Materi Phlebitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Phlebitis Phlebitis adalah peradangan pada dinding pembuluh darah balik/vena, sedangkan thrombophlebitis adalah yang dipergunakan bila bekuan darah pada vena menyebabkan peradangan. Thrombophlebitis biasanya muncul di vena kaki, tetapi kadang-kadang juga muncul di lengan. Thrombus (bekuan darah) pada vena menyebakan nyeri dan iritasi yang dapat menyumbat aliran darah di dalam vena. Menurut letaknya, phlebitis dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut: 



Phlebitis superficial terjadi pada vena di bawah permukaan kulit. Phlebitis jenis ini jarang merupakan kondisis yang serius, dan dengan perawatan memadai biasanya sembuh dengan cepat. Kadang-kadang beberapa orang denga phlebitis superficial juga menderita phlebitis vena dalam sehingga evaluasi medis perlu dilakukan. Skala phlebitis superficial:







Derajat 0



: tidak ada tanda phlebitis



Derajat 1



: merah atau sakit bila ditekan



Derajat 2



: merah, sakit bila ditekan dan edema



Derajat 3



: merah, sakit, edema dan vena mengeras dan



Derajat 4



: merah, sakit, dema, vena mengeras dan timbul nanah/pus.



Thrombophlebitis dalam vena dalam (deep vein thrombosis), menyerang vena yang lebih besar di sebelah dalam pada kaki. Sesudah thrombus terbentuk, dapat terlepas dan bergerak menuju paru-paru. Kondisi yang mengancam jiwa, disebut thromboemboli paru. Phlebitis dapat timbul secara spontan ataupun merupakan akibat dari prosedur medis. Penyebab phlebitis ada tiga, yaitu kimia, mekanis dan bacterial. Secara kimia, phlebitis timbul karena obat yang dimasukan mempunyai.







pH asam atau basa yang berbeda denga pH normal darah (7,35-7,45) secara cepat. Obat-obatan uyang mempunyai pH berbeda sebaiknya diberikan secara intravena drip lambat atau bolus menggunakan syringe pump selama 10-15 menit misalnya, natrium bikarbonat , K CI dan beberapa jenis antibiotic.







Osmolaritas tinggi yang berbeda dengan cairan tubuh normal (258 ±5 mOsm/L). cairan yang dapat ditoleransi maksimun berosmolaritas 900 mOsm/L. Bila memberikan cairan



dengan osmolaritas tinggi, masukkan ke dalam vena sentral untuk mencegah phlebitis. Misalnya, bebarapa cairan infuse untuk nutrisi parental mempunyai osmolaritas tinggi. Sebelum memberikan cairan jenis ini, periksa terlebih dahulu dahulu labelnya. Secara mekanis, phlebitis apat timbul karena. 



Diameter jarum kateter terlalu besar sehingga vena teregang







Cara insersi kateter yang tidak baik da







Fiksasi tidak baik sehingga kateter brgerak-gerak. Secara bacterial, phlebitis timbul karena pencemara. Kebanyakan infeksi disebabkan oleh pencemaran kateter dengan mikroorganisme dari kulit pasien atau tangan petugas sewaktu pemasangan / perawatan karena kateter yang berhubungan langsung dengan pembuluh darah. Mikroorganisme dapat disalurkan ke dalam pembuluh darah melalui empat jalan sebagai berikut:







Melalui ruangan di antara kateter dan jaringan







Melalui pencemaran dengan bagian tengah (lumen kateter). Pemakaian sebuah jarum untuk beberapa orang dapat meningkatkan resiko penularan penyakit..







Melalui cairan infuse yang tercemar.



-



Kadang-kadang obat dimasukkan ke dalam botol infus. Suntikkan obat melalui karet karena lebih elastic dan setelah ditusuk karet akan kembali, sementara menusuk badan plastic akan menyebabkan lubang yang menyebabkan resiko masuknya bakteri ke dalam cairan.



-



Saat penggantian botol, setelah segel dibuka tidak perlu didisenfektan karena sudah steril.



-



Bila set infuse terlepas dari sambungan, sebaiknya ganti dengan baru. Set infuse diganti maksimal setelah infuse terpasang 72 jam.







Melalui pembuluh darah dari tempat infeksi lain. Bakteri gram negative dan staphylococcus merupakan penyebabutama infeksi yang berhubungan dengan kateter pembuluh darah. Kadang ditemukan jamur pada penderita HIV/AIDS. Fakor-faktor yang dapat meningkatkan resiko infeksi.



1. Factor pasien sendiri: usia, kekurangan gizi, penyakit kronis, pembedahan besar, penurunan daya tahan tubuh karena penyakit dan pengobatan 2.



Ebelum pemasangan : botol infus retak, lubang/dilubangi pada botol plastic, penghubung dan cairan infuse yang tercemar / kadaluawarsa set IV bocor. Mempunyai banyak penghubung, dan persiapan tidak steril baik alat maupun steril.



3. Sewaktu pemakaian : penggatian cairan IV menggunakan set infus yang sama, pemberian suntikan berkali-kali, sistem irigasi, dan alat pengukuran tekanan vena sentral. 4.



Pencemaran silang : dai daerah terinfeksi di tubuh pasien melalui pasien itu sendiri/petugas/pasien lain atau sebaliknya melalui tangan petugas sewaktu tindakan, pemasangan darah melalui.



5. Teknik pemasangan atau penggatian balutan yang tidak benar. Beberapa resiko thrombophlebitis vena dalam sebagai berikut: 



Tidak aktif dala waktu berkempanjangan. Darah kembali ke jantung engan bantuan kontraksi otot. Kondisi pasien yang senantiasa berbaring menyebabkan darah terkumpul dan membeku. Ini juga dapat terjadi pada penumpang mobil atau pesawat terbang atau pasien tirah baring setelah operasi atau penyakit.







Gaya hidup tidak pernah berolahraga.







Obesitas.







Merokok







Terapi sulih hormone dan pil kontrasepsi







Kehamilan







Beberapa macam obat, seperti obat kanker dan obat untuk gangguan darah dapat membekukan darah.







Trauma pada lengan dan kaki







Varises



Giant Cell Arteritis (GCA) Giant Cell Arteritis (GCA) adalah suatu peradangan pada lapisan arteri - pembuluh darah yang membawa darah yang kaya oksigen dari jantung ke seluruh tubuh. Paling sering, peradangan mempengaruhi arteri di kepala. Untuk alasan ini, arteritis sel raksasa kadang-kadang disebut atau temporal arteritis. GCA yang sering menyebabkan sakit kepala, rahang sakit, dan penglihatan kabur atau ganda. Blindness and, less often, stroke are the most serious complications of giant cell arteritis. Kebutaan dan, kurang sering, stroke adalah komplikasi yang paling serius arteritis sel raksasa. Gejala Gejala yang paling umum GCA adalah nyeri kepala. Beberapa orang, bagaimanapun, mempunyai rasa sakit di bagian depan kepala. Tanda dan gejala arteritis sel raksasa dapat bervariasi. Bagi sebagian orang, awal kondisi terasa seperti flu - dengan nyeri otot (myalgia), demam dan kelelahan, serta sakit kepala. Umumnya, tanda-tanda dan gejala arteritis sel raksasa meliputi: * Terus-menerus sakit kepala dan nyeri * Penurunan ketajaman visual atau penglihatan ganda * Kelembutan kulit kepala--mungkin sakit untuk menyisir rambut atau bahkan untuk meletakkan kepala di atas bantal * Sakit rahang (rahang klaudikasio) ketika mengunyah * Sakit dan kekakuan pada leher, lengan atau pinggul--biasanya memburuk di pagi hari sebelum keluar dari tempat tidur * Tiba-tiba kehilangan penglihatan permanen dalam satu mata * Demam Perawatan Perawatan untuk GCA terdiri dari dosis tinggi obat kortikosteroid seperti prednison. Karena pengobatan langsung diperlukan untuk mencegah kehilangan penglihatan, dokter anda kemungkinan untuk memulai pengobatan bahkan sebelum meneguhkannya dengan biopsi. Sumber: medlineplus dan mayoclinic. detikhealth.com



BUERGER'S DISEASE / PENYAKIT BUERGER



[BAHASA INDONESIA] Penyakit Buerger (Tromboangitis obliterans) Adalah penyumbatan pada arteri dan vena yang berukuran kecil sampai sedang, akibat peradangan yang dipicu oleh merokok. Berdasarkan studi cohort, pria perokok sigaret berusia 20-40 tahun lebih banyak yang menderita penyakit Buerger dibandingkan dengan siapapun. Sekitar 5% penderita adalah wanita.



Penyebab



Penyebabnya tidak diketahui, tetapi berdasarkan penelitian, beberapa studi melaporkan bahwa korelasi penyakit Buerger lebih banyak menyerang perokok dan keadaan ini akan semakin memburuk jika penderita tidak berhenti merokok. Penyakit ini hanya terjadi pada sejumlah kecil perokok yang lebih peka. Mengapa dan bagaimana merokok sigaret menyebabkan terjadinya penyakit ini, tidak diketahui.



Gejala



Gejala karena berkurangnya pasokan darah ke lengan atau tungkai terjadi secara perlahan, dimulai pada ujung-ujung jari tangan atau jari kaki dan menyebar ke lengan dan tungkai, sehingga akhirnya menyebabkan gangrene (kematian jaringan).







Sekitar 40 penderita juga mengalami peradangan vena (terutama vena permukaan) dan arteri dari kaki atau tungkai







Penderita merasakan kedinginan, mati rasa, kesemutan atau rasa terbakar.







Penderita seringkali mengalami fenomena Raynaud dan kram otot, biasanya di telapak kaki atau tungkai.







Pada penyumbatan yang lebih berat, nyerinya lebih berat dan berlangsung lebih lama.







Pada awal penyakit timbul luka terbuka, gangrene atau keduanya.







Tangan atau kaki terasa dingin, berkeringat banyak dan warnanya kebiruan,kemungkinan karena persarafannya bereaksi terhadap nyeri hebat yang menetap.



Diagnosa Pada lebih dari 50 penderita, denyut nadi pada satu atau beberapa arteri di kaki maupun pergelangan tangan, menjadi lemah bahkan sama sekali tak teraba. Tangan , kaki, jari tangan atau jari kaki yang terkena seringkali tampak pucat jika diangkat ke atas jantung dan menjadi merah jika diturunkan. Mungkin ditemukan ulkus (luka terbuka, borok) di kulit dan gangren, biasanya pada satu atau lebih jari tangan atau jari kaki. Pemeriksaan USG menunjukkan penurunan yang hebat dari tekanan darah dan aliran darah di kaki, jari kaki, tangan dan jari tangan yang terkena. Angiogram bisa menggambarkan arteri yang tersumbat dan kelainan sirkulasi lainya, terutama di tangan dan kaki. Pengobatan Penderita harus berhenti merokok atau penyakitnya akan menjadi lebih buruk, sehingga akhirnya memerlukan tindakan amputasi. Penderita juga harus menghindari : 



pemaparan terhadap dingin







cedera karena panas, dingin atau bahan (seperti iodine atau asam) yang digunakan untuk mengobati kutil dan kapalan







cedera karena sepatu yang longgar/sempit atau pembedahan minor







infeksi jamur







obat-obat yang dapat mempersempit pembuluh darah.



Berjalan selama 15-30 menit 2 kali/hari sangat baik Penderita dengan gangrene, luka-luka atau nyeri ketika beristirahat, perlu menjalani tirah baring. Penderita harus melindungi kakinya dengan pembalut yang memiliki bantalan tumit atau dengan sepatu boot yang terbuat dari karet. Bagian kepala dari tempat tidur dapat ditinggikan 15-20 cm diatas balok, sehingga gaya gravitasi membantu mengalirkan darah menuju arteri-arteri. Pentoxifylline, antagonis kalsium atau penghambat platelet (misalnya aspirin) diberikan terutama jika penyumbatan disebabkan oleh kejang. Penderita yang berhenti merokok tetapi masih mengalami penyumbatan arteri, mungkin perlu menjalani pembedahan untuk memperbaiki aliran darah, dengan memotong saraf terdekat untuk mencegah kejang. Jarang dilakukkan pencangkokan bypaas karena arteri yang terkena terlalu kecil.



(Dr Iman Firmansyah) Pendahuluan Penyakit Buerger (Tromboangitis Obliterans) merupakan penyakit oklusi pembuluh darah perifer yang lebih sering terjadi di Asia dibandingkan di Negara-negara barat. Penyakit ini merupakan penyakit idiopatik, kemungkinan merupakan kelainan pembuluh darah karena autoimmune, panangitis yang hasil akhirnya menyebabkan stenosis dan oklusi pada pembuluh darah. Laporan pertama kasus Tromboangitis Obliterans telah dijelaskan di Jerman oleh von Winiwarter pada tahun 1879 dalam artikel yang berjudul “A strange form of endarteritis and endophlebitis with gangrene of the feet”. Kurang lebih sekitar seperempat abad kemudian, di Brookline New York, Leo Buerger mempublikasikan penjelasan yang lebih lengkap tentang penyakit ini dimana ia lebih memfokuskan pada gambaran klinis dari Tromboangitis Obliterans sebagai “presenile spontaneous gangrene”.



Hampir 100% kasus Tromboangitis Obliterans (kadang disebut Tromboarteritis Obliterans) atau penyakit Winiwarter Buerger menyerang perokok pada usia dewasa muda. Penyakit ini banyak terdapat di Korea, Jepang, Indonesia, India dan Negara lain di Asia Selatan, Asia tenggara dan Asia Timur. Prevalensi penyakit Buerger di Amerika Serikat telah menurun selama separuh dekade terakhir, hal ini tentunya disebabkan menurunnya jumlah perokok, dan juga dikarenakan kriteria diagnosis yang lebih baik. Pada tahun 1947, prevalensi penyakit ini di Amerika serikat sebanyak 104 kasus dari 100 ribu populasi manusia. Data terbaru, prevalensi pada penyakit ini diperkirakan mencapai 12,6 – 20% kasus per 100.000 populasi. Kematian yang diakibatkan oleh Penyakit Buerger masih jarang, tetapi pada pasien penyakit ini yang terus merokok, 43% dari penderita harus melakukan satu atau lebih amputasi pada 6-7 tahun kemudian. Data terbaru, pada bulan Desember tahun 2004 yang dikeluarkan oleh CDC publication, sebanyak 2002 kematian dilaporkan di Amerika Serikat berdasarkan penyebab kematian, bulan, ras dan jenis kelamin (International Classification of Diseases, Tenth Revision, 1992), telah dilaporkan total dari 9 kematian berhubungkan dengan Tromboangitis Obliterans, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 2:1 dan etnis putih dan hitam adalah 8:1. Anatomi Pembuluh Darah Pembuluh darah terdiri atas 3 jenis : arteri, vena, dan kapiler. 1. Arteri Arteri membawa darah dari jantung dan disebarkan ke berbagai jaringan tubuh melalui cabang-cabangnya. Arteri yang terkecil, diameternya kurang dari 0,1 mm, dinamakan arteriol. Persatuan cabang-cabang arteri dinamakan anastomosis. Pada arteri tidak terdapat katup. End arteri anatomik merupakan pembuluh darah yang cabang-cabang terminalnya tidak mengadakan anastomosis dengan cabang-cabang arteri yang memperdarahi daerah yang berdekatan. End arteri fusngsional adalah pembuluh darah yang cabang-cabang



terminalnya mengadakan anastomosis dengan cabang-cabang terminal arteri yang berdekatan, tetapi besarnya anastomosis tidak cukup untuk mempertahankan jaringan tetap hidup bila salah satu arteri tersumbat. 2. Vena Vena adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kembali ke jantng; banyak vena mempunyai kutub. Vena yang terkecil dinamakan venula. Vena yang lebih kecil atau cabang-cabangnya, bersatu membentuk vena yang lebih besar, yang seringkali bersatu satu sama lain membentuk pleksus vena. Arteri profunda tipe sedang sering diikuti oleh dua vena masing-masing pada sisi-sisinya, dan dinamakan venae cominantes. 3. Kapiler Kapiler



adalah



pembuluh



mikroskopik



yang



membentuk



jalinan



yang



menghubungkan arteriol dengan venula. Pada beberapa daerah tubuh, terutama pada ujungujung jari dan ibu jari, terdapat hubungan langsung antara arteri dan vena tanpa diperantai kapiler. Tempat hubungan seperti ini dinamakan anastomosis arteriovenosa.



Gambar 1. Anatomi pembuluh darah



Histologi Struktur Pembuluh Darah secara umum Tunica intima. merupakan lapisan yang kontak langsung dengan darah. Lapisan ini dibentuk terutama oleh sel endothel.



Tunica media. Lapisan yang berada diantara tunika media dan adventitia, disebut juga lapisan media. Lapisan ini terutama dibentuk oleh sel otot polos dan and jaringan elastic. Tunica adventitia. Merupakan Lapisan yang paling luar yang tersusun oleh jaringan ikat.



Gambar 2. Histologi pembuluh darah



Definisi Penyakit Buerger atau Tromboangitis Obliterans (TAO) adalah penyakit oklusi kronis pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan sedang. Terutama mengenai pembuluh darah perifer ekstremitas inferior dan superior. Penyakit pembuluh darah arteri dan vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-alat dalam. Penyakit Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan yang mengawali terjadinya obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki. Pembuluh darah mengalami konstriksi atau obstruksi sebagian yang dikarenakan oleh inflamasi dan bekuan sehingga mengurangi aliran darah ke jaringan.



Gambar 3. Buerger Disease



Etiologi Penyebabnya tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada faktor familial serta tidak ada hubungannya dengan penyakit Diabetes Mellitus. Penderita penyakit ini umumnya perokok berat yang kebanyakan mulai merokok pada usia muda, kadang pada usia sekolah . Penghentian kebiasaan merokok memberikan perbaikan pada penyakit ini. Walaupun penyebab penyakit Buerger belum diketahui, suatu hubungan yang erat dengan penggunaan tembakau tidak dapat disangkal. Penggunaan maupun dampak dari tembakau berperan penting dalam mengawali serta berkembangnya penyakit tersebut. Hampir sama dengan penyakit autoimune lainnya, Tromboangitis Obliterans dapat memiliki sebuah predisposisi genetik tanpa penyebab mutasi gen secara langsung. Sebagian besar peneliti mencurigai bahwa penyakit imun adalah suatu endarteritis yang dimediasi sistem imun. Patogenesis Mekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya belum jelas, tetapi beberapa penelitian telah mengindikasikan suatu implikasi fenomena imunologi yang mengawali tidak berfungsinya pembuluh darah dan wilayah sekitar thrombus. Pasien dengan penyakit ini memperlihatkan hipersensitivitas pada injeksi intradermal ekstrak tembakau, mengalami peningkatan sel yang sangat sensitive pada kolagen tipe I dan III, meningkatkan serum titer anti endothelial antibody sel , dan merusak endothel terikat vasorelaksasi pembuluh darah perifer. Meningkatkan prevalensi dari HLA-A9, HLA-A54, dan HLA-B5 yang dipantau pada pasien ini, yang diduga secara genetic memiliki penyakit ini.



Akibat iskemia pembuluh darah (terutama ekstremitas inferior), akan terjadi perubahan patologis : (a) otot menjadi atrofi atau mengalami fibrosis, (b) tulang mengalami osteoporosis dan bila timbul gangren maka terjadi destruksi tulang yang berkembang menjadi osteomielitis, (c) terjadi kontraktur dan atrofi, (d) kulit menjadi atrofi, (e) fibrosis perineural dan perivaskular, (f) ulserasi dan gangren yang dimulai dari ujung jari. Manifestasi klinis Gambaran klinis Tromboangitis Obliterans terutama disebabkan oleh iskemia. Gejala yang paling sering dan utama adalah nyeri yang bermacam-macam tingkatnya. Pengelompokan Fontaine tidak dapat digunakan disini karena nyeri terjadi justru waktu istirahat. Nyerinya bertambah pada waktu malam dan keadaan dingin, dan akan berkurang bila ekstremitas dalam keadaan tergantung. Serangan nyeri juga dapat bersifat paroksimal dan sering mirip dengan gambaran penyakit Raynaud. Pada keadaan lebih lanjut, ketika telah ada tukak atau gangren, maka nyeri sangat hebat dan menetap. Manifestasi terdini mungkin klaudikasi (nyeri pada saat berjalan) lengkung kaki yang patognomonik untuk penyakit Buerger. Klaudikasi kaki merupakan cermin penyakit oklusi arteri distal yang mengenai arteri plantaris atau tibioperonea. Nyeri istirahat iskemik timbul progresif dan bisa mengenai tidak hanya jari kaki, tetapi juga jari tangan dan jari yang terkena bisa memperlihatkan tanda sianosis atau rubor, bila bergantung. Sering terjadi radang lipatan kuku dan akibatnya paronikia. Infark kulit kecil bisa timbul, terutama pulpa phalang distal yang bisa berlanjut menjadi gangren atau ulserasi kronis yang nyeri. Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan bebal pada tungkai dan penomena Raynaud ( suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari, tumit, tangan, kaki, menjadi putih jika terkena suhu dingin). Ulkus dan gangren pada jari kaki sering terjadi pada penyakit buerger (gambar 4). Sakit mungkin sangat terasa pada daerah yang terkena.



Gambar 4. Manifestasi Klinis Buerger Disease



Perubahan kulit seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik lainnya kurang nyata. Pada mulanya kulit hanya tampak memucat ringan terutama di ujung jari. Pada fase lebih lanjut tampak vasokonstriksi yang ditandai dengan campuran pucat-sianosis-kemerahan bila mendapat rangsangan dingin. Berbeda dengan penyakit Raynaud, serangan iskemia disini biasanya unilateral. Pada perabaan, kulit sering terasa dingin. Selain itu, pulsasi arteri yang rendah atau hilang merupakan tanda fisik yang penting. Tromboflebitis migran superfisialis dapat terjadi beberapa bulan atau tahun sebelum tampaknya gejala sumbatan penyakit Buerger. Fase akut menunjukkan kulit kemerahan, sedikit nyeri, dan vena teraba sebagai saluran yang mengeras sepanjang beberapa milimeter sampai sentimeter di bawah kulit. Kelainan ini sering muncul di beberapa tempat pada ekstremitas tersebut dan berlangsung selama beberapa minggu. Setelah itu tampak bekas yang berbenjolbenjol. Tanda ini tidak terjadi pada penyakit arteri oklusif, maka ini hampir patognomonik untuk tromboangitis obliterans. Gejala klinis Tromboangitis Obliterans sebenarnya cukup beragam. Ulkus dan gangren terjadi pada fase yang lebih lanjut dan sering didahului dengan udem dan dicetuskan oleh trauma. Daerah iskemia ini sering berbatas tegas yaitu pada ujung jari kaki sebatas kuku. Batas ini akan mengabur bila ada infeksi sekunder mulai dari kemerahan sampai ke tanda selulitis. Gambar 5 merupakan gambar jari pasien penyakit Buerger yang telah terjadi gangren. Kondisi ini sangat terasa nyeri dan dimana suatu saat dibutuhkan amputasi pada daerah yang tersebut.



Gambar 5. Ujung jari pada Buerger Disease



Perjalanan penyakit ini khas, yaitu secara bertahap bertambah berat. Penyakit berkembang secara intermitten, tahap demi tahap, bertambah falang demi falang, jari demi jari. Datangnya serangan baru dan jari mana yang bakal terserang tidak dapat diramalkan. Morbus buerger ini mungkin mengenai satu kaki atau tangan, mungkin keduanya. Penderita biasanya kelelahan dan payah sekali karena tidurnya terganggu oleh nyeri iskemia. Kriteria Diagnosis Diagnosis pasti penyakit Tromboangitis Obliterans sering sulit jika kondisi penyakit ini sudah sangat parah. Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan kriteria diagnosis walaupun kriteria tersebut kadang-kadang berbeda antara penulis yang satu dengan yang lainnya. Beberapa hal di bawah ini dapat dijadikan dasar untuk mendiagnosis penyakit Buerger : 1. Adanya tanda insufisiensi arteri 2. Umumnya pria dewasa muda 3. Perokok berat 4. Adanya gangren yang sukar sembuh 5. Riwayat tromboflebitis yang berpindah 6. Tidak ada tanda arterosklerosis di tempat lain



7. Yang terkena biasanya ekstremitas bawah 8. Diagnosis pasti dengan patologi anatomi Sebagian besar pasien (70-80%) yang menderita penyakit Buerger mengalami nyeri iskemik bagian distal saat istirahat dan atau ulkus iskemik pada tumit, kaki atau jari-jari kaki.



Gambar 6. Kaki dari penderita dengan penyakit Buerger. Ulkus iskemik pada jari kaki pertama, kedua dan kelima. Walaupun kaki kanan penderita ini kelihatan normal, dengan angiographi aliran darah terlihat terhambat pada kedua kakinya.



Gambar 7. Tromboplebitis superficial jempol kaki pada penderita dengan penyakit buerger.



Penyakit Buerger’s juga harus dicurigai pada penderita dengan satu atau lebih tanda klinis berikut ini : a. Jari iskemik yang nyeri pada ekstremitas atas dan bawah pada laki-laki dewasa muda dengan riwayat merokok yang berat. b. Klaudikasi kaki



c. Tromboflebitis superfisialis berulang d. Sindrom Raynaud Diagnosis Banding Penyakit Buerger harus dibedakan dari penyakit oklusi arteri kronik aterosklerotik. Keadaan terakhir ini jarang mengenai ekstremitas atas. Penyakit oklusi aterosklerotik diabetes timbul dalam distribusi yang sama seperti Tromboangitis Obliterans, tetapi neuropati penyerta biasanya menghalangi perkembangan klaudikasi kaki. Pemeriksaan Penunjang Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosis penyakit Buerger. Tidak seperti penyakit vaskulitis lainnya, reaksi fase akut (seperti angka sedimen eritrosit dan level protein C reaktif) pasien penyakit Buerger adalah normal. Pengujian yang direkomendasikan untuk mendiagnosis penyebab terjadinya vaskulitis termasuk didalamnya adalah pemeriksaaan darah lengkap; uji fungsi hati; determinasi konsentrasi serum kreatinin, peningkatan kadar gula darah dan angka sedimen, pengujian antibody antinuclear, faktor rematoid, tanda-tanda serologi pada CREST (calcinosis cutis, Raynaud phenomenon, sklerodaktili and telangiektasis) sindrom dan scleroderma dan screening untuk hiperkoagulasi, screening ini meliputi pemeriksaan antibodi antifosfolipid dan homocystein pada pasien buerger sangat dianjurkan. Angiogram pada ekstremitas atas dan bawah dapat membantu dalam mendiagnosis penyakit Buerger. Pada angiografii tersebut ditemukan gambaran “corkscrew” dari arteri yang terjadi akibat dari kerusakan vaskular, bagian kecil arteri tersebut pada bagian pergelangan tangan dan kaki. Angiografi juga dapat menunjukkan oklusi (hambatan) atau stenosis (kekakuan) pada berbagai daerah dari tangan dan kaki.



Gambar 8. Sebelah kiri merupakan angiogram normal. Gambar sebelah kanan merupakan angiogram abnormal dari arteri tangan yang ditunjukkan dengan adanya gambaran khas “corkscrew” pada daerah lengan. Perubahannya terjadi pada bagian kecil dari pembuluh darah lengan kanan bawah pada gambar (distribusi arteri ulna).



Penurunan aliran darah (iskemi) pada tangan dapat dilihat pada angiogram. Keadaan ini akan memgawali terjadinya ulkus pada tangan dan rasa nyeri.



Gambar 9. hasil angiogram abnormal dari tangan



Meskipun iskemik (berkurangannya aliran darah) pada penyakit Buerger terus terjadi pada ekstrimitas distal yang terjadi, penyakit ini tidak menyebar ke organ lainnya , tidak seperti



penyakit vaskulitis lainnya. Saat terjadi ulkus dan gangren pada jari, organ lain sperti paru-paru, ginjal, otak, dan traktus gastrointestinal tidak terpengaruh. Penyebab hal ini terjadi belum diketahui. Pemeriksaan dengan Doppler dapat juga membantu dalam mendiagnosis penyakit ini, yaitu dengan mengetahui kecepatan aliran darah dalam pembuluh darah. Pada pemeriksaan histopatologis, lesi dini memperlihatkan oklusi pembuluh darah oleh trombus yang mengandung PMN dan mikroabses; penebalan dinding pembuluh darah secara difus. LCsi yang lanjut biasanya memperlihatkan infiltrasi limfosit dengan rekanalisasi. Metode penggambaran secara modern, seperti computerize tomography (CT) dan Magnetic resonance imaging (MRI) dalam diagnosis dan diagnosis banding dari penyakit Buerger masih belum dapat menjadi acuan utama. Pada pasien dengan ulkus kaki yang dicurigai Tromboangitis Obliterans, Allen test sebaiknya dilakukan untuk mengetahui sirkulasi darah pada tangan dan kaki. Terapi Terapi medis penderita penyakit Buerger harus dimulai dengan usaha intensif untuk meyakinkan pasien untuk berhenti merokok. Jika pasien berhasil berhenti merokok, maka penyakit ini akan berhenti pada bagian yang terkena sewaktu terapi diberikan. Sayangnya, kebanyakan pasien tidak mampu berhenti merokok dan selalu ada progresivitas penyakit. Untuk pembuluh darahnya dapat dilakukan dilatasi (pelebaran) dengan obat vasodilator, misalnya Ronitol yang diberikan seumur hidup. Perawatan luka lokal, meliputi mengompres jari yang terkena dan menggunakan enzim proteolitik bisa bermanfaat. Antibiotic diindikasikan untuk infeksi sekunder. Terapi bedah untuk penderita buerger meliputi debridement konservatif jaringan nekrotik atau gangrenosa , amputasi konservatif dengan perlindungan panjang maksimum bagi jari atau ekstremitas, dan kadang-kadang simpatektomi lumbalis bagi telapak tangan atau simpatetomi jari walaupun kadang jarang bermanfat.



Revaskularisasi arteri pada pasien ini juga tidak mungkin dilakukan sampai terjadi penyembuhan pada bagian yang sakit. Keuntungan dari bedah langsung (bypass) pada arteri distal juga msih menjadi hal yang kontroversial karena angka kegagalan pencangkokan tinggi. Bagaimanapun juga, jika pasien memiliki bebrapa iskemik pada pembuluh darah distal, bedah bypass dengan pengunaan vena autolog sebaiknya dipertimbangkan.



Gambar 10. Bypass arteri



Simpatektomi dapat dilakukan untuk menurunkan spasma arteri pada pasien penyakit Buerger. Melalui simpatektomi dapat mengurangi nyeri pada daerah tertentu dan penyembuhan luka ulkus pada pasien penyakit buerger tersebut, tetapi untuk jangka waktu yang lama keuntungannya belum dapat dipastikan. Simpatektomi lumbal dilakukan dengan cara mengangkat paling sedikit 3 buah ganglion simpatik, yaitu Th12, L1 dan L2. Dengan ini efek vasokonstriksi akan dihilangkan dan pembuluh darah yang masih elastis akan melebar sehingga kaki atau tangan dirasakan lebih hangat. Terapi bedah terakhir untuk pasien penyakit Buerger (yaitu pada pasien yang terus mengkonsumsi tembakau) adalah amputasi tungkai tanpa penyembuhan ulcers, gangrene yang progresif, atau nyeri yang terus-menerus serta simpatektomi dan penanganan lainnya gagal. Hidarilah amputasi jika memungkinkan, tetapi, jika dibutuhkan, lakukanlah operasi dengan cara menyelamatkan tungkai kaki sebanyak mungkin.



Beberapa usaha berikut sangat penting untuk mencegah komplikasi dari penyakit buerger: - Gunakanlah alas kaki yang dapat melindungi untuk menghindari trauma kaki dan panas atau juga luka karena kimia lainnya. - Lakukanlah perawatan lebih awal dan secara agresif pada lula-luka ektremis untuk menghindari infeksi - Menghindar dari lingkungan yang dingin - Menghindari obat yang dapat memicu vasokontriksi Prognosis Pada pasien yang berhenti merokok, 94% pasien tidak perlu mengalami amputasi; apalagi pada pasien yang berhenti merokok sebelum terjadi gangrene, angka kejadian amputasi mendekati 0%. Hal ini tentunya sangat berbeda sekali dengan pasien yang tetap merokok, sekitar 43% dari mereka berpeluang harus diamputasi selama periode waktu 7 sampai 8 tahun kemudian, bahkan pada mereka harus dilakukan multiple amputasi. Pada pasien ini selain umumnya dibutuhkan amputasi tungkai, pasien juga terus merasakan klaudikasi (nyeri pada saat berjalan) atau fenomena raynaud’s walaupun sudah benar-benar berhenti mengkonsumi tembakau



Arteritis Temporalis (Giant Cell Arteritis, Arteritis Sel Raksasa) DEFINISI Arteritis Temporalis (Giant Cell Arteritis, Arteritis Sel Raksasa) adalah penyakit peradangan menahun pada arteri-arteri besar. Penyakit ini menyerang sekitar 1 dari 1.000 orang yang berusia diatas 50 tahun dan sedikit lebih banyak menyerang wanita. Gejalanya bertumpang tindih dengan polimialgia rematika. PENYEBAB Penyebabnya tidak diketahui, tetapi diduga merupakan akibat dari respon kekebalan. GEJALA Gejalanya bervariasi, tergantung kepada arteri mana yang terkena. Jika mengenai arteri besar yang menuju ke kepala. biasanya secara tiba-tiba akan timbul sakit kepala hebat di pelipis atau di belakang kepala. Pembuluh darah di pelipis bisa teraba membengkak dan bergelombang. Jika sedang menyisir rambut, kulit kepala bisa terasa nyeri. Bisa terjadi penglihatan ganda, penglihatan kabur, bintik buta yang besar, kebutaan pada salah satu mata atau gangguan penglihatan lainnya. Yang paling berbahaya adalah jika terjadi kebutaan total, yang bisa timbul secara mendadak jika aliran darah ke saraf penglihatan (nervus optikus) tersumbat. Yang khas adalah rahang, otot-otot pengunyahan dan lidah bisa terluka jika makan atau berbicara. Gejala lainnya bisa meliputi polimialgia rematika. DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan pemeriksaan fisik, dan diperkuat dengan biopsi dari arteri temporalis di pelipis.



Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan laju endap darah yang sangat tinggi dan anemia. PENGOBATAN Kebutaan terjadi pada 20% penderita yang tidak diobati, sehingga pengobatan harus segera dimulai setelah penyakit ini terdiagnosis. Pada awalnya kortikosteroid seperti prednison , Methylprednisolone diberikan dalam dosis tinggi, untuk menghentikan peradangan dalam pembuluh darah. Setelah beberapa minggu, jika menunjukkan perbaikan, dosisnya secara perlahan diturunkan. Beberapa penderita dapat menghentikan pemakaian prednison dalam beberapa tahun, tetapi penderita lainnya memerlukan dosis yang sangat kecil selama beberapa tahun untuk mengendalikan gejalanya dan mencegah kebutaan. Obat -obatan imunosupresi seperti Azathioprine , Methotrexate dapat digunakan untuk mengatasi reaksi peradangan tanpa reaksi seperti yang ditimbulkan oleh kortikosteroid



Poliarteritis Nodosa DEFINISI Poliarteritis Nodosa merupakan suatu penyakit dimana bagian dari arteri-arteri berukuran sedang mengalami peradangan dan kerusakan, dan menyebabkan berkurangnya pengaliran darah ke organ-organ yang diperdarahinya. Penyakit ini sering berakibat fatal jika tidak diobati dengan tepat. Biasanya menyerang usia 40-50 tahun, tetapi bisa terjadi pada usia berapa saja. Laki-laki 3 kali lebih sering terkena. PENYEBAB Penyebabnya tidak diketahui, tetapi reaksi terhadap beberapa obat dan vaksin bisa menyebabkan terjadinya penyakit ini. Infeksi virus dan bakteri kadang-kadang bisa memicu terjadinya peradangan. GEJALA Pada awalnya penyakit ini bersifat ringan, tetapi bisa menjadi fatal dalam beberapa bulan atau menyebabkan penyakit menahun. Berbagai organ atau sekumpulan organ bisa terkena, dan gejalanya tergantung dari organ yang terkena. Poliarteritis nodosa sering menyerupai penyakit lain, dimana terjadi peradangan arteri (vaskulitis). Salah satu contohnya adalah sindroma Churg-Strauss, yang membedakannya dengan poliarteritis nodosa adalah bahwa pada sindroma ini terjadi asma. Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah demam. Nyeri perut, mati rasa atau kesemutan pada tangan dan kaki, kelemahan dan penurunan berat badan juga bisa terjadi. 75% penderita mengalami kerusakan ginjal, yang menyebabkan tekanan darah tinggi, pembengkakan karena penimbunan cairan (edema) dan berkurangnya atau tidak terbentuknya air kemih. Jika pembuluh darah pada saluran pencernaan terkena, daerah usus bisa mengalami perforasi,



menyebabkan infeksi perut (peritonitis), nyeri hebat, diare berdarah dan demam tinggi. Jika pembuluh darah jantung terkena, bisa timbul nyeri dada dan serangan jantung. Kerusakan pada pembuluh darah otak bisa menyebabkan sakit kepala, kejang dan halusinasi. Hati juga bisa mengalami kerusakan hebat. Sering terjadi nyeri otot dan sendi, dan persendian bisa mengalami peradangan. Pembuluh darah di dekat kulit bisa teraba menonjol dan tidak teratur, dan kadang-kadang ulkus terbentuk pada kulit diatas pembuluh darah yang terkena.



DIAGNOSA Tidak terdapat pemeriksaan darah yang bisa memperkuat diagnosis poliarteritis nodosa. Dokter menduga penyakit ini jika demam dan gejala-gejala neurologis seperti mati rasa, kesemutan atau kelumpuhan terjadi pada laki-laki setengah baya yang sebelumnya sehat. Diagnosis bisa diperkuat dengan melakukan biopsi dari pembuluh darah yang terkena. Mungkin juga perlu dilakukan biopsi hati atau ginjal. Foto rontgen yang diambil setelah penyuntikan zat warna ke dalam arteri (arteriogram), bisa menunjukkan abnormalitas dalam pembuluh darah. PENGOBATAN Tanpa pengobatan, hanya 33% yang bertahan hidup selama 1 tahun, 88% meninggal dalam waktu 5 tahun. Pengobatan yang agresif bisa mencegah kematian.



Obat-obat yang memicu terjadinya penyakit ini, pemakaiannya dihentikan. Kortikosteroid dosis tinggi (misalnya prednison , Dexamethasone , Methylprednisolone ), dapat mencegah memburuknya penyakit dan menyebabkan periode bebas gejala pada sekitar 30% penderita. Karena biasanya diperlukan pengobatan kortikosteroid jangka panjang, maka pada saat gejalanya mereda dosisnya dikurangi. Jika kortikosteroid tidak mampu mengurangi peradangan, bisa diganti atau digabung dengan obat imunosupresan, seperti siklofosfamid , Azathiopine , Metotrexate Pengobatan lainnya, seperti pengendalian tekanan darah tinggi, sering diperlukan untuk mencegah kerusakan organ-organ dalam. Meskipun diobati, beberapa organ vital bisa mengalami kegagalan atau pembuluh darah yang melemah bisa pecah. Kegagalan ginjal merupakan penyebab kematian paling sering. Infeksi yang berakibat fatal bisa terjadi karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang dan obat imunosupresan, yang mengurangi kemampuan tubuh dalam melawan infeksi



PLEBITIS Beberapa definisi tentang Plebitis : Plebitis adalah iritasi vena oleh alat IV, obat-obatan, atau infeksi yang ditandai dengan kemerahan, bengkak, nyeri tekan pada sisi IV.(Weinstein, 2001) Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. (La Rocca, 1998) Terapi interavena adalah salah satu cara atau bagian dari pengobatan untuk memasukkan obat atau vitamin kedalam tubuh pasien. Infeksi dapat menjadi komplikasi utama dari terapi intra vena ( IV ) terletak pada system infus atau tempat menusukkan vena (Darmawan, 2008). Plebitis dapat menyebabkan trombus yang selanjutnya menjadi tromboplebitis, perjalanan penyakit ini biasanya jinak, tapi walaupun demikian jika trombus terlepas kemudian diangkut dalam aliran darah dan masuk jantung maka dapat menimbulkan seperti katup bola yang bisa menyumbat atrioventrikular secara mendadak dan menimbulkan kematian. (Sylvia, 1995). Secara sederhana Plebitis berarti peradangan vena. Plebitis berat hampir selalu diikuti bekuan darah, atau trombus pada vena yang sakit. Kondisi demikian dikenal sebagai tromboplebitis. Dalam istilah yang lebih teknis lagi, plebitis mengacu ke temuan klinis adanya nyeri, nyeri tekan, bengkak, pengerasan, eritema, hangat dan terbanyak vena seperti tali. Semua ini diakibatkan peradangan, infeksi dan/atau trombosis. Banyak faktor telah dianggap terlibat dalam patogenesis plebitis, antara lain: 1. Faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan; 2. Faktor-faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi; serta 3. Agen infeksius. Faktor pasien yang dapat mempengaruhi angka plebitis mencakup, usia, jenis kelamin dan kondisi dasar (yakni. diabetes melitus, infeksi, luka bakar). Suatu penyebab yang sering luput



perhatian adalah adanya mikropartikel dalam larutan infus dan ini bisa dieliminasi dengan penggunaan filter Plebitis masih merupakan masalah yang penting dalam praktek kedokteran. Pada pasien diabetes dan penyakit infeksi, dibutuhkan lebih banyak perhatian Berapa sering plebitis yang disebabkan infus? Kekerapan plebitis akibat infus sangat bervariasi menurut peneliti, kondisi klinis dan karakteristika pasien.



Kekerapan Plebitis



Penulis



Catatan



35%



Pose-Reino dkk



Plebitis pada pasien penyakit dalam



18%



Nordenström J, Jeppsson B, Lovén, Larsson J.



83 pasien bedah yang mendapat PPN (nutrisi parenteral perifer). Semua larutan nutrisi diberikan selama 24 jam dari bag 3 liter dan lokasi infus dirotasi setiap hari.



26%



Nassaji-Zavareh M, Ghorbani.R



300 pasien di bangsal penyakit dalam dan bedah



39%



Manuel Monreal dkk



766 pasien dengan pnemonia akut yang membutuhkan terapi intravena



35%



Joan Webster dkk.



755 pasien



Plebitis bisa disebabkan berbagai faktor sebagaimana disebutkan di atas 1. PLEBITIS KIMIA 1. pH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti risiko plebitis tinggi. pH larutan dekstrosa berkisar antara 3 – 5, di mana keasaman diperlukan untuk mencegah karamelisasi dekstrosa selama proses sterilisasi autoklaf, jadi larutan yang mengandung glukosa, asam amino dan lipid yang digunakan dalam nutrisi parenteral bersifat lebih flebitogenik dibandingkan normal saline. Obat suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara lain kalium klorida, vancomycin, amphotrecin B, cephalosporins, diazepam, midazolam dan banyak obat khemoterapi. Larutan infus dengan osmolaritas > 900 mOsm/L harus diberikan melalui vena sentral.



2. Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna selama pencampuran juga merupakan faktor kontribusi terhadap plebitis. Jadi , kalau diberikan obat intravena masalah bisa diatasi dengan penggunaan filter 1 sampai 5 µm 3. Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan bawah) sangat dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas > 500 mOsm/L. Hindarkan vena pada punggung tangan jika mungkin, terutama pada pasien usia lanjut 4. Jangan gunakan vena punggung tangan bila anda memberikan : Asam Amino + glukosa; Glukosa + elektrolit; D5 atau NS yang telah dicampur dengan obat suntik atau Meylon dan lain-lain 5. Kateter yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang bersifat iritasi dibanding politetrafluoroetilen (teflon) karena permukaan lebih halus, lebih thermoplastik dan lentur. Risiko tertinggi untuk plebitis dimiliki kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau polietilen. 6. Dulu dianggap pemberian infus lambat kurang menyebabkan iritasi daripada pemberian cepat. 2. PLEBITIS MEKANIS Plebitis mekanis dikaitkan dengan penempatan kanula. Kanula yang dimasukkan ada daerah lekukan sering menghasilkan plebitis mekanis. Ukuran kanula harus dipilih sesuai dengan ukuran vena dan difiksasi dengan baik. 3. PLEBITIS BAKTERIAL Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap plebitis bakteri meliputi: 1. Teknik pencucian tangan yang buruk 2. Kegagalan memeriksa peralatan yang rusak. Pembungkus yang bocor atau robek mengundang bakteri. 3. Teknik aseptik tidak baik 4. Teknik pemasangan kanula yang buruk 5. Kanula dipasang terlalu lama 6. Tempat suntik jarang diinspeksi visual Pasien mana yang lebih cenderung mengalami plebitis? Faktor-faktor predisposisi



Nassaji-Zavareh M, Ghorbani. R mengkaji kekerapan plebitis pada 300 pasien yang dirawat di bangsal interna dan bedah, dan mendapatkan sebagai berikut: Tabel 1. Kekerapan plebitis pada pasien yang dikaji (faktor tidak terkait)



Parameter



Besar sampel Plebitis (n) Kekerapan (%) OR (Odds ratio) 95% Cl for OR



Usia 10 mmHg atau lebih antara kedua lengan, dan kebanyakan menderita hipotensi postural



dari pusing sampai pingsan. Retinopati yang



pertama kali ditemukan Takayasu hanya ditemukan pada ¼ pasien dan biasanya berhubungan dengan keterlibatan arteri carotis. (2) 



Pasien dengan tipe III dan VI dapat bermanifestasi angina abdominal, claudikasi kaki dan juga kecenderungan berkembang menjadi hipertensi karena keterlibatan arteri renal. (2)



II. C. 5. Diagnosis American College of Rheumatology (ACR) membuat klasifikasi kriteria untuk Takayasu arteritis. Kriteria tersebut antara lain :



Kriteria Takayasu arteritis oleh ACR 1990  Umur < 40 tahun atau lebih muda pada awal onset penyakit  Klaudikasio pada ekstremitas  Pelemahan nadi pada satu atau kedua arteri brachial  Perbedaan tekanan darah sistolik > 10 mmHg antara kedua lengan  Terdapat bruit pada satu atau kedua arteri subklavia atau aorta abdominal  Pada arteriografi didapatkan penyempitan atau penyumbatan aorta, cabang utamanya atau arteri besar pada ekstremitas atas atau bawah yang bukan disebabkan oleh arteriosklerosis, displasia fibromuskular atau penyebab lainnya. Untuk menegakkan diagnosis Takayasu arteritis dibutuhkan 3 dari 6 kriteria Tabel 4. Kriteria Takaysu arteritis berdssarkan ACR 1990 (1.3,6) Penjelasan dari kriteria Takayasu arteritis dari American College of Rheumatology: (1)







Onset penyakit < 40 tahun , berkembangnya gejala atau tanda yang berhubungan dengan Takayasu arteritis ditemukan pada tahun < 40 tahun.







Klaudikasio adalah nyeri pada otot-otot ekstremitas biasa pada tungkai yang timbul saat aktivitas dan hilang saat istirahat.







Pelemahan pulsasi nadi arteri brachial pada satu atau kedua arteri brachial.







Perbedaan tekanan darah >10mmHg pada tekanan darah sistolik di kedua lengan.







Terdengar bruit pada arteri subclavia dan aorta pada auskultasi pada satu atau kedua arteri subclavia atau pada aorta abdominal.







Kelainan arteriografi terlihat adanya penyempitan atau sumbatan pada aorta, cabang utamanya, atau arteri besar pada proximal ektremitas atas atau bawah, yang bukan disebabkan oleh arteriosklerosis, dysplasia fibromuskular, atau penyebab yang sama; perubahan biasanya local atau segmental.







Diperlukan 3 dari 6 kriteria untuk menegakkan diagnosis. Adanya 3 atau kriteria lebih menghasilkan 90,5% sensitivitas dan 97,8% spesifitas.



II. C. 6. Pemeriksaan penunjang Dari pemeriksaan laboratorium, LED dan CRP dapat ditemukan meningkat, tetapi hubungan keduanya dengan akktifitas penyakit tidak bermakna dan tidak membantu dalam diagnosis dan laporan telah menyarankan bahwa tes ini tidak lagi dapat diandalkan sebagai penanda untuk aktivitas penyakit dalam jumlah yang cukup besar patients. Dalam kohort NIH, 50% pasien dalam fase aktif, meskipun tidak terjdi peningkatan reaktan fase akut. Takayasu arteritis tidak mempunyai serum marker yang spesifik. (3) Diagnosis dikonfirmasi oleh pencitraan vascular. Angiografi memberikan informasi terbaik tentang



lumen



pembuluh



dan



dapat



dikombinasikan



dengan



angioplasti,



jika



diindikasikan. Arteriografi aorta lengkap dapat membantu menentukan distribusi dan tingkat keterlibatan. Teknik pencitraan non-invasif vaskular dengan CT, MRI, dan magnetic resonance angiografi dapat membantu memperkirakan tingkat inflamasi dari dinding aorta. (3,4)



II C.7. Diagnosis Banding Diagnosis banding termasuk vasculitis pembuluh darah besar: inflamasi aortitis (sifilis, tuberculosis, SLE, Rheumatoid arthritis, spondyloartropathies, penyakit Behcet’s, penyakit Kawasaki, dan arteritis giant cell); perkembangan abnormalitas (coarctasio aorta dan Marfan sindrom), dan kelainan patologis aorta lainnya seperti ergotism dan neurofibromatosis. Pencitraan sangat berguna dlaam menyngkirkan diagnosis banding hampir semua secuali arteritis sel giant. Arteritis sel giant seperti Takayasu arteritis yang mengenai arteri besar dan memperlihatkan vaskulitis granulomatosa pada pemeriksaan histologist. Perbedaanya dapat dilihat pada predileksi lesi dan umur penderita. (1,3,6)



II. C. 8. Takayasu Arteritis dengan Kehamilan Karena Takayasu arteritis terutama mengenai wanita pada masa reproduktif, kaitannya dengan kehamilan perlu dipikirkan. Berdasarkan penelitian Kerr dan kawan-kawan dari 60 pasien wanita dnegan Takayasu arterits, semuanya mengalami persalinan normal dengan bayi normal hidup. Hanya satu pasien yang mengalami eksaserbasi penyakit selama kehamilan. (1) Penelitian dari Hong Kong melaporkan 13 wanita yang mengalami total 30 kehamilan. Selain hipertensi tidak ada lagi masalah obstetric dan tidak ada ibu yang meninggal yang berhubungan secara langsung dengan kehamilan. Komplikasi maternal dilaporkan pada 12 pasien dari India dengan superimpose preeklamsi, gagal jantung, renal linsufisiensi, dan satu kasus sepsis post partum. Keterlibatan aorta abdominal dan keterlambatan terapi medis membawa kepada kemungkinan keadaan perinatal yang kurang baik.(1,6) Fertilitas tidak dipengaruhi oleh penyakit Takayasu, dan kehamilan tidak mencetus eksaserbasi penyakit, tetapi manajemen dari hipertensi itu penting. Hipertensi derajat kedua pada persalinan adalah faktor resiko untuk perdarahan cerebral, usaha untuk memperpendek masa ini dengan menggunakan persalinan forsep atau ekstrasi vakum merupakan jalan keluar yang baik. (1,6)



II. C. 9. Penatalaksanaan Terapi tergantung kepada derajat aktivitas penyakit dan juga komplikasi yang mungkin berkembang. Aspek yang paling penting dari terapi adalah untuk mengkontrol inflamasi aktif dan mencegah kerusakan vaskular lebih lanjut. Terapi dosis tinggi dengan kortikosteroid adalah terapi inisial yang dipertahankan sampai pasien mencapai fase remisi. Diberikan glukokortikoid dalam dosis tinggi (prednisone, 1mg/kgBB/hr). Pasien dengan resistensi kortikosteroid atau relaps membutuhkan terapi agen citotoksik seperti siklofosfamid (2mg/kgBB/hr) atau pilihan lain dengan dosis rendah methotrexat (0,3 mg/kgBB/mgu) atau azatioprin terapi yang dilanjutkan 1 tahun setalah remisi lalu pemberhentiannya dengan bertahap. (1,2) Indikasi pembedahan pada pengobatan Takayasu arteritis belum ada secara pasti. Pembedahan secara umum dilakukan terutama biasa untuk mengkoreksi hipertensi renovaskular, indikasi lainnya memperbaiki cerebral, memperbaiki aorta/arteri, dan memperbaiki aorta regurgitasi, dan aneurisma. Pembedahan yang dilakukan selama fase aktif lebih membawa resiko besar dan reoklusi. Oleh karena itu seharusnya pembedahan dilakukan pada masa remisi dimana inflamasi sudah mereda salah satu tindakan yang menjanjikan untuk terapi lesi obstruktif dari Takayasu arteritis adalah dengan Percutaneous Transluminal Angioplaty. Percutaneous Transluminal Angioplasty (PTA) adalah suatu tindakan pelebaran pembuluh darah yang mengalami penyempitan (stenosis) dengan menggukan balon kateter. Berdsarkan penelitian, angioplasty pada pasien dengan lesi stenosis mencapai keberhasilan 94% yang diukur dari peningkatan diameter aorta, penurunan perbedaan tekanan darah, dan penurunan tekanan darah. Pasien yang berhasil dengan angioplasty juga mengalami perbaikan gejala. Stenosis arteri renalis paling baik diterapi dengan PTA. Vascular stent dilakukan pada lesi segmen panjang, lesi ostial, perbaikan stenosisa yang tidak komplit, dan diseksi berefek baik dan efektif. Operasi radikal untuk aneurisma parsthorakalis direkomendasikan jika terapi paliatif gagal mencegah aneurisma atau untuk meminimalisir resiko pembedahan nantinya. (1,2,8)



II. C 10. Komplikasi Derajat keparahan Takayasu arteritis menurut Ishikawa dilihat dari adanya komplikasi antara lain; retinopati, hipertensi, aneurisma, dan aorta regurgitasi, yaitu : (1)



Tabel 5. Klasifikasi klinis takayasu arteritis menurut Ishikawa (1,6)



Komplikasi hipertensi pada penyakit ini terjadi pada 50-60% kasus, tetapi susah untuk dikenali karena susahnya meraba nadi pada lengan. Hipertensi terjadi karena terjadi stenosis arteri renal dan tanda hemodinamik yang didapat karena coarctasio aorta, tetapi penurunan distensibilitas dan penurunan reaksi baroreseptor juga ikut berkontribusi. Komplikasi mayor lainnya dari arteritis Takayasu adalah gagal jantung. Gagal jantung terjadi pada 28 % kasus sebagai akibat dari hipertensi sistemik, aorta regurgitasi. Keterlibatan arteri koroner dapat menyebabkan angina atau infark myocard. Aneurisma aorta dapat terjadi karena ketika terdapat kerusakan dari jaringan penunjang fibrosa terjadi maka terjadi pelemahan dinding aorta untuk dilatasi. Aneurisma itu sendiri didefinisikan sebagai dilatasi local dari aorta dan percabangannya yang dapat berbentuk sakular atau fusiform. (1,3,7)



Bagan 1. Persentase morbiditas pada Takayasu arteritis di USA (7)



II. C. 11. Prognosis Karena penyakit Takayasu tergolong penyakit yang jarang, data mortalitas dan mobiditas sangat terbatas. Menurut National Institutes of Health (NIH) dari studi 60 pasien dengan Takayasu arteritis memperlihatkan tingkat mortalitas sebanyak 3%. Data ini sama dengan data dari Jepang dan Cina Studi NIH yang sama memperlihatkan terdapat 20% pasien mempunyai penyakit dengan monofasik yang dapat sembuh sendiri, mereka tidak memerlukan terapi immunosupresif. 80% pasien sisanya yang tidak mempunyai monofasik penyakit mengalami satu kali eksaserbasi, dengan terapi imunosupresi didapatkan hasil remisi 60%. Setengah dari 60% ini mengalami relaps setelah terapi imunosupresi diberhentikan. (1,7) Morbiditas pasien dengan Takayasu arteritis berhubungan dengan iskemi dan hipertensi serta gagal jantung, transient ischemic attack, stroke, dan gangguan penglihatan diseksi aorta kronik derajat ringan dapa menyebabkan nyeri dada selama bertahun-tahun. Pada umumnya morbiditas berdasarkan keparahan dari lesi dan komplikasinya. (1)



BAB III KESIMPULAN



1. Takayasu arteritis tergolong penyakit yang jarang terjadi, terutama mengenai perempuan pada sekitar umur 15 -30 tahun, dan distribusi terutama di Negara Asia 2. Manifestasi klinis terdiri dari dua fase yaitu fase awal (prepulseless) dimana hanya terdapat gejala sistemik dan fase akhir (pulseless atau oklusi) yang sudah menimbulkan gejala sekunder akibat dari penyempitan dan tersumbatnya pembuluh darah arteri.



3. Diagnosis ditegakkan dengan kriteria ACR tahun 1990, dan angiografi tetap standar emas untuk diagnosis. 4. Empat komplikasi yang paling penting adalah retinopati, hipertensi sekunder, aorta regurgitasi dan pembentukan aneurisma. Empat komplikasi ini mempengaruhi terapi dan prognosi dari penyakit. 5. Terapi terapi adalah untuk mengkontrol inflamasi aktif dan mencegah kerusakan vaskular lebih lanjut. Terapi dosis tinggi dengan kortikosteroid adalah terapi inisial yang dipertahankan sampai pasien mencapai fase remisi. Apabila pasien tidak tahan dengan kortikosteroid, digunakan obat-obat sitotoksik. 6. Terapi bedah diindikasikan untuk mengkoreksi hipertensi renovaskular, indikasi lainnya memperbaiki cerebral, memperbaiki aorta/arteri, dan memperbaiki aorta regurgitasi, dan aneurisma. Dilakukan pada fase remisi dimana tidak terdapat aktif inflamasi. Dapat dilakukan PTA, vascular stent dan operasi radikal untuk aneurisma.



BAB IV DAFTAR PUSTAKA



1. S L Johnston, R J Lock and M M Gompels. British Medical Journal: Takayasu arteritis a



review. Journal Clinical Pathoology 2002



vol 55: 481-486. Available at



http://jcp.bmjjournals.com/content/55/7/481.full.html. Accessed February 14th , 2010. 2. Braunwald. Heart disease: A Textbook of Cardiovaskular Medicine. 1997. W.B. Saunders Company, Philadelphia: 1546, 1572-1573. 3. Gadolinium-enhanced Three-dimensional MR Angiography of Takayasu Arteritis. May 2004 RadioGraphics, 24, 773-786.



4. Naofumi Matsunaga, Kunniaki Hayashi, etc. Takayasu arteritis: Protean Radiologic Manifestations and Diagnostic.1997. Available at radiographics.rsna.org/content / 17/3/579.full.pdf Accessed on February 15, 2010 5. Lawrence M. Witmer, PhD. Clinical Anatomy of Aorta. Department of Biomedical



Sciences



College



of



Osteopathic



Medicine,



Ohio



University.



Available



at:



http://www.oucom.ohiou.edu/dbms-witmer/gs-rpac.htm. Accessed on February 15, 2010. 6. S. Vitthala. ISPUB, Takayasu Arteritis & Pregnancy: A Review. The Internet Journal of



Gynecology



and



Obstetrics.



2008



Volume



9



Number



2.



Available



at:www.ispub.com/journal/...internet_journal_of_gynecology_and_obstetrics/.../volume_ 6_number_2_6.html. Accessed on February 15, 2010 7. MM



Ahmed.



Emedicine:



Takayasu



Arteritis:



Rheumatology.



Available



at



http://emedicine.medscape.com/article/332378-overview. accessed on February 14, 2010 The Johns Hopkins Vasculitis Center. Takayasu Arteritis. Available at vasculitis.med.jhu.edu/typesof/takayasu.html. Accessed on February 15, 2010



VASKULITIS Definisi Vaskulitis adalah proses klinikopatologi dicirikan oleh peradangan dan kerusakan pembuluh darah. Lumen pembuluh darah biasanya turut serta, dan ini dikaitkan dengan iskemia jaringan yang dipasok oleh pembuluh darah yang terlibat. Sebuah kelompok yang luas dan heterogen dari sindrom merupakan hasil dari proses ini, karena setiap jenis, ukuran, dan lokasi pembuluh darah mungkin terlibat. Vaskulitis dan konsekuensi-konsekuensinya mungkin manifestasi utama atau satu-satunya penyakit; alternatif lain, vaskulitis dapat menjadi komponen sekunder primer lain penyakit. Vaskulitis bisa terbatas pada satu organ tunggal, seperti kulit, atau mungkin secara simultan melibatkan beberapa sistem organ. Klasifikasi Ciri utama dari sindrom vaskulitis sebagai sebuah kelompok adalah kenyataan bahwa ada banyak heterogenitas pada saat yang sama karena ada tumpang tindih cukup besar di antara mereka. Sifat heterogenitas dan tumpang tindih ini di samping kurangnya pemahaman



tentang pathogenesis sindrom ini telah menjadi halangan besar untuk pengembangan sebuah sistem yang koheren dalam klasifikasi untuk penyakit ini.



Tabel 1. Sindrom Vaskulitis Patofisiologi dan patogenesis Secara umum, sebagian besar sindrom vasculitis diasumsikan dimediasi setidaknya sebagian oleh mekanisme immunopathogenik yang terjadi dalam respon terhadap rangsangan antigen tertentu (Tabel 306-2). Namun, bukti yang mendukung hipotesis ini adalah untuk bagian yang paling tidak langsung dan mungkin mencerminkan epifenomena sebagai lawan untuk kausal yang benar. Selanjutnya, tidak diketahui mengapa beberapa individu mungkin mengembangkan vasculitis dalam menanggapi rangsangan antigen tertentu, sedangkan yang lainnya tidak. Sangat mungkin bahwa sejumlah faktor yang terlibat dalam ekspresi tertinggi dari sebuah sindrom vaskulitis. Hal ini termasuk predisposisi genetik, paparan lingkungan, dan mekanisme yang berkaitan dengan respon imun terhadap antigen tertentu. Kekebalan Patogen- Formasi Kompleks Vaskulitis umumnya dianggap dalam kategori yang lebih luas dari penyakit kompleks imun yang mencakup serum dan beberapa penyakit jaringan ikat, yang sistemik lupus erythematosus adalah prototipenya. Meskipun deposisi kompleks imun di dinding pembuluh darah, mekanisme patogenik yang paling luas diterima dari vaskulitis, peran penyebab



kekebalan kompleks belum jelas dipastikan dari sebagian besar sindrom vaskulitis. Imun kompleks yang beredar tidak perlu menghasilkan deposisi kompleks di pembuluh darah dengan vaskulitis berikutnya, dan banyak pasien dengan vaskulitis aktif tidak memiliki bukti kompleks imun beredar atau disimpan. Antigen yang sebenarnya terkandung di kompleks imun tubuh jarang ditemukan pada sindrom vaskulitis. Dalam hal ini, antigen hepatitis B telah diidentifikasi baik dalam sirkulasi dan disimpan di kompleks imun subset dari pasien dengan vaskulitis sistemik, terutama di polyarteritis nodosa. Sindrom mixed cryoglobulinemia sangat terkait dengan infeksi virus hepatitis C; hepatitis C virion dan kompleks antigen-antibodi hepatitis C virus telah diidentifikasi dalam cryoprecipitates pasien ini. Mekanisme kerusakan jaringan di kompleks-mediated imun vasculitis mirip yang diuraikan untuk penyakit serum. Dalam model ini, kompleks antigen-antibodi terbentuk kelebihan antigen dan disimpan di dinding pembuluh darah dimana permeabilitas telah ditingkatkan oleh vasoaktif amina seperti histamin, bradikinin, dan leukotrien dilepaskan dari platelet atau dari sel mast sebagai hasil dari mekanisme pemicu IgE. Pengendapan kompleks imun menghasilkan aktivasi komponen komplemen, khususnya C5a, yang sangat chemotactic untuk neutrofil. Sel-sel ini kemudian menyusup ke dinding pembuluh darah, melakukan phagositosis



imun kompleks, dan melepaskan enzim



intrasitoplasma mereka, yang merusak dinding pembuluh darah. Karena proses menjadi subakut atau kronis, sel mononuklear menyusup ke dinding pembuluh darah. Hal utama pada sindrom ini menghasilkan kompromi dari lumen pembuluh darah dengan perubahan iskemik pada jaringan yang dipasok oleh pembuluh darah yang terlibat. Beberapa variabel dapat menjelaskan mengapa hanya beberapa jenis kompleks imun menyebabkan vaskulitis dan mengapa hanya pembuluh darah tertentu yang terpengaruh dalam individu pasien. Hal ini termasuk dalam kemampuan sistem retikuloendotelial untuk menghilangkan kompleks imun yang beredar dalam darah, ukuran dan sifat fisikokimia kompleks imun, derajat relatif turbulensi aliran darah, tekanan hidrostatik intravaskuler di pembuluh darah yang berbeda, dan integritas yang ada sebelumnya dari endotelium pembuluh darah. Antineutrophil Citoplasma Antibodi (Anca)



Anca adalah antibodi yang digunakan dalam melawan protein tertentu dalam butiran sitoplasma neutrofil dan monosit. Autoantibodi ini hadir dalam pasien dengan jumlah yang besar, dengan sindrom vaskulitis sistemik tertentu, khususnya Wegener’s granulomatosis dan polyangiitis mikroskopis, dan pada pasien dengan glomerulonefritis nekrosis dan cresent. Terdapat dua kategori utama Anca berdasarkan target yang berbeda untuk antibodi. Terminologi Anca sitoplasma (c-Anca) mengacu ke diffuse, pola pewarnaan granular sitoplasma diamati oleh mikroskop immunofluorescence saat antibodi serum mengikat indikator neutrofil. Proteinase-3, proteinase serin 29-kDa yang netral hadir dalam butiran azurophilic neutrofil, adalah antigen cAnca utama. Lebih dari 90% pasien dengan Wegener’s granulomatosis aktif khas memiliki antibodi terdeteksi untuk proteinase-3. Terminologi Anca perinuklear (p-Anca) mengacu pada sesuatu yang lebih lokal perinuklear atau ‘nuclear staining pattern’ sebagai indicator neutrofil. Target utama untuk p-Anca adalah menghasilkan myeloperoxidase enzim; target lain yang dapat menghasilkan pola p-Anca dari pewarnaan termasuk elastase, cathepsin G, laktoferin, lisozim, dan bactericidal/ protein yang meningkatkan permeabilitas. Namun, hanya antibodi untuk myeloperoxidase yang meyakinkan berkaitan dengan vaskulitis. Antibodi Antimyeloperoxidase telah dilaporkan ada pada beberapa pasien dengan polyangiitis mikroskopis, sindrom ChurgStrauss, cresent glomerulonefritis, sindrom Goodpasture’s, dan Wegener’s granulomatosis. Sebuah p-Anca staining pattern yang bukan karena antibody antimyeloperoxidase telah dikaitkan dengan entitas nonvaskulitis seperti rematik dan penyakit autoimun nonrheumatik, inflammatory bowel disease, obat-obatan tertentu, dan infeksi seperti bakterial endokarditis dan infeksi saluran nafas pada pasien dengan cystic fibrosis. Tidak jelas bagaimana pasien dengan sindrom vaskulitis menghasilkan antibodi untuk myeloperoxidase atau proteinase-3, sedangkan antibodi seperti ini jarang terjadi pada penyakit inflamasi dan penyakit autoimun lainnya. Ada sejumlah observasi in vitro yang menyarankan kemungkinan mekanisme dimana antibodi ini dapat berkontribusi pada patogenesis sindrom vaskulitis. Proteinase-3 dan myeloperoxidase yang berada di butir azurophilic dan lisosom dari resting neutrofil dan monosit, di mana mereka tampaknya tidak dapat diakses untuk serum antibodi. Namun, ketika neutrofil atau monosit yang distimulasi oleh tumor nekrosis faktor (TNF) atau interleukin (IL) 1, proteinase-3 dan myeloperoxidase memindahkan mereka ke



membran sel dimana dapat berinteraksi dengan Anca ekstraselular. Neutrofil kemudian berdegranulasi dan menghasilkan oksigen reaktif yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Selanjutnya, Anca neutrofil yang diaktifkan dapat membunuh sel-sel endotel in vitro. Aktivasi neutrofil dan monosit oleh Anca juga menginduksi pelepasan sitokin proinflamasi seperti IL-1 dan IL- 8. Namun, sejumlah observasi klinis dan laboratorium menentang peran patogen utama untuk Anca. Pasien mungkin mendapat Wegener‘s granulomatosis tanpa adanya Anca; jumlah absolut dari titer antibodi tidak berkorelasi dengan baik dengan penyakit; dan pasien dengan Wegener’s granulomatosis dalam kondisi remisi dapat terus memiliki tinggi antiproteinase 3 (cAnca) titer selama bertahun-tahun. Dengan demikian, peran autoantibodies di patogenesis vaskulitis sistemik masih belum jelas. Respon Limfosit T Patogen dan Formasi Granuloma Selain untuk mekanisme kompleks imun mediated klasik dari vasculitis sama halnya dengan Anca, mekanisme immunopathogenik lain mungkin terlibat dalam kerusakan pembuluh darah. Yang paling menonjol di antaranya hipersensitivitas tipe delayed dan cedera imun cellmediated sebagaimana tercermin dalam histopatologi dari vaskulitis granulomatosa. Namun, kompleks imun itu sendiri dapat memicu respons granulomatosa. Sel endotel pembuluh darah dapat mengekspresikan molekul HLA kelas II yang ikut teraktivasi oleh sitokin seperti interferon (IFN). Hal ini memungkinkan sel-sel ini untuk berpartisipasi dalam reaksi imun seperti interaksi dengan limfosit T CD4 dengan cara yang mirip dengan antigen makrofag. Sel endotel dapat mengeluarkan IL-1, yang dapat mengaktifkanT limfosit dan memulai proses kekebalan atau menyebar in situ dalam pembuluh darah. Selain itu, IL-1 dan TNF inducer yang poten dari endothrllial-lucocyte adhesion molecule 1 (Elam-1) dan molekul adhesi sel vaskuler 1 (VCAM-1), yang dapat meningkatkan perlekatan leukosit pada sel-sel endotel di dinding pembuluh darah. Mekanisme lain seperti sitotoksisitas seluler langsung, antibodi diarahkan terhadap komponen pembuluh darah, atau sitotoksisitas seluler tergantung antibody telah diusulkan dalam beberapa jenis penyebab kerusakan pembuluh darah. Namun, tidak ada bukti yang meyakinkan untuk mendukung kontribusi mereka sebagai penyebab patogenesis salah satu sindrom vasculitis yang dikenal.



Diagnosis Diagnosis vasculitis sering dipertimbangkan dalam setiap pasien dengan penyakit sistemik yang sulit dijelaskan. Namun, ada beberapa kelainan klinis yang ketika muncul baik sendiri atau dalam kombinasi kelainan lain harus menyarankan diagnosis vaskulitis. Hal ini termasuk pada purpura yang teraba (palpable purpura), infiltrat paru dan hematuria mikroskopis, peradangan kronis sinusitis, multipleks mononeuritis, kelainan iskemik yang tidak jelas, dan glomerulonefritis dengan bukti penyakit multisistem. Sejumlah penyakit nonvaskulitis juga dapat menghasilkan beberapa atau seluruh kelainan. Dengan demikian, langkah pertama dalam hasil pemeriksaan dari pasien dengan dugaan vasculitis untuk mengecualikan penyakit lain yang menghasilkan manifestasi klinis yang dapat meniru vaskulitis. Sangat penting untuk menyingkirkan penyakit menular dengan fitur yang tumpang tindih tersebut dari vaskulitis, terutama jika pasien kondisi klinis yang memburuk dengan cepat dan pengobatan imunosupresif secara empiris sedang dijalankan. Setelah penyakit yang meniru vasculitis telah disingkirkan, pemeriksaan selanjutnya harus mengikuti serangkaian langkah-langkah progresif yang menentukan diagnosis vasculitis dan menentukan kategori sindrom vaskulitis. Pendekatan ini cukup penting terutama karena beberapa sindrom vaskulitis membutuhkan terapi agresif dengan glukokortikoid dan sitotoksik agen, sementara sindrom lain biasanya selesai dengan spontan dan membutuhkan pengobatan simptomatis saja. Diagnosis definitif vaskulitis dibuat pada biopsi jaringan yang terlibat. Hasil ‘blind’ biopsi organ tanpa bukti subjektif atau objektif dengan keterlibatan yang sangat rendah, harus dihindari. Ketika sindrom seperti polyarteritis nodosa, Takayasu arteritis, atau Vaskulitis sistem saraf pusat terisolasi diduga, angiogram dengan dugaan keterlibatan organ harus dilakukan. Namun, angiograms tidak harus dilakukan secara rutin saat pasien hadir dengan vaskulitis kulit lokal dengan tidak ada indikasi klinis keterlibatan organ dalam. Pemeriksaan klinis, laboratorium, biopsi, dan radiografi biasanya memungkinkan kategorisasi yang tepat untuk kea rah sindrom spesifik, dan terapi mana yang tepat harus dimulai sesuai untuk informasi ini. Jika ditemukan antigen yang menngarahkan ke diagnosis vasculitis, antigen harus dihilangkan bila mungkin. Jika vaskulitis berhubungan dengan penyakit



yang mendasarinya seperti infeksi, neoplasma, atau penyakit jaringan ikat, penyakit yang mendasari harus diobati. Jika sindrom tidak berkurang setelah menghilangkan antigen yang ditemukan atau pengobatan penyakit yang mendasarinya, atau jika tidak ada penyakit yang mendasari dikenali, pengobatan harus dimulai sesuai dengan kategori sindrom vaskulitis. Pilihan pengobatan akan dipertimbangkan di bawah sindrom individu, dan prinsip-prinsip umum terapi akan dipertimbangkan.



Gb.1 Algoritma pendekatan diagnosis pada pasien dengan dugaan vaskulitis Prinsip Pengobatan Setelah diagnosis vasculitis telah ditetapkan, keputusan mengenai strategi terapeutik harus dibuat. Sindrom vaskulitis mewakili derajat penyakit yang bervariasi dengan berbagai



tingkat keparahan. Oleh karena potensi efek samping tertentu obat terapeutik mungkin cukup besar, maka rasio risiko-lawan-keuntungan dari setiap pendekatan terapeutik harus ditimbang dengan hati-hati. Pendekatan terapeutik spesifik yang dibahas di atas untuk sindrom vaskulitis individu; namun, prinsip-prinsip umum tertentu mengenai terapi harus dipertimbangkan. Di satu sisi, glukokortikoid dan / atau terapi sitotoksik harus segera diterapkan pada penyakit dimana disfungsi sistem organ ireversibel dan morbiditas dan kematian yang tinggi telah jelas. Wegener’s granulomatosis adalah prototipe dari vaskulitis sistemik yang parahdimana membutuhkan pendekatan terapeutik. Di sisi lain, jika memungkinkan, terapi agresif dihindari untuk manifestasi vaskulitis yang jarang mengakibatkan disfungsi sistem organ ireversibel dan yang biasanya tidak respon terhadap terapi. Sebagai contoh, vaskulitis kulit idiopatik biasanya menyelesaikan dengan pengobatan simptomatis, dan program berkepanjangan glukokortikoids jarang menghasilkan manfaat pada klinis. Agen sitotoksik belum terbukti bermanfaat dalam vaskulitis kulit idiopatik, dan efek sampingnya umumnya lebih besar dari efek yang menguntungkan. Glukokortikoid harus dimulai pada orang-orang vasculitis sistemik yang tidak dapat dikategorikan secara khusus atau yang tidak ada terapi standar, terapi sitotoksik harus ditambahkan pada penyakit hanya bila tidak dijumpai respon yang memadai atau jika hanya dapat mencapai kondisi remisi dan dipertahankan dengan rejimen glukokortikoid yang toksik. Ketika remisi tercapai, salah satu harus terus-menerus digunakan untuk tapering off glucocorticoids ke terapi alternatif harian dan menghentikannya bila memungkinkan. Bila menggunakan obat sitotoksik, harus berdasarkan pilihan atas data yang mendukung keberhasilan dari obat yang tersedia untuk penyakit itu, tingkat keterlibatan organ, dan profil toksisitas obat. Dokter harus benar-benar sadar akan efek samping toksik agen terapeutik yang bekerja. Banyak efek samping terapi glukokortikoid rendah dalam frekuensi dan durasi pada pasien dengan regimen alternative harian dibandingkan dengan rejimen sehari-hari. Ketika diberikan siklofosfamid berkepanjangan dalam dosis 2 mg/kg per hari untuk periode waktu yang panjang (satu untuk beberapa tahun), Insiden terjadinya sistitis adalah minimal 30% dan kejadian kanker kandung kemih paling sedikit 6%. Kanker kandung kemih dapat terjadi beberapa tahun setelah penghentian terapi siklofosfamid, karena itu, pemantauan untuk kanker kandung kemih harus



terus menerus pada pasien yang telah menerima program berkepanjangan siklofosfamid seharihari. Menginstruksikan pasien untuk mengambil siklofosfamid sekaligus di pagi hari dengan sejumlah besar cairan sepanjang hari untuk maintenance, tidak biasa dalam rejimen kronis yang diberikan dalam dosis rendah. Permanen infertilitas dapat terjadi baik pada pria maupun wanita. Supressi sumsum tulang adalah toksisitas penting siklofosfamid dan dapat diamati selama tapering off glucocorticoid dari waktu ke waktu, bahkan setelah periode pengukuran stabil. Pemantauan jumlah darah lengkap setiap 1 sampai 2 minggu selama pasien menerima cyclophosphamide secara efektif dapat mencegah cytopenias. Jika jumlah darah putih (leukosit) dijaga pada_3000/L, dan pasien tidak menerima glukokortikoid harian, kejadian yang mengancam jiwa, infeksi oportunistik rendah. Namun, leukosit bukanlah prediksi yang akurat tentang semua risiko infeksi oportunistik, dan infeksi dengan Pneumocystis carinii dan jamur tertentu dapat dilihat dalam menghadapi leukosit yang dalam batas normal, terutama pada pasien yang menerima glukokortikoid. Semua pasien vaskulitis yang tidak alergi terhadap sulfa dan yang menerima glukokortikoid harian dalam kombinasi dengan obat sitotoksik harus menerima trimetoprim-sulfametoksazol sebagai profilaksis terhadap infeksi P.carinii. Akhirnya, perlu ditekankan bahwa setiap pasien adalah unik dan membutuhkan individu-pengambilan keputusan. Garis besar di atas seharusnya melayani sebagai kerangka kerja untuk memandu pendekatan terapeutik, namun fleksibilitas harus dilakukan agar dapat memberikan efikasi terapi maksimal dengan minimal efek samping dalam setiap pasien.