NKP 9 Sisrenstra Polri Edid Agnes [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN



DNKP : 9 (ACUAN)



NASKAH KARYA PERORANGAN TOPIK PROGRAM LIDIK DAN SIDIK TINDAK PIDANA TERHADAP DEMOKRASI YANG MENJUNJUNG TINGGI HAM JUDUL STRATEGI POLRI MENINGKATKAN KUALITAS PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA GUNA MENDUKUNG PENEGAKAN HUKUM YANG HUMANIS DALAM RANGKA TERWUJUDNYA KEPERCAYAAN MASYARAKAT



OLEH OLEH : NAMA : AGNES SUPRAPTININGSIH NO. INDUK : XVIII - 463 SINDIKAT :V POK DISKUSI : VIII ( DELAPAN ) PESERTA SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN ADMINISTRASI TINGKAT TINGGI DIKREG KE – 18 T.P. 2010



1



MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN



STRATEGI POLRI MENINGKATKAN KUALITAS PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA GUNA MENDUKUNG PENEGAKAN HUKUM YANG HUMANIS DALAM RANGKA TERWUJUDNYA KEPERCAYAAN MASYARAKAT



BAB I PENDAHULUAN 1.



Latar Belakang Berdasarkan UU No. 2 tahun 2002 Tentang Polri, salah satu tugas pokok Polri adalah sebagai aparat penegak hukum. Berbagai kasus hukum yang terjadi di tengah masyarakat, baik yang bersifat konvensional, kejahatan terhadap kekayaan negara, kejahatan trans nasional maupun yang bersifat kontijensi merupakan tugas Polri untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan sehingga akan dapat mengungkap kasus-kasus hukum tersebut. Dalam rangka melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus , perilaku dan kemampuan penyidik sangat penting. Penyidik yang berkualitas, profesional dan kompeten akan dapat menunjang penegakan hukum yang terjadi di berbagai wilayah. Penyidik merupakan ujung tombak dalam menyelesaikan dan mengungkap berbagai tindak pidana yang terjadi di tengah masyarakat.1 Pengetahuan, keterampilan, dan integritas penyidik sangat dibutuhkan dalam rangka penangkapan, penahanan, pemeriksaan, dan penyitaan terhadap berbagai pihak yang dianggap terkait dan terlibat dalam kasus hukum. Kemampuan penyidik dalam melakukan penyidikan yang profesional, tentunya akan berpengaruh terhadap citra Polri di tengah masyarakat. Persepsi masyarakat saat ini



menunjukkan bahwa oknum penyidik Polri masih dinilai



kurang bersih, masih bisa disuap, suka memeras, dan kadangkala bekerjasama dengan para tersangka kasus hukum. Hal ini kemudian yang membuat citra negatif Polri di mata masyarakat. Survei dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) pada tahun 2009 menyatakan bahwa aparat penyidik dari satuan reskrim adalah satuan Polri yang paling banyak mendapatkan pengaduan masyarakat.2 Hal ini 1



Mabes Polri, Manajemen SDM Polri, Jakarta, Tahun 2005, hal. 27 Kompas, 22 Februari 2010.



2



2



tentu harus disikapi dengan baik oleh para penyidik untuk mengubah perilaku yang dinilai justru bertentangan dengan etika profesi Polri. Aparat penyidik merupakan ujung tombak dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap berbagai kasus hukum yang terjadi di tengah masyarakat. Perilaku penyidik harus dibina secara baik sehingga akan tampil sosok dan profil penyidik yang sopan, santun, ramah, adil, transparan, dan akuntabel serta bermoral. Perilaku penyidik yang memegang teguh etika profesi Polri tentunya akan dapat membangun pelayanan publik yang unggul sehingga akan mampu mewujudkan postur Polri yang professional, modern, dan bermoral. Saat ini Polri sedang melaksanakan kebijakan reformasi birokrasi Polri sebagai bagian dari reformasi Polri secara menyeluruh. Menurut Kapolri, reformasi birokrasi Polri merupakan kunci untuk merubah kultur Polri yang berbasis paradigma Polisi sipil dimana salah satunya adalah transparansi penyidikan. Berkaitan dengan transparansi penyidikan yang diperankan oleh penyidik, Polri menyadari bahwa peningkatan kualitas manajemen penyelidikan dan penyidikan yang meliputi manajemen pembinaan dan fungsional manajemen sangatlah diperlukan. Dengan demikian, proses penegakan hukum yang humanis dan berkeadilan akan terwujud apabila terdapat kemampuan penyidik Polri di lingkungan satreskrim yang adil dan bermoral, sarana prasarana yang mewadahi, anggaran yang cukup dan sistem dan metode yang tepat, sehingga akan mendorong akuntabilitas dan transparansi pelayanan penyidikan yang pada gilirannya akan mampu mewujudkan reformasi birokrasi Polri sebagaimana telah ditetapkan oleh Polri. Kemampuan penyidik dalam melakukan proses penyelidikan dan penyidikan sangat ditentukan oleh penyusunan perencanaan program yang ditentukan oleh satuan atas. Kualitas penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polri tergantung dari seberapa besar anggaran yang dialokasikan, seberapa besar pemenuhan sarana prasarana yang diberikan, seberapa besar sismet yang dibuat, dan seberapa besar perencanaan personil yang ditetapkan. Berdasarkan uraian mengenai proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana dikaitkan dengan pentingnya perencanaan strategis, maka penulis memilih judul NKP sebagai berikut : “Strategi Meningkatkan Kualitas Penyelidikan Dan



3



Penyidikan Tindak Pidana Guna Mendukung Penegakan Hukum yang Humanis dalam rangka Terwujudnya Kepercayaan Masyarakat”. 2.



Pokok Masalah dan Persoalan a.



Pokok Masalah Berdasarkaan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka pokok masalah yang dituangkan dalam pernyataan berikut ini : “ Kualitas



penyelidikan dan penyidikan tindak pidana masih belum



sepenuhnya optimal, dikarenakan belum maksimalnya aspek manajemen sehingga kurang mendukung penegakan hukum yang humanis oleh Polri “. b.



Persoalan Adapun pokok-pokok persoalan dalam tulisan ini dituangkan dalam pernyataan berikut ini : 1)



Belum mantapnya kesiapan



manajemen pembinaan (personel,



materiil, anggaran dan sismet) dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana. 2)



Belum mantapnya kesiapan pengorganisasian,



fungsional manajerial ( perencanaan,



pelaksanaan



dan



pengendalian)



dalam



penyelidikan dan penyidikan tindak pidana. 3.



Ruang Lingkup Pembatasan bidang dalam NKP ini merujuk pada upaya strategis pimpinan Polri dalam meningkatkan kualitas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, yang dilihat dari kesiapan aspek manajemen pembinaan ( personel, materiil, anggaran dan sismet) dan aspek manajerial fungsional ( perencanaan,pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian) melalui analisa teoritik teori IFAS, EFAS. Sedangkan pembatasan lokasi/wilayah adalah satuan organisasi Polri secara menyeluruh.



4.



Tata Urut Bab I



Pendahuluan Bab ini memaparkan latar



belakang perlunya meningkatkan kualitas



penyelidikan dan penyidikan tindak pidana



, selain itu juga dijelaskan



pokok permasalahan dan pokok pokok persoalan, ruang lingkup penulisan dan sistematika penulisan serta pengertian. Bab II



Kajian Kepustakaan



4



Bab ini menguraikan tentang landasan teori yang digunakan untuk kepentingan pembahasan bab bab berikutnya. Bab III Aspek manajemen pembinaan dan fungsional manajerial dalam meningkatkan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana saat ini Bab ini menjelaskan tentang kondisi manajemen pembinaan dan fungsional manajerial dalam meningkatkan kualitas penyelidikan dan penyidikan saat ini Bab IV Faktor Faktor yang Mempengaruhi Dalam bab ini menggambarkan tentang mempengaruhi



faktor faktor yang



baik faktor internal maupun eksternal yang meliputi



kekuatan, kelemahan, peluang dan kendala. Bab V



Kondisi aspek manajemen pembinaan dan fungsional manajerial dalam penyidikan dan penyelidikan yang diharapkan Bab ini menggambarkan tentang kondisi kualitas penyelidikan dan penyidikan yang diharapkan baik menyangkut manajemen pembinaan maupun fungsional manajerial.



Bab VI



Upaya Pemecahan Masalah Bab ini menguraikan tentang langkah langkah strategi yang akan dilakukan dalam upaya peningkatan kualitas



penyelidikan dan



penyidikan tindak pidana. Bab VII Penutup Bab ini menguraikan hasil pembahasan dan analisis berupa kesimpulan yang selanjutnya ditindaklanjuti dalam bentuk pemberian rekomendasi berkaitan dengan peningkatan kualitas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana.



BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN 5.



MP. Sisrenstra Polri



5



Hanjar MP Sisrenstra Polri3 menyatakan bahwa proses pembangunan nasional yang dicanangkan oleh Pemerintah di era reformasi dituangkan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional (SPPN), baik dalam jangka pendek (RKP, 1 tahun), jangka menengah (RPJMN, 5 tahun) dan jangka panjang (RPJPN, 20 tahun) sebagaimana amanat dalam UU No. 25 Tahun 2004 Tentang SPPN. Polri menjabarkan kebijakan pemerintah tersebut dengan menyusun Grand Strategi Polri 2005 – 2025 (kajang), Renstra Polri 2010 – 2014 (kadang), dan Renja Polri 2010 (kadek). Renstra Polri 2010 – 2014 merupakan dokumen perencanaan strategis jangka menengah yang harus dijabarkan oleh setiap Polri dengan menyusun Renstra Polda 2010 – 2014 yang berorientasi pada pembangunan kemitraan/ kerjasama (partnership building). Untuk mengimplementasikan Renstra 2010 – 2014, maka sangat diperlukan langkah-langkah strategis sehingga Renstra 2010 – 2014 yang diimplementasikan dapat mendukung kebijakan strategis Polri dalam rangka mencapai terwujudnya pembangunan nasional. 6. Penagakan hukum yang humanis Menurut DR Benny Harun SH dari Lembaga Bantuan Hukum, Penegakan hukum yang humanis adalah penegakan hukum yang manusiawi, transparan, akuntabel, tidak disertai penyiksaan, tidak diskriminatif, tidak ada kekerasan baik fisik maupun psikis. Oleh karena itu aneka kekerasan ataupun penyiksaan tersangka serta tindakan segala cara untuk memperoleh keterangan tersangka dengan kekerasan tidak dibenarkan. 7.



Teori IFAS & EFAS Teori EFAS dan IFAS digunakan untuk menganalisis faktor eksternal dan faktor internal dari sebuah organisasi. Teori ini digunakan untuk menganalisa suatu organisasi termasuk mekanisme kerjasama organ-organ di dalam organisasi ketika menangani masalah yang dipengaruhi oleh lingkungan eksternal maupun lingkungan



internal.



Situasi



lingkungan



eksternal,



telah



mempengaruhi



pelaksanaan proses organisasi sehingga menjadi kendala dalam mencapai tujuan dan cita-cita organisasi. Di sisi lain kelemahan internal akan dapat menyebabkan 3



MP Sisrenstra Polri, Sespati Polri, Dikreg 18 TP. 2010



6



kurang maksimalnya hasil yang akan dicapai itu sendiri. Oleh karena itu, kendala tersebut harus dapat diminimalisir, sementara peluang yang ada terus dimanfaatkan dan dimaksimalkan. Selain itu, kekuatan yang telah ada dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, sedangkan kelemahan yang ada diupayakan untuk dirubah dengan menjadi kekuatan. 8. Manajemen pembinaan Manajemen pembinaan yang penulis maksudkan disini adalaha sarana yang dipakai untuk pencapaian suatu tujuan yaitu a.



Man ( manusia ) atau sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan.



b.



Money ( Uang ) merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional.



c.



Material adalah sarana yang dipakai untuk mencapai tujuan.



d.



Metode adalah suatu tata cara kerja yang memperlancar jalannya pekerjaan manajer. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbanganpertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha.



9.



Fungsional manajerial Fungsional manajerial adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen terdiri dari : 1. Perencanaan (planning) adalah apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan



secara



7



keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan. 2.



Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu



kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah



dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang



dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil. 3. Pelaksanaan ( actuating ) adalah pelaksanaan dari apa yang telah direncanakan dan telah diorganisasikan 4. Pengendalian ( controlling ) untuk melihat sejauh mana kegiatan atau apa yang telah direncanakan dapat dilaksanakan secara konsekuen.



BAB III MANAJEMEN PEMBINAAN DAN FUNGSIONAL MANAJERIAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN SAAT INI 5. Kesiapan



Manajemen



pembinaan



untuk



meningkatkan



kualitas



Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Saat Ini a. Personil. Penyidik



Polri



belum



semuanya



mengikuti



pendidikan



pengembangan spesialisasi (dikbangspes) reskrim sehingga kualitasnya



8



masih kurang, kemampuan penguasaan teknologi terbatas, penguasaan hukum perundang undangan kurang, melupakan hak hak tersangka, tidak menguasai kasus yang ditangani, kurang menguasai teknis dan taktis pemeriksaan, keuletan kurang/cepat bosan, kurang teguh memegang kerahasiaan informasi,



adanya penyidik yang bersekongkol dengan



tersangka, ketidakakuratan informasi yang diberikan dikarenakan kurang mampunya mencari informasi dan ketidakjujuran, oknum penyidik yang menerima materi tertentu baik dari korban, saksi maupun tersangka, sehingga mempengaruhi netralitas dan independensi kinerja penyidik dalam melakukan penyidikan tindak pidana. b. Sarana Prasarana. Sarana prasarana berupa kendaraan, alat penyadapan, alat untuk mengetahui keberadaan tersangka, teknologi kepolisian lainnya



yang



dimiliki oleh penyidik atau Polri masih terbatas baik jumlah maupun jenisnya, biaya pemeliharaan sarana prasarana yang mahal, sarana prasarana yang dimiliki sudah ketinggalan jaman, kemampuan anggota untuk mengoperasionalkan peralatan maupun memperbaiki apabila terjadi kerusakan masih kurang. c.



Anggaran. Alokasi anggaran dalam DIPA RKA KL untuk penyidikan masih kecil dimana anggaran operasional untuk menangani kasus masih belum sebanding dengan jumlah kasus maupun kompleksnya kasus yang masuk dan harus ditangani, sehingga kadangkala biaya operasional untuk menghadirkan saksi tidak tersedia, biaya untuk mendatangi



TKP



mengalami kesulitan karena keterbatasan bahan bakar. d. Sismet. Kelengkapan administrasi anggota dalam melakukan penangkapan dan



penggeledahan



terkadang



kurang



lengkap,



Pemberian



Surat



Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang mengalami keterlambatan karena masih adanya penyidik yang belum paham benar bahwa program quick wins terkait transparansi pelayanan penyidikan mengharuskan adanya penerbitan SP2HP kepada pelapor.



9



6.



Kesiapan Fungsional Manajerial untuk meningkatkan kualitas Penyelidikan Dan Penyidikan Tindak Pidana Saat Ini a.



Perencanaan. Perencanaan personil, perencanaan sarana prasarana, perencanaan



anggaran, dan perencanaan sismet dalam organisasi Polri masih belum optimal. Dalam perencanaan personil belum menggambarkan bagaimana merencanakan peningkatan kemampuan



penyidik Polri. Perencanaan



personil juga belum mampu menggambarkan secara maksimal tentang keterampilan yang harus dimiliki oleh penyidik sesuai dengan bidang tugasnya yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi. Perencanaan anggaran dalam DIPA juga belum berbasis pada kinerja, indikator kinerja masih abstrak dan sulit diukur secara kuantitatif. Perencanaan sarana prasarana juga belum sesuai dengan kebutuhan organisasi satuan reskrim. Perencanaan sistem penugasan, pembuatan target penyelesaian kasus setiap anggota maupun unit masih kurang tepat. b. Pengorganisasian. Pengorganisasian penyidik belum dilakukan secara optimal dimana penugasan penyidikan kadangkala tidak sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan penyidik. Penyidik yang ahli di bidang penyidikan pidana ekonomi, justru ditugaskan menangani penyidikan tindak pidana kriminal. Pengorganisasian dalam penyidikan belum dilakukan secara sistematis karena lemahnya pengarahan dan pengawasan dari pimpinan dalam menekankan tentang siapa berbuat apa, bagaimana caranya, dan kapan dilakukan serta siapa penanggungjawabnya. c. Pelaksanaan. Pelaksanaan penyidikan belum sesuai dengan aturan hukum dan aturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya KUHAP. Penyidik masih ada yang melakukan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam



melakukan



penangkapan,



tahapan



penahanan,



penyidikan, pemeriksaan,



mulai



dari



pemanggilan,



penggeledahan,



penyitaan,



pembuatan BAP, dan melimpahkan BAP ke pihak JPU (Kejaksaan). Oknum Penyidik melakukan pungli, menerima suap, dan menjadikan saksi jadi tersangka dan menjadikan tersangka menjadi saksi, serta dugaan



10



rekayasa BAP oleh oknum penyidik. Penyidik juga masih lemah dalam melakukan koordinasi lintas sektoral sesuai dengan kasus yang ditangani sehingga akan menjadi penghambat proses penyidikan. d. Pengendalian Dalam aspek pengendalian, pelaksanaan gelar perkara kadangkala kurang lengkap dan kurang transparan/menutup nutupi.



Laporan hasil



penyidikan ke satuan atas juga jarang dilakukan dan kadangkala terlambat melaporkannya. Laporan dari anggota tidak sesuai dengan kenyataan/ menutup nutupi, sehingga menyebabkan kesalahan pimpinan dalam mengambil kebijakan.



Pemberian SP2HP yang dilakukan oleh penyidik



kepada pemohon juga kadangkala terlambat disampaikan, dan bahkan ada yang tidak memberikan SP2HP dan SP2HP hanya dijadikan sebagai formalitas belaka.



11



BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 7. Internal a. Kekuatan 1)



UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri yang merupakan pedoman Polri dalam pelaksanaan tugas.



2)



Adanya pengalokasian secara khusus anggaran untuk penyelidikan dan penyidikan tindak pidana.



3)



Kode Etik Profesi Polri dan peraturan disiplin anggota Polri yang dapat dijadikan sebagai pedoman perilaku anggota Polri dalam melaksanakan tugasnya.



4)



Adanya unit unit organisasi dalam fungsi reskrim sehingga penyelidikan dan penyidikan tindak pidana dapat lebih fokus.



5)



Adanya komitmen pimpinan Polri untuk menyelesaikan setiap kasus tindak pidana secara maksimal.



b. Kelemahan 1)



Masih



terbatasnya



perundang



kemampuan



undangan,



anggota



pengoperasionalan



dalam



penguasaan



sarana



prasarana,



penguasaan terhadap kasus tindak pidana yang ditangani. 2)



Masih terbatasnya sarana prasarana yang dimiliki guna pelaksanaan penyelidikan



dan



penyidikan,



sehingga



menyulitkan



dalam



pengungkapan tindak pidana yang menggunakan teknologi canggih. 3)



Masih terbatasnya anggaran yang dialokasikan untuk penyelidikan maupun penyidikan tindak pidana.



4)



Kurang matangnya perencanaan personel yang akan ditugaskan, anggaran yang diperlukan, sarana prasarana, sistem dan metode yang diterapkan.



5)



Tidak rutinnya pelaksanaan evaluasi tentang kegiatan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan anggota baik berupa gelar, supervisi maupun evaluasi terhadap laporan.



8. Eksternal



12



a. Peluang 1)



Kebijakan pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II yang selalu menekankan pentingnya penegakan hukum yang humanis, berkeadilan, profesional yang profesional, bermoral dan modern.



2)



Dukungan DPR dengan menambah pengalokasian anggaran untuk Polri termasuk didalamnya adalah untuk anggaran penyelidikan dan penyidikan tindak pidana.



3)



Banyaknya lembaga lembaga pendidikan baik dalam maupun luar negeri yang memberikan kesempatan kepada anggota Polri untuk mengikuti pendidikan khususnya dibidang reserse.



4)



Adanya sejumlah LSM yang bergerak di bidang penegakan hukum, seperti ICW dan lain-lain yang selalu memberikan kritikan yang konstruktif bagi penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri.



5)



Adanya Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang dibentuk oleh Presiden SBY yang selalu memberikan masukan konstruktif bagi aparat penegak hukum di Indonesia.



b. Kendala 1)



Perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat pesat, yang dimanfaatkan oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindak pidana .



2)



Adanya stigma dan persepsi sebagian masyarakat yang cenderung selalu memandang negatif terhadap kinerja penyelidikan dan penyidikan Polri dalam menangani setiap kasus hukum sehingga setiap keberhasilan penegakan hukum Polri selalu dipandang sebelah mata.



3)



Kemajuan sarana prasarana atau peralatan kepolisian yang begitu cepat, dengan harga yang mahal sehingga merupakan hambatan bagi Polri untuk memiliki. Akibatnya Polri sering tidak dapat menyelesaikan kasus kasus yang menggunakan peralatan canggih.



4)



Adanya isu mafia hukum, mafia peradilan, markus, mafia pajak, dan lain-lain sehingga telah mencoreng citra Polri sebagai aparat penegak hukum.



13



5)



Pemerintah tidak selalu memenuhi kebutuhan anggaran yang diajukan oleh Polri yang telah direncanakan dan disusun sesuai dengan kebutuhan nyata organisasi Polri.



BAB V MANAJEMEN PEMBINAAN DAN FUNGSIONAL MANAJERIAL UNTUK MENDUKUNG PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN YANG DIHARAPKAN 9. Manajemen Pembinaan Untuk Meningkatkan kualitas Penyelidikan Dan Penyidikan Tindak Pidana Yang Diharapkan a. Personil.



14



Terwujud kualitas penyidik yang memenuhi persyaratan sebagai penyidik sehingga dapat melakukan proses penyelidikan dan penyidikan secara cepat, tepat dan akurat, transparan yang pada akhirnya berguna dalam menegakan hukum yang humanis dan berkeadilan. b. Sarana Prasarana. Terwujud sarana prasarana penyidik yang lengkap, modern, dan memadai sehingga akan dapat menunjang proses penyidikan tindak pidana. Proses penyidikan tindak pidana akan dapat transparan dan akuntabel serta berkualitas apabila didukung oleh materiil, logistik dan sarana prasarana yang memadai. c. Anggaran. Adanya alokasi anggaran yang memadai dalam DIPA RKA KL yang disusun setiap tahunnnya sehingga setiap kasus atau tindak pidana dengan berbagai kategori, baik kategori kasus mudah, sedang, sulit dan sangat sulit dapat dibiayai oleh alokasi anggaran yang ada. Harapannya, alokasi anggaran dapat ditetapkan berdasarkan indeksasi dan standar kinerja yang ada sehingga mutlak anggaran berbasis kinerja harus diterapkan dalam program penyelidikan dan penyidikan Polri. d. Sismet. Adanya sistem dan metode penyelidikan dan penyidikan yang modern, dimana SP2HP dalam proses penyidikan tindak pidana dapat diterapkan secara konsisten sehingga akan dapat meningkatkan kualitas proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana. 10. Fungsional Manajerial untuk meningkatkan Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana, yang Diharapkan a.



Perencanaan. Terwujudnya proses perencanaan personil yang sesuai kebutuhan baik kuantitas maupun kualitasnya, perencanaan anggaran, perencanaan sarana prasarana dan perencanaan strategis lainnya dalam program penyelidikan dan penyidikan tindak pidana sehingga akan dapat dijadikan



15



sebagai pedoman dalam menegakan hukum yang humanis di tengah masyarakat. b.



Pengorganisasian. Terwujudnya proses pengorganisasian dalam setiap penyidikan yang dilakukan berdasar kualifikasi atau kemampuan penyidik, dan diatur siapa berbuat apa, bagaimana caranya, dan siapa yang bertanggungjawab, termasuk bagaimana kerjasama antar satuan fungsional dan satuan kewilayahan dalam mengungkap setiap tindak pidana yang terjadi di tengah masyarakat.



c.



Pelaksanaan. Terwujudnya proses pelaksanaan program penyelidikan dan penyidikan tindak pidana dimana pimpinan Polri harus berada di tengahtengah penyidik untuk memberikan semangat dan memberikan arahan apabila perlu adanya arahan pimpinan sehingga akan memotivasi penyidik dalam melakukan penyidikan, termasuk mencegah adanya pelanggaran dan penyimpangan.



d.



Pengendalian. Terwujudnya pemberian SP2HP



secara cepat, tepat dan akurat



sehingga akan dapat mengawasi proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik agar supaya tetap konsisten berada dalam jalur penyidikan yang benar tanpa ada penyimpangan. Perlu ditegaskan bahwa setiap pelanggaran diberikan punishment dan setiap kepatuhan diberikan reward sehingga akan dapat menunjang kualitas proses penyidikan yang akuntabel.



BAB VI UPAYA PEMECAHAN MASALAH Dalam menentukan



upaya pemecahan ini, penulis menggunakan teori



IFAS, EFAS DAN SFAS dengan memperhatikan persoalan yang ada dikaitkan dengan kekuatan, kelemahan, peluang dan kendala yang ada. Selanjutnya ditentukan langkah strategis baik jangka pendek, sedang maupun panjang dengan mengacu pada visi, misi, tujuan dan kebijakan yang telah ditentukan.



16



14.



Visi Visi yang ditetapkan adalah : “Mewujudkan kesiapan aspek manajemen pembinaan dan manajerial fungsional Polri sehingga dapat meningkatkan kualitas proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana guna menegakan hukum yang transparan, akuntabel, independen, humanis, dan berkeadilan dalam rangka kepercayaan masyarakat terhadap Polri”.



15.



Misi a.



Mewujudkan kesiapan aspek pembinaan yang meliputi personil, materiil, anggaran, dan sismet yang sangat penting dalam mendukung program penyelidikan dan penyidikan tindak pidana.



b.



Mewujudkan aspek kesiapan manajerial fungsional yang meliputi aspek perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian dalam proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana.



16.



Tujuan a.



Meningkatkan kualitas penyelidikan dan penyidikan sehingga dapat mendukung proses penegakan hukum yang humanis dalam rangka terwujudnya citra Polri yang positif dimata masyarakat.



b.



Mengakselerasi



penegakan



hukum



yang



humanis



sehingga



dapat



meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri dalam rangka terwujudnya kepercayaan masyarakat. 17.



Sasaran a.



Terciptanya penegakan hukum yang humanis sehingga dapat menjamin kepastian hukum di tengah masyarakat dalam rangka harkamtibmas.



b.



Terbangunnya sinergitas antar aparat penegak hukum sehingga dapat mendukung setiap penyidik Polri dalam menangani setiap tindak pidana yang terjadi di tengah masyarakat.



18.



Analisis Ifas & Efas 1)



Internal Factor Analysis Strategy (IFAS) Internal Factor Analysis Strategy Faktor Strategik Internal



Bobot



Rating



Skor



Kekuatan 1.



UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri



0,09



5



0,45



2.



Pengalokasian anggaran untuk penyidikan



0,12



6



0,72



3.



Kode Etik Profesi Polri yang dapat dijadikan sebagai pedoman



0,10



5



0,50



Ket



17



perilaku anggota Polri 4.



Adanya unit unit organisasi.



0,11



6



0,66



5.



Komitmen pimpinan



0,08



7



0,56



Sub Jumlah:



0,50



2,89



Kelemahan 1.



Keterbatasan kemampuan anggota dalam penguasaan Per UU



0,12



6



0,72



2.



Masih terbatasnya sarana prasarana



0,09



6



0,54



3.



Terbatasnya anggaran



0,11



4



0,44



4.



Kurang matangnya perencanaan personel, sarpras, anggaran dan sismet



0,07



5



0,35



5.



Kurangnya pelaksanaan evaluasi, supervisi, gelar operasional



0,11



4



0,44



2)



Sub jumlah:



0,50



2,49



Total Jumlah:



1,00



5,38



Eksternal Factor Analysis Strategy (EFAS) Eksternal Factor Analysis Strategy Faktor Strategik Eksternal



Bobot



Rating



Skor



Peluang 1.



Kebijakan pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II yang selalu menekankan pentingnya penegakan hukum yang humanis



0,12



6



0,72



2.



Dukungan DPR dengan penambahan anggaran Polri



0,10



5



0,50



3.



Banyaknya lemdik yang memberi kesempatan belajar



0,08



6



0,48



4.



Adanya sejumlah LSM yang selalu memberikan kritikan yang konstruktif bagi penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri



0,11



5



0,55



5.



Adanya Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang dibentuk oleh Presiden SBY



0,09



4



0,36



Sub jumlah:



0,50



1.



Perkembangan Iptek dimanfaatkan orang yang tidak bertanggung jawab



0,13



6



0,78



2.



Persepsi negatif masyarakat tentang Polri



0,08



7



0,56



3.



Kemajuan sarpras



0,12



5



0,60



4.



Adanya isu mafia hukum, mafia peradilan, markus, mafia pajak,



0,09



6



0,56



5.



Pemerintah tidak selalu memenuhi kebutuhan anggaran yang diajukan Polri



0,08



5



0,40



Sub jumlah:



0,50



2,61



Kendala



2,88



Ket



18



Total Jumlah:



3)



1,00



5,49



Matriks Internal dan Eksternal KUAT 9



SEDANG 6



5,38



0 1.



GROWTH



2.



Konsentrasi melalui integrasi vertikal



F A K T O R



EK ST ER N AL



TI N G GI



Konsentrasi melalui integrasi horizontal



3 3. RETRENCHMENT Penghematan (berbenah diri)



6 4. CAREFULLY 5,49



SE D A N G R E N D A H



GROWTH



LEMAH



Berhati-hati



5.a GROWTH Konsentrasi melalui integrasi horizontal



5.b



STABILITY



Organisasi tidak melakukan perubahan



3 7.



GROWTH



Diversifikasi konsentrik



8.



GROWTH Diversifikasi konglomerasi



SUMBER DAYA INTERNAL



6. RETRENCHMENT



Captive (keterikatan)



9. RETRENCHMENT Likuidasi



19



Dari



matriks



internal



dan



eksternal



sebagaimana



digambarkan di atas maka posisi peningkatan kualitas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana terletak pada sel 5a yaitu “GROWTH” konsentrasi melalui integrasi horizontal. Artinya bahwa posisi peningkatan kualitas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana saat ini berada dalam posisi berkembang, namun perlu mendapat perhatian yang lebih besar mengingat banyak pihak yang berkepentingan terhadap penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh Polri. Strategi yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana adalah dengan meningkatkan



komitmen



personel,



melengkapi



materiil/logistik/sarpras, mengalokasikan anggaran keuangan yang memadai, dan menyempurnakan sismet secara modern dan berbasis teknologi informasi, sehingga akan mampu menciptakan penegakan hukum yang humanis dalam rangka terwujudnya kepercayaan masyarakat. 4)



Strategic Factor Analysis Summary (SFAS) STRATEGIC FACTOR ANALYSIS SUMMARY (SFAS) FAKTOR STRATEGI KUNCI



BOBOT



SKOR



NILAI



1. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri



0,09



5



0,45



2. Kurangnya anggaran



0,12



6



0,72



3. Kurangnya pelaksanaan evaluasi, gelar, supervisi



0,11



4



0,44



4. Keterbatasan kemampuan anggota



0,07



5



0,35



5. Perkembangan Iptek



0,12



6



0,72



6. Keterbatasan sarana prasarana



0,11



5



0,55



7. Adanya Satgas Pemberantasan Mafia Hukum



0,09



4



0,36



8. Banyaknya lemdik utk meningkatkan kemampuan



0,13



6



0,78



9. Adanya unit unit organisasi Reskrim



0,08



7



0,56



10.



0,12



5



0,60



Bijak KIB II



Keterangan Penetapan Tahapan Strategi: 0, 35 – 0, 49 : Jangka Pendek 0, 50 – 0, 63 : Jangka Sedang 0, 64 – 0, 78 : Jangka Panjang



5)



Kuadran SWOT



JANGKA WAKTU JPD JM JP



Skor bobot 0,78 – 0,35 = 0,43 0,43: 3 = 0,14 Jangka Pendek 0,35 + 0,14 = 0,49 Jangka Sedang 0,49 + 0,14 = 0,63 Jangka Panjang di atas 0,64



20



Berdasarkan hasil analisis IFAS dan EFAS, diperoleh hasil kekuatan (dengan skor 2,89) lebih besar dari pada kelemahan (dengan skor 2,49) dan peluang (dengan skor 2,61) lebih kecil dari pada kendala (dengan skor 2,88), maka dengan demikian dalam analisis SWOT dapat digambarkan matriks SWOT sebagai berikut: Peluang (O)



III



I



ST TURN AROUND



S>W O>T AGRESIF



Kelemahan (W)



Kekuatan (S) S>W O