Makalah Typus Abdominalis - Kelompok 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH TYPUS ABDOMINALIS



Disusun Oleh : (Kelompok 2) CANDRA RETNO NINGRUM EGA SALSABILLA ARNASYA



P17240201003 P17240201004



PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN TRENGGALEK POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG



KATA PENGANTAR



Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “ TYPUS ABDOMINALIS”. Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah. Disusunnya makalah ini tidak lepas dari peran dan bantuan beberapa pihak dan sumber. Karena itu, pemakalah mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing yang telah membantu dan membimbing kami dalam mengerjakan makalah ini. Kiranya amal baik serta budi luhur secara ikhlas yang telah diberikan kepada kami dari beliau di atas yang dapat maupun belum dapat kami sebutkan, mendapatkan imbalan yang semestinya dari Allah SWT. Pemakalah menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. Pemakalah berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pemakalah khususnya dan bagi pembaca pada umumnya



Trenggalek, April 2021



Penulis



DAFTAR ISI



HALAMAN SAMPUL DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Latar belakang..........................................................................................................................1 Rumusan Masalah....................................................................................................................2 Tujuan Penulisan......................................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN Definisi typus abdominalis.......................................................................................................3 Penyebab typus abdominalis....................................................................................................3 Epidemiologi Penyakit Demam Tifoid....................................................................................4 Patogenesis dan Patofisiologi Demam Tifoid.........................................................................4 Cara Penularan Demam Tifoid ...............................................................................................5 Manifestasi klinis typus abdominalis.......................................................................................7 Pemeriksaan penunjang typus abdominalis.............................................................................7 Komplikasi yang terjadi dari typus abdominalis.....................................................................8 Askep typus abdominalis........................................................................................................9 BAB III PENUTUP Kesimpulan...........................................................................................................................13 Saran.....................................................................................................................................13 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................14



BAB I PENDAHULUAN



Latar Belakang Penyakit menular masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang. Salah satu penyakit menular tersebut adalah Tifus Abdominalis atau biasa dikenal demam tifoid. Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini tiap tahunnya. Di indonesia diperkirakan insiden demam tifoid adalah 300- 810 kasus per 100.000 penduduk pertahun, dengan angka kematian 2%. Demam tifoid (thypoid fever atau tifus abdominalis) banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik diperkotaan maupun dipedesaan. Penyakit ini erat kaitannya dengan sanitasi lingkungan yang kurang, hygiene pribadi serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan penting di negara berkembang. Diagnosis penyakit ini masih menjadi tantangan para kliniisi karena gambaran klinis yang tidak khas sehingga pengenalan gejala dan tanda klinis menjadi sangat penting untuk membantu diagnosis. Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang bersih. Kecenderungan terjadinya angka kejadian demam typhoid di Indonesia terjadi karena banyak faktor, antara lain: Urbanisasi, sanitasi yang buruk, karier yang tidak terdeteksi, dan keterlambatan diagnosis. Dengan melihat data tersebut diatas, baik inseiden maupun angka kematiannya, maka pengetahuan dini mengenai demam tifoid perlu segera dipaparkan. Oleh karena itu memahami penyebab, gejala, cara penularan, penatalaksanaan dan pencegahan masalah demam tifoid perlu diungkap dan dijelaskan untuk mengurangi insiden dan angka kematian secara tidak langsung.



1



1.1 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah definisi dari typus abdominalis, penyebab dari types abdominalis, Epidemiologi Penyakit Tifoid, patofisiologi dan patogenesis dari typus abdominalis, Cara Penularan , menifestasi klinis dari typus abdominalis, pemeriksaan penunjang untuk mengetahui penyakit typus abdominalis, komplikasi yang terjadi bila terserang typus abdominal dan askep dari typus abdominalis.



1.2 Tujuan Penulisan Makalah yang kami buat yaitu berjudul ”ASKEP THYPUS ABDOMINALIS”. Memberikan informasi kepada pembaca tentang askep typus abdominalis secara lengkap.



2



BAB II PEMBAHASAN Definisi Thypus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran. (Suryadi,Skp,2001:281). Thypus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran ke mulut melalui makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul dalam wabah. (Markum, 1991). Penyebab dan Gejala Penyakit Demam Tifoid Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terjadi dalam saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Brusch, 2013). Demam typhoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu Salmonella typhosa, Salmonella paratyphi A, dan Salmonella paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh Salmonella typhosa cenderung untuk menjadi lebih berat dari pada bentuk infeksi salmonella yang lain (Ashkenazi et.al, 2002). Penyakit pada anak biasanya tidak seberat pada orang dewasa. Biasanya dimulai berangsur- angsur dengan naiknya panas dari hari ke hari, sering mencapai 40oC (140oF) pada akhir minggu pertama. Sakit kepala, batuk, konstipasi, perdarahan hidung, dan meningismus sering kali muncul. Pada minggu kedua penyakit, tinggi suhu menetap dan kulit menjadi panas dan kering. Anak tampak sangat sakit dan berbaring dengan tenang. Perut seringkali bengkak. Diare dapat terjadi dengan tinja cair, berwarna kehijauan dan berlendir. Limpa akan membesar, walaupun barangkali sudah terjadi karena malaria. Bercak Rose ( rose spots, rata, bercak merah dengan diameter 2-5 mm) dapat tampak, terutama diperut dan dada, dan pada anak- anak dengan kulit yang kering. Pemeriksaan dada sering menunjukan gejala bronkhitis atau pneumonia. ( Irianto, 2014)



Epidemiologi Penyakit Demam Tifoid Demam typhoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia, Afrika, Amerika Latin Karibia dan Oceania, termasuk Indonesia. Penyakit ini tergolong penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Insiden demam typhoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 3002 sekitar 16 juta per tahun, 600.000 di antaranya menyebabkan kematian. Di Indonesia prevalensi 91% kasus demam typhoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Ada dua sumber penularan Salmonella typhosa : pasien yang 3



menderita demam typhoid dan yang lebih sering dari carrier yaitu orang yang telah sembuh dari demam typhoid namun masih mengeksresikan Salmonella typhosa dalam tinja selama lebih dari satu tahun. (Brusch, 2013). Patogenesis dan Patofisiologi Demam Tifoid Bakteri Salmonella typhosa masuk ke tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan minuman yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyer di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Bakteri Salmonella typhosa kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi. Setelah mengalami kelenjar-kelenjar limfe ini Salmonella typhosa masuk ke aliran darah melalui ductus thoracicus. Bakteri bakteri Salmonella typhosa lainnya mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typhosa bersarang di plaque peyer, limpa, hati, dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam typhoid disebabkan oleh endotoksin. Tapi kemudian berdasarkan penelitianeksperimental disimpulkan bahwa endotoksin bukan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam typhoid. Endotoksin Salmonella typhosa berperan pada patogenesis demam typhoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat Salmonella typhosa berkembang biak. Demam pada typhoid disebabkan karena Salmonella typhosa dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang ( Juwono, 2006).



4



Cara Penularan Demam Tifoid Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan demam tifoid diantaranya adalah pola makan, hygiene sanitasi, dan tingkat pengetahuan kebersihan. 1. Pola makan



Pola makan adalah kebiasaan makan yang dikonsumsi seharihari. Pola makan dan intensitas yang benar adalah kebiasaan makan tiga kali sehari dengan gizi seimbang diterjemahkan sebagai upaya untuk mengatur tubuh kita agar tediri dari sepertiga makanan, sepertiga cairan, sepertiga udara. Apabila pola makan dan intensitas tidak dilakukan dengan benar dapat menyebabkan asam lambung meningkat dan dinding lambung mengalami iritasi, dalam keadaan tersebut kuman Salmonella typhosa dapat dengan mudah menginfeksi melalui dinding lambung (Siswono, 2002). 2. Kebersihan diri



Kebersihan diri adalah sikap perilaku bersih pada seseorang agar badan terbebas dari kuman. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain pemeriksaan kesehatan, perilaku cuci tangan, kesehatan rambut, kebersihan hidung, mulut, gigi, telinga, dan kebersihan pakaian (Rohim et.al, 2002). Kebersihan diri terutama dalam hal perilaku mencuci tangan setiap makan, merupakan sesuatu yg baik. Dimana sebagian besar Salmonella typhosa ditularkan melalui jalur fecal oral. Teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi adalah mencuci tangan. Mencuci tangan adalah menggosok dengan sabun secara bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas yang kemudian dibilas untuk membuang air. Tujuannya adalah untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel di tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total pada saat itu. Tangan yang terkontaminasi merupakan penyebab utama perpindahan infeksi. Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan adalah bagian penting dalam penularan kuman Salmonella typhosa (Rohim et.al, 2002).



5



Kebersihan diri sangat penting mengingat Salmonella typhosa mampu bertahan beberapa minggu didalam air, es, debu, sampah kering dan pakaian, mampu bertahan di sampah mentah selama satu minggu dan dapat bertahan serta berkembang biak dalam susu, daging, telur, tanpa merubah warna atau bentuknya (Rohim et.al, 2002). 3. Pengetahuan



Pengetahuan tentang suatu hal akan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. Perilaku seseorang sangat berhubungan erat dengan pengetahuan tentang kesehatan serta tindakan yang berhubungan dengan kesehatan, yang salah satunya adalah pengetahuan tentang demam typhoid (Notoatmodjo, 2005). Determinan perilaku adalah faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua, yakni : 1) Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. 2) Faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2005). 4. Hygiene sanitasi



Hygiene adalah suatu usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa, sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Termasuk upaya melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan manusia (perorangan ataupun masyarakat), sedemikian rupa sehingga berbagai faktor lingkungan yang menguntungkan tersebut tidak sampai menimbulkan gangguan kesehatan (Azwar, 1990). Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi atau mungkin mempengaruhi derajat kesehatan manusia, lebih mengutamakan usaha pencegahan terhadap berbagai faktor lingkungan sedemikian rupa sehingga munculnya penyakit dapat terhindar (Azwar, 1990).



6



Manifestasi Klinis Walaupun gejala typus abdominalis bervariasi tapi secara garis besar gejala yang timbul dapat dikelompokan dalam : demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama : demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare dan suhu badan meningkat (39-410C). Setelah minggu kedua gejala makin jelas berupa demam remiten, lidah tifoid dengan tanda antara lain nampak kering, dilapisi selaput tebal, dibagian belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Pembesaran hati dan limpa, dan nyeri tekan pada perut kanan bawah dan mungkin disertai gangguan kesadaran dari ringan seperti delirium. Roseola (rose spot), pada kulit dada atau perut terjadi pada awal minggu kedua, merupakan emboli kuman dimana di dalamnya mengandung kuman salmonella. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah tepi hasil pemeriksaan ini berguna untuk membantu menentukan penyakit dengan cepat. Pemeriksaan darah tepi memberi gambaran mengenai : a. Leukopenia b. Eosinopilia c. Trombositopinia 2. Pemeriksaan sumsum tulang untuk mengetahui RES hiperaktif ditandai dengan adanya sel makrofag, sel hemopoetik, granulopoetik, eritropoetik dan trombopoetik yang berkurang. 3. Biakan empedu untuk mengetahui salmonella thyphosa dalam darah penderita terutama pada minggu pertama. Selanjutnya ditemukan dalam fases dan mmungkin akan tetap positif dalam waktu lama. 4. Pemeriksaan widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella terdapat dalam serum penderita demam tipoid, juga pada orang yang pernah ketularan salmonella dan orang yang pernah divaksinasi terhadap demam typoid. Akibat infeksi salmonella thypi penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu aglutinin O, aglutinin H, aglutinin Vi. Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosi. Makin tinggi titernya makin besar kemungkinan pasien menderita demam thypoid. Pada infeksi yang aktif, titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer widal 4 kali dalam 1 minggu dianggap dengan demam thyfoid positif. Penilaian Titer O > 160, titer H > 640 dianggap demam thyfois positif. Komplikasi 1. Perdarahan usus. 2. Perforasi usus. 3. Peritonitis. 4. Bronkitis dan Bronkopeneumonia. 7



5. Meningitis. 6. Miokarditis. 7. Hepatomegali. 8. Splenomegali. Cara Pencegahan 1. Sediakan air minum yang memenuhi syarat. Misalnya, diambil dari tempat yang higienis, seperti sumur dan produk minuman yang terjamin. Jangan gunakan air yang sudah tercemar. Jangan lupa, masak air terlebih dulu hingga mendidih (100 derajat C). 2. Pembuangan kotoran manusia harus pada tempatnya. Jangan pernah membuangnya secara sembarangan sehingga mengundang lalat karena lalat akan membawa bakteri Salmonella typhi. Terutama ke makanan. 3. Bila di rumah banyak lalat, basmi hingga tuntas dengan pembasmi lalat. 4. Lakukan vaksinasi terhadap seluruh keluarga. Vaksinasi dapat mencegah kuman masuk dan berkembang biak. Saat ini pencegahan terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoid-paratifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga divaksinasi. 5. Menemukan dan mengawasi pengidap kuman (carrier). Pengawasan diperlukan agar dia tidak lengah terhadap kuman yang dibawanya. Sebab jika dia lengah, sewaktuwaktu penyakitnya akan kambuh. Penatalaksanaan 1. Tirah baring, dilaksanakan untuk mencegah terjadinya komplikasi. 2. Diet harus mengandung. a. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein. b. Tidak mengandung banyak serat. c.Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. d. Makanan lunak diberikan selama istirahat. 3. Obat-obat : a. Antimikroba : Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv. Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral. Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg + trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan infus. Ampisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis. Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam. 8



b. Antipiretik seperlunya. c. Vitamin B kompleks dan vitamin C. Kasus Tuan E, berusia 17 tahun status belum menikah, suku jawa dan agama islam. Tuan E sebagai pelajar dan tinggal di kampung dukuh no. 23 rt. 05 rw. 03. Tuan E datang ke RS. Suka Peduli dengan keluhan demam 7 hari dan pada pagi hari demam turun tapi pada sore dan malam hari kembali naik, mual, muntah dan sakit pada perut bagian bawah. Dari pemeriksaan di dapat lidah kering dan dilapisi selaput tebal, pasien nampak lemah. Pasien mengatakan kurang tahu banyak dengan penyakitnya dan nafsu makan berkurang. Dari pemeriksaan perut bawah ada pembengkakan dan klien nampak bingung dengan penyakitnya. Dari hasil pemeriksaan : TD = 120/80 mmhg, HR = 90 x/menit, T = 390C, R = 23 x/menit.



Pengkajian A. Identitas Diri Nama : Tuan E. Usia : 17 tahun. TTL : Jawa Tengah, 20 Mei 1996. Jenis Kelamin : Laki-laki. Pekerjaan : Pelajar. Alamat : Jl. Kampung dukuh n0. 23 rt. 10 rw. 05 Agama : Islam. Suku : Jawa Tengah. Status : Belum menikah. B. Keluhan Utama : Demam, mual, muntah, sakit pada perut bawah. C. Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada riwayat penyakit dahulu. D. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada riwayat penyakit keluarga. E. TTV : TD = 120/80 mmhg HR = 90 x/menit T = 390C R = 23 x/menit A. Aktifitas dan Istirahat Klien merasa terganggu dengan kondisi sekarang dan tidur tidak pernah nyenyak akibat nyeri di perut. B. Nutrisi 9



Klien makan hanya 2x sehari kadang hanya 1x sehari, nafsu makan menurun. C. Eliminasi BAB = 1-3 x sehari. BAK = 4-6 x sehari. D. Seksual Klien tidak melukakan hubungan seksual karena belum menikah. E. Spiritual Klien tidak khusyu dalam beribadahnya.



DATA DS : Klien mengatakan demam DO : Suhu klien 390C



ETIOLOGI Peningkatan suhu tubuh



MASALAH Hipertermia



DS : klien mengatakan Mual, muntah dan kurang nafsu makan DO : Pasien lemah



Peningkatan produksi asam lambung



Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



DS : klien mengatakan sakit perut bagian bawah DO : adanya pembengkakan di perut bagian bawah



Karena kuman masuk ke aliran darah dan reaksi inflamasi



Hepatomegali dan nyeri



DS : klien mengatakan kurang tahu banyak mengenai penyakitnya. DO : Klien nampak bingung dengan penyakitnya



Kurang terpapar informasi mengenai penyakitnya



Kurang pengetahuan



Diagnosa 1. Peningkatan suhu tubuh (hypertermia) b.d proses infeksi salmonella typhi. 2. Nyeri b.d proses inflamasi karena peradangan di usus halus. 3. Resiko tinggi ganguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat, mual muntah, anoreksia. 4. Resiko tinggi kurang cairan b.d pemasukan cairan kurang, kehilangan cairan berlebihan melalui muntah. 5. Kurang pengetahuan b.d kurang terpapar informasi.



10



Intervensi



NO 1.



Dx Peningkatan suhu tubuh (hypertermia) b.d proses infeksi salmonella typhi.



Tujuan Tujuan : mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal pada jangka waktu 1x24 jam Kriteria Hasil: 1. Suhu antara 36o-37o c. 2. RR dan nadi dalam batas normal. 3. Membran mukosa lembab 4. Kulit tidak dingin dan bebas dari keringat yang berlebih 5. Pakaian dan tempat tidur pasien kering



2.



Nyeri b.d proses inflamasi karena peradangan di usus halus.



Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nyeri berkurang dan dapat tidur nyenyak. Kriteria Hasil : 1. Tidak ada mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah. 2. Klien tidak gelisah. 3. Tingkat nyeri berkurang.



3.



Resiko tinggi ganguan Tujuan: pemenuhan kebutuhan Kebutuhan nutrisi terpenuhi nutrisi kurang dari Kriteri hasil : kebutuhan tubuh b.d 1. Intake terpenuhi. intake yang tidak 2. Nafsu makan meningkat. adekuat, mual muntah, 3. Berat badan kembali



Intervensi 1. Monitor tanda-tanda infeksi. 2. Monitor tanda-tanda vital tiap 2 jam. 3. Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien. Kenakan pakaian tipis pada pasien. 4. Kompres dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya. 5. Kolaborasi berikan cairan iv sesuai kebutuhan atau anjurkan intake cairan yang adekuat. 6. Berikan antipiretik, jangan berikan aspirin. 7. Monitor komplikasi neurologis akibat demam. 1. 2. 3. 4.



Awasi skala nyeri. Beri posisi nyaman. Awasi TTV. Ajarkan dan bantu klien melakukan relaksasi dan distraksi. 5. Ciptakan lingkungan yang tenang. 6. Kolaborasi pemberian obat anti nyeri dengan dosis sesuai kebutuhan. 1. Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan porsi kecil tapi sering dan tawarkan makan pagi dengan porsi paling besar. 11



anoreksia.



normal. 4. Tidak mual dan muntah.



2. Berikan perawatan mulut sebelum makan. 3. Konsul ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien. 4. Awasi glukosa darah. 5. Berikan obat sesuai indikasi: antasida, antiemetik, vitamin B kompleks.



12



BAB III PENUTUP



Kesimpulan Thypus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran ke mulut melalui makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul dalam wabah(Markum, 1991). Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang bersih. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat diperlukan dari hal yang kecil seperti mencuci tangan setiap atau sebelum dan sesudah melakukan kegiatan, seperti; mencuci tangan sebelum dan sesudah makan dengan sabun, mencuci tangan setelah dari kamar mandi. Meminum air yang bersih dan sudah dimasak, makan dengan yang bersih tidak dihinggapi lalat. Saran 1. 2.



Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu pembaca dalam memahami penyakit Tifus Abdominal. Perlu diadakan penelitian dan penulisan lebih lanjut mengenai kajian ini.



13



DAFTAR PUSTAKA



Brush, Jl. 2013. Typhoid Fever: Deferential Diagnoses and work Up, Accessed at;http://emedicine. medscape.com/article/231135-diagnosis. Juwono, R. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi III. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI Jakarta. Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta. Irianto, Koes. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan Klinis. Bandung: Alfabeta



14