Ni Putu Mia Aryanti - Laporan Pendahuluan Fraktur [PDF]

  • Author / Uploaded
  • mia
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR



OLEH : NI PUTU MIA ARYANTI 1802521063



PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2021



A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Fraktur Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas dari suatu tulang dengan penggunaan secara berlebihan, tekanan langsung yang berlebihan pada tulang yang dapat menyebabkan nyeri atau rasa sakit, pembengkakan dan kelainan pada tulang. Penderita trauma mencakup semua fisiologis mulai dari usia muda, anak, hingga lansia (Ahmadi et al., 2016). 2. Epidemiologi/insiden kasus Berdasarkan penelitian Aditya Cahyo tahun 2021 menyatakan bahwa Insiden Fraktur mencatat terjadi kurang lebih 15 juta orang dengan angka prevalensi 3,2%. Fraktur pada tahun 2018 terdapat kurang lebih 20 juta orang dengan angka prevalensi 4,2% dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 21 juta orang dengan angka prevalensi 3,8% akibat kecelakaan lalu lintas. Data yang ada di Indonesia kasus fraktur paling sering yaitu fraktur femur sebesar 42% diikuti fraktur humerus sebanyak 17% fraktur tibia dan fibula sebanyak 14% dimana penyebab terbesar adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor atau kendaraan rekreasi 65,6% dan jatuh 37,3% mayoritas adalah pria 73,8%. Fraktur yang terjadi di Jawa Timur pada 2 tahun 2016 sebanyak 1.422 jiwa, pada tahun 2017 sebanyak 2.065 jiwa, pada tahun 2018 sebanyak 3.390 jiwa yang mengalami kejadian fraktur (Riskedas 2018). Fraktur yang terjadi di RSUD Bangil Pasuruan pada tahun 2018-2019 mencatat pasien yang mengalami fraktur ekstermitas bawah mencapai 2,1% diakibatkan karena jatuh dan kecelakaan lalu lintas dan hampir seluruhnya mengalami nyeri.



3. Penyebab Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap. Penyebab fraktur dapat dibedakan menjadi : a. Cedera traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :



-



Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan.



-



Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan fraktur klavikula.



-



Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak.



b. Fraktur patologik Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan : -



Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali.



-



Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul salah satu proses yang progresif.



-



Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus.



4. Patofisiologi terjadinya penyakit Trauma dan kondisi patologis yang terjadi pada tulang yang menyebabkan fraktur. Fraktur menyebabkan diskontinuitas jaringan tulang yang dapat membuat penderita mengalami kerusakan mobilitas fisiknya. Diskontinuitas jaringan tulang dapat mengenai 3 bagian yaitu jaringan lunak, pembuluh darah dan saraf serta tulang itu sendiri. Jika mengenai jaringan lunak makan akan terjadi spasme otot yang menekan ujung saraf dan pembuluh darah dapat mengakibatkan nyeri, deformitas serta syndrome compartement. Fraktur adalah semua kerusakan pada kontinuitas tulang, fraktur beragam dalam hal keparahan berdasarkan lokasi dan jenis fraktur. Meskipun fraktur terjadi pada semua kelompok usia, kondisi ini lebih umum pada orang yang mengalami trauma yang terusmenerus dan pada pasien lansia. Fraktur dapat terjadi akibat pukulan langsung, kekuatan tabrakan, gerakan memutar tiba-tiba, kontraksi otot berat, atau penyakit yang melemahkan tulang. Dua mekanisme dasar yang fraktur : kekuatan langsung atau kekuatan tidak langsung. Dengan kekuatan langsung, energi kinetik diberikan pada atau dekat tempat fraktur. Tulang tidak dapat menahan kekuatan. Dengan kekuatan tidak langsung, energi kinetik di transmisikan dari titik dampak ke tempat tulang yang lemah. Fraktur terjadi pada titik yang lemah. Sewaktu tulang patah, pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan



peningkatan aliran darah ke tempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorpsi dan selsel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pebekakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.



5. Klasifikasi Fraktur memiliki klasifikasi yang bervariasi, membagi fraktur menjadi beberapa kelompok, yakni : 1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang menimbulkan) dibagi menjadi : a. Fraktur tertutup (open fracture) Fraktur tertutup, Kondisi dimana tulang tidak menjulur menebus kulit yang membungkus tulang. (Asikin, dkk, 2016). Fraktur tertutup adalah fraktur yang dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. b. Fraktur terbuka (close fracture) Fraktur terbuka, kondisi dimana tulang sudah menjulur keluar menebus kulit yang membungkus tulang (Asikin, dkk, 2016). Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk dari dalam (from within). Fraktur terbuka merupakan fraktur pada kulit sampai ke patah tulang. Fraktur digradasi terbuka menjadi : -



Grade I : Luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya.



-



Grade II : Luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstentif



-



Grade III : Terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling berat.



Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cendera atau benturan keras, seperti kecelakaan, olahraga, atay karena jatuh. Patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan tulang lebih besar daripada kekuatan tulang (Sartono, 2016).



6. Gejala Klinis Gejala klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan warna (Brunner & Suddarth, 2002). -



Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupkan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.



-



Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan



deformitas,



ekstrimitas



yang



bisa



diketahui



dengan



membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot. -



Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur.



-



Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya (uji krepitus dapat merusakkan jaringan lunak yang lainnnya lebih berat).



-



Pembengkakan akan mengalami perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai trauma dan pendarahan akibat fraktur.



7. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu look, feel, move (Parahita et al., 2013) 1. Look atau inspeksi : memperhatikan atau melihat penampakan dari cedera, apakah terdapat fraktur terbuka (tulang terlihat kontak dengan udara luar). Apakah



terlihat



deformitas



dari



ekstremitas



tubuh,



hematoma,



pembengkakan dan lain-lain. 2. Feel atau palpasi : mempalpasi seluruh ekstremitas dari proksimal hingga distal termasuk sendi di proksimal maupun distal dari cedera untuk menilai area rasa sakit, efusi, maupun krepitasi. Seringkali akan ditemukan cedera lain yang terjadi bersamaan dengan cedera utama.



3. Move : Penilaian dilakukan untuk mengetahui ROM (Range of Motion) . Seringkali pemeriksaan ROM tidak bisa dilakukan karena rasa sakit yang dirasakan oleh pasien tetapi hal ini harus tetap didokumentasikan.



8. Pemeriksaan Diagnostik Menurut Watulangi, 2019, pemeriksaan pemeriksaan penunjang pada fraktur yaitu: 1. Anamnesa/ pemeriksaan umum 2. Pemeriksaan



radiologi.



Pemeriksaan



yang



penting



adalah



pemeriksaan



menggunakan sinar Rontgen (sinar-x) untuk melihat gambaran tiga dimensi dari keadaan dan kedudukan tulang yang sulit. 3. CT scan : pemeriksaan bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon. 4. X - Ray : menentukan lokasi, luas, batas dan tingkat fraktur. 5. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang lazim digunakan untuk mengetahui lebih jauh kelainan yang terjadi meliputi : a. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang. b. Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang. c. Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5), aspratat aminotransferase (AST) dan aldolase meningkat pada tahap penyembuhan tulang. Pemeriksaan lain-lain : 1. Biopsi tulang dan otot : pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan di atas, tetapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi. 2. Elekromiografi : terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur. 3. Artroskopi : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan. 4. MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. 5. Indigium Imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.



9. Diagnosis/kriteria diagnosis Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar X. Setelah mengalami cedera, pasien akan mengalami kebingungan dan tidak menyadari adanya fraktur, serta berusaha berjalan dengan tungkai yang patah. Nyeri berhubungan dengan



fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan antar fragmen tulang dan sendi disekitar fraktur. Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan untuk mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan (Putri, 2021)



10. Theraphy/tindakan penanganan Penanganan fraktur yaitu reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi yaitu mengembalikan fragmen fraktur tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktu r bergantung pada sifat frakturnya. Metodereduksi fraktur adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya ( ujung-ujungnya saling berhubungan ) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi harus disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang solid terjadi. Tahap selanjutnya yang dilakukan setelah reduksi fraktur, adalah mengimobilisasi dan mempertahankan fragemen tulang dalam posisi dan kesajajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan eksterna. Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang, dapat dilakukan dengan reduksi dan imobilisasi. Status neorovaskular dipantau, latihan isometrik dan setting otot, serta partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk membaiki kemandirian fungsi dan harga diri (Tampubolon, 2021). a. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula. b. Imobilisasi fraktur c. Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna d. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi -



Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.



-



Pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri.



-



Status neurovaskuler (misalnya peredarahan, nyeri, perabaan gerakan) dipantau



-



Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atropi disuse dan meningkatkan peredarahan



11. Komplikasi Menurut Putri (2021) secara umum komplikasi fraktur terdiri atas komplikasi awal dan komplikasi lama yaitu : 1. Komplikasi Awal a. Syok Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatkan permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal ini biasanya terjadi pada fraktur. Pada beberapa kondisi tertentu, syok neurogenik sering terjadi pada fraktur femur karena sakit yang hebat pada pasien. b. Kerusakan arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh tidak adanya nadi CRT (Cappliary Refill Time) menurun, sianosis bagian distal , hematoma yang lebar, serta dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi pembidaian, serta perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan. c. Sindrom kompartemen Sindrom kampartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu pembengkakan dari edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf dan pembuluh darah. Tanda khas untuk sindrom kompartemen adalah 5P yakni pain(nyeri lokal), paralysis (kelumpuhan tungkai), dan pulsesessnes (tidak ada denyut nadi, perubahan nadi, perfusi yang tidak baik dan CRT>3 detik pada bagian distal kaki) d. Infeksi Sistem pertahan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma ortopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin (ORIF dan OREF) atau plat. e. Avaskular nekrosis



Avaskular nekrosis (AVN) terjadi aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya volkman`s ischemia. f. Sindrom emboli lemak Sindrom emboli lemak (fat embolism syndrom-FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena selsel lemak yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardia, hipertensi, takipnea, dan demam. 2. Komplikasi Lama a. Delayed Union Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk sembuh atau tersambung dengan baik.Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang. Deleyed Union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan (3 bulan) untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah. b. Non-Union Non-Union apabila fraktur tidak sembuh dalam waktu antara 6-8 bulan dan tidak terjadi konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Psedoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi yang disebut infected pseudoarthrosi c. Mal-Union Mal-union adalah keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, pemendekan atau menyilang misalnya pada fraktur radius-ulna.



DAFTAR PUSTAKA



Aditya Cahyo B., Meri Oktariani. 2021. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aman Nyaman Nyeri Akut Ahmadi, A., Psikologi, D., Kedokteran, F., Charles, K., Kedokteran, F., Ge, D., & Angeles, L. (2016). nyeri pada trauma: Studi review. Internasional Pain Managemen Trauma, 8(2), 89–98. Asikin, M, Nasir, M.Podding, I Takko,dkk. (2016). Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Erlangga Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta Putri Diana Indah. 2021. Karya Tulis Ilmiah : Managemen Nyeri Pada Fraktur. Parahita, P. S., Kurniyanta, P., Sakit, R., Pusat, U., & Denpasar, S. (2013). Management of Extrimity Fracture in Emergency Department. e-Jurnal Medika Udayana, 2(9), 1597–1615. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian



RI



tahun



2018.



http://www.depkes.go.id/resour



ces/download/infoterkini/mater i rakorpop 2018/ Hasil%20Riskesdas%202018.p df- Diakses Agustus 2018 Sartono. (2016). Basic Trauma Cardiac Life Support. Bekasi : GADAR Medik MedanSchneider, Petra. (2011). Pertolongan Pertama Gawat Daurat. Bali : Yayasan IDEP. Tampubolon Agustina. 2021. Literatur Review : Pengetahuan Anggota PMR Dalam Penanganan Fraktur Dengan Metode Balut Bidai Tahun 2021 Watulangi Fajar. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Tn.T Dengan Masalah Open Fraktur Tibia Fibula Di Ruang Inap Bedah Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2019.



Pathway Patologis (Penurunan densitas tulang karena tumor, osteoporosis)



Perubahan status Kesehatan



Trauma langsung/ Tidak langsung



Trauma langsung/ Tidak langsung



Jaringan tidak kuat/ tidak dapat menahan



Fraktur



Perubahan letak fragmen/depormitas



Kurangnya informasi Luka Terbuka Kuranganya Pengetahuan



Kuman masuk kedalam luka



Kerusakan bagianbagian yang lunak



Risiko Infeksi



Gerak terbatas



Imobilitas



Gangguan mobilitas fisik



Jaringan syaraf rusak/ fungsi menurun



Impuls nyeri dibawa ke otak



Kehilangan fungsi gerak



Otak menterjemahkan impuls nyeri



Nyeri Akut