliau hanya melakukan penilaian atas kitab-kitab terdahulu dan mengambilnya yang beliau yakini serta membantahnya yang dianggapnya salah dengan landasan Al-Quran dan Hadis. Adapun referensi-referensi yang dimaksud ialah: 1.



Bidang Tafsir Untuk disipli keilmuan ini, Beliau mengambil dari kitab syaikhnya Imam Sholeh al-Qudwah al-Adib Jamaluddin Abi Abdullah Muhammad bin Sulaiman bin Hassan bin Hussin al-Maqdisi al-Ma’ruf bi Ibni Naqib, yaitu: a. Al-Kasyaf b. Muharar al-wajiz c. Tahrir wa tahbir.



2. Bidang Qiraat a. Al-Iqna’, dan b. Kitab Misbah. 3. Bidang Hadis a. Sahih Bukhari, b. Sahih Muslim, c. Sunan Abi Daud, d. Sunan Nasa’i, dan e. Sunan Tirmidzi. 4



Rusydi Khalid. Hlm. 183



8



f. Sunan Ibn Majah g. Musnad Thialisi h. Sunan Daruqutni i. Mu’jam Kabir/ j. Awsad/ Shorir. 4. Bidang Nahwu a. Al-Kitab, b. Al-Tashil, c. Al-Mumta’ d. Al-Takmil syarah Tashil, dan e. Al-Tazkirah. 5. Bidang Ushul Fiqh a. Al-Mahsul, b. Al-Isyarah, c. Syarh Kitab Isyarah, d. Mukhtasar al-Mahsul, dan e. Al-Qawaid. 6.



Bidang Fiqh a. Al-Mahla, dan b. Al-Anwar al-Ajali fi Ikhtisar al-Mahla. c. Bidang Tarikh d. Al-Sirah, e. Qalaid al-Aqyan wa Mahasin al-A’yan, dan f. Syilah.



7. Bidang Ushuluddin Tidak disebutkan kitab yang khusus berkaitan sumber usuluddin. 8. Bidang Balaghah a. Minhaj al-Bulagha’e wa Syaraji al-Adaba’, b. Nizam al-Quran, dan c. Al-Intisar fi I’jaz al-Quran



9



d. Corak Tafsir Bahrain Al-Muhith Metode pendekatan atau corak penafsiran yang digunakan oleh Abu Hayyan dalam tafsirnya kebanyakan memuat masalah kebahasaan khususnya nahwu , juga memuat masalah qiraat, dan masalah fiqh. 1. Corak kebahasaan Contoh Q.S. al-Fatihah/1. Abu Hayyan dalam menafsirkan surah alFatihah ayat 1 memilah ayatnya menjadi 3 bagian, yaitu: (al-hamd), (lillahi), (Rabbi l-‘Alamin). Beliau menafsirkan kata “al-hamd” dengan pujian atas segala yang indah berupa Nikmat dan selainnya melalui lisan semata. Lawan dari al-hamd adalah ad-dzam (celaan). Fi’il dari al-hamd adalah haid bukan fi’il yang terbalik (metatetis) dari madaha. Menurut Ibu Al-Anbari madaha dam hamida tasyrifnya sama. Dalam penggunaannya madaha digunakan untuk benda mati, seperti namdahu al-jauharoh (kita memuji permata itu) dengan kata lain salah jika kita mengatakan nahmadu al-jauharoh. Al-hamd searti dengan as-syukr namun al-hamd lebih umum maknanya. As-syukr pujian terhadap Allah Swt atas perbuatan-perbuatan-Nya sedangkan al-hamd pujian Pada-Nya atas semua sifatnya. Al-hamd ( yang memuji ) Al-hamid (si pemuji), adadua macam, sebagai syakir (yang mensyukuri), dan sebagai orang yang menyanjungsifat-sifatnya. Sedang kata “lillahi”, ia menjelaskan huruf jarr “li” menurut ilmu nahwu yaitu al-lam pada kata “lillah” mengandung sejumlah arti, li al-milk wasyibhih (kepemilikan atau yang serupa dengannya), li al-Istihqaaq (hak milik), al-sabab, ta`lil, ta’ajjub, tabyin, shayrurat (berubah menjadi), al-zharfiyyah dalam arti “fi” dan “’inda”, al-intiha (terakhir) dan al-isti’la. Dan adapun kata “rabb” artinya tuan, raja, yang tetap, yang disembah, yang memperbaiki dan pemilik dan pencipta. Sedang kata “al-‘alamin” tidak ada mufradnya sama dengan kata “al-anâm, al‘alamin berasal dari “al-‘ilm” dan al-‘alamat. Makna semantiknya ada sejumlah pendapat. Semua yang bernyawa, ini pendapat Ibn Abbas. Berarti manusia, menurut Al-Bujaliy. Manusia, jin, dan malaikat, juga pandangan Ibn Abbas. Manusia, jin dansyetan, pendapat Abu Ubaidhah dan al-Farra. Jin dan manusia, menurut Ibn ‘Athiyah.Anak cucu Adam,menurut Abu Ma’ad.



10



Penduduk sorga dan neraka, menurut al-Shadiq. Para penerima rezki, menurut Abdurrahman bin Zaid. 2. Pendekatan Qira’at Contoh pada Q.S. al-Jumu’ah ( 62 ) ayat ( 9 )



ِ َّ ِ ِ ِ ْ ‫لص ََل ِة ِمن ي وِم‬ ‫اس َع ْوا إِ ََل ِذ ْك ِر اللَّ ِه َو َذ ُروا الْبَ ْي َع َذلِ ُك ْم َخْي ٌر‬ َّ ِ‫ي ل‬ ْ َ‫اْلُ ُم َعة ف‬ َْ ْ َ ‫ين َآمنُوا إ َذا نُود‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬ ‫لَ ُك ْم إِ ْن ُكْنتُ ْم تَ ْعلَ ُمو َن‬ “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat jum’at,maka bersegeralah kamu mengingat kepada Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” Kata ‫ الجمعة‬pada ayat tersebut di atas, , menurut Abu Hayyan dalam tafsirnya ada dua macam qiraatnya, oleh al-Jumhur (mayoritas) , Ibn al-Zubair,Aba Hayah, dan Ibn Abi ‘Ablah membacanya dengan men-dhammah mim, jadi dibaca aljumu’ah. Sedang riwayat yang bersumber dari Abi’ Amr, Zaid bin’ Ali,dan alA’masy dibaca dengan men-sukun huruf mim, jadi dibaca al-jum’ah. 3. Pendekatan Fiqhi Q.S. al-Nisa’ ( 4 ) ayat 103 :



ِ ِ ِ ‫الص ََل َة إِ َّن‬ َّ ‫يموا‬ َّ ‫ضْيتُ ُم‬ َ َ‫فَِإ َذا ق‬ ً ُ‫الص ََل َة فَاذْ ُك ُروا اللَّ َه قيَ ًاما َوقُع‬ ُ ‫ودا َو َعلَى ُجنُوبِ ُك ْم فَإ َذا اطْ َمأْنَْنتُ ْم فَأَق‬ ِِ ‫ني كِتَابًا َم ْوقُوتًا‬ َّ ْ َ‫الص ََل َة َكان‬ َ ‫ت َعلَى الْ ُم ْؤمن‬ “ Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat( mu ), ingatlahAllah di waktuberdiri, diwaktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telahmerasa aman, maka dirikanlah shalat itu, ( sebagaimana biasa ) shalat itu adalahfardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” Berkaitan dengan penafsiran ayat di atas, Abu Hayyan mengutip diantarapemahaman ulama madzhab empat, seperti Imam Syafi’i dan Abu Hanifah. Dalam halini, Syafi’I memahami akan wajibnya shalat apabila waktu shalat telah tiba, sekalipundalam keadaan perang, dan shalat tersebut wajib diqadha, ( diganti ) apabila keadaantelah aman. Berbeda dengan Abu Hanifah, ia mengatakan bahwa apabila dalamkeadaan perang maka dimaafkan untuk meninggalkan shalat sampai keadaan telahaman.Mengenai contoh dari penafsiran



11



secara ra’yi, maka dapat dilihat dari penafsiran AbuHayyan yang mengutip sebagian dari pemahaman ulama madzhab empat diatas ketikamenafsirkan Q.S. al-Nisa’ ( 4 ) ayat 103. dan adapun contoh untuk penafsiran secarama’tsur, maka dapat di lihat pada penafsiran kata “as-shalat” yang pertama yangterdapat pada Q.S. al-Nisa’ ( 4 ) ayat 103 diatas. Kata “as-shalat” tersebut, oleh Ibnu’ Abbas ditafsirkan dengan shalat al-khawf ( shalat dalam keadaan takut ), pendapat ini juga diikuti oleh al-Jumhur ( mayoritas ulama). Dalam penafsirannya, Abu Hayyan menjelaskan bahwa wajib melaksanakan shalatdengan berdiri bagi orang sehat, dan duduk bagi yang tak sanggup berdiri , danberbaring bagi yang terluka, sakit dan tak sanggup duduk. Bila perang telah usai,keadaan aman, maka shalat dilakukan seperti shalat safar tidak seperti shalat al-khawf. Dan bila sudah kembali ke kampung halaman , maka shalat dilaksanakansecara sempurna, 4 rakaat.5 1. karakteristik tafsir Bahr al-Muhith6 1. Dalam tafsir Bahru Muhit dilengkapi dengan beberapa cabang ilmu yang meliputiNahwu, Saraf, Balaghah,hukum-hukum Fiqih dan yang lainnya yang dianggap olehnya masih ada hubungannya dengan rujukan Tafsir. 2. bahasa pengungkapannya cukup mudah. 3. Dinamakan dengan ‘Al-Bahr al-Muhit’ memandang penuhnya ilmu yang relevan dengan tafsir di dalamnya. 4. Abu Hayyan banyak bergantung kpd kitab tafsir sebelumnya seperti kitab Zamaksyari dan Ibn Atiyah. 5. Beliau menyebut tentang Israiliyyat dan Hadish maudu’ tetapi kebanyakkannya beliau nyatakan kedudukan dan ketidasahihannya dan memberi keterangan kepada pembaca supaya tidak terpedaya dengannya. CeritaIsrailiyyat yang ada dalam tafsirnya ialah tentang kisah batu Nabi Musa AS dan keadaannya. Adapun Hadis palsuialah sebagaimana yang diadakan terhadap Nabi SAW tentang nama 12 bintang yang dilihat oleh Nabi Yusuf AS dalam mimpinya. 6. Meletakkan syawahid syair dalam menuliskan Tafsirnya karena disisinya syawahid syair mempunyai tempat yang tinggi dalam pembinaan Qawaid Nahu dan lebih mudah baginya menerangkan makna ayat dan juga beliau membuat penerangan-penerangan yang banyak. 7. Menyebutkan ketarangan-keteranganQiraat dan I’rab. Ini kerana tinjauan yang berbeda atas analisis keduanya akan menghasilkan makna yang berlainan.



5



Rusydi Khalid. Hlm. 180-183



6



Hakim-eze,Senarai Kitab Tafsir dan Pengarangnya , Hal. 12 12



f. Langkah-langkah sistimatis yang dilakukannya dalam menafsirkan surah atau ayat adalah sebagai berikut:7 a) Mengemukakan ayat-ayat yang akan ditafsirkan secara keseluruhan. b) Memilah-milah ayat menjadi beberapa bagian c) Menjelaskan mufradat (kosa kata) ayat satu persatu dari segi bahasa dan hukum-hukum nahwu atau i’rabnya d) Menjelaskan secara rinci pendapat-pendapat para ahli nahwu danperbedaan mereka dalam i’rab kalimat al-Quran e) .Menyebut ragam qiraat yang terdapat dalam ayat dan mengarahkannyasecara nahwu, dan menyebut baik qiraat syadz (yang janggal) dan qiraatmusta’mal ( yang berlaku). f) Memberi perhatian khusus pada aspek balaghah yang meliputi bayandan badi’ g) Menafsirkan ayat dengan menyebutkan asbab an-nuzul bagi yang ada asbab nuzul nya, nasikh- mansukh, munasabah, keterkaitan antara ayat dengan sebelum dan sesudahnya. h) Membicarakan hukum-hukum fikhi bila ayat-ayat yang ditafsirkan adalah ayat-ayat hukum dengan menyebut pandangan imam-imam yangempat dan selain mereka. i) Menyebutkan perkataan ulama mutaqaddimin (dahulu) baik salaf maupun khalaf dalam masalah-masalah akidah. j) Membuat kesimpulan kandungan ayat-ayat yang ditafsirkan sesuai makna yang dipilihnya. 3. Identifikasi idielogis tafsir Bahr al-Muhith a) Aliran kalam kedua tafsir ini memiliki pendekatan yang sama yaitu linguistik dalam mengungkap makna dan pesan pesan al-Quran. Selain itu hal yang lebih menarik dan penting yaitu corak keduanya selain disebut sebagai tafsir lughawi bisa disebut juga tafsir aqaidi mengapa demikian? karena kedua tafsir ini kental dengan nuansa teologisnya, AlKasysyaf dengan mu‟tazilahnya dan Bahrul Muhith dengan ahlusunnahnya. Ini yang menjadikan keduanya menarik dengan pendekatan yang sama menggunakan linguistik namun banyak perbedaan makna yang muncul diantara keduanya. Dengan adanya kesamaan corak , metode dan pendekatan antara kedua tafsir tersebut , membahas kedua tafsir di atas dan mengkomparasikannya menjadi sebuah kajian yang cukup menarik dengan cara melihat bagaimana analisis linguistik dari kedua tafsir tersebut serta mengaitkan dengan implikasi makna teologisnya. Karena ketika berbicara I‟rab sebagaimana diketahui bersama dalam bahasa Arab perbedaan harokat saja bisa menimbulkan perbedaan arti dan perbedaan pada 7



H.M.Rusyid Khalid. Jurnal Adabiyah vol 15 2/215



13



srtuktur kalimat atau struktur gramatikal bisa melahirkan makna yang berbeda pula. Perbedaan tersebut menjadikan lahirnya berbagai kelompok dan aliran. Salah satu persoalan yang menjadi bahan perdebatan di antara aliranaliran kalam menyelesaikan persoalan ini, tampaknya dipicu oleh truth claim yang dibangun atas dasar-dasar kerangka piker masing-masing dan klaim menauhidkan Allah. Tiap-tiap aliran mengaku bahwa pahamnya dapat menyucikan dan memelihara keesaan Allah. Perdebatan antaraliran kalam tentang sifat-sifat Allah tidak terbatas pada persoalan Allah memiliki sifat atau tidak, tetapi pada persoalan cabang sifat-sifat Allah, seperti antropomorfisme melihat Tuhan dan esensi alQuran8 b) Mazhab fiqih Abu Hayyan dan mazhab fiqhnya mengenai mazhab Abu Hayyan adalah beliau berpegang dengan fiqh Mazhab Maliki di Andalus kerana beliau disana mempelajari kitab Muwatta’ Imam Malik. Dalam satu riwayat didalam kitab-kitab tabaqat bilang yaitu Mazhab Maliki, Zahiri dan yang terakhir bermazhabkan Syafi’i. Selepas sampai di Mesir beliau mengikut Mazhab Syafi’i dan mengarang kitab Al-Wahaj fi Ikhtisar al-Minhaj dan Minhaj adalah karangan Imam Nawawi rahimahullah. Beliau juga mensyarahkan mazhab dalam fiqh syafi’i, kebanyakan pandangan-pandangan didalam kitab tafsirnya diambil dari pendapat Imam Syafi’i. ٰ ‫َو ََل تَ ِهنُوْ ا فِى ا ْبتِغ َۤا ِء ْالقَوْ ِم ۗ اِ ْن تَ ُكوْ نُوْ ا تَأْلَ ُموْ نَ فَاِنَّهُ ْم يَأْلَ ُموْ نَ َك َما تَأْلَ ُموْ نَ َۚوتَرْ جُوْ نَ ِمنَ ه‬ ‫ّللاِ َما ََل‬ ٰ ‫يَرْ جُوْ نَ ۗ َو َكانَ ه‬ ‫ّللاُ َعلِ ْي ًما َح ِك ْي ًما‬ (qs. Annisa 103) “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat ( mu ), ingatlah Allah di waktu berdiri, diwaktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu, ( sebagaimana biasa ) shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”9 Berkaitan dengan penafsiran ayat di atas, Abu Hayyan mengutip diantarapemahaman ulama madzhab empat, seperti Imam Syafi’i dan Abu Hanifah. Dalam hal ini, Syafi’I memahami akan wajibnya shalat apabila waktu shalat telah tiba, sekalipun dalam keadaan perang, dan shalat tersebut wajib diqadha, (diganti) apabila keadaan telah aman. Berbeda dengan Abu Hanifah, ia mengatakan bahwa apabila dalam keadaan perang maka dimaafkan untuk meninggalkan shalat sampai keadaan telah aman



8 9



Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam , (Bandung: Putaka Setia 2016), h. 199 H.M. Rusydi Khalid. Al-Bahru al-Muhith. Jurnal Adabiyah Vol. 15 Nomor 2/2015



14



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Abu Hayyan, beliau dilahirkan di Andalusia pada tahun 654 H dan menuntut ilmu di sana sampai ia berpindah ke Iskandariyah Mesir dan belajar Qiraat dari ulama yang bermukim di sana. Pada awalnya ia menganut mazhab al Zahiriy kemudian ia berpindah ke mazhab al Syafiiy dan di akhir hayatnya ia menganut menganut mazhab al Salafi sampai ia wafat pada tahun 745 H di Mesir. Abu Hayyan menyebut tafsirnya sebagai Bahrul Muhith yang berarti lautan luas, tiada lain karena ia ingin menjadikan mahakaryanya itu sebagai lautan luas nan dalam dengan cara memahami kalamullah, ayat demi ayat dengan pendekatan berbagai disiplin ilmu, seperti yang telah dia kuasai dari para gurunya. Abu Hayyan dalam tafsir Bahr Al-Muhith menempuh metode yang sama dengan para pendahulunya dari Andalusia yang tetap berpegang pada Tafsir Bil-matsur bersamaan dengan berpegang pada tafsir bi roby, namun penafsiran secara ro’yu lebih banyak dibandingkan penafsiran bil ma’tsur. dan kebanyakan dalam menafsirkan Alquran, ia memenggal ayat-ayat Alquran dengan kata perkata atau lebih dari satu suku kata, misalnya pada surah al-fatihah ayat 7 dan masih banyak yang lainnya. Dari kitab tafsirnya "al-Bahr al-Muhith", terlihat bahwa Abu Hayyan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran menggunakan metode tahlili yakni menafsirkan ayat secara runtut dan analisis sesuai urutan surat dan ayat dalam AlQuran, dan dari segisumber rujukan ia lebih banyak menggunakan al-ra’y, ijtihadnya khususnya yang berkaitan dengan masalah bahasa, nahwu, i’rab, balaghah, qiraat dan ta’wil, namun tetap tidak meninggalkan cara ma’tsur sekalipun tanpa menyebut sanad pada sebahagian surah dan ayat. Abu Hayyan dalam menyusun tafsirnya tidak lepas dari berbagai referensi kitab-kitab klasik lainnya.



15



DAFTAR PUSTAKA



Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam , (Bandung: Putaka Setia 2016), h. 199 H.M.Rusyid Khalid. Jurnal Adabiyah vol 15 2/215 Hakim-eze,Senarai Kitab Tafsir dan Pengarangnya , Muhammad Barir, “Pengaruh Qira’at dalam Bahrul Muhith Tinjauan Pengaruh Perbedaan Qira’at terhadap konsekuwensi hukum,” 2015. Muhammad Hasdin, “Karakteristik Tafsir al-Bahru al Muhith (telaah Metodologi Penafsiran Abu Hayyan al-Andalusy),” t.t., 42–52.



16



Rusydi Khalid, “AL BAHR AL-MUHÎTH:TAFSIR BERCORAK NAHWU KARYA ABU HAYYÂN AL-ANDALUSΔ Vol.15 No.2 (2015): 177–89.



17