Makalah Tasawuf Sebagai Paradigma Pendidikan Akhlak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH



TASAWUF SEBAGAI PARADIGMA PENDIDIKAN AKHLAK Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Spiritual dan Akhlak Dosen Pengampu : Dr. Imam Khanafi, M. Ag



Oleh : FITROTUN MUHANDISAH NIM 5220008 ABDUL GHOFAR NIM 5220011



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN 2021



A. PENDAHULUAN Akhlak merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara



hamba



dan



Allah



SWT.



(hablumminallah)



dan



antar



sesama



(hablumminannas). Akhlak yang mulia tidak lahir berdasarkan keturunan atau terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi, membutuhkan proses panjang, yakni melalui pendidikan akhlak. Sedangkan bidang akhlak memang membicarakan tatakrama atau etika perbuatan lahir dan perbuatan batin, termasuk di dalamnya adalah ajaran tasawuf, karena Islam memberikan tempat bagi penghayatan keagamaan secara lahiriah, dan juga secara batiniah. Penghayatan lahiriah dilakukan dengan fiqh/ syari’at, sedangkan penghayatan secara batiniah dilakukan dengan tasawuf. Adapun praktek bertasawuf adalah menyandangkan sifat-sifat terpuji sekaligus menanggalkan sifat-sifat tercela, melaksanakan semua perintah agama sekaligus menjauhi larangannya, dan senantiasa berdzikrullah untuk mempertajam hati serta menjernihkan relung batin dan ruhani. Untuk itu, dalam ilmu tasawuf dipelajari berbagai pengalaman pengetahuan yang menyangkut gejala hati, etika hati, proses penjernihan relung batin dan penjernihan cahaya ruhani serta bebagai hal yang menyangkut kelancaran suluk (proses perjalanan spiritual) menuju wujud hakiki Allah swt. Pada dasarnya, hakikat tasawuf adalah upaya para ahlinya untuk mengembangkan semacam disiplin (riyadhah) spiritual, psikologis, keilmuan, dan jasmaniah yang dipercayai mampu mendukung proses penyucian jiwa atau hati sebagaimana diperintahkan dalam kitab suci. Tasawuf pada mulanya dimaksudkan sebagai tarbiyah akhlak-ruhani: mengamalkan akhlak mulia, dan meninggalkan setiap perilaku tercela. Atau sederhananya, ilmu untuk membersihkan jiwa dan menghaluskan budi pekerti. Demikian Imam Junaid, Syeikh Zakaria al-Anshari mendefiniskan. Sementara itu, Abul A’la Afifi mengklasifikasikan pendapat sarjana tentang faktor tasawuf ini menjadi empat aliran. Pertama, dikatakan bahwa tasawuf berasal dari India melalui Persia. Kedua, berasal dari asketisme Nasrani. Ketiga,



1



dari ajaran Islam sendiri. Keempat, berasal dari sumber yang berbeda-beda kemudian menjadi satu konsep. Meskipun demikian, kita paham, bahwa inti ajaran Islam adalah usaha pencapaian keridlaan Tuhan dan kesalehan, sehingga kehidupan pemeluk Islam terfokus pada dua hal itu. Dalam sejarah tradisi Islam sendiri muncul dua model pencapaian keduanya, yaitu: model syari’ah dan hakikat. Jika yang pertama lebih menekankan prosedur ibadah, yang kedua lebih terfokus pada usaha batin walaupun pada umumnya yang dilakukan dengan tata cara tertentu yang dikenal dengan tarekat. Tasawuf sebagai ajaran Islam yang mengajarkan untuk mendekatkan diri pada Allah swt, dengan melakukan penyucian diri merupakan jalan yang ditempuh sebagai solusi manusia ketika kemajuan terus berjalan sedangkan manusia tidak bisa menyesuaian dan mengejarnya. Keresahan terhadap individu yang menyebabkan penimbunan problem piskis dan fisik terutama dalam pendidikan spiritual dan akhlak inilah yang akan menjadi kajian pada makalah ini. Adanya penerapan tasawuf pada realita pada kehidupan modern memberikan bukti yang nyata bahwa tasawuf digunakan sebagai paradigma pendidikan akhlak tidak hanya menjadi sebuah konsep, namun mengarah pada problem solving sebagai perubahan pola pikir individu dan alternative pengisian kekosongan akhlak. Melalui ajaran tasawuf manusia bisa membentuk nilai – nilai mulia yang nantinya akan teraplikasi melalui akhlak mulia.



2



B. PEMBAHASAN 1. Pengertian Tasawuf Istilah tasawuf berasal dari bahasa Arab dari kata ”tashowwafa – yatashowwafu - tashowwuf” mengandung makna (menjadi) berbulu yang banyak, yakni menjadi seorang sufi atau menyerupainya dengan ciri khas pakaiannya terbuat dari bulu domba/wol (suuf), walaupun pada prakteknya tidak semua ahli sufi pakaiannya menggunakan wol. Menurut sebagian pendapat menyatakan bahwa para sufi diberi nama sufi karena kesucian (shafa) hati mereka dan kebersihan tindakan mereka. Di sisi yang lain menyebutkan bahwa seseorang disebut sufi karena mereka berada dibaris terdepan (shaff) di hadapan Allah, melalui pengangkatan keinginan mereka kepada-Nya. Bahkan ada juga yang mengambil dari istilah ash-hab alShuffah, yaitu para shahabat Nabi SAW yang tinggal di kamar/serambiserambi masjid (mereka meninggalkan dunia dan rumah mereka untuk berkonsentrasi beribadah dan dekat dengan Rasulullah SAW).1 Perbedaan pendapat tersebut timbul dari akar kata tasawuf, berikut pendapat ulama tentang kata tasawuf : a. Berasal dari kata shofi yang artinya suci, karena kesucian hati para sufi (pengamal tasawuf) dan kebersihan tindakannya. b. Berasal dari kata shaff yang artinya barisan, karena para sufi memiliki iman yang kuat, jiwa yang bersih dan selalu memilih baris terdepan dalam shalat berjama’ah. c. Berasal dari kata shuffah yang artinya serambi, karena para sufi di zaman Nabi bertempat tinggal di serambi rumah beliau hingga mereka disebut Ahlis Shuffah. Tempat ini masih diabadikan sampai sekarang, yaitu di sisi utara makam Rasul dalam Masjid Nabawi di Madinah. d.



Berasal dari kata Shafwah yang artinya terpilih, karena para sufi adalah orang-orang pilihan Allah disebabkan ketulusan amal mereka kepada-Nya.



1



Mir Valiuddin, Tasawuf dalam Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), cet. II, h. 1-2.



3



e. Berasal dari kata Shuuf yang artinya bulu domba, karena para sufi biasa memakai pakaian dari bulu sebagai lambang kerendahan hati dan kesederhanaan mereka.2 Pada intinya tasawuf merupakan suatu usaha dan upaya dalam rangka mensucikan diri (tazkiyatunnafs) dengan cara menjauhkan dari pengaruh kehidupan dunia yang meyebabkan lalai dari Allah SWT untuk kemudian memusatkan perhatiannya hanya ditujukan kepada Allah SWT. Menurut Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi bahwa tasawuf adalah ilmu yang menerangkan tentang keadaan-keadaan jiwa (nafs)



yang



dengannya



diketahui hal-ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari (sifat-sifat) yang buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, jalan menuju Allah, dan meninggalkan (laranganlarangan) Allah menuju (perintah- perintah) Allah SWT.3 2. Ruang Lingkup Tasawuf Ilmu tasawuf apabila dipelajari terdapat empat unsur yang esensial, yaitu : a. Metaphisica, yaitu hal-hal yang di luar alam dunia atau bisa juga dikatakan sebagai ilmu ghoib. Di dalam Ilmu Tasawuf banyak dibicarakan tentang masalah-masalah keimanan tentang unsurunsur akhirat, dan cinta seorang sufi terhadap Tuhannya. b. Ethica, yaitu yaitu ilmu yang menyelidiki tentang baik dan buruk dengan melihat pada amaliah manusia. Dalam Ilmu Tasawuf banyak sekali unsur-unsur etika, dan ajaran-ajaran akhlak (hablumminallah dan hablumminannas). c. Psikologia, yaitu masalah yang berhubungan dengan jiwa. Psikologi dalam pandangan tasawuf sangat berbeda dengan psikologi modern. Psikologi modern ditujukan dalam menyelidiki manusia bagi orang lain, yakni jiwa orang lain yang diselidikinya. Ibnu Ajibah, Liqodhul Himam, (Beirut: Darul Kutubil Ilmiyah), hlm. 28. Muhammad Amin al-Kurdi, Tanwirul Qulub fi Mu’amalatil ‘Allamil Guyub, (ttp.: Maktabah Dar Ihya al-Kutub al-’Arabiyyah, tt.), h. 406. 2 3



4



Sedangkan psikologi dalam tasawuf memfokuskan penyelidikan terhadap diri sendiri. Maksudnya, diarahkan terhadap penyadaran diri sendiri dan menyadari kelemahan dan kekurangan dirinya untuk kemudian memperbaiki menuju kesempurnaan nilai pribadi yang mulia. d. Aestethica, yaitu yaitu ilmu keindahan yang menimbulkan seni. Untuk meresapkan seni dalam diri, haruslah ada keindahan dalam diri sendiri. Sedangkan puncak keindahan itu adalah cinta. Jalan yang ditempuh untuk mencapai keindahan menurut



ajaran



tasawuf adalah tafakur, merenung hikmah- hikmah ciptaan Allah. Dengan begitu akan tersentuh kebesaran Allah dengan banyak memuji dan berdzikir kehadirat-Nya. Oleh karena itu, dengan senantiasa bertafakur dan merenungkan segala ciptaan Allah, maka akan membuahkan pengenalan terhadap Allah (ma’rifat billah) yang merupakan keni’matan bagi ahli sufi. Hal ini bersumber pada mahabbah, rindu, ridho melalui tafakkur, dan amal-amal shalih. Menurut analisa Prof. Dr. H.M. Athoullah Ahmad, MA., bahwa obyek pembicaraan Ilmu Tasawuf itu meliputi tentang akal dan ma’rifat kemudian membahas mengenai hati dan riyadhah (latihan dalam spiritual). Adapun status Ilmu Tasawuf yaitu menuntun sesuai dengan petunjuk, dan membuang apa yang tidak sesuai dengan tuntunan yang berlaku. Kemudian sekuat tenaga menuju ke jalan Ilahi.4



4



Dr. H Bahrudin, M.Ag, Akhlak Tasawuf, (Banten : IAIB Press, 2015), hlm. 77



5



3. Pengertian Akhlak Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa kata akhlak berarti budi pekerti, kelakuan.5 Secara singkat, definisi akhlak dalam bahasa Arab mempunyai arti perangai, kebiasaan, watak, peradaban yang baik atau agama.6 Al-Ghazali mengemukakan pengertian akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan direncanakan sebelumnya.7 Dengan kata lain bahwa akhlak adalah suatu sifat yang timbul dari gejolak hati yang telah melalui proses penyaringan melalui akal yang akan menghasilkan sebuah formula baru yang berwujud tingkah laku atau prilaku seseorang dalam menjalani fase kehidupannya hingga sampai pada batas waktu yang telah ditetapkannya. Dari berbagai definisi diatas, maka dapat dikatakan bahwa akhlak tingkah laku yang melekat pada diri seseorang yang mana tingkah laku itu telah dilakukan berulang-ulang dan terus menerus sehingga menjadi suatu kebiasaan dan perbuatan yang dilakukan karena dorongan jiwa bukan paksaan dari luar. Akhlak melingkupi potensi dan kecenderungan rohani manusia dalam kandungan batin seperti keinginan, hasrat, cita-cita dan sebagainnya. Jadi akhlak adalah semua cita-cita, pikiran baik atau buruk masih terpendam dalam kandungan batin dan merupakan bibit yang masih kecil dan terbungkus sifatnya.8 Akhlak merupakan salah satu dari ajaran Islam yang harus dimiliki oleh setiap individu muslim dalam menunaikan kehidupan-nya sehari-hari. Al-Ghazali berpendapat bahwa akhlak bukan sekedar perbuatan, bukan pula https://kbbi.web.id/akhlak Agus Wibowo, Pendidikan Karakter (Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 27. 7 Muchson dan Samsuri, Dasar-Dasar Pendidikan Moral, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 21. 8 M. Amin Sykur, Studi Akhlak, (Semarang: Walisongo Press, 2010) hlm 7-8 5 6



6



sekedar kemampuan berbuat, juga bukan pengetahuan. Akan tetapi, akhlak harus menggabungkan dirinya dengan situasi jiwa yang siap memunculkan perbuatan-perbuatan, dan situasi itu harus melekat sedemikian rupa sehingga perbuatan yang muncul darinya tidak bersifat sesaat melainkan menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Kesempurnaan akhlak sebagai suatu keseluruhan tidak hanya bergantung kepada suatu aspek pribadi, akan tetapi terdapat empat kekuatan didalam diri manusia yang menjadi unsur bagi terbentuknya akhlak baik dan buruk. Kekuatan- kekuatan itu ialah kekuatan ilmu, kekuatan nafsu syahwat, kekuatan amarah dan kekuatan keadilan diantara ketiga kekuatan ini.9 Al-Ghazali meletakkan akhlak bukan sebagai tujuan akhir manusia di dalam perjalanan hidupnya, melainkan sebagai alat untuk ikut mendukung fungsi tertinggi jiwa dalam mencapai kebenaran tertinggi, ma’rifat Allah, yang di dalamnya manusia dapat menikmati kebahagaiannya. Adapun kebahagiaan yang diharapkan oleh jiwa manusia adalah terukirnya dan menyatunya hakikat-hakikat ketuhanan di dalam jiwa sehingga hakikathakikat tersebut seakan-akan jiwa itu sendiri. Jadi, akhlak sebagai salah satu dari kese- luruhan hidup manusia yang tujuannya adalah kebahagiaan.10 Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup manusia. Pendidikan Akhlak merupakan inti dari pendidikan. Akhlak mengarahkan pada perilaku. Akhlakul karimah adalah tatkala perilaku manusia mengikuti aturan Islam dalam setiap aspek kehidupan. Akhlak buruk seseorang secara substansi dapat dirubah men- jadi akhlak yang mulia. Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa adanya perubahan akhlak bagi seseorang adalah bersifat mungkin, misalnya dari sifat kasar kepada sifat kasihan. Dalam upaya penyempurnaan akhlak dan pengobatan jiwa, al-Ghazali memiliki konsep tazkiyat an-nafs. Tazkiyat an-nafs yang dikonsepsikan alGhazali erat kaitan dengan upaya peningkatan akhlak dan pengobatan jiwa. Yoke Suryadarma & Ahmad Hifdil Haq, Konsep Akhlak menurut Imam al-Ghazali, Gontor : Universitas darussalam, (Desember, vol 10. No. 2, 2015), hlm. 373. 10 Hujair AH Sanaky, Paradigma pendidikan Islam; membangun masyarakat madani Indonesia, (Jakarta, Safiria Insania Press : 2003), p. 4 9



7



Tazkiyat An-Nafs merupakan upaya penyucian jiwa, serta pembinaan dan peningkatan jiwa menuju kehidupan yang baik, cakupan maknanya tidak hanya terbatas pada tathir an-nafs, tetapi juga pada tanmiyat an-nafs (menumbuh kembangkan jiwa) ke- arah yang lebih baik. Dari tinjauan akhlak tasawuf, al-Ghazali memandang Tazkiyat AnNafs sebagai Takhliyat An-Nafs dan Tahliyat An-Nafs dalam arti mengosongkan jiwa dari akhlak tercela dan menghiasinya dengan akhlak yang terpuji. Dari tinjauan ini, Tazkiyat An-Nafs al-Ghazali merupakan bagian dari metode tasawuf, khususnya dalam usaha pembinaan dan pembentukan jiwa yang berakhlak mulia atau penjiwaan hidup dengan nilainilai Islami.11 4. Tasawuf sebagai Paradigma Pendidikan Akhlak Esensi tasawuf bermuara pada hidup zuhud (tidak mementingkan kemewahan duniawi). Tujuan hal ini dalam rangka dapat berhubungan langsung dengan Tuhan, dengan perasaan benar- benar berada di hadirat Tuhan. Para sufi menganggap ibadah yang diselenggarakan dengan cara formal (mahdhoh) belum merasa cukup karena belum memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi. Para pakar ilmu tasawuf, pada umumnya membagi tasawuf menjadi tiga bagian, yakni tasawuf falsafi, tasawuf akhlaki, dan tasawuf amali. Ketiga macam tasawuf ini tujuannya adalah sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela, serta menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Dengan demikian, dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf, seseorang harus terlebih dahulu berakhlak mulia. Ketiga macam tasawuf itu berbeda dalam hal pendekatan yang digunakan. Pada tasawuf falsafi, pendekatan yang digunakan adalah rasio atau akal pikiran, karena dalam tasawuf ini digunakan bahan-bahan kajian atau pemikiran yang terdapat di kalangan para filosof, seperti filsafat 11



Yoke Suryadarma,.......



8



mengenai Tuhan, manusia, hubungan manusia dengan Tuhan dan lain sebagainya. Pada tasawuf akhlaki, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan akhlak yang tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan diri dari akhlak yang buruk). Taubat, wara, zuhud Kemudian tahalli (menghiasinya dengan akhlak yang terpuji) iklas tawakal sabar, dan tajalli (yaitu terbukanya dinding penghalang (hijab) yang membatasi manusia dengan Tuhan, sehingga Nur Ilahi tampak jelas padanya). Sedangkan pada tasawuf amali, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan amaliyah yang selanjutnya mengambil bentuk tarekat. Dengan mengamalkan tasawuf, baik yang bersifat falsafi, akhlaki atau amali, seseorang dengan sendirinya menjadi berakhlak baik. Perbuatan yang demikian itu dilakukannya dengan sengaja, sadar, atas dasar pilihan sendiri dan bukan karena keterpaksaan. Ketika seseorang mempelajari tasawuf ternyata menjadi jelas bahwa al-Qur’an dan al-Hadits sangat mementingkan akhlak. Kedua sumber Islam tersebut menekankan nilai-nilai kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kemasyarakatan, keadilan, tolong-menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah, sifat ramah, bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin, mencintai ilmu, dan berpikiran lurus. Nilai-nilai serupa itulah yang harus dimiliki oleh seorang muslim dan dimasukkan ke dalam dirinya semenjak ia masih kecil. Sebagaimana diketahui bahwa dalam tasawuf persoalan ibadah amat menonjol, karena bertasawuf itu pada hakikatnya adalah melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji baik sebagai ibadah khusus maupun ibadah umumnya. Kesemuanya itu dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt Termasuk aktivitas tasawuf ini adalah erat hubungannya dengan akhlak. Dengan demikian, ibadah dalam Islam itu erat sekali hubungannya dengan pendidikan akhlak. Ibadah dalam al-Qur’an dikaitkan dengan takwa, dan takwa itu berarti melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi laranganNya, yakni orang yang berbuat baik dan jauh dari yang tidak baik. Tegasnya,



9



orang yang bertakwa adalah orang yang berakhlak mulia, dan di sini kaum sufi-lah orang yang pelaksanaan ibadahnya membawa kepada pembinaan akhlak mulia dalam diri mereka. Dalam istilah sufi dikenal sebagai jargon “Berbudi pekertilah dengan budi pekerti Allah,” yakni berkarakterlah sebagaimana karakter Allah. Selain menjelaskan hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf, perlu diketahui bahwa ajaran Islam memiliki tiga sendi ajaran: (1) akidah, yang meliputi enam rukun Iman, (2) syari’ah, yang meliputi lima rukun Islam dan (3) ihsan, yang meliputi hubungan baik terhadap Allah, sesama manusia dan makhluk lain ciptaan Allah Swt. Dari ketiga sendi Islam di atas dapat dipahami bahwa akhlak berfungsi mewarnai segala aspek kehidupan manusia. Bahkan inti dari ajaran Nabi Muhammad Saw merupakan untuk menyempurnakan akhlak manusia. Kedudukan tasawuf dalam Islam merupakan aspek yang memberikan pengalaman batin kepada manusia yang melahirkan kematangan spiritual dalam rangka memperoleh ma’rifah Allah. Jadi, dengan demikian akhlak merupakan pangkal tolak tasawuf, sedangkan tasawuf adalah esensi dari akhlak itu sendiri. Imam Ghazali, dalam hal ini cenderung tidak memisahkan antara akhlak dan tasawuf. Menurutnya, tasawuf itu adalah budi pekerti dan barangsiapa yang menyiapkan bekal budi pekerti, maka berarti akan menyiapkan bekal tasawuf.



10



KESIMPULAN Akhlak merupakan ukuran kepribadian seorang muslim. Ketika akhlak seseorang tercermar dengan nilai-nilai yang bertentangan dengan syariat Islam maka ia berkepribadian yang tercela. Sebaliknya, orang yang bersikap sesuai ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah maka akhlaknya mulia. Ukuran baik dan buruk akhlak seseorang dapat ditinjau dari sudut pandang syariat Islam. Sebab syarit adalah undang-undang yang meng- atur kehidupan umat manusia. Menurut Imam Al-Ghazali akhlak bukan sekedar perbuatan, bukan pula sekedar kemampuan berbuat, juga bukan pengetahuan. Akan tetapi, akhlak adalah upaya menggabungkan dirinya dengan situasi jiwa yang siap memunculkan perbuatan-perbuatan, dan situasi itu harus melekat sedemikian rupa sehingga perbuatan yang



muncul darinya tidak bersifat sesaat melainkan menjadi



kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja dewasa ini banyak sekali tantangan yang dapat mengakibatkan kerusakan akhlak umat Islam. Untuk itu umat Islam seharusnya memahami secara benar dan menerapkan hakekat dari pendidikan akhlak sesuai dengan ajaran Islam.



11



DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M. Yatimin. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif al-Quran. Jakarta: Amzah. Abudin Nata, Abudin. 2012. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers. Ajibah, Ibnu. Tt. Liqodhul Himam. Beirut: Darul Kutubil Ilmiyah. Ajibah, Ibnu. Tt. Risalah Qusyairiyah, Muqaddimah. Beirut: Darul Kutubil Ilmiyah. Al-Habsyi, Husain. Tt. Kamus Al-Kautsar. Surabaya: Assegaf. Aliy As’ad, Aliy. 2014. Menyelami Samudra Hikmah Al-Hikam (Terjemah Kitab Al-Hikam Karya Ibnu Athaillah As-Sakandari. Kudus: Menara Kudus. Al-Jurjani. Tt. At-Ta’rifah, Beirut: Darul Kutubil Ilmiyah. Al-Qanuji, Ahadiq bin Hasan. Abjadul Ulum II. Hidayat, Nur. 2013. Akhlak Tasawuf. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Muchson dan Samsuri. 2013. Dasar-Dasar Pendidikan Moral. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Sykur, M. Amin. 2010. Studi Akhlak. Semarang: Walisongo Press. Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter (Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.



12