MAKALAH Value of Biodiversity [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH BIODIVERSITAS VALUE OF BIODIVERSITY



Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Biodiversitas



Dosen Pengampu: Dr. Nur Kusuma Dewi, M.Si. Dr. Margareta Rahayuningsih, S.Si, M.Si.



disusun oleh: Abdullah Muamar (0402518003) Arista Novi



(0402518007)



Yuliana Putri



(0402518018)



Rizka Oktaviani



(0402418040)



Aini Sa’adah



(0402518045)



PRODI PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG



2019



2



DAFTAR ISI BAB I..................................................................................................................................................1 PENDAHULUAN.................................................................................................................................1 1.1.



Latar Belakang...................................................................................................................1



1.2.



Rumusan Masalah.............................................................................................................2



1.3.



Tujuan................................................................................................................................2



BAB II.................................................................................................................................................3 ISI DAN PEMBAHASAN.......................................................................................................................3 2.1.



Biodiversitas......................................................................................................................3



2.1.1.



Value of Biodiversity..................................................................................................4



2.1.2.



Indonesia Mega Biodiversity di Dunia......................................................................9



BAB III..............................................................................................................................................14 PENUTUP.........................................................................................................................................14 3.1.



Kesimpulan......................................................................................................................14



DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................15



2



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Keanekaragaman hayati merupakan hal yang penting bagi kehidupan. Keanekaragaman hayati berperan sebagai indikator dari sistem ekologi dan sarana untuk mengetahui adanya perubahan spesies. Keanekaragaman hayati juga mencakup kekayaan spesies dan kompleksitas ekosistem sehingga dapat memengaruhi komunitas organisme, perkembangan dan stabilitas ekosistem (Rahayu 2016). Keanekaragaman hayati memiliki beragam nilai atau arti bagi kehidupan. Ia tidak hanya bermakna sebagai modal untuk menghasilkan produk dan jasa saja (aspek ekonomi) karena keanekargaman hayati juga mencakup aspek sosial, lingkungan, aspek sistem pengtahuan, dan etika serta kaitan di antara berbagai aspek ini. Keanekaragaman hayati dapat dijadikan sebagai pemasok pendapatan yakni dapat menghasilkan devisa negara. Misal untuk bahan baku industri, rempahrempah, dan perkebunan. Contoh bahan baku industri yaitu kayu gaharu dan cendana untuk industri kosmetik, kayu jati dan rotan untuk industri pembuatan lemari dan kursi, kopi dan teh untuk pembuatan minuman, padi dan kacang kedelai untuk bahan pokok yakni industri makanan, serta ubi kayu untuk menghasilkan alkohol. Contoh rempah-rempah yaitu lada, cengkih, dan pala. Contoh tanaman perkebunan yaitu kelapa sawit dan karet. Keanekaragaman hayati memiliki nilai biologis atau penunjang kehidupan bagi makhluk hidup termasuk manusia. Tumbuhan menghasilkan gas oksigen (02) yang diperlukan oleh makhluk hidup untuk pernapasan serta menghasilkan zat organik, misal buah, biji, dan umbi-umbian sebagai sumber makanan bagi makhluk hidup lain. Hewan dapat dijadikan bahan makanan dan bahan sandang oleh manusia. Beberapa jasad renik digunakan dalam pembuatan makanan, missal untuk membuat tempe, oncom, dan kecap. Nilai biologis penting lainnya yaitu sebagai sumber plasma nutfah (plasma benih). Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas mengenai nilai-nilai keanekaragaman hayati.



1



2



1.2.



Rumusan Masalah a. Apa yang dimaksud dengan biodiversitas? b. Nilai apa saja yang dapat diambil dari biodiversitas? c. Bagaimana nilai ekonomi langsung dari biodiversitas? d. Bagaimana nilai ekonomi tidak langsung dari biodiversitas?



1.3.



Tujuan a. Mendeskripsikan pengertian biodiversitas dan jenis-jenisnya b. Menguraikan nilai-nilai yang menguntungkan dari biodiversitas c. Memahami nilai ekonomi langsung dari biodiversitas d. Memahami nilai ekonomi tidak langsung dari biodiversitas



3



4



BAB II ISI DAN PEMBAHASAN 2.1.



Biodiversitas Keanekaragaman hayati atau Biodiversity adalah kata yang belum lama diperkenalkan oleh pakar yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup. Kata ini kemudian menjadi lebih bermakna setelah diperkenalkan oleh E.O.Wilson pada tahun 1989 dalam buku dan tulisan ilmiahnya. Dalam perkembangan selanjutnya, kata ini kemudian menjadi sangat popular dan dipakai bukan saja oleh ahli lingkungan, tetapi juga oleh peneliti, pemerhati lingkungan, penyandang dana, pendidik, ahli sosial, ekonomi, para pengambil kebijakan, dan banyak lagi orang yang mengenal kata tersebut tetapi tidak mengetahui artinya (Supriatna, 2008). Definisi keanekaragaman hayati cukup banyak, tetapi salah satu definisi yang lebih mudah dipahami yaitu “kekayaan hidup di bumi, jutaan tumbuhan, hewan, dan mikro organisme, genetika yang dikandungnya, dan ekosistem yang dibangunnya menjadi lingkungan hidup”. Keanekaragaman hayati berkembang dari (1) keanekaragaman tingkat gen, (2) keanekaragaman tingkat jenis dan (3) keanekaragaman tingkat ekosistem. Keanekaragaman hayati perlu dilestarikan karena didalamnya terdapat sejumlah spesies asli sebagai bahan mentah perakitan varietasvarietas unggul. Kelestarian keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem akan terganggu bila ada komponen-komponennya yang mengalami gangguan. Gangguangangguan terhadap komponen-komponen ekosistem tersebut dapat menimbulkan perubahan pada tatanan ekosistemnya. Besar atau kecilnya gangguan terhadap ekosistem dapat merubah wujud ekosistem secara perlahanlahan atau secara cepat. Contoh adanya gangguan ekosistem, misalnya penebangan pohon di hutan secara liar dan perburuan hewan secara liar yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Dimana gangguan tersebut secara perlahan-lahan



dapat



merubah



ekosistem



sekaligus



mempengaruhi



keanekaragaman tingkat ekosistem. Bencana tanah longsor atau letusan gunung berapi, bahkan dapat memusnahkan ekosistem, dan tentu juga akan memusnahkan keanekaragaman tingkat ekosistem. Ketiga macam keanekaragaman tersebut diatas tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Ketiganya dipandang sebagai satu keseluruhan atau totalitas 5



keanekaragaman hayati, yaitu: 1. Dengan mengetahui adanya keanekaragaman gen merupakan modal dasar untuk melakukan rekayasa genetika dan hibridisasi (kawin silang) untuk memperoleh bibit unggul yang diharapkan. 2. Dengan mengetahui adanya keanekaragaman jenis kita dapat mencari alternatif dari bahan makanan, bahan sandang dan papan, juga dapat memilih hewan-hewan unggul untuk dibudidayakan. 3. Dengan mengetahui adanya keanekaragaman ekosistem kita dapat mengembangkan sumber daya hayati yang cocok dengan ekosistem tertentu sehingga dapat meningkatkan hasil pertanian dan peternakan yang pada akhirnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 2.1.1. Value of Biodiversity Keanekaragaman hayati memiliki beragam nilai atau arti bagi kehidupan. Keanekaragaman hayati tidak hanya bermakna sebagai modal untuk menghasilkan produk dan jasa saja (aspek ekonomi) karena keanekargaman hayati juga mencakup aspek sosial, lingkungan, aspek sistem pengetahuan dan etika serta kaitan di antara berbagai aspek ini. Sebagai gudang keanekaragaman hayati, Indonesia banyak disorot oleh berbagai kalangan yang berkepentingan dengan flora dan fauna Indonesia, terutama yang bersifat endemik. Pada dasarnya, semua hayati di dunia ini memiliki nilai tertentu, yaitu nilai ekonomi langsung dan nilai ekonomi tidak langsung. a.



Nilai Ekonomi Langsung Nilai ekonomi langsung dapat diamati dari kegiatan suatu masyarakat yang memanen dan memanfaatkan hayati secara langsung, misalnya ada hewan yang bertindak sebagai pemangsa alami hama. Burung pemangsa, burung hantu dan ular sanca mengendalikan hama tikus di daerah yang ditanami. Nilai ekonomi langsung meliputi nilai kegunaan konsumtif dan nilai kegunaan produktif. Nilai kegunaan konsumtif diberikan untuk hayati yang dikonsumsi masyarakat lokal yang tidak terlihat di pasar nasional maupun internasional. Hayati yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan masyarakat tradisional di negara berkembang, yaitu untuk kayu bakar, sayursayuran, buah-buahan, daging, obat–obatan, tali-temali dan bahan bangunan. Nilai kegunaan produktif, yaitu nilai untuk hayati yang diambil di alam dan dijual ke pasar pada tingkat nasional maupun internasional.



6



Produk dinilai dengan metode ekonomi standar. Hayati dengan nilai kegunaan produktif digunakan untuk bahan baku obat, bahan bangunan, industri pakaian, perhiasan dan keperluan lainnya. Banyak sekali hayati khas Indonesia yang memiliki nilai kegunaan produktif, di antaranya: a. Meranti untuk bahan bangunan; b. Eboni (kayu hitam) untuk bangunan dan alat rumah tangga; c. Jati untuk bahan bangunan; d. Karet untuk bahan alat rumah tangga, industri otomotif; e. Rotan untuk alat rumah tangga; f. Buah-buahan untuk konsumsi makanan pelengkap, misalnya durian, sirsak, jambu biji, avokad, delima, kesemek, salak, sawo, nangka, rambutan, mangga, manggis, markisa, melon, pisang, pepaya, dan kenari; g. Tanaman penyegar, misalnya asam, jahe, kunir, kencur, vanili, teh, dan kopi. b.



Nilai Ekonomi Tidak langsung Nilai ekonomi tidak langsung dapat dibagi menjadi nilai kegunaan nonkomsumtif, nilai pilihan dan nilai eksistensi. Nilai kegunaan non-konsumtif diberikan untuk berbagai jasa lingkungan yang kita nikmati tanpa melalui penggunaan secara langsung, misalnya: a) Orang Utan untuk kebun binatang, sebagai kebutuhan rekreasi dan ekoturisme; b) Aneka jenis burung endemik, seperti Cendrawasih, Jalak Bali, Elang Jawa, dan burung Hantu untuk ekoturisme dan rekreasi serta nilai pendidikan dan ilmiah; c) Ayam Pelung, berbagai jenis ular untuk ekoturisme, rekreasi serta nilai pendidikan dan ilmiah; d) Komodo dan Maleo untuk nilai pendidikan dan ilmiah; e) Damar, Rasamala, berbagai pohon kayu lainnya sebagai perlindungan sumber air dan tanah, pengatur iklim dan monitor lingkungan;



7



f) Anggrek, Bunga Bangkai (Amorpophalus titanum), Kantung Semar (Nepenthes), Teratai, Mawar, Melati Padma (Rafflesia arnoldi), dan bunga lainnya untuk rekreasi, tanaman hias, ekoturisme, pendidikan dan ilmiah. Nilai Pilihan dari spesies adalah potensi suatu spesies dalam memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat pada suatu saat di masa yang akan datang. Solusi dengan adanya perubahan kebutuhan masyarakat saat ini sering kali ada pada tumbuhan atau hewan yang belum tersentuh. Penelitian yang dilakukan dengan daya guna keanekaragaman hayati, dikenal dengan istilah biodiversity prospecting, yaitu penelaahan potensi jenis tumbuhan dan satwa liar beserta gen dan produk kimiawinya yang berdaya guna, seperti, a) Eceng gondok sangat prospektif dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan alat rumah tangga, pakaian, perhiasan rumah, dan sebagainya; b) Rumput alang-alang untuk produksi pemanis pengganti gula tebu; c) Kelompok alga (Spirulina, Chlorella, Nostoc, Oscillatoria, Gloeocapsa, Anabaena) prospektif untuk memenuhi kebutuhan gizi, pupuk biologis, pembersih polutan, produksi cat dan pewarna tekstil; d) Kelompok bakteri dan jamur. Margasatwa dengan nilai ekonomi tinggi menjadi barang untuk perdagangan dalam negeri dan internasional, serta menjadi sumber pangan penting untuk masyarakat setempat. Perburuan tradisional kadang-kadang berhubungan dengan upacara adat, misalnya perburuan berbagai jenis burung dan mamalia. Burung, primata, mamalia dan reptil diketahui sebagai barang perdagangan. Primata merupakan hewan laboratorium yang penting untuk percobaan. Mamalia dan reptil digunakan di berbagai macam industri. Ikan air tawar dimanfaatkan untuk keperluan setempat dan perikanan. Banyak bakteri dan jamur yang dimanfaatkan untuk bahan bioteknologi, baik sebagai fermenter maupun jasa rekayasa genetik, contohnya yoghurt, anggur, keju dan antibiotik. Nilai eksistensi merupakan nilai keberadaan suatu spesies. Saat ini di seluruh dunia,



orang



peduli



terhadap



kehidupan



liar



dan



sangat



prihatin



atas



perlindungannya, contoh: Komodo, Maleo, Anoa, Cendrawasih, Kakaktua, Orang Utan, Harimau, Tapir, Coelacanth, Tarsius, Elang Jawa, Jalak Bali, Badak, Duyung, Lumba-Lumba, Pesut, Meranti, Eboni, Matoa, Rafflesia Arnoldi, Amorpophalus Tianum, Edelweiss (Anaphalis javanica), Anggrek dan masih banyak lagi. Khusus 8



untuk Coelacanth, masyarakat dunia mengira bahwa ikan tersebut merupakan ikan purba yang telah lama punah, namun ternyata ikan ini masih eksis di perairan Bunaken, diburu dan dijadikan sumber makanan oleh nelayan dan penduduk sekitar. Selain di Bunaken, Coelancanth hanya ditemukan di Madagaskar. Agar nilai-nilai biodiversitas tetap terjaga, kita perlu mengetahui ancaman apa saja yang membahayakan kelestarian biodiversitas. Berdasarkan uraian tersebut setidaknya ada 6 nilai keanekaragaman hayati yang bisa diuraikan: a) Nilai eksistensi, nilai eksistensi merupakan nilai yang dimiliki oleh keanekaragaman hayati karena keberadaannya (Ehrenfeld, 1991). Nilai ini tidak berkaitan dengan potensi suatu organisme tertentu, tetapi berkaitan dengan beberapa faktor berikut: (1) Faktor hak hidupnya sebagai salah satu bagian dari alam; (2) Faktor yang dikaitkan dengan etika, misalnya nilainya dari segi etika agama. Berbagai agama dunia menganjurkan manusia untuk memelihara alam ciptaan Tuhan; dan (3) Faktor estetika bagi manusia, misalnya, banyak kalangan, baik pecinta alam maupun wisatawan, bersedia mengeluarkan sejumlah uang untuk mengunjungi taman-taman nasional guna melihat satwa di habitat aslinya, meskipun mereka tidak mendapatkan manfaat ekonomi dari kegiatan tersebut. b) Nilai jasa lingkungan, nilai jasa lingkungan yang dimiliki oleh keanekaragaman hayati ialah dalam bentuk jasa ekologis bagi lingkungan dan kelangsungan hidup manusia. Sebagai contoh jasa ekologis, misalnya hutan yang merupakan salah satu bentuk dari ekosistem keanekaragaman hayati, mempunyai beberapa fungsi bagi lingkungan sebagai: (1) Pelindung keseimbangan siklus hidrologi dan tata air sehingga menghindarkan manusia dari bahaya banjir maupun kekeringan; (2) Penjaga kesuburan tanah melalui pasokan unsur hara dari serasah hutan; (3) Pencegah erosi dan pengendali iklim mikro. Keanekaragaman hayati bisa memberikan manfaat jasa nilai lingkungan jika keanekaragaman hayati dipandang sebagai satu kesatuan, dimana ada saling ketergantungan antara komponen yang terdapat di dalamnya. c) Sebagai nilai warisan, nilai warisan adalah nilai yang berkaitan dengan keinginan untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati agar dapat dimanfaatkan oleh generasi yang akan datang. Nilai ini seringkali terkait dengan nilai sosial-budaya dan juga nilai pilihan. Spesies atau kawasan tertentu sengaja dipertahankan dan diwariskan turun temurun untuk menjaga identitas budaya dan spiritual kelompok 9



etnis tertentu atau sebagai cadangan pemenuhan kebutuhan mereka di masa datang. d) Sebagai nilai pilihan, keanekaragaman hayati menyimpan nilai manfaat yang sekarang belum disadari atau belum dapat dimanfaatkan oleh manusia; namun seiring dengan perubahan permintaan, pola konsumsi dan asupan teknologi, nilai ini menjadi penting di masa depan. Potensi keanekaragaman hayati dalam memberikan keuntungan bagi masyarakat di masa datang ini merupakan nilai pilihan (Primack et al,1998). e) Nilai konsumtif, manfaat langsung yang dapat diperoleh dari keanekaragaman hayati disebut nilai konsumtif dari keanekaragaman hayati. Contoh dari nilai komsumtif ini adalah pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk pemenuhan kebutuhan sandang, pangan maupun papan. f) Nilai produktif, nilai produktif adalah nilai pasar yang didapat dari perdagangan keanekaragaman hayati di pasar lokal, nasional maupun internasional. Persepsi dan pengetahuan mengenai nilai pasar ditingkat lokal dan global berbeda. Pada umumnya, nilai keanekaragaman hayati lokal belum terdokumentasikan dengan baik sehingga sering tidak terwakili dalam perdebatan maupun perumusan kebijakan mengenai keanekaragaman hayati pada tingkat global (Vermeulen dan Koziell, 2002). Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena itu akan terjadi keragaman nilai dari suatu sumberdaya atau nilai dari keanekaragaman hayati berdasarkan pada persepsi dan lokasi masyarakat yang berbeda-beda. Nilai keanekaragaman hayati hutan sendiri bersumber dari berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat. Masyarakat yang menerima manfaat secara langsung akan memiliki persepsi yang positif terhadap nilai keanekragaman hayati, dan hal tersebut dapat ditunjukkan dengan tingginya nilai keanekaragaman hayati tersebut. Ada beberapa nilai dari keanekaragaman hayati bagi kepentingan makluk hidup; (1) Nilai ekologis, dimana setiap sumberdaya alam merupakan unsur dari ekosistem alam. Sebagai contoh, suatu tumbuhan dapat berfungsi sebagai pelindung tata air dan kesuburan tanah, atau suatu jenis satwa dapat menjadi kunci spesies yang penting dari keseimbangan alam. 10



(2) Nilai keanekaragaman hayati sebagai nilai komersial, secara umum telah dipahami bahwa kehidupan manusia tergantung mutlak kepada sumberdaya alam hayati. Dimana keanekaragaman hayati mempunyai nilai komersial yang sangat tinggi, sebagai gambaran, sebagian besar penerimaan devisa negara maupun pendapatan asli daerah dihasilkan dari penjualan kayu dan bentuk-bentuk lain dari eksploitasi hutan. (3) Nilai keanekaragaman hayati sebagai nilai sosial dan nilai budaya, keanekaragaman hayati mempunyai nilai sosial dan nilai budaya yang sangat besar. Secara umum peran masyarakat secara sosial dalam menjaga keanekaragaman hayati ditentukan oleh beberapa faktor. Pertama, sejauh mana pengetahuan lokal dapat dihargai dan dimanfaatkan dalam membentuk sebuah sistem pengelolaan yang baik dari keanekaragaman hayati tersebut. Kedua, seberapa besar kepedulian warga dari komunitas lokal terhadap alam yang berada di sekitarnya, sehingga mampu mendorong kearah upaya-upaya untuk menjaga dan mengelola keanekaragaman hayati baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi. Ketiga, seberapa besar manfaat (material dan non-material) yang bisa diterima oleh masyarakat dari kawasan konservasi sehingga keberadaan dari keanekaragaman hayati tersebut memiliki nilai yang menguntungkan secara terus menerus. Nilai budaya bagi nilai keanekaragaman hayati merupakan satu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan



masyarakat,



karena



bagi



masyarakat



yang



memilikinya



nilai



keanekaragaman hayati merupakan warisan yang diwariskan secara turun temurun, sehingga



faktor



budaya



merupakan



hal



terpenting



dalam



menilai



suatu



keanekaragaman hayati. (4) Nilai keanekaragaman hayati dari nilai rekreasi, dimana suatu keindahan dari sumberdaya alam hayati dapat memberikan nilai untuk menjernihkan pikiran dan melahirkan gagasan-gagasan baru bagi yang menikmatinya. Misalnya saja, kita sering kali pergi berlibur ke alam, apakah itu gunung, gua atau laut dan lain sebagainya, dengan maksud untuk merasakan keindahan alamnya. (5) Nilai keanekaragaman hayati dari nilai penelitian dan pendidikan, jika dilihat fungsi dan peran dari keanekragaman hayati itu sendiri, akan menimbulkan gagasan dan ide cemerlang bagi manusia. Nilai ini akan memberikan suatu dorongan untuk mengamati fenomena-fenomena alam dalam bentuk suatu tulisan atau penelitian. Selain itu alam juga dapat menjadi media pendidikan untuk ilmu pengetahuan alam,



11



maka sangat diperlukan bahan untuk penelitian maupun penghayatan berbagai pengertian dan suatu konsep ilmu pengetahuan. 2.1.2. Indonesia Mega Biodiversity di Dunia Indonesia sebagai salah satu Negara Mega Biodiversity di dunia dikaruniai Keanekaragaman hayati serta tingkat endemisme atau tingkat keunikan ekologi, dan organisme dalam struktur geografi yang sangat tinggi yang dapat dijadikan salah satu modal dasar pembangunan yang berkelanjutan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai sebuah institusi penelitian terbesar di Indonesia saat ini sangat serius di dalam meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya menjaga keanekaragaman hayati tersebut. Kepala Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Nuramaliati Prijono kepada Siaran Luar Negeri RRI Voice Of Indonesia di Bogor Indonesia mengatakan, di dalam menghadapi krisis perubahan iklim global saat ini bangsa Indonesia adalah merupakan bangsa yang paling siap karena memiliki sumber daya hayati yang bervariasi.



"Sehingga kita berharap bahwa dengan lestarinya keanekaragaman hayati dan apabila terjadi perubahan iklim yang cukup tinggi dimasa-masa mendatang sebetulnya bangsa Indonesia adalah bangsa yang lebih siap karena Indonesia mempunyai sumber daya hayati yang cukup bervariasi dan seharusnya kita harus lebih mampu mengembangkan itu untuk kesejahteraan bangsa." Lebih lanjut Siti Nuramaliati Priyono menjelaskan, terkait dengan keanekaragaman hayati atau Biodiversity, pada tahun 2010 ini oleh Sidang Pleno ke-83 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jerman belum lama ini, menetapkan tahun 2010 sebagai Tahun Internasional untuk Keanekaragaman hayati, dan pada 22 Mei 2010 mendatang Indonesia bersama-sama dengan dunia akan memperingati Hari Keanekaragaman Hayati sedunia. Indonesia, kondisi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan keunggulan masing-masing, sudah sepatutnya perlu mengembangkan ekologi lansekap yang baik, yang meliputi penataan ruang berdasarkan struktur lahan, fungsi lingkungan dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam struktur dan fungsi lingkungannya. Keunggulan dari kemampuan flora dan fauna tersebut sangat diperlukan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi dari konsep “Green Building” dalam bentuk optimalisasi ruang terbuka hijau (RTH) pada lahan pembangunan “Green Building”. Degradasi RTH di perkotaan dapat membuat berkurangnya kualitas lingkungan. Kondisi RTH di Jakarta, sebagai contoh saat ini hanya 9% dari perencanaan tata ruang RTH yang sebesar 30%. Bila kondisi pemenuhan 12



RTH tidak dapat dicapai, akan terus terjadi penurunan keanekaragaman hayati didalamnya selain penurunan kualitas lingkungan (Greenship 2010) Di Indonesia, Undang-undang Penataan Ruang No.24 tahun 2007, ikut mengatur bahwa selayaknya lahan hijau diperkotaan harus memenuhi 30% penyedian Ruang Terbuka Hijau yang terdiri dari RTH untuk Publik 20% dan RTH untuk Private 10%, Konsil Bangunan Hijau Indonesia melalui perangkat penilaiannya GREENSHIP sudah merekomendasikan hal itu melalui poin ratingnya. Tolak ukur yang dipakai adalah dengan adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari struktur bangunan dan struktur sederhana bangunan taman (hardscape) di atas permukaan tanah atau dibawah tanah, dengan luas area minimum 10% dari luas total lahan atau 50% dari ruang terbuka dalam tapak. Tolak ukur lain yang dinilai adalah area lansekap didaerah lain seperti diatas basement, roof garden, terrace garden dan wall garden sesuai Peraturan Menteri PU No.5/PRT/M/2008 mengenai ruang terbuka hijau tentang kriteria vegetasi untuk pekarangan. Diperkaya dengan penggunaan tanaman lokal (indigenous) dan budidaya lokal dalam skala provinsi menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sebagai lembaga yang menyediakan data akan keanekaragaman hayati di negeri ini. Sejauh ini memang yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kita dapat menentukan standard metrik untuk mengukur keanekaragaman hayati disuatu daerah karena perbedaan tindakan sebagai solusi di setiap negara di seluruh dunia melaksanakannya, untuk itu diperlukan suatu komunitas para peneliti yang didukung pemerintah yang men-support lembaga seperti ; The Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) yang dibentuk badan PBB untuk memberikan guidelines. Indonesia menjadi negara megabiodiversity, dengan tingkat keanekaragaman tertinggi di dunia bersama dengan Brazil dan Kongo. Sebagai salah satu cara menjaga status tersebut, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan mengeluarkan keputusan No. SK.132/IVKKH/2011 terkait dengan penetapan 14 spesies terancam punah yang dijadikan spesies prioritas utama untuk peningkatan populasi 3 persen pada tahun 20102014. Ke-14 spesies tersebut yaitu harimau sumatera (Panthera trigis sumatrae), gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), badak Jawa (Rhinoceros sondaicus), maleo (Macrocephalon maleo), bekantan (Nasalis lavartus), owa Jawa (Hylobates moloch), elang Jawa (Nizaetus bartelsi), babirusa (Babyrousa babyrousa), anoa (Bubalus quarlesi dan Bubalus depressicornis), jalak Bali (Leucopsar rothschildi), komodo (Varanus 13



komodoensis), banteng (Bos javanicus), dan kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea). Peningkatan 3 persen dari kondisi populasi pada 2008 sesuai kondisi biologis dan habitatnya dari ke-14 spesies tersebut menjadi indikator kinerja penting dari Rencana Strategis Ditjen PHKA 2010-2014. Sebagai langkah kerja, diterbitkan Keputusan Dirjen PHKA No. SK.109/IV-KKH/2012 tentang peta jalan peningkatan populasi 14 spesies prioritas utama terancam punah. SK tersebut akan menjadi panduan oleh para unit kerja teknis dalam mewujudkan pencapaian indikator kinerja utama program konservasi keanekaragaman hayati serta perlindungan hutan yang meliputi perumusan basis data dan informasi sebagai dasar pengukuran pertumbuhan populasi, identifikasi kegiatan utama yang akan dilakukan, dan pemantauan serta pelaporan pelaksanaan terkait peningkatan populasi. Hasil capaian populasi Hingga 2012 lalu, Kementerian Kehutanan menyatakan bahwa telah terjadi peningkatan beberapa spesies yang masuk dalam 14 spesies prioritas terancam punah. Menurut Kemenhut, bahwa untuk tahun 2012 populasi spesies prioritas utama terancam punah telah berhasil ditingkatkan sebesar 32,4 persen dari target kumulatif 1,5 persen. Kemenhut menyatakan dalam Rencana Kerja 2014 bahwa terkait peningkatan populasi spesies prioritas tersebut adalah dari jumlah individu tahun 2008 yang terdiri atas maleo sebanyak 1.983 ekor, jalak Bali sebanyak 114 ekor, 659 ekor kakaktua jambul kuning, elang Jawa sebanyak 57 ekor, harimau Sumatera sebanyak 340 ekor, 27 ekor badak Jawa, gajah Sumatera sebanyak 340 ekor, 860 ekor anoa, babirusa sebanyak 681 ekor, orangutan Kalimantan sebanyak 5.920 ekor, bekantan sebanyak 1.172 ekor, owa Jawa sebanyak 989 ekor, Komodo sebanyak 3.722 ekor, Banteng sebanyak 266 ekor. Data tersebut kemudian dibandingkan dengan rencana jumlah individu tahun 2014 yang meliputii maleo sebanyak 2.043 ekor, jalak Bali sebanyak 118 ekor, kakaktua jambul kuning sebanyak 679 ekor, elang Jawa sebanyak 59 ekor, harimau Sumatera sebanyak 350 ekor, 28 ekor badak Jawa, gajah Sumatera sebanyak 350 ekor, 886 ekor anoa, babirusa sebanyak 701 ekor, orangutan Kalimantan sebanyak 6.098 ekor, 1.207 ekor bekantan, owa Jawa sebanyak 1.019 ekor, komodo 3.834 ekor, dan 274 ekor banteng. 14



Hambatan dan permasalahan Hambatan dan permasalahan yang masih terjadi untuk peningkatan 14 spesies prioritas utama terancam punah tersebut tidaklah ringan. Hal ini terlihat dengan masih adanya ancaman terhadap habitat dan spesies tersebut. Sebagai contoh yang terjadi pada beberapa jenis satwa antara lain orangutan Kalimantan, anoa, bekantan, komodo, maupun maleo. Perburuan terhadap orangutan untuk diperdagangkan atau dipelihara masih dapat dijumpai di Kalimantan. Sementara itu, bekantan juga diperdagangkan di beberapa tempat di Kalimantan. Demikian juga halnya dengan Anoa di Sulawesi. Satwa tersebut diburu untuk dimanfaatkan dagingnya. Sedangkan maleo terancam terutama di lokasi tempat bertelur karena telur maleo dimanfaatkan untuk dikonsumsi. Sedangkan ancaman kepunahan komodo dapat terjadi jika satwa mangsa komodo diburu oleh manusia. Hal yang tidak kalah penting terhadap ancaman bagi satwa tersebut adalah deforestasi. Hilangnya habitat mereka yang dialihfungsikan untuk keperluan lain. Populasi satwa prioritas tersebut mengalami gangguan akibat perubahan fungsi hutan yang dikonversi menjadi industri kehutanan, perkebunan, pertanian maupun perumahan. Pada tahun 2011, Forest Watch Indonesia (FWI) melalui laporan “Potret Keadaan Hutan Indonesia” jilid II menjelaskan bahwa laju kerusakan hutan masih tergolong tinggi, yaitu sekitar 1,5 juta ha kurun waktu tahun 2000-2009 . Dalam periode tahun 2000-2009, luas tutupan hutan Indonesia yang terdeforestasi adalah sebesar 15,15 juta ha. Pulau Kalimantan menjadi daerah penyumbang deforestasi terbesar yaitu sekitar 36,32 persen atau setara dengan 5,50 juta ha. Hal ini tentunya tidak dapat diabaikan begitu saja bahwa ancaman terhadap habitat satwa liar terutama 14 spesies prioritas utama terancam punah sudah terjadi..



Konservasi Spesies dan Habitat



15



Untuk mencapai peningkatan populasi spesies prioritas utama terancam punah tersebut perlu disandingkan dengan bagaimana meminimalisir laju kerusakan habitat dan juga ancaman langsung terhadap spesiesnya. Asumsiasumsi dasar yang telah ditetapkan seyogyanya dipertajam dengan verifikasi dan indikator pencapaiannya. Pendekatan-pendekatan yang telah dilakukan sebagai kegiatan utama meliputi



pembinaan



perlindungan



dan



populasi



dan



pengamanan,



habitatnya,



penyadartahuan,



penanggulangan serta



konflik,



rehabilitasi



dan



pelepasliaran perlu dikawal serta terukur sehingga setiap tahun mampu dilihat perkembangannya apakah ke arah positif atau negatif. Evaluasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan populasi mutlak diperlukan karena sejatinya peta jalan tersebut masih berliku menuju pencapaiannya dengan ancaman utama berupa degradasi habitat dan perburuan, perdagangan, serta kepemilikan satwa masih terjadi. Tentu menjadi tanggung jawab bersama para pemangku kepentingan dan masyarakat secara luas untuk mewujudkan konservasi spesies, terutama 14 spesies prioritas ini untuk tetap menjaga Indonesia sebagai negara megabiodiversity.



16



BAB III PENUTUP 3.1.



Kesimpulan 1. Biodiversitas adalah keragaman makhluk hidup (hewan maupun tumbuhan), penyusunnya, ruang lingkupnya yang ada di atmosfer. 2. Kenaekaragaman hayati (biodiversitas) terbagi menjadi tiga jenis yakni keanekaragan



tingkat



gen,



kenanekaragaman



tingkat



spesies,



dan



keanekaragaman tingkat ekosistem. 3. Keanekaragan hayati yang tinggi menghasilkan nilai-nilai yang penting bagi kehidupan manusia dan alam itu sendiri. 4. Nilai biodiversitas terbagi menjadi dua yaitu nilai ekonomi secara langsung dan nilai ekonomi tidak langsung. 5. Nilai ekonomi biodiversitas yang langsung misalnya adalah hasil-hasil hutan yang dapat kita konsumsi secara langsung maupun dijual dan dari penjualan tersebut mendapat rupiah yang menguntungkan. 6. Nilai ekonomi biodiversitas secara tidak langsung yakni dapat dibagi menjadi nilai kegunaan non-komsumtif, nilai pilihan dan nilai eksistensi.



3.2.



Saran Demikian makalah yang berisi value of biodiversity. Sebagai penulis tentunya kami masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, apabila ada masukan kami siap untuk menerima saran agar kami semua lebih baik lagi sebagai pembelajar. Terima kasih.



17



DAFTAR PUSTAKA



Greenship. 2010. Konsil Bangunan Hijau Indonesia. Panduan Penerapan Greenship. Rahayu G A. 2016. Keanekaragaman dan Peranan Fungsional Serangga pada Area Reklamasi di Berau, Kalimantan Timur [magister]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Supriatna, J. 2008. Melestarikan Alam Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Ehrenfeld, D. 1991. Nilai Keanekaragaman Hayati. Dalam Kuswata Kartawinata dan Anthony J. Whitten (Ed). Krisis Biologi: Hilangnya Keanekaragaman Biologi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Primack, R. B. dkk. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Vermeulen, S. dan Koziell, I. 2002. Integrating global and local values. A review of biodiversity assessment. International Institute for Environment and Development, London. UK.



18