Membangun Budaya Kerja Islami [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MEMBANGUN BUDAYA KERJA ISLAMI Budaya kerja Seorang agen asuransi syariah dan karyawan harus memperhatikan beberapa hal yang menjadi sikap kepribadian syariah dan perusahaan asuransi syariah tempatnya bekerja 1. Rabbaniyah Dalam setiap aktivitas termasuk dalam bekerja Seorang muslim diperintahkan untuk mengingat Allah bahkan dalam suasana mereka sedang sibuk dalam aktivitas mereka, semua kegiatan bisnis hendaklah selaras dengan moralitas dan nilai utama yang digariskan oleh al-Qur’an. Al-Qur’an memerintahkan untuk mencari dan encapai prioritas– prioritas yang Allah tentukan didalam al-Qur’an 2. Berperilaku Baik dan Simpatik Seorang karyawan dan marketer muslim harus berperilaku sangat simpatik bertutur kata yang manis dan rendah hati. Al-Quran mengajarkan untuk senantiasa bermuka manis berperilaku baik dan simpatik, 3. Bersikap Adil kepada Semua Stoke Holders Sikap terpuji pada pemilik perusahaan, managemen, sesame karyawan, dan semua customer serta calon customer sangan dicintai oleh Allah bahkan Rasululloh memasukkan pada golongan Syuhada 4. Bersaing Secara Sehat (Fastabiqul Khairaf) Dalam dunia kerja persaingan positif justriu harus di ciptakan sebagaimana al-Qur’an melukiskan tentang persaingan positif {fastabiqul khairāf) dengan sangat gamblang dalam alQur’an, Allah berfirman: ۡ َ‫َو ِل ُك ّٖل ِو ۡج َهةٌ ه َُو ُم َو ِلي َه ۖا ف‬ ‫ٱَّللُ َج ِميعً ِۚا إِ هن ه‬ ‫ت ِب ُك ُم ه‬ ١٤٨ ‫ِير‬ َ ‫ٱَّللَ َعلَ َٰى ُك ِل‬ ِ ‫ت أَ ۡينَ َما تَ ُكونُواْ يَ ۡأ‬ ِ ِۚ ‫ٱستَبِقُواْ ۡٱلخ َۡي َٰ َر‬ ٞ ‫ش ۡي ّٖء قَد‬ “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlombalombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa at as segala sesuatu.” (QS. al-Baqarah : 148) 5. Sikap Amanah Amanah bermakna keinginan untuk memenuhi sesuatu sesuai dengan ketentuan, secara umum amanah Allah kepada manusia yaitu ibadah dan khalifah. Begitu berat tanggung jawab yang diberikan terhadap amanah dihadapi 6.



Jujur dan Tidak curang



“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (ju§a) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. al-Anfal : 27) 7. Sabar Dalam Menghadapi Customer dan Compatitor Kesabaran bukan hanya dalam ibadah, dalam bekerja beragam tipe nasabah yang membutuhkan pelayan prima, juga menghadapi competitor di butuhkan extra kesabara, 8. Bekerja Secara Profesional Sesungguhnya Alla dan Rasul sangat senang pada orang yang- menyempunakan pekerjaaannya (Itsqan)” Wallohu a’lam bi showab



Sumber Berita: www.forumbisnissyariah.com http://www.forumbisnissyariah.com/berita-membangun-budaya-kerjaislami.html#ixzz47XofK0OX



Kerja pada hakekatnya adalahnya manifestasi amal kebajikan. Sebagai sebuah amal, maka niat dalam menjalankannya akan menentukan penilaian. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad bersabda, “Sesungguhnya nilai amal itu ditentukan oleh niatnya.” Amal seseorang akan dinilai berdasar apa yang diniatkannya. Suatu hari Nabi Muhammad berjumpa dengan Sa'ad bin Mu'adz Al-Anshari. Ketika itu Nabi Muhammad melihat tangan Sa'ad melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari. “Kenapa tanganmu?,” tanya Nabi kepada Sa'ad. “Wahai Rasulullah,” jawab Sa'ad, “Tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku”. Seketika itu Nabi mengambil tangan Sa'ad dan menciumnya seraya berkata, “Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka”. Dalam kisah lain disebutkan bahwa ada seseorang yang berjalan melalui tempat Nabi Muhammad. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para sahabat kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, andaikata bekerja semacam orang itu dapat digolongkan jihad fi sabilillah, maka alangkah baiknya.” Mendengar itu Nabi pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, itu juga fi sabilillah.” (HR. Ath-Thabrani). Kerja adalah perintah suci Allah kepada manusia. Meskipun akhirat lebih kekal daripada dunia, namun Allah tidak memerintahkan hambanya meninggalkan kerja untuk kebutuhan duniawi. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (untuk kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.” (QS. Al-Qashash: 77). “Bukanlah orang yang paling baik darimu itu yang meninggalkan dunianya karena akhiratnya, dan tidak pula yang meninggalkan akhiratnya karena dunianya. Sebab, dunia itu penyampaian pada akhirat dan janganlah kamu menjadi beban atas manusia.” (HR. Ibnu 'Asakir dari Anas). Adanya siang dan malam dalam alam dunia ini, merupakan isyarat akan adanya kewajiban bekerja (pada siang hari). “Dan Kami telah membuat waktu siang untuk mengusahakan suatu kehidupan.” (QS. An-Naba': 11).



“Kami telah menjadikan untukmu semua di dalam bumi itu sebagai lapangan mengusahakan kehidupan. Tetapi sedikit sekali kamu berterima kasih,” (QS. Al-A'raf: 10). “Apabila Telah ditunaikan shalat, maka menyebarlah di bumi dan carilah dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jum'ah: 10). Untuk memberikan motivasi dalam bekerja, Nabi Muhammad, menggunakan bahasa yang sangat mengunggah dan menyadarkan. “Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya. Dan beramallah untuk akhiratmu, seolah-olah kamu akan mati besok.” (HR. Baihaqi). Bekerja juga akan membuat manusia lebih merdeka, dengan tidak menggantungkan diri kepada orang lain, seperti dengan meminta-minta. “Demi, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, dengan bekerja itu Allah mencukupi kebutuhanmu, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain. (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah pernah ditanya, “Pekerjaan apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Pekerjaan terbaik adalah usahanya seseorang dengan tangannya sendiri dan semua perjualbelian yang dianggap baik” (HR. Ahmad, Baihaqi, dan lain-lain). Islam juga menganjurkan untuk bekerja dengan sepenuh hati untuk memberikan kualitas hasil terbaik. Bahkan kerja keras yang ikhlas merupakan penghapus dosa. “Sebaik-baik pekerjaan ialah usahanya seorang pekerja jika ia berbuat sebaik-baiknya” (HR. Ahmad). “Siapa bekerja keras hingga lelah dari kerjanya, maka ia terampuni (dosanya) karenanya.” (Al-Hadist). “Berpagi-pagilah dalam mencari rezeki dan kebutuhan hidup. Sesungguhnya pagi-pagi itu mengandung berkah dan keberuntungan” (HR. Ibnu Adi dari Aisyah). “Sesungguhnya Allah menginginkan jika salah seorang darimu bekerja, maka hendaklah meningkatkan kualitasnya” (Al-Hadist). Bekerja tidak akan lepas dari bingkai hubungan sosial, karenanya aturan-aturan yang ada harus dipatuhi. Etika dalam bekerja tetap harus dijaga. “Carilah kebutuhan hidup dengan senantiasa menjaga harga diri. Sesungguhnya segala persoalan itu berjalan menurut ketentuan” (HR. Ibnu Asakir dari Abdullah bin Basri). Dalam konteks sosial (termasuk organisasional) bekerja adalah amanah. Amanah harus ditunaikan dengan baik. Pengabaian terhadap amanah adalah sebuah pengkhianatan yang merupakan salah satu tanda orang munafik. Bekerja dengan sungguh-sungguh adalah syarat sebuah kemajuan. kemajuan yang didapat tanpa kerja keras adalah pengingkaran sunnatullah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ra'd: 11). Dalam ayat lain diungkapkan “Dan bahwa seorang manusia tidak akan memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.“ (QS. Al-Najm: 39).



Mari, dalam bekerja, kita luruskan niat, kuatkan motivasi, perhatikan etika dan aturan yang ada, sebagai upaya penuaian amanah yang merupakan syarat kemajuan. Home » Detail » BUDAYA KERJA DALAM PERSPEKTIF ISLAM



BUDAYA KERJA DALAM PERSPEKTIF ISLAM BKD DIY (22/04/2015) Sebelum membahas apa arti dari budaya kerja,mungkin pertama-tama kita harus mengetahui apa arti dari budaya. Ada beberapa pengertian tentang arti budaya, berikut adalah pengertiannya : 1. Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (Soerjanto Poespowardojo 1993, perpustakaan online). 2. Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar. 3. Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seniagama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia. 4. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Setelah membahas apa arti dari “budaya” tersebut, selanjutnya akan membahas tentang apa arti dari Kerja. Kerja adalah melakukan sesuatu hal yang diperbuat seperti contohnya makan atau minum. Adapun arti lain dari kerja yaitu melakukan sesuatu untuk mencari nafkah. Selain itu pengertian kerja dalam kacamata Islam yaitu kerja pada hakekatnya adalahnya manifestasi amal kebajikan Sebagai sebuah amal, maka niat dalam menjalankannya akan menentukan penilaian. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad bersabda, “Sesungguhnya nilai amal itu ditentukan oleh niatnya.” Amal seseorang akan dinilai berdasar apa yang diniatkannya. Suatu hari Nabi Muhammad berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari. Ketika itu Nabi Muhammad melihat tangan Sa’ad melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari. “Kenapa tanganmu?,” tanya Nabi kepada Sa’ad. “Wahai Rasulullah,” jawab Sa’ad, “Tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku”. Seketika itu Nabi mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya seraya berkata, “Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka”.



Dalam kisah lain disebutkan bahwa ada seseorang yang berjalan melalui tempat Nabi Muhammad. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para sahabat kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, andaikata bekerja semacam orang itu dapat digolongkan jihad fi sabilillah, maka alangkah baiknya.” Mendengar itu Nabi pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, itu juga fi sabilillah.” (HR. Ath-Thabrani). Kerja adalah perintah suci Allah kepada manusia. Meskipun akhirat lebih kekal daripada dunia, namun Allah tidak memerintahkan hambanya meninggalkan kerja untuk kebutuhan duniawi. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (untuk kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.” (QS. Al-Qashash: 77). Jadi bila kata “budaya” dan “kerja” digabungkan memiliki pengertian yaitu nilai-nilai sosial atau suatu keseluruhan pola perilaku yang berkaitan dengan akal dan budi manusia dalam melakukan suatu pekerjaan. Jadi setiap individu yang bekerja harus memiliki budaya kerja yang baik. Budaya yang kerja yang baik sangat diperluukan agar menjadi pekerja yang berbudi pekerti dan mengerti nilai-nilai yang dijalaninya dan tidak membawa individu kepada penyimpangan. Jadi itulah perlunya kita memahami budaya kerja yang baik. Budaya kerja masing-masing individu akan menentukan terbentuknya budaya instansi dimana dia bekerja. Tentu saja hal ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kepemimpinan. Budaya Instansi yang mengandung nilai-nilai agama karena selalu mendahulukan pembinaan terhadap akhlakul karimah, sejak tahap awal perlu dimantapkan sebagai manifestasi utama dari budaya instansi. Budaya instansi akan terekspresi dalam seremoni dan ritual yang substansinya adalah substansi agamawi. Maka tahap confontation of dependency and authority dapat dilembutkan melalui budaya jujur, sabar, tidak mudah iri dan terpancing untuk melakukan halhal yang dimurkai agama. Para pemimpin yang mewakili budaya instansi akan menentukan bahwa bila tahap pertama upaya pegawai menyesuaikan diri dengan budaya instansi menghasilkan sukses, maka pada tahap berikutnya akan tercapai confontation of intimacy, role differentiation and peer relationship. Dalam hal ini akan memasuki tahapan kerjasama yang harmonis dalam suatu instansi.



Dalam agama Islam manusia ditentukan untuk : 1. Berusaha dengan sebaik-baiknya agar tercapai suatu tujuan yang halal. Pada tahap ini, dengan dukungan budaya instansi, pegawai akan mencoba berusaha untuk menghasilkan prestasi terbaiknya, apalagi bila penerimaan hasil dilakukan dengan adil dan objektif.



Melakukan pekerjaan dengan ikhlas adalah ajaran utama dalam Islam. Dalam budaya instansi dapat dibina suasana bekerja dengan ikhlas. Usaha yang diupayakan hanya karena Allah semata. Bekerja dengan dilandasi keikhlasan, dapat mencegah SDM dari stres atau jenis emosi lain yang merugikan. 2. Dalam Islam, umat dituntut untuk minta tolong pada Allah dan mengakui keterbatasan dirinya. Allah lebih mencintai orang-orang yang selalu meminta daripada yang enggan meminta, karena seolah-olah manusia itu berkecukupan. Dan Allah berfirman : “Berdoalah kepadaKu, niscaya akan keperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk neraka jahanan dalam keadaan hina dina” (QS. 40:60). Rasullah SAW bersabda : “Sesungguhnya siapa saja yang tidak meminta kepada Allah, maka Allah akan marah kepadanya” (HR. At-Tarmizi dan Abu Hurairoh). Apabila manusia rajin bekerja dan berupaya, ia akan menciptakan budaya kerja yang disiplin, berkemauan keras dan tidak cepat putus asa. Selanjutnya diimbangi dengan terus menerus berdoa dan meminta tolong kepada Allah, agar usahanya membuahkan hasil. Sifat ini akan membawa manusia ke perilaku rendah hati, tidak takabur dan senantiasa menyadari baik kelemahan maupun kekuatannya. Agama Islam mengajarkan manusia untuk giat dalam bekerja. Namun dalam bekerja, harus sesuai dengan syariat agama dengan mengedepankan kejujuran, kedisiplinan dan keihklasan. Bekerja adalah ibadah, selama apa yang dikerjakan adalah untuk tujuan yang baik dan benar. (angger/PDTI)



Sumber : Prof. Dr. Yamil C.A. Achir, Round Table Discussion tentang Pengembangan Budaya Kerja dalam Perspektif Islam. http://www.organisasi.org/1970/01/arti-definisi-pengertian-budaya-kerja-dan-tujuan-manfaatpenerapannya-pada-lingkungan-sekitar.html PILIHAN Pentingnya Manajemen Budaya dalam Menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) 13 Oktober 2014 19:21:59 Diperbarui: 17 Juni 2015 21:12:17 Dibaca : 1,059 Komentar : 0 Nilai : 0 Kali ini saya akan Mendiskusikan betapa pentingnya manajemen budaya dalam menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), artikel ini ditulis oleh teman-teman saya dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Manajemen Kinerja. Masyarakat Ekonomi ASEAN atau biasa disingkat menjadi MEA akan mulai diterapkan mulai awal tahun 2015 ini. Program MEA ini mengharuskan seluruh negaraanggota ASEAN mengikuti perdagangan, pertukaran tenaga kerja dan lainnya yang mencakup segi ekonomi antarnegara. Salah satu aspeknya yaitu pertukaran dan persaingan tenaga kerja menjadi fokus dalam artikel ini. Hal ini dikarenakan dalam suatu perusahaan, tenaga kerja merupakan aset berharga yang harus dikembangkan dan dipertahankan. Tingkat keberhasilan dan prestasi kerja dari seorang karyawan dapat dilihat dari tingkat kinerjanya. Bagus atau tidaknya kinerja seorang karyawan dapat dipengaruhi oleh berbagai hal. Salah satunya adalah budaya kerja yang ada di perusahaan tersebut. Budaya merupakan bentuk jamak dari kata “budi” dan “daya” yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Menurut E.B Tylor budaya



adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan budaya kerja adalah suatu perilaku, kebiasaan serta kerangka psikologis yang dimiliki, dipercayai, dan dilakukan oleh semua anggota organisasi. Budaya kerja yang dimiliki setiap perusahaan tentulah berbeda-beda, apalagi budaya kerja setiap negara, tentu saja akan ada perbedaan, seperti kata pepatah, “lain lubuk lain ikannya”, saat program MEA berlangsung akan terjadi perpindahan tenaga kerja dari satu negara ke negara lain di kawasan ASEAN, suatu perusahaan bisa saja memiliki karyawan yang berasal dari tiga negara atau lebih, dan tentu saja mereka sudah terbiasa dengan budaya kerja yang telah mereka terapkan pada perusahaan di negara mereka. Sebagaimana seperti yang telah kita ketahui budaya kerja memiliki kaitan yang sangat erat dengan kinerja karyawan. Budaya kerja yang baik akan menimbulkan dampak yang baik kepada organisasi, seperti meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan kepuasan kerja, menjamin hasil kerja berkualitas, memperkuat jaringan kerja dan manfaat lainnya. Namun saat mereka bekerja pada perusahaan di negara berbeda mereka akan mendapatkan budaya kerja yang mungkin saja berbeda dengan budaya kerja yang diterapkan di negara asalnya, misalnya seseorang yang sudah terbiasa bekerja dengan budaya kerja individualistik terpaksa harus bekerja dengan budaya kerja kolektif. Hal ini menyebabkan adanya perubahan mendadak budaya kerja yang dirasakan oleh karyawan, sehingga kemungkinan besar karyawan akan merasakan ketidaknyamanan ketika bekerja, motivasi karyawan pun akan menurun, dan pada akhirnya akan menyebabkan penurunan kinerja. Karena pada dasarnya kinerja individu di tempat kerja tidak hanya tergantung pada kemampuannya, tetapi juga pada motivasi yang dimiliki. Keadaan seperti ini tidak dapat dibiarkan berlangsung dalam waktu lama karena buruknya kinerja karyawan menyebabkan turunnya produktivitas. Tak hanya itu, perusahaan juga dapat menderita kerugian yang cukup besar karenanya. Untuk mengatasi hal ini pihak manajemen perusahaan, khususnya bagian sumber daya manusia, harus segera mengambil tindakan tegas. Tindakan yang dimaksud bukan dengan menghukum atau memaksa karyawan, karena akan berakibat makin rendahnya kualitas kerja karyawan. Tetapi lebih seperti memberi bimbingan tentang budaya kerja yang ada dan memberikan pemahaman bahwa pada dasarnya budaya kerja yang ada sekarang tidaklah terlalu jauh berbeda dengan budaya kerja di perusahaan asal mereka. Selain itu, pihak manajemen harus memastikan bahwa tenaga kerja baru ini merasa diterima di lingkungan barunya dan dapat menjalin hubungan kerja yang baik diantar karyawan lainnya sehingga mereka merasa betah. Keseluruhan proses ini akan membutuhkan sedikit waktu, tetapi itu lebih baik daripada perusahaan harus menanggung keluhan ketidaknyamanan yang dirasakan karyawan baru. Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/www.mirzawirashalci.com/pentingnya-manajemenbudaya-dalam-menghadapi-mea-masyarakat-ekonomi-asean_54f95be6a3331150278b4a90