PANDUAN PELAYANAAN PKBRS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEDOMAN PELAYANAN KB (KELUARGA BERNCANA) RUMAH SAKIT



RUMAH SAKIT UMUM BALIKPAPAN BARU Jl. MT. Haryono Kompleks Balikpapan Baru Blok A-3A No. 7-9 Balikpapan 76114 Telp (0542) 877330 E-mail: [email protected]



KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM BALIKPAPAN BARU NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN PEDOMAN PELAYANAN KELUARGA BERENCANA (KB) RUMAH SAKIT UMUM BALIKPAPAN BARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM BALIKPAPAN BARU Menimbang



: a.



bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan pada Rumah Sakit Umum Balikpapan Baru, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan yang maksimal dan berkualitas;



b.



bahwa agar pelayanan di Rumah Sakit Umum Balikpapan Baru dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya Keputusan Direktur tentang Pedoman Pelayanan KB Rumah Sakit Umum Balikpapan Baru sebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan Keluarga Berencana di Rumah Sakit Umum Balikpapan Baru;



c.



bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b tersebut di atas, maka dipandang perlu ditetapkan Pedoman Pelayanan KB di Rumah Sakit dengan surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Balikpapan Baru.



Mengingat



: 1.



Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;



2.



Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;



3.



Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;



4.



Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan



5.



Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 tahun 2010 tentang Rekam Medis;



6.



Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga,



7.



Keluarga Berencana, Dan Sistem Informasi Keluarga Permenkes 21 tahun 2021 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan



8.



Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual



9



Peraturan Kepala Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Penyediaan Sarana Penunjang Pelayanan Kontrasepsi Dalam Program Kependudukan, Keluarga Berencana Dan Pembangunan Keluarga



10.



Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan



dan



Pembangunan



Keluarga



perlu



ditetapkan



Peraturan Pemerintah tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga 11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/ Menkes/ SK/ II/ 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit



12.



Peraturan Direktur Utama PT. Medikal Helt Centera Nomor 010/ DIR/ MHC/ II/ 2019 tentang Tata Kelola Rumah Sakit Umum Balikpapan Baru;



13.



Keputusan Direktur Utama PT. Medikal Helt Centera Nomor 002/ SK/ MHC/ I/ 2019 tentang Pengangkatan Direktur Rumah Sakit Balikpapan Baru; MEMUTUSKAN



Menetapkan



: KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM BALIKPAPAN BARU TENTANG PEDOMAN PELAYANAN KELUARGA BERENCANA (KB) RUMAH SAKIT UMUM BALIKPAPAN BARU



Pertama



: Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana (KB) Rumah Sakit Umum Balikpapan



Baru



adalah



sebagaimana



tercantum



dalam



lampiran



keputusan ini , yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini. Kedua



: Kebijakan sebagaimana dimaksud dalam diktum pertama agar digunakan sebagai acuan dalam memberikan pelayanan yang bermutu di lingkungan Rumah Sakit Umum Balikpapan Baru



Ketiga



: Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan oleh Kasie Pelayanan Medik dan Kasie Keperawatan dan Penunjang Medik Rumah Sakit Umum Balikpapan Baru



Keempat



: Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.



Ditetapkan di : Balikpapan Pada Tanggal : 25 Juni 2022 DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM BALIKPAPAN BARU



dr. Listiyono Wahid Romadhoni NIP.



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan anugerahnya yang telah diberikan kepada penyuusn, sehingga Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit (PKBRS) dapat selesai disusun. Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana (KB) merupakan panduan kerja bagi semua pihak yang terkait dengan pelayanan KB dalam tata cara pelaksanaan. Salah satu ruang lingkup dalam kesehatan reproduksi adalah keluarga berencana. Pelayanan KB di Rumah Sakit merupakan salah satu rantai pelayanan KB yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dilakukan rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang sangat potensial dalam pelayanan KB terutama dalam penanganan kasus rujukan, pengayoman medis maupun pelayanan kontrasepsi yang tidak dapat dilakukan olrh fasilitas kesehatan dibawahnya. Pelayanan KB di Rumah Sakit diselenggarakan secara terpadu dengan berorientasi pada keselamatan dan keamanan pasien dan didukung oleh seluruh unit pelayanan.



Penyusun,



Lampiran 1 Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Balikpapan Baru Nomor



:



Tanggal



:



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan KB merupakan salah satu intervensi penurunan Angka Kematian Ibu melalui pencegahan kehamilan berisiko (kehamilan dengan 4 terlalu) dan kehamilan yang tidak diinginkan. Dasar kebijakan pelayanan KB di Indonesia adalah UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang tercantum dalam pasal 78, dimana tujuan pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas dan Pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat. Intervensi dilakukan melalui pemenuhan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan, alat dan obat perbekalan kesehatan, infrastruktur dan sarana pelayanan, regulasi manajemen dan informasi kesehatan, pemberdayaan dan kemitraan serta penelitian dan pengembangan. Dasar kebijakan dalam pelayanan KB di Indonesia adalah Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 87 tahun 2014 pasal 18, dimana tujuan pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk mengatur kehamilan yang diinginkan, menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak, meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan Keluarga Berencana dan kesehatan reproduksi, meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek Keluarga Berencana dan mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. Undang-Undang RI No.52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangun an Keluarga pasal 20 disebutkan bahwa untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas, pemerintah menetapkan kebijakan keluarga berencana melalui penyelenggaraan program keluarga berencana. PKBRS cukup efektif dan efisien dalam akselerasi penurunan kematian maternal dan saat sekarang yang utama dilaksanakan adalah program KB pasca salin (KBPS) dan KB pasca gugur (KBPG). Pelayanan keluarga berencana (KB) di rumah sakit tidak mengalami peningkatan berarti dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020, tempat pelayanan tersebut pasangan usia subur (PUS) paling banyak dilayani oleh Jaringan/Jejaring yaitu sebesar 56,4%. Pada jenis layanan jejaring, Praktek Bidan memberikan pelayanan paling banyak yaitu sebesar 60,8% dari jumlah PUS yang dilayani. Pengguna KB yang memilih FKTP sebagai tempat pelayanan KB tertinggi berada di Provinsi Papua sebesar 63,16%. Sedangkan Provinsi DIY memiliki persentase tertinggi pada layanan FKRTL yaitu sebesar 13,28%. Peningkatan peran rumah sakit pemerintah dan swasta dalam pelayanan KB merupakan salah satu dari strategi revitalisasi program KB nasional dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi yang menjadi goal 4 dan 5 Millennium



Development Goals (MDGs). Menurut WHO (2019) Angka Kematian Ibu (AKI) didunia yaitu sebanyak 303.000 jiwa. Menurut Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia meningkat dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002-2007 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007-2012. Angka Kematian Ibu (AKI) mengalami penurunan pada tahun 2012-2015 menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup dan jumlah kematian ibu di Indonesia pada tahun 2019 yaitu sebanyak 4.221 kasus (Kemenkes RI, 2019). Berdasarkan RISKEDAS tahun 2018 menyatakan bahwa proporsi penggunanan KB pada perempuan usia 10-54 tahun menurut waktu layanan adalah KB pasca salin (post plasenta) atau pasca keguguran berkisar 7,3%. Sedangkan nilai tertinggi pelayanan KB terjadi diatas 42 hari pasca salin berkisar 67,5%. Dalam kenyataannya terjadi perubahan pelayanan KB ditingkat lini lapangan yang antara lain disebabkan oleh kurangnya jumlah serta ketrampilan sumber daya manusia yang mendukung pelaksanaan program KB. Pada tahap persalinan dan nifas, diupayakan agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Setelah melahirkan, diupayakan agar setiap ibu mendapat pelayanan nifas, termasuk KB pasca persalinan. Apabila terjadi komplikasi pada masa kehamilan, persalinan, dan nifas, maka perlu dirujuk dan mendapatkan penanganan tepat waktu di fasyankes dasar (Puskesmas PONED) maupun fasyankes lanjutan (RS PONEK). Program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) Nasional di Indonesia, menganut sistem “cafetaria” dengan menawarkan berbagai jenis kontrasepsi yang relatif aman dan efektif, dimana salah satunya adalah AKDR. Sesuai dengan HTA (Health Technology Assesment) Indonesia yang telah dikeluarkan oleh Kemenkes tentang KB pada periode menyusui, salah satu upaya dalam meningkatkan penggunaan kontrasespi jangka panjang adalah ditujukan pada ibu pasca bersalin dengan menggunakan AKDR pasca persalinan dalam mengatur jarak kehamilan tanpa mempengaruhi produksi air susu ibu (ASI). RS.Balikpapan Baru merupkan salah satu rumah sakit PONEK yang berada di Kota Balikpapan dimana menerima rujukan dari FKTP dan FKTRL untuk kasus kasus kegawatan obstetri dan ginekologi, di rumah sakit ini juga melayani KB yang di kelola oleh Tim PKBRS yang secara kontinyu dan sinergis menjalankan aktivitas pelayanan di bidangnya sesuai budaya kerja SIMPATIK. B. Tujuan 1. Umum : Meningkatkan kemampuan pengelola pelayanan keluarga berencana di Lingkup Rumah Sakit dalam upaya mendukung pengaturan kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan



guna



mewujudkan



keluarga



yang



berkualitas



serta



memabantu



percepatan penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. 2. Khusus a. Meningkatkan kemampuan pengelola program PKBRS dalam pengorganisasian pelayanan KB. b. Meningkatkan pelayanan KB.



kemampuan



pengelola



program



PKBRS



dalam



perencanaan



c. Meningkatkan



kemampuan



pengelola



program



PKBRS



dalam



pelaksanaan



pelayanan KB. d. Meningkatkan kemampuan pengelola program PKBRS dalam pemantauan dan evaluasi pelayanan KB. C. Manfaat dan Sasaran Panduan Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit menjadi acuan untuk meningkatkan kemampuan



manajemen



bagi



Tim



Pelayanan



Keluarga



Berencana



Rumah



Sakit



RS.Balikpapan Baru. D.



Ruang Lingkup Ruang



lingkup



penyusunan



Panduan



Pelayanan



KB



meliputi:



Pengorganisasian,



Perencanaan dan Advokasi, Pelaksanaan, Pemantauan dan Evaluasi Pelayanan KB



BAB II DEFINISI A. Contraceptive Prevalence Rate (CPR) Persentase cakupan peserta KB aktif dibandingkan dengan jumlah PUS di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. B. Efek Samping Kontrasepsi Efek yang tidak diinginkan yang dapat terjadi akibat penggunaan alat kontrasepsi C. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. D. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) Fasilitas Kesehatan pelayanan komprehensif spesialistik atau sub spesialistik. E. Informed consent Persetujuan tidak dan atau tertulis tentang tindakan medis yang diberikan kepada klien atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap klien tersebut. F. KB Pasca Persalinan Penggunaan suatu metode kontrasepsi sesudah melahirkan sampai 6 minggub / 42 hari melahirkan. G. Kegagalan KB Kasus terjadinya kehamilan pada akseptor KB aktif, yang pada saat tersebut menggunakan metode kontrasepsi. H. Komplikasi Kontrasepsi Gangguan kesehatan ringan sampai berat bagi klien yang terjadi akibat penggunaan metode kontrasepsi. I. Pasangan Usia Subur (PUS) pasangan yang istrinya berumur antara 15-49 tahun. J. Peserta KB Aktif (Current User):Akseptor yang pada saat ini sedang memakai alat dan obat kontrasepsi (alokon) untuk menjarangkan kehamilan atau yang mengakhiri kesuburan, dan masih terlindungi oleh kontrasepsi. K. Peserta KB Baru Peserta yang baru pertama kali menggunakan metode kontrasepsi termasuk mereka yang pasca keguguran dan sesudah melahirkan



L. Perkiraan Permintaan Masyarakat (PPM) Jumlah perkiraan alokon yang dibutuhkan masyarakat yang harus dicapai dalam periode waktu tertentu M. Unsafe abortion Prosedur penghentian kehamilan oleh tenaga kurang terampil (tenaga medis/non medis), alat tidak memadai, lingkungan tidak memenuhi syarat kesehatan (WHO, 1998). N. Total Fertility Rate/TFR (Angka Kelahiran Total): Rata-rata banyaknya anak yang dilahirkan hidup oleh seorang wanita selama masa reproduksinya. O. Unmet Need Pasangan usia subur yang tidak ingin punya anak lagi atau yang ingin menjarangkan kelahiran, tetapi tidak menggunakan kontrasepsi. F. K/0/KB Kartu Pendaftaran Fasilitas Kesehatan KB bukti Fasilitas Kesehatan telah teregistrasi dalam Sistem Informasi Manajemen (SIM) BKKBN



BAB III INTEGRASI PELAYANAN KB



A. Sistem Kesehatan Nasional Kebijakan pelayanan KB merupakan upaya pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur dalam rangka membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas, upaya pencegahan kehamilan yang tak diinginkan dalam rangka menurunkan kematian Ibu, pelayanan KB sebagai salah satu upaya kesehatan masyarakat esensial dan pelayanan KB diberikan melalui pelayanan kontrasepsi yang berkualitas dalam rangka memenuhi hak reproduksi klien. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) diselenggarakan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Pengelolaan kesehatan diselenggarakan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi- tingginya. SKN menjadi acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan pembangunan kesehatan yang dimulai dari kegiatan perencanaan sampai dengan kegiatan monitoring dan evaluasi. SKN dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat secara berkelanjutan, sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan dengan menjaga kemajuan, kesatuan, dan ketahanan nasional. Melalui pendekatan SKN, terdapat 7 komponen SKN yaitu: 1. Upaya Kesehatan Upaya kesehatan diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi/ kabupaten/kota, dan/atau masyarakat/swasta melalui upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan pemulihan kesehatan. Pelaksanaan SKN ditekankan pada peningkatan perilaku dan kemandirian masyarakat, profesionalisme sumber



daya



manusia



kesehatan,



serta



upaya



promotif



dan



preventif



tanpa



mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. 2. Sumber Daya Manusia Fokus penting pada pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan guna menjamin ketersediaan, pendistribusian, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia kesehatan melalui perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan. Profesionalisme sumber daya manusia kesehatan merupakan tuntutan bagi seluruh tenaga kesehatan yang mengabdikan dirinya dalam pelayanan dan manajemen kesehatan di fasilitas kesehatan (meliputi fasilitas pelayanan kesehatan dan institusi pendidikan kesehatan), termasuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi kader kesehatan. 3. Obat dan Alat Kesehatan Menjamin aspek keamanan, ketersediaan, pemerataan, keterjangkauan serta mutu obat dan alat kesehatan di semua fasilitas pelayanan kesehatan primer dan rujukan; melindungi masyarakat dari penggunaan obat yang salah dan penyalahgunaan obat; meningkatkan penggunaan obat yang rasional; serta upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri.



4. Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan kesehatan meliputi public dan private good memegang peran yang amat penting



untuk



penyelenggaraan



pelayanan



kesehatan



dalam



mencapai



tujuan



pembangunan nasional. Pembiayaan kesehatan meliputi komponen pembiayaan untuk pelayanan kesehatan, ketersediaan tenaga, transportasi, logistik dan upaya manajemen lainnya. Dengan sistem pembiayaan ini, diharapkan akan mencapai universal health coverage tahun 2019 sesuai dengan amanat UU Republik Indonesia Nomor 40/2004 tentang SJSN dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24/2011 tentang BPJS. 5. Sistem/ Informasi/ Regulasi/ Manajemen Sistem Informasi Kesehatan adalah seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi, indikator, prosedur, perangkat, teknologi, dan sumber daya manusia yang saling berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna dalam mendukung pembangunan kesehatan. Informasi Kesehatan adalah Data Kesehatan yang telah diolah atau diproses menjadi bentuk yang mengandung nilai dan makna yang berguna untuk meningkatkan pengetahuan dalam mendukung pembangunan kesehatan. Peranan manajemen kesehatan adalah koordinasi, integrasi, regulasi, sinkronisasi, dan harmonisasi berbagai sub-sistem SKN agar efektif, efisien, dan transparan dalam penyelenggaraan SKN yang meliputi tersedianya Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK); bimbingan dan pengawasan; pemantauan dan evaluasi; umpan balik (feed back) dan reward bagi yang berprestasi. 6. Pemberdayaan masyarakat Pemberdayaan masyarakat dan upaya kesehatan pada hakekatnya merupakan fokus dari pembangunan kesehatan. SKN akan berfungsi optimal apabila ditunjang oleh dukungan pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari pelaku pembangunan kesehatan yang terdiri dari kelompok sasaran primer, sekunder, dan tersier. 7. Penelitian dan pengembangan kesehatan Pengelolaan penelitian dan pengembangan kesehatan terdiri atas: penelitian dan pengembangan biomedis dan teknologi dasar kesehatan, teknologi terapan kesehatan dan epidemiologi klinik, teknologi intervensi kesehatan masyarakat, humaniora, kebijakan kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai contoh hal yang dapat dilakukan pengkajian adalah terkait perilaku, mutu, akses dan pembiayaan kesehatan. Pelayanan KB dalam SKN sejalan dengan komponen – komponen yang ada dalam Sistem Kesehatan Nasional, khususnya dalam sub sistem upaya kesehatan yang memprioritaskan pada upaya promotif dan preventif. B. Pelayanan Keluarga Berencana Pelayanan KB merupakan salah satu strategi untuk mendukung percepatan penurunan Angka Kematian Ibu melalui: 1. Mengatur waktu, jarak dan jumlah kehamilan



2. Mencegah atau memperkecil kemungkinan seorang perempuan hamil mengalami komplikasi yang membahayakan jiwa atau janin selama kehamilan, persalinan dan nifas. 3. Mencegah atau memperkecil terjadinya kematian pada seorang perempuan yang mengalami komplikasi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Peranan KB sangat diperlukan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, unsafe abortion dan komplikasi yang pada akhirnya dapat mencegah kematian ibu. Selain itu, Keluarga Berencana merupakan hal yang sangat strategis untuk mencegah kehamilan “Empat Terlalu” (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak). Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, upaya yang diselengggarakan di Puskesmas terdiri dari upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan. Pelayanan Keluarga Berencana merupakan salah satu dari 5 Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial yaitu pelayanan promosi kesehatan; pelayanan kesehatan lingkungan; pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;pelayanan gizi; dan pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit. Begitu pula untuk di Rumah Sakit, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit, pelayanan KB merupakan pelayanan medik umum yang harus ada di RS. Dapat disimpulkan, pelayanan KB merupakan: 1. Upaya kesehatan masyarakat esensial Puskesmas dan pelayanan medik umum di Rumah Sakit 2. Upaya pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas 3. Upaya pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan 4. Memenuhi hak reproduksi klien. Pelayanan keberlanjutan (Continuum of Care) dalam pelayanan KB, meliputi pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja, konseling Wanita usia subur (WUS )/calon pengantin, konseling KB pada ibu hamil/ promosi KB pasca persalinan, pelayanan KB pasca persalinan, dan pelayanan KB interval. Sesuai dengan Rencana Aksi Nasional Pelayanan KB 2014-2015, salah satu strateginya adalah peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, dan kualitas pelayanan KB melalui pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dan konseling secara sistematis dengan salah satu program utama adalah memastikan seluruh penduduk mampu menjangkau dan mendapatkan pelayanan KB. Komunikasi, Informasi dan Edukasi adalah proses yang sangat penting dalam pelayanan KB. Pengertian komunikasi adalah penyampaian pesan secara langsung/tidak langsung melalui saluran komunikasi kepada penerima pesan untuk mendapatkan suatu efek. Dalam bidang kesehatan kita mengenal komunikasi kesehatan yaitu usaha sistematis untuk mempengaruhi perilaku positif masyarakat, dengan menggunakan prinsip dan metode komunikasi baik menggunakan komunikasi individu maupun komunikasi massa. Sementara informasi adalah keterangan, gagasan maupun kenyataan yang perlu diketahui masyarakat (pesan yang disampaikan) dan edukasi adalah proses perubahan perilaku ke arah yang positif. Proses yang diberikan dalam KIE, salah satunya adalah konseling. Melalui konseling pemberian pelayanan membantu klien memilih cara KB yang cocok dan



membantunya untuk terus menggunakan cara tersebut dengan benar. Konseling adalah proses pertukaran informasi dan interaksi positif antara klien-petugas untuk membantu klien mengenali kebutuhannya, memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi. Pelayanan konseling KB memegang peranan yang sangat penting, oleh karena itu untuk meningkatkan keberhasilan konseling KB dapat digunakan media KIE dengan menggunakan lembar balik Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK) - KB. Konseling KB dapat dilaksanakan bagi wanita dan pasangan usia subur, ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional dan Permenkes Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional dinyatakan bahwa Pelayanan KB merupakan salah satu manfaat promotif dan preventif. Selama masa transisi menuju universal health coverage pada tahun 2019, maka pelayanan KB bagi penduduk yang belum terdaftar sebagai peserta program JKN, dapat dibiayai dengan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Pelayanan KB yang dijamin meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, tubektomi termasuk komplikasi KB bekerjasama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana.



BAB IV METODE KB PASCA PERSALINAN DAN KEGUGURAN Penyampaian informasi yang jelas dan benar mengenai metode KB yang akan digunakan oleh akseptor dapat membantu klien dalam mengenal dan memahami akan kebutuhannya, untuk memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi sehingga diperlukan pengarahan atau konseling yang dilakukan oleh petugas dan itu akan membantu klien dalam menggunakan kontrasepsi serta meningkatkan keberhasilan KB. Jenis – jenis metode KB yang terkini pasca persalinan yang perlu diketahui adalah: 1. Metode Barrier (Kondom) A. Cara kerja 1) Menghalangi sperma masuk ke uterus 2) Mencegah penularan infeksi mikro organisme B. Keuntungan 1) Tidak mengganggu ASI 2) Tidak ada efek samping terhadap kesehatan 3) Metode kontrasepsi sementara bila kontrasepsi lainnya harus ditunda 4) Mencegah infeksi menular seksual C. Keterbatasan 1) Efektivitas tidak tinggi : 15 kehamilan per 100 ibu (15%) 2) Cara pemasangan yang tidak benar mempengaruhi keberhasilan kontrasepsi 3) Agak menganggu hubungan seksual D. Cara pakai 1) Dipasang saat penis ereksi 2) Dilepas sebelum penis melembek 3) Cari ukuran yang sesuai dengan ukuran penis 4) Hanya bisa digunakan sekali saja 2. Metode Amenorelaktasi (MAL) A. Cara kerja 1) Menekan ovulasi Waktu Penggunaan Efektif hingga 6 bulan pasca persalinan, harus benarbenar eksklusif Efektivitas 2 kehamilan per 100 ibu (2%). B. Keuntungan 1) Segera efektif 2) Tidak mengganggu senggama 3) Tidak ada efek samping 4) Tanpa biaya 5) Bayi lebih sehat karena mendapat kekebalan pasif dan sumber gizi terbaik dari ASI 6) serta terhindar dari paparan kontaminasi dari botol, air, dan susu formula. 7) Baik bagi ibu karena mengurangi perdarahan pasca persalinan, mengurangi risiko anemia, meningkatkan hubungan psikologis ibu dan bayi.



C. Keterbatasan 1)



Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera menyusui dalam 30 menit pasca persalinan



2)



Mungkin sulit dilaksanakan karena kondisi sosial



3)



Tidak melindungi dari infeksi menular seksual



4)



Efektivitas tinggi bila dilakukan dengan baik dan benar (ASI eksklusif) dan hanya selama 6 bulan



D. Kontraindikasi 1)



Sudah mendapatkan haid setelah bersalin



2)



Tidak ASI eksklusif



3)



Bayi tidak menyusui lebih lama dari 4 jam



E. Informasi untuk klien agar metode ini berhasil (konsensus Bellagio 1988) 1)



Ibu harus menyusui secara penuh



2)



Bayi menghisap secara langsung



3)



Menyusui dimulai dari 30 menit – 1 jam bayi setelah lahir



4)



Kolostrum diberikan kepada bayi



5)



Pola menyusui on demand



6)



Hindari jarak menyusui lebih dari 4 jam, termasuk malam hari



7)



Perdarahan sebelum hari ke 56 pasca persalinan belum dianggap sebagai haid



F. MAL harus Memenuhi 3 persyaratan 1) Belum haid setelah melahirkan. 2) ASI Ekslusive ( asi saja ) 3) Bayi berusia kurang dari 6 bulan. 3. Metode Pil A. Pil Progestin (mini pil) 1) Cara kerja: a. Mencegah ovulasi b. Mempengaruhi transformasi endometrium sehingga implantasi sulit c. Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma d. Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma terganggu e. Efektivitas: secara umum 10 kehamilan per 100 ibu (10%) , untuk ibu menyusui 1 kehamilan per 100 ibu (1%) 2) Waktu Penggunaan: a. Dapat segera diberikan 3 hari untuk daerah sulit setelah persalinan maupun pasca keguguran b. Dapat digunakan segera mungkin pada ibu menyusui dan tidak menyusui c. Setelah abortus, segera dimulai 3) Keuntungan: a.



Tidak menganggu hubungan seksual



b.



Tidak mempengaruhi ASI



c.



Kesuburan cepat kembali bila obat dihentikan



d.



Efek samping sedikit terhadap kesehatan



e.



Dapat dihentikan setiap saat



f.



Tidak mengandung estrogen (tidak meningkatkan gangguan pembekuan darah, kurang meningkatkan tekanan darah, nyeri kepala, dan depresi)



g.



Mengurangi jumlah, lama, dan nyeri haid



h.



Mencegah kanker endometrium dan ovarium



i.



Dapat diberikan pada pasien endometriosis



4) Keterbatasan: a. Gangguan pada haid (perdarahan sela, spotting, amenorea) b. Peningkatan berat badan c. Harus diminum setiap hari pada waktu yang sama d. Bila lupa minum satu pil saja, kegagalan menjadi lebih besar e. Payudara menjadi tegang, mual, pusing, dermatitis, atau jerawat f.



Risiko kehamilan ektopik cukup tinggi (tapi lebih rendah bila dibandingkan dengan wanita yang tidak ber-KB)



g. Tidak melindungi diri dari infeksi menular seksual h. Hirsustisme (tumbuh rambut/ bulu berlebihan) tapi sangat jarang terjadi 5) Kontraindikasi: a. Hamil atau dicurigai hamil b. Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya c. Menggunakan obat TB (rifampisin), dan obat epiliepsi (fenitoin dan barbiturat) d. Kanker payudara atau riwayat kanker payudara e. Sering lupa menggunakan pil f.



Miom uterus (progestin memicu pertumbuhan miom uterus)



g. Riwayat stroke (progestin menyebabkan spasme pembuluh darah) 6) Cara Pakai: a.



Pastikan pasien tidak hamil



b.



Konsumsi pil dimulai dari hari 1 hingga 5 haid



c.



Bila dimulai dari hari ke 6 setelah hari pertama haid, gunakan kontrasepsi lain atau tidak berhubungan selama 2 hari



d.



Dapat digunakan segera pasca persalinan, baik pada ibu menyusui maupun tidak menyusui



B. Pil Kombinasi 1) Cara kerja a.



Mencegah ovulasi



b.



Mencegah implantasi



c.



Mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilewati sperma



d.



Mengganggu pergerakan tuba, sehingga mengganggu transportasi sel telur



2) Keuntungan a.



Memiliki efektivitas yang tinggi (8 kehamilan per 100 pengguna dalam 12 bulan pertama pemakaian)



b.



Risiko terhadap kesehatan kecil



c.



Tidak menganggu hubungan seksual



d.



Siklus haid jadi teratur dan jumlah darah haid berkurang (mencegah anemia)



e.



Dapat digunakan jangka panjang



f.



Dapat digunakan dari masa remaja hingga menopause



g.



Mudah dihentikan setiap saat



h.



Kesuburan cepat kembali



i.



Dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat



j.



Membantu mencegah: kehamilan ektopik, kanker ovarium, kanker endometrium, Kista ovarium, penyakit radang panggul, kelainan jinak pada payudara, dismenorea, acne



3) Keterbatasan a.



Mual terutama 3 bulan pertama



b.



Perdarahan bercak atau perdarahan sela pada 3 bulan pertama



c.



Nyeri payudara, berat badan naik sedikit



d.



Tidak bisa pada ibu menyusui



e.



Meningkatkan tekanan darah dan retensi cairan



f.



Tidak mencegah Infeksi menular seksual



4) Kontraindikasi a.



Hamil atau dicurigai hamil



b.



Menyusui eksklusif



c.



Perdarahan pervaginam yang tidak/belum diketahui penyebabnya



d.



Penyakit hati akut (hepatitis)



e.



Perokok dengan usia >35 tahun



f.



Riwayat penyakit jantung, stroke, atau tekanan darah >180/110 mmHg



g.



Riwayat gangguan faktor pembekuan darah atau kencing manis (tidak terkontrol) 20 tahun



h.



Kanker payudara atau dicurigai kanker payudara



i.



Migrain dan gejala neurologik fokal (epilepsi)



j.



Tidak dapat menggunakan pil setiap hari (pelupa)



5) Cara pakai a.



Pastikan klien tidak hamil



b.



Dapat dikonsumsi dari hari 1 hingga ke 7 siklus haid, sebaiknya dikonsumsi pada jam



c.



yang sama



d.



Apabila dipergunakan dari hari ke-8 siklus haid, gunakan kontrasepsi lain seperti



e.



kondom atau tidak berhubungan selama 7 hari



f.



Bila muntah dalam 2 jam setelah minum pil, segera minum pil berikutnya



g.



Bila lupa meminum pil selama 1 hari, hari besok langsung minum 2 pil sekaligus.



h.



Apabila lupa meminum pil selama 2 hari, minum 2 pil sekaligus setiap hari selama 2 hari berturut-turut, lalu lanjutkan minum pil seperti biasa



i.



Apabila lupa minum pil selama 3 hari, lanjutkan pil seperti biasa atau memulai dari



j.



strip KB baru, dan gunakan kontrasepsi kondom/ tidak berhubungan selama 7 hari. Untuk pil yang 21 tablet, selangi 1 minggu sebelum menggunakan tablet berikutnya



k.



Hanya boleh dikonsumsi oleh ibu menyusui setelah 6 bulan pasca persalinan



4. Metode Suntikan A. Suntikan Progestin 1) Preparat a. Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depoprovera), mengandung 150 mg DMPA disuntik 3 bulan sekali, secara intramuscular b. Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat), mengandung 200 mg Noretindron Enantat, diberikan setiap 2 bulan sekali secara intramuscular 2) Cara kerja (sama seperti suntikan kombinasi) a. Mencegah ovulasi b. Mencegah implantasi c. Mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilewati sperma b. Mengganggu pergerakan tuba, sehingga mengganggu transportasi sel telur 3) Waktu Penggunaan: a. Dapat segera diberikan dalam 7 hari pertama setelah persalinan maupun pasca keguguran (MEC 2015) b. Pada klien yang menyusui dapat digunakan setelah 6 minggu pasca persalinan c. Pada klien yang tidak menyusui digunakan segera mungkin d. Setelah abortus, segera dimulai 4) Keuntungan a.



Efektifitas tinggi, 3 kehamilan per 100 pengguna selama 12 bulan pertama



b.



Risiko terhadap kesehatan kecil



c.



Tidak mempengaruhi hubungan suami istri



d.



Tidak diperlukan pemeriksaan dalam



e.



Jangka panjang



f.



Efek samping terhadap kesehatan kecil



g.



Klien tidak perlu menyimpan obat suntik



h.



Mengurangi jumlah, lama, dan nyeri haid



i.



Mencegah kanker ovarium dan endometrium



j.



Mencegah kehamilan ektopik



5) Keterbatasan a. Perubahan pola haid, perdarahan bercak atau perdarahan sela sampai 10 hari b. Mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan, dan akan menghilang setelah suntikan kedua atau ketiga c. Klien harus kembali rutin ke fasilitas kesehatan d. Efektivitas berkurang bila dipergunakan bersama obat tuberkulosis dan epilepsi e. Penembahan berat badan f.



Dapat terjadi efek samping yang serius, seperti serangan jantung, stroke, gangguan pembekuan darah, timbulnya tumor hati



g. Tidak melindungi dari infeksi menular seksual h. Kesuburan kembali lama 6)



Kontraindikasi a. Hamil atau dicurigai hamil b. Perdarahan pervaginam yang belum jelas sebabnya



c. Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama amonorea d. Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara e. Diabetes mellitus disertai komplikasi 7)



Cara Pakai a.



Pastikan pasien tidak hamil



b.



Suntikan diberikan dari hari haid 1 hingga 7



c.



Bila disuntikan diluar masa haid, gunakan kontrasepsi lain atau tidak berhubungan selama 7 hari



d.



Bila ingin mengganti dari kontrasepsi hormonal lain ke kontrasepsi suntikan, dapat langsung diberikan kapan saja, bila dipastikan ibu tidak hamil



e.



Bila ingin mengganti kontrasepsi suntik lain dengan kontrasepsi suntik yang lain lagi, jadwal penyuntikan adalah sesuai dengan jadwal penyuntikan kontrasepsi suntik sebelumnya. Untuk suntikan depo medroksiprogesteron asetat disuntik setiap 12 minggu, intramuscular. Untuk suntikan noretisteron enantat untuk 4 kali suntikan pertama diseling 8 minggu, suntikan ke 5 setiap 12 minggu, intra muscular



B. Suntikan Kombinasi 1)



Preparat a. Cyclofem mengandung Depo medroksiprogesteron asetat 25 mg dan estradiol sipionat 5 mg, disuntik sebulan sekali secara intramuscular. b. 50 mg noretindron enantat dan 5 mg estradiol valerat, suntikan sebulan sekali



2) Cara kerja (sama seperti KB pil kombinasi) a. Mencegah ovulasi b. Mencegah implantasi c. Mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilewati sperma d. Mengganggu pergerakan tuba, sehingga mengganggu transportasi sel telur 3) Keuntungan a.



Efektifitas tinggi, 3 kehamilan per 100 pengguna selama 12 bulan pertama pe makaian



b.



Risiko terhadap kesehatan kecil



c.



Tidak mempengaruhi hubungan suami istri



d.



Tidak diperlukan pemeriksaan dalam



e.



Jangka panjang



f.



Efek samping terhadap kesehatan kecil



g.



Klien tidak perlu menyimpan obat suntik



h.



Mengurangi jumlah, lama, dan nyeri haid



i.



Mencegah kanker ovarium dan endometrium



j.



Mencegah kehamilan ektopik



4) Keterbatasan a. Perubahan pola haid, perdarahan bercak atau perdarahan sela sampai 10 hari b. Mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan, dan akan menghilang setelah suntikan kedua atau ketiga c. Klien harus kembali rutin ke fasilitas kesehatan d. Efektivitas berkurang bila dipergunakan bersama obat tuberkulosis dan epilepsi



e. Penambahan berat badan f.



Dapat terjadi efek samping yang serius, seperti serangan jantung, stroke, gangguan pembekuan darah, timbulnya tumor hati



g. Tidak melindungi dari infeksi menular seksual h. Kesuburan kembali lama 5) Kontraindikasi a. Hamil atau diduga hamil b. Menyusui c. Perdarahan pervaginam yang tidak/belum diketahui penyebabnya d. Penyakit hati akut (hepatitis) e. Perokok dengan usia >35 tahun f.



Riwayat penyakit jantung, stroke, atau tekanan darah >180/110 mmHg



g. Riwayat gangguan faktor pembekuan darah atau DM tidak terkontrol >20 tahun h. Kanker payudara atau dicurigai kanker payudara i.



Migrain dan gejala neurologik fokal (epilepsi)



6) Cara pakai a.



Ibu menyusui hanya bisa digunakan saat bayi berusia 6 bulan atau lebih



b.



Pastikan pasien tidak hamil



c.



Suntikan diberikan dari hari haid 1 hingga 7



d.



Bila disuntikan diluar masa haid, gunakan kontrasepsi lain atau tidak berhubungan selama 7 hari



b.



Bila ingin mengganti dari kontrasepsi hormonal lain ke kontrasepsi suntikan, dapat langsung diberikan kapan saja, bila dipastikan ibu tidak hamil



c.



Bila ingin mengganti kontrasepsi suntik lain dengan kontrasepsi suntik yang lain lagi, jadwal penyuntikan adalah sesuai dengan jadwal penyuntikan kontrasepsi suntik sebelumnya.



d.



Suntikan dilakukan 1 bulan sekali



5. Metode Implan A. Cara kerja 1)



Mencegah ovulasi



2)



Mempengaruhi transformasi endometrium sehingga implantasi sulit



3)



Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma



4)



Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma terganggu



B. Waktu Penggunaan: 1)



Dapat segera diberikan setelah persalinan maupun pasca keguguran dan pada klien yang menyusui maupun tidak menyusui (MEC 2015)



2)



Setelah abortus, segera dimulai



C. Keuntungan 1)



Efektivitas tinggi 0,5 kehamilan per 100 pengguna dalam 1 tahun pemakaian



2)



Tidak menganggu hubungan seksual



3)



Tidak mempengaruhi ASI



4)



Kesuburan cepat kembali bila implan dicabut



5)



Efek samping sedikit terhadap kesehatan



6)



Dapat dihentikan setiap saat



7)



Tidak mengandung estrogen (tidak meningkatkan gangguan pembekuan darah, kurang meningkatkan tekanan darah, nyeri kepala, dan depresi)



8)



Mengurangi jumlah, lama, dan nyeri haid



9)



Mencegah kanker endometrium dan ovarium



10) Dapat diberikan pada pasien endometriosis D. Keterbatasan (sama seperti pil progestin) 1) Gangguan pada haid (perdarahan sela, spotting, amenorea) 2) Peningkatan berat badan 3) Payudara menjadi tegang, mual, pusing, dermatitis, atau jerawat 4) Risiko kehamilan ektopik cukup tinggi (tapi lebih rendah bila dibandingkan dengan wanita yang tidak ber-KB) 5) Tidak melindungi diri dari infeksi menular seksual 6) Hirsustisme (tumbuh rambut/ bulu berlebihan) tapi sangat jarang terjadi 7) Memerlukan prosedur medis 8) Efek berkurang bila menggunakan obat tuberkulosis (rifampisin) dan obat epilepsi (fenitoin dan barbiturat) E. Kontraindikasi 1) Hamil atau dicurigai hamil 2) Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya 3) Menggunakan obat TB (rifampisin), dan obat epiliepsi (fenitoin dan barbiturat) 4) Kanker payudara atau riwayat kanker payudara 5) Miom uterus (progestin memicu pertumbuhan miom uterus) 6) Riwayat stroke (progestin menyebabkan spasme pembuluh darah) F. Cara Pakai 1) Pasien tidak hamil 2) Dipasang saat siklus haid ke 2 hingga 7, bila dipasang setelah siklus haid ke-7, 3) menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja 4) Setelah 48 jam pertama pemasangan, daerah pemasangan harus tetap dibiarkan 5) kering agar tidak infeksi 6) Perlindungan sampai 4 tahun 6. Metode AKDR A. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) 1) Cara kerja a. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi b. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri c. AKDR bekerja terutama mencegah ovum dan sperma bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi d. Memungkinkan untuk mencegah implantasi embrio dalam uterus 2) Waktu Penggunaan: a. Dipasang dalam 48 jam setelah plasenta lahir atau setelah 4 minggu pasca b. persalinan a. Pada abortus, dapat langsung dipasang, selama dipastikan tidak ada infeksi



3) Keuntungan a.



Efektivitasnnya tinggi 0.8 kehamilan per 100 pengguna dalam 12 bulan pertama pemakaian



b.



Memberi perlindungan hingga 12 tahun



c.



Segera efektif setelah dipasang



d.



Metode kontrasepsi jangka panjang, dapat digunakan sampai menopause



e.



Tidak perlu mengingat-ingat (tidak seperti pil yang harus diminum setiap hari)



f.



Tidak mempengaruhi hubungan seksual



g.



Tidak ada efek hormonal (AKDR tanpa progestin)



h.



Tidak mengganggu produksi ASI



i.



Tidak ada interaksi dengan obat-obat



j.



Membantu mencegah kehamilan ektopik



k.



Kembalinya kesuburan dalam waktu singkat setelah AKDR dilepaskan



4) Keterbatasan a.



Perubahan siklus haid (terutama 3 bulan pertama) misalnya haid jadi lebih banyak dan nyeri, dan perdarahan antar menstruasi



b.



Merasa nyeri dan kram perut 3-5 hari setelah pemasangan



c.



Perforasi dinding uterus apabila sukar dalam pemasangan



d.



Tidak mencegah IMS



e.



Tidak cocok pada wanita yang suka berganti pasangan



f.



Memerlukan prosedur medis saat pemasangan



g.



AKDR mesti dilepas di fasilitas kesehatan



h.



AKDR dapat keluar dari uterus tanpa diketahui



5) Kontraindikasi a. Hamil atau dicurigai hamil b. Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya c. Menderita Infeksi alat genital (gonorrhea, clamidia, vaginitis, servisitis) d. Tiga bulan terakhir mengalami penyakit radang panggul atau abortus septik e. Kelainan bawaan uterus abnormal (bentuk dan ukuran abnormal) atau menderita tumor jinak rahim f.



Penyakit trofoblas ganas



g. Menderita TBC pelvic h. Kanker alat genital i.



Ukuran rahim kurang dari 5 cm



6) Cara Pakai a. Dapat dipasang kapan saja selama dipastikan tidak hamil b. Sebagai kontrasepsi darurat dapat digunakan hari ke 1-5 pasca senggama B. AKDR dengan Progestin 1) Cara kerja a. Endometrium mengalami transformasi yang ireguler, epitel atrofi sehingga mengganggu implantasi b. Mencegah pembuahan dengan mencegah pertemuan ovum dan sperma c. Mengurangi jumlah sperma yang mencapai tuba falopii d. Menginaktifkan sperma



2) Waktu Penggunaan: a. Dipasang dalam 48 jam setelah plasenta lahir atau setelah 4 minggu pasca persalinan. b. Pada abortus, dapat langsung dipasang, selama dipastikan tidak ada infeksi 3) Keuntungan a. Efektif dengan jangka proteksi 1 tahun b. Tidak mengganggu hubungan suami istri c. Tidak berpengaruh pada ASI d. Kesuburan cepat kembali setelah AKDR diangkat e. Efek samping kecil f.



Mengurangi jumlah darah dan nyeri haid



g. Tidak menganggu kerja obat tuberkulosis dan epilepsy 4) Keterbatasan a. Memerlukan prosedur medis b. Mahal c. Perforasi dinding uterus apabila salah pemasangan d. Tidak mencegah IMS e. Tidak cocok pada wanita yang suka berganti pasangan f. Memerlukan prosedur medis saat pemasangan g. AKDR mesti dilepas di fasilitas kesehatan h. AKDR dapat keluar dari uterus tanpa diketahui (terutama pada pemasangan AKDR pascaplasenta) i. Efek samping progestin: risiko trombosis, menurunkan kadar HDL pada pemberian jangka panjang, memicu pertumbuhan miom 5) Kontraindikasi a. Hamil atau dicurigai hamil b. Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya c. Menderita Infeksi alat genital (vaginitis, servisitis) d. Tiga bulan terakhir mengalami penyakit radang panggul atau abortus septik e. Kelainan bawaan uterus abnormal (bentuk dan ukuran abnormal) atau menderita tumor jinak rahim f. Penyakit trofoblas ganas g. Menderita TBC pelvic h. Kanker alat genital i. Ukuran rahim kurang dari 5 cm 7. Metode Tubektomi A. Cara kerja: Menghambat ovum dengan cara mengoklusi tuba falopii sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum B. Waktu Penggunaan: 1) Dapat segera diberikan dalam 7 hari pertama setelah persalinan maupun pasca keguguran (WHO Mec 2015) 2) Bila ada infeksi atau pasca abortus tidak aman tunda 3 bulan



C. Keuntungan: 1) Sangat efekti 0.5 kehamilan per 100 pengguna selama setahun pertama 2) Tidak mengganggu produksi ASI 3) Tidak mempengaruhi hubungan suami istri 4) Tidak ada efek samping hormonal D. Keterbatasan 1) Harus melalui prosedur medis 2) Tidak melindungi dari infeksi menular seksual 3) Rasa nyeri atau tidak nyaman pasca tindakan E. Yang dapat menjalani tubektomi 1) Usia > 26 tahun 2) Paritas > 2 3) Yakin dengan jumlah kehamilan yang diinginkan 4) Kehamilan berikutnya agan memberikan risiko kesehatan yang serius 5) Pasca persalinan dan pasca keguguran 6) Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini F. Kontraindikasi 1) Hamil atau dicurigai hamil 2) Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya 3) Infeksi sistemik atau pelvik yang akut 4) Tidak boleh menjalani prosedur pembedahan 5) Ragu-ragu untuk menjalani prosedur 6) Tidak menandatangani persetujuan medis tertulis 8. Metode Vasektomi A. Cara kerja Menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan cara melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan fertilisasi tidak terjadi B. Keuntungan 1) Sangat efektif : Efektivitas: 1 kehamilan pada 100 ibu (0.15%) 2) Tidak ada efek samping jangka panjang 3) Efektif setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan C. Keterbatasan Membutuhkan prosedur medis D. Kontraindikasi 1)



Infeksi kulit pada lapang operasi



2)



Infeksi sistemik



3)



Hidrokel dan varikokel yang besar



4)



Hernia inguinalis



5)



Filariasis



6)



Undesensus testikularis



7)



Massa intraskrotalis



8)



Anemia berat, gangguan pembekuan darah



E. Informasi bagi klien 1) Pertahankan band aid selama 3 hari



2) Luka yang dalam penyembuhan jangan ditarik atau digaruh 3) Daerah luka tidak basah dalam 24 jam, dan setelah 3 hari daerah luka boleh dicuci dengan sabun dan air 4) Pakailah penunjang skrotum, usahakan daerah skrotum kering 5) Hindari mengangkat benda berat dan kerja keras dalam 3 hari 6) Boleh bersenggama setelah hari ke 2-3, namun pakai kondom hingga 15-20 ejakulasi atau 3 bulan 7) Lakukan pemeriksaan semen setelah 3 bulan pasca vasektomi 9. KONDAR ( Kontrasepsi Darurat ) Kontrasepsi darurat (Kondar) adalah cara untuk mencegah kehamilan setelah hubungan seks yang tidak menggunakan pengaman. Kondar bisa berupa PIL atau AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). Jika ada pasangan yang melakukan hubungan seks tanpa pengama atau ibu yang menggunakan metodel MAL (Metode Amenore Laktasi) dan tidak yakin bahwa dia menyusui dengan eksklusif, dia dapat mempertimbangkan untuk menggunakan Pil kondar atau AKDR. A. Cara Pakai : Pil kontrasepsi darurat atau yang sering disebut Morning after pil adalah pil hormon yang dapat dikonsumsi wanita setelah melakukan hubungan seks. Pil ini berfungsi paling baik jika diminum maksimal 72 jam pertama setelah melakukan hubungan seks, tetapi masih tetap dapat mengurangi risiko kehamilan jika dikonsumsi dalam kurun waktu 120 jam (5 hari) setelah hubungan seks yang tidak berpengaman B. Cara kerja: Cara kerja kontrasepsi darurat adalah dengan menunda ovulasi (pelepasan sel telur wanita selama siklus bulanan). Apabila pembuahan dan implantasi telah terjadi, maka levonorgestrel tidak akan mengganggu kehamilan. C. Cara Pemakaian : Hormon seperti Levonorgestrel progesterone diberikan dalam dosis tinggi untuk mencegah kehamilan. Jumlah pil yang dikonsumsi tergantung pada tipe jenis pil yang digunakan. Jenis kontrasepsi darurat ini adalah yang paling efektif ketika dikonsumsi secepat mungkin setelah berhubungan, walaupun masih tetap dapat mengurangi risiko kehamilan ketika dikonsumsi hingga 120 jam setelah berhubungan. Tipe terbaru dari kontrasepsi darurat yang bernama ulipristal acetate adalah jenis pengobatan yang berbeda. Pil ini menunda ovulasi dan mungkin membantu mencegah implan. Jenis ini masih efektif bila dikonsumsi hingga 5 hari setelah berhubungan. Kontrasepsi darurat tidak akan mencegah kehamilan jika hubungan seks yang tidak berpengaman dilakukan setelah meminum kontrasepsi darurat. D. Efektivitas : 1 atau 2 dari setiap 100 wanita yang menggunakan kontrasepsi darurat dapat hamil walaupun telah mengkonsumsi obat tersebut pada waktu yang telah disarankan



BAB V RUANG LINGKUP 1. Pengorganisasian Pengorganisasian dalam manajemen pada prinsipnya merupakan suatu kegiatan pengaturan sumber daya manusia dan sumber daya fisik lainnya untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan guna mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Pelaksanaan program pelayanan KB tidak sepenuhnya berada dijajaran sektor kesehatan, maka diperlukan upaya untuk mengorganisasi semua sumber daya di lintas program dan lintas sektor agar mendapatkan hasil yang optimal. Untuk mewujudkan program pelayanan KB yang berkualitas Di Rumah Sakit Balikpapan Baru, perlu dilakukan pengorganisasian sumber daya sebagai berikut: A.Menjamin ketersediaan alat dan obat kontrasepsi serta bahan habis pakai, penyimpanan dan distribusinya. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan terkait ketersediaan alokon dan bahan habis pakai : 1) Ketersediaan Obat dan Alat Kesehatan yang dijamin oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, maka tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan, meliputi alat kontrasepsi dasar, vaksin untuk imunisasi dasar dan obat program pemerintah (Permenkes Nomor 71 tahun 2013 pasal 19). Sesuai dengan kebijakan yang ada saat ini, penyediaan alat dan obat kontrasepsi disediakan oleh BKKBN. Selain itu, penyediaan alokon juga dapat disediakan oleh Pemerintah Daerah. 2)



Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi farmasi sistem satu pintu (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009, pasal 15). Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan kefarmasian (Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian)



3)



Pengadaan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai oleh fasilitas kesehatan dilakukan melalui e-purchasing, yang harganya tercantum dalam ecatalogue (Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2013)



B. Menjamin tersedianya sarana penunjang pelayanan KB seperti obgyn-bed, IUD kit, implan removal kit, VTP kit, KIE kit, media informasi, pedoman klinis dan pedoman manajemen. Pengelola program KB perlu berkoordinasi dengan pengelola program terkait di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten dan kota, baik di sarana pelayanan pemerintah maupun swasta. Mekanisme penyediaan sarana penunjang pelayanan KB mengikuti mekanisme penyediaan alokon. C. Menjamin tersedianya pembiayaan pelayanan KB baik melalui APBN (Kementerian Kesehatan dan BKKBN) dan APBD dan sumber lain yang tidak mengikat misalnya dana hibah dalam dan luar negeri serta bantuan swasta dan perorangan.



D. Menjamin tersedianya tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan KB yang terampil dalam pelayanan klinis, konseling dan manajemen melalui pelatihan yang terakreditasi. Pengelola program KB perlu mengadakan koordinasi dengan Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK), Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes), Balai Pelatihan dan Pengembangan KB (BKKBN), Pusat Pelatihan Klinik Sekunder (P2KS) di Provinsi, Pusat Pelatihan Klinik Primer (P2KP) di kabupaten/kota, Puskesmas, Rumah Sakit, Organisasi Profesi (POGI, IDI dan IBI) dan lintas sektor terkait yang mengacu kepada pedoman pelatihan yang berlaku. 2.



Perencanaan Untuk mewujudkan pelayanan KB dapat terlaksana secara optimal dan berkualitas, harus didukung oleh manajemen yang baik. Perencanaan pelayanan KB sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan perlu diupayakan mulai dari tingkat fasilitas pelayanan tingkat pertama sampai dengan tingkat lanjutan yang difokuskan pada analisis situasi dengan memanfaatkan data/ informasi KB yang ada, baik data rutin maupun survei. Salah satu upaya dalam mencapai hasil perencanaan yang optimal perlu dilakukan advokasi kepada para pemangku kebijakan untuk mendapatkan dukungan terutama dalam kebijakan dan pembiayaan. Dalam perencanaan pelayanan KB di RS Balikpapan Baru dilakukan secara terpadu oleh suatu Tim/Pokja yang terdiri dari berbagai unsur/unit dalam RS seperti bagain kandgungan,bedah, penyakit dalam,farmasi dan sebagainya yang ditetapkan dengan SK Direktur RS Balikpapan Baru.



Direktur Utama



Komite Medik



Ketua Pelayanan Medik



Instalasi Farmasi



Instalasi Obsgyn



Instalasi Bedah



Instalasi Peny. Dalam



Tim PKBRS



Distribusi Alokon/ Obat Penanggung Jawab Medis KIE/ Konseling



Poli KB



Ope ratif



Penanggung Jawab Promosi



BAB VI PELAYANAN KB DI RUMAH SAKIT



1. Jenis Pelayanan Rumah sakit dalam melayani program KELUARGA BERENCANA dilakukan di Klinik Rawat Jalan, IGD PONEK, Kamar Bersalin dan Kamar Operasi, kesemuanya dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi klinis pasien pada saat akan di lakukan pemasangan. Pelayanan KB di Rumah Sakit Balikpapan Baruh termasuk jenis pelayanan KB tingkat sempurna yakni pelayanan Keluarga Berencana yang meliputi pelayanan KB lengkap (kondom,pil



KB,



Suntik



KB,



alat



kontrasepsi



dalam



Rahim



(AKDR/IUD),



pemasangan/pencabutan implant,MOP) ditambah dengan MOW (bagi yang memenuhi syarat), penanganan efek samping dan komplikasi dan pelayanan rujukan. Dimana tenaga yang tersedia meliputi: a. Dokter spesialis kebidanan dan kandungan b. Dokter spesialis bedah c. Dokter spesialis anastesi d. Dokter umum e. Bidan terlatih f.



Perawat terlatih



g. Tenaga konselor 2. Kompetensi Tenaga a. Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan (Sp.OG) Adalah dokter yang berwenang melakukan pelayanan semua metode kontrasepsi kecuali vasektomi b. Dokter Spesialis Bedah (Sp.B) Adalah dokter yang berwenang melakukan pelayanan semua metode kontrasepsi termasuk pelayanan vasektomi dan tubektomi c. Dokter Umum terlatih Adalah dokter umum yang berwenang melakukan pelayanan IUD,Implant, suntikan, pil dan kondom d. Bidan terlatih Adalah bidan yang diberikan wewenang untuk membantu dokter dalam memberikan pelayanan KB e. Perawat terlatih Adalah perawat yang diberikan wewenang untuk membantu dokter dalam memberikan pelayanan KB f.



Tenaga Konselor Adalah tenaga medis bersertifikat yang berwenang meberikan konseling KB



3. Sistem Pelayanan KB Pelayanan KB mendukung percepatan penurunan jumlah kematian ibu dengan mencegah kehamilan 4 terlalu dan kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) ini dapat terjadi pada; PUS dengan unmet need, kegagalan dan Drop Out (DO) KB; kasus perkosaan dan remaja seks pra-nikah. Terjadinya kehamilan pada keadaan tersebut sering berakhir dengan tindakan aborsi yang tidak aman (unsafe abortion) yang dapat membahayakan nyawa ibu yang merupakan salah satu penyebab masih tingginya jumlah kematian ibu. Pelayanan Keluarga Berencana merupakan bagian dari pelayanan kesehatan dasar dan rujukan sehingga pelaksanaannya harus terintegrasi dengan program kesehatan secara keseluruhan terutama kesehatan reproduksi. Dalam pelaksanaannya, pelayanan keluarga berencana mengacu pada standar pelayanan dan kepuasan klien. Pelaksanaan pelayanan KB baik oleh pemerintah maupun swasta harus sesuai standar pelayanan yang ditetapkan untuk menjamin pelayanan yang berkualitas dengan memenuhi: pilihan metode kontrasepsi (cafetaria system); informasi kepada klien; kompetensi petugas; interaksi antara petugas dan klien; mekanisme yang menjamin kelanjutan pemakai KB; jejaring pelayanan yang memadai. Pelayanan KB di RS dapat dilaksanakan di ruang poli kebidanan, poli PKBRS, kamar bersalin dan kamar operasi. Untuk terlaksananya pelayanan KB yang optimal di RS perlu dipastikan ketersediaan sumber daya meliputi tenaga pelayanan KB, sarana dan prasarana, alokon dan BHP. Untuk sarana dan prasarana, alokon dan BHP dikelola RS secara umum seperti pengelolaan di Puskesmas. Bedanya di RSpengelolaan alokon satu pintu untuk memfasilitasi Poli Kebidanan, PKBRS, Kamar bersalin dan Kamar Operasi. Pencatatan dan pelaporan pelayanan KB di RS mengikuti Sistim Informasi Rumah Sakit (SIRS) yang terdiri dari pencatatan dalam rekam medik serta menggunakan format pencatatan dan pelaporan pelayanan KB yang digunakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Rumah Sakit juga melaksanakan penyuluhan program KB sebagai salah satu pelaksanaan KIE di PKBR Upaya peningkatan mutu pelayanan KB dilaksanakan dengan berkoordinasi dan bekerjasamaantara Kementerian Kesehatan, BKKBN dan Lintas Program dan Sektor terkait serta profesi melalui pendekatan 3 sudut pandang: dari pengelola program; pelaksana dan klien. a. Dari sudut pandang pengelola program 1) Menjamin terselenggaranya pelayanan KB yang berkualitas agar dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat tanpa diskriminasi (status sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan geografi) 2) Memastikan penggunaan standar pelayanan KB bagi petugas kesehatan termasuk standar pencegahan infeksi, sesuai dengan Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi (BP3K).



3) Menjamin terlaksananya sistim rujukan pelayanan KB mulai dari tingkat pelayanan dasar sampai rujukan 4) Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten dalam pelayanan KB, melalui peningkatan kemampuan bidan dan dokter umum di fasilitas pelayanan kesehatan. 5) Memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana untuk pelayanan KB yang berkualitas, penyediaan alat dan obat kontrasepsi serta bahan habis pakai. 6) Menjamin terselenggaranya KIE dan konseling KB agar meningkatkan kesertaaan aktif ber-KB 7) Memantau dan menilai mutu pelayanan KB yang dilaksanakan berdasarkan hasil analisis data pelayanan KB. 8) Menjamin



pelaksanaan



pencatatan



dan



pelaporan



pelayanan



KB



dengan



menggunakan konsep wilayah 9) Membentuk tim jaga mutu pelayanan KB yang terdiri dari Dinas Kesehatan, BKKBN, RS, profesi dan Lintas Sektor lainnya untuk melakukan upaya pemantauan, penilaian dan bimbingan meliputi aspek teknis medis dan manajemen. b. Dari sudut pandang pelaksana pelayanan 1) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan melalui pendidikan berkelanjutan, pelatihan, magang yang dilaksanakan melalui kerjasama dengan pusat pendidikan, pusat pelatihan dan organisasi profesi. 2) Menerapkan standar pelayanan KB yang telah ditetapkan, termasuk melaksanakan pencegahan infeksi , pengayoman medis dan rujukan 3) Memberikan pelayanan KB yang berkualitas sesuai harapan dan kebutuhan klien serta tanpa diskriminasi (status sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan geografi) 4) Aktif dalam program jaga mutu, termasuk audit medik pelayanan KB. 5) Melakukan pencatatan dan pelaporan pelayanan KB c. Dari sudut pandang klien 1) Hak mendapatkan informasi yang lengkap dan benar tentang : a) Berbagai metode kontrasepsi yang ada b) Kemungkinan terjadinya efek samping/ komplikasi/ kegagalan c) Pengunaan kontrasepsi yang rasional d) Tempat pemberian pelayanan kontrasepsi 2)



Hak akses terhadap pelayanan KB, tanpa diskriminasi



3)



Hak memilih jenis kontrasepsi yang diinginkan, sepanjang memenuhi syarat kesehatan, dalam hal ini termasuk hak untuk memilih tempat dan pemberi pelayanan KB



4)



Hak mendapatkan pelayanan yang berkualitas, berarti pelayanan KB yang diterima sesuai standar



5)



Hak privasi, artinya klien perlu dihormati harkat dan martabatnya dengan memberikan pelayanan ditempat sesuai standar.



6)



Hak atas kerahasiaan, artinya data dan informasi tentang klien harus dijaga kerahasiaannya, disebarluaskan



juga



alat



kontrasepsi



yang digunakan



klien



tidak boleh



7)



Hak dihormati atau dihargai, dimaksudkan bahwa semua klien mendapat perlakuan yang sama dan adil dengan tanpa diskriminasi dengan tidak membedakan status sosial, ekonomi, pendidikan, agama, suku atau lainnya



8)



Hak mendapat kenyamanan dalam pelayanan, termasuk waktu tunggu yang tidak terlalu lama dan ruang tunggu yang nyaman



9)



Hak atas kelanjutan pelayanan, yaitu jaminan atas kelanjutan ketersediaan alat/ obat kontrasepsi yang dipilihnya, termasuk juga adanya tempat rujukan Pelayanan KB di RS dapat dilaksanakan di ruang poli kebidanan, IGD PONEK,



kamar bersalin dan kamar operasi. Untuk terlaksananya pelayanan KB yang optimal di RS perlu dipastikan ketersediaan sumber daya meliputi tenaga pelayanan KB, sarana dan prasarana, alokon dan BHP. Untuk sarana dan prasarana, alokon dan BHP dikelola pengelolaan alokon di RS secara umum dilakukan satu pintu untuk memfasilitasi Poli Kebidanan, IGD PONEK, Kamar bersalin dan Kamar Operasi. Pencatatan dan pelaporan pelayanan KB di RS mengikuti Sistim Informasi Rumah Sakit (SIRS) yang terdiri dari pencatatan dalam rekam medik, formulir RL 3, formulir RL 4a, Formulir RL4b serta menggunakan format pencatatan dan pelaporan pelayanan KB yang digunakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Rumah Sakit juga melaksanakan penyuluhan program KB sebagai salah satu pelaksanaan KIE di PKBRS. Pelayanan KB di rumah sakit hendaknya memenuhi hal- hal dibawah ini: a. Pelayanan dilakukan sesuai standar yang berlaku di Rumah Sakit b. Pelayanan KB di Rumah Sakit dilakukan melalui pendekatan satu atap (one step service) artinya setiap klien/calon akseptor potensial yang membutuhkan pelayanan KB dapat dilayani kebutuhan KIEnya dibeberapa unit terkait, dan setelah dilakukan konseling serta pengambilan keputusan mengenai metode kontrasepsi yang dipilih, maka dilakukan pelayanan medis KB ditempat yang telah ditetapkan. c. Pelayanan dilakukan secara terpadu dengan komponen Kesehatan reproduksi lainnya, antara lain dengan pelayanan Kesehatan ibu dan anak (KIA), pelayanan pencegahan dan penanggulangan infeksi menular seksusal, dan pelayanan Kesehatan reproduksi remaja (dalam hal ini pemberian informasi tentang KB) d. SDM dan sarana prasarana yang tersedia harus memenuhi ketentuan e. Semua tindakan harus terdokumentasi dengan baik f.



Harus ada system monitoring dan evaluasi dalam rangka pengendalian kualitas pelayanan



g. Ayoman pasca pelayanan.



4. Alur dan Prosedur dalam Pelayanan KB A. Alur Pasien dalam Pelayanan KB



Penjelasan : 1)



Calon klien atau klien KB datang ke IGD atau Poli Kebidanan/KB mendaftar ke petugas dengan menunjukkan surat pengantar rujukan, kartu kepesertaan BPJS Kesehatan (jika sudah menjadi peserta JKN) dan mendapat K/IV/KB.



2)



Dokter atau Bidan Poli Kebidanan/ KB atau Rawat Inap memberikan konseling kepada klien untuk memilih pelayanan KB sesuai kelaikan medis



3)



Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk menghindarkan kontraindikasi tindakan sebelum klien menyepakati informed consent



4)



Setelah klien menyetujui untuk menggunakan salah satu metode kontrasepsi khusus untuk pelayanan suntik, IUD, implan, vasektomi dan tubektomi, perlu persetujuan secara tertulis dengan menandatangani formulir informed consent, apabila klien tidak setuju perlu diberikan konseling ulang



5)



Setelah pelayanan KB, dokter atau bidan memantau hasil pelayanan KB dan memberikan nasehat pasca pelayanan kepada klien KB sebelum klien pulang dan kontrol kembali.



6)



FKRTL memberikan rujuk balik pelayanan KB yang telah ditindaklanjuti untuk dipantau oleh Faskes perujuk. B. Prosedur Pelayanan 1) Identifikasi Klien Klien/ calon akseptor yang dating untuk dilayani KB di Rumah Sakit pada tahap awal akan melalui prosedur sebagai berikut a) Jika klien baru: (1) Dapat berasal dari rujukan luar maupun dalam RS serta dating sendiri



(2) Dilakukan anamnesis penyakit dan keikutsertaan dalam KB oleh petugas (3) Pada status/ rekam medik akan diberikan cap PKBRS (4) Apabila klien bersedia menjadi akseptor KB maka diarahkan ke poli KB (5) Apabila pasien belum mauk ikut KB tetap dirujuk ke poli KB untuk mendapat KIE b) Jika klien lama/ulangan: (1) Dapat berasal dari rujukan luar maupun dalam RS atau dating sendiri (2) Dilakukan anamnesa penyakit dan keikutsertaan dalam KB oleh petugas (3) Apabila telah dilakukakn KIE dan konseling sebelum ke RS, maka konseling yang diberikan berupa pemantapan pilihan (4) Pada status/ rekam medik akan diberikan cap PKBRS c) Klien dengan kasus khusus (misalnya: efek samping, komplikasi, pasca persalinan/keguguran)



sebelum



dilakukan



KIE



dan



konseling



maka



permasalahannya harus ditangani dengan baik terlebih dahulu. d) Dalam rangka meningkatkan cakupan peserta KB aktif, pelayanan KB pasca salin/ keguguran di RS harus menjadi prioritas utama. Hal ini berarti diharapkan sebelum pasien pasca persalinan pulang sudah dilakukan pelayanan KB. 2)



Komunikasi-Informasi-Edukasi (KIE) a) Setelah dilakukan identifikasi klien maka dilakukan kegiatan KIE b) Dalam KIE tersebut akan diberikan informasi mengenai berbagai metode kontrasepsi yang tersedia di RS tersebut c) KIE dapat diberikan oleh bagian promosi Kesehatan/ tenaga Kesehatan yang sudah terlatih dalam meberikan KIE



3) Konseling Setelah diberikan KIE maka dilakukan konseling dengan menggunakan alat bantu pengambilan keputusan (ABPK) untuk memberikan bantuan kepada klien dalam pengambilan keputusan pemilihan kontrasepsi yang cocok. 4) Penapisan medis Setelah pasien memilih jenis kontrasepsi yang akan digunakan kemudian dilakukan penapisan medis oleh dokter/ dokter spesialis 5) Pelayanan Kontrasepsi a) Pelayanan kontrasepsi diberikan oleh tenaga medis tergantung jenis kontrasepsi yang digunakan. b) Pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar profesi dan memperhatikan hak pasien termasuk informed consent. c) Apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan sebagainya. d) Pelayanan yang diberikan meliputi: (1) Pelayanan preventif yaitu pelayanan kontrasepsi dengan lebih mengutamakan metode efektif terpilih (IUD, Implant dan kontrasepsi mantap) (2) Pelayanan kuratif yaitu pelayanan efek samping, komplikasi dan kegagalan penggunaan kontrasepsi serta pelayanan ginekologis pada akseptor KB. (3) Pelayanan



rehabilitative yaitu berupa pelayanan infertilitas dan reversibilitas



(pemulihan kesuburan).



(4) Pemantauan medis dan pemebrian nasehat pasca Tindakan dilakukan oleh petugas klinik medis. 6) Kunjungan kontrol Dapat dilakukan ditempat pemberi layanan (RS) atau fasilitas Kesehatan diluar RS (Puskesmas, klinik,dokter/bidan swasta) apabila klien sebelumnya merupakan kiriman/ rujukan dari sarana pelayanan kesehatan tersebut. 7) Ayoman pasca pelayanan. 5. Sarana, Prasarana, dan Peralatan Sarana, prasaranan dan peralatan untuk pelayanan KB di RS dapat terpisah atau terintegrasi/bergabung dalam unit pelayanan kebidanan dan kandungan, bedah dan unit pelayanan lainnya sesuai dengan kondisi rumah sakit. Adapun sarana, prasaranan dan peralatan minimal yang harus tersedia dalam pelayanan tersebut adalah: 1) Ruangan: a) Ruang perlengkapan dan peralatan b) Ruang tunggu dan pendaftaran serta KIE medis c) Ruang periksa dan pelayanan kontrasepsi d) Ruang cuci tangan e) Ruang operasi f)



Ruang perawatan pasca bedah



g) Ruang laboratorium lengkap h) Kamar kecil/ WC 2) Peralatan Medis: a) Meja ginekologi b) Tensimeter c) Stetoskop d) Implant kit e) IUD kit f)



Laparoskop



g) Emergensi kit h) Sterilisator i)



Alat suntik



j)



Perlengkapan dan obat secukupnya untuk kontap IUD, Implant, MOP, MOW



3) Peralatan Non Medis a) Timbangan BB b) Tempat tidur periksa c) Bangku kecil untuk naik ketempat tidur d) Meja alat e) Toples f)



Wastafel



g) Bahan obat habis pakai h) Papan nama fasilitas pelayanan i)



Lemari penyimpanan alokon



4) Persediaan Alokon: a) Kondom b) Pil KB c) Suntikan d) IUD e) Implant 5) Media KIE dan KIP/Konseling: a) Poster b) Lembar balik c) Booklet d) Kartu informasi e) Media elektronik 6. Sumber Pembiayaan KB 1) Sumber pembiayaan dalam layanan KB RS dapat berasal dari : a. APBN b. APBD Provinsi/Kabupaten/Kota c. Biaya mandiri d. BPJS e. Sumber lainnya 2) Biaya pelayanan KB di RS memiliki beberapa komponen : a.



Konsul dokter



b.



Tindakan meliputi : (1) Jasa pelayanan (2) Jasa rumah sakit (3) Bahan dan alat habis pakai



3)



Ayoman Pasca Pelayanan Besaran biaya pelayanan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.



BAB VII PENCATATAN DAN PELAPORAN KB RS wajib melaksanakan pencatatan kegiatan pelayanan PKBRS dilaporkan secara berkala ke Departemen Kesehatan dan disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pencatatan pelaksanaan layanan KB di RS memiliki 2 mekanisme yaitu : 1. Pencatatan dan pelaporan dengan menggunakan formulir dari BKKBN yang terdiri dari : a. Kartu Pendaftaran Klinik KB (K/O/KB/08) yang digunakan oleh klinik KB untuk melakukan pendaftaran pertama bagi klinik KB baru pada saat didirikan dan untuk pendaftaran ulang bagi semua klinik KB lama, yang dilakukan pada setiap awal tahun anggaran (bulan Januari). b. Kartu Peserta KB (K/I/KB/08) yang digunakan sebagai tanda pengenal dan bukti diri sebagai peserta KB. 1) Register Hasil Pelayanan KB di Klinik KB (R/I/KB/08) 2) Register Alat Kontrasepsi di Klinik KB (R/II/KB/08) yang digunakan untuk mencatat penerimanaan dan pengeluaran, serta persediaan semua jenis alokon di Klinik KB 3) Laporan Bulanan Klinik KB (F/II/KB/08) yang digunakan untuk melaporkan kegiatan dan hasil kegiatan pelayanan kontrasepsi baik untuk peserta KB baru maupun ulang. 4) Laporan bulanan hasil pelayanan KB di RS di kirim ke Dinkes Kab/Kota selambatlambatnya tanggal 10 setiap bulan. 5) Institusi KB di Kab/Kota dapat mengambil laporan tersebut berkooridinasi dengan Dinkes Kab/Kota apabila diperlukan. 2. Pencatatan dan pelaporan pelayanan KB di RS mengikuti Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) yang terdiri dari : a. Pencatatan dalam rekam medik pasien. b. Pencatatan dan pelaporan menggunakan : 1)



Formulir RL 1, yang meliputi : a) Kunjungan rawat jalan yang terdiri dari kunjungan baru dan kunjungan ulang. b) Metode kontrasepsi yang digunakan untuk peserta KB baru dan kunjungan ulang berikut keluhan efek samping. c) Kegiatan penyuluhan KB d) Kegiatan rujukan KB meliputi rujukan pasien, pengiriman dokter ahli ke sarana kesehatan lain dan kunjungan dokter ahli yang diterima.



2) Formulir RL 2a tentang data keadaan morbiditas pasien rawat inap. 3) Formulir RL 2b tentang data keadaan morbiditas pasien rawat jalan dengan golongan sebab sakit : pengelolaan kontrasepsi (Z30) berdasarkan umur dan jenis kelamin pasien.



4) Menggunakan format pencatatan dan pelaporan pelayanan KB yang digunakan oleh Dinkes Kab/Kota (lihat pedoman sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan KB, Depkes 2009). c. Laporan tersebut dikirim setiap triwulan ke Ditjen Bina Pelayanan Medik Depkes RI Bagian Program dan Informasi & Dinkes (Kab/Kota/Prov) secara berjenjang.



BAB VIII SISTIM RUJUKAN Rujukan pelayanan kesehatan adalah upaya pelimpahan tanggung jawab dan wewenang secara timbal balik dalam pelayanan kesehatan untuk penyelenggaraan kesehatan paripurna. Rujukan penyelenggaraan pelayanan KB dapat dilakukan dari unit pelayanan KB di luar RS (RSIA/RB/Puskesmas) ke RS atau unit pelayanan KB di RS ke RS lain dengan kemampuan pelayanan KB lebih tinggi. Rujukan dapat berlangsung secara vertikal dan horizontal, rujukan balik, rujukan eksternal dan internal sesuai dengan fungsi koordinasi dan jenis kemampuan yang dimiliki. Rujukan internal berpedoman pada prosedur rujukan di dalam RS dan mekanisme kerja di bagian terkait. 1. Ruang lingkup rujukan mencakup : a. Rujukan kesehatan (rujukan tenaga ahli dan rujukan sarana/logistik). b. Rujukan medis/kasus (rujukan ilmu pengetahuan dan rujukan teknologi termasuk rujukan spesimen, radiologi dan laboratorium). 2. Pelaksanaan pelayanan rujukan didasarkan kriteria sebagai berikut : a. Pelayanan KB belum/tidak tersedia pada fasilitas kesehatan tersebut. b. Komplikasi atau kegagalan lebih lanjut yang tidak bisa ditangani oleh unit pelayanan sederhana/diluar RS (Puskesmas, Bidan, RS/RB, dokter praktik swasta). c. Kasus-kasus yang membutuhkan penanganan dengan sarana/teknologi yang lebih canggih/memadai (misalnya layanan infertilitas).



BAB XI MONITORING DAN EVALUASI PKBRS A. Monitoring/pemantauan Pemantauan



PKBRS



dimaksudkan



untuk



meningkatkan



kualitas/memperbaiki



pelayanan kontrasepsi di Rumah Sakit, yang mencakup : 1. Pelayanan 2. SDM 3. Pembiayaan 4. Pelaporan 5. Fasilitas Pemantauan dilakukan melalui analisis hasil pencatatan dan pelaporan dan pertemuan /rapat koordinasi. Pemantauan internal dilakukan oleh Tim Jaga Mutu RS yang bersangkutan dengan cara self assessment yang dapat dilakukan 4 kali setahun. Pemantauan eksternal oleh Tim Jaga Mutu dilakukan di fasilitas pelayanan KB di wilayah kerja tim jaga mutu tersebut yang meliputi : 1. Monitoring kualitas (4 kali/tahun) 2. Supervise fasilitatif (4 kali/tahun) 3. Audit medik pelayanan KB (berdasarkan kasus khusus dalam pelayanan KB) 4. Pertemuan koordinasi tim jaga mutu (2 kali/tahun) B. Evaluasi Evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan KB melalui pertemuan berkala atau sewaktuwaktu bila diperlukan (Audit Medik Teknis, Rapat Program, Rapat Kerja) dan melalui feed back pelaporan.Tolak ukur adalah kualitas pelayanan merupakan upaya untuk mengetahui perkembangan dan keberhasilan pelayanan KB di Rumah Sakit. Kegiatan ini meliputi : 1. Evaluasi/Penilaian dari Provider (internal) Merupakan suatu proses untuk mengukur diri sendiri sejauh mana pelayanan yang telah diberikan oleh provider yang bersangkutan sesuai dengan standar/pedoman yang tersedia. Untuk melakukan penilaian tersebut, digunakan check list yang memuat prosedur pelayanan yang sudah diberikannya. Dengan penilaian diri tersebut, secara bertahap provider akan terus dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikannya 2. Pemantauan oleh Tim Jaga Mutu (eksternal) Merupakan kegiatan untuk memantau kualitas pelayanan yang diberikan di RS. Pemantauan dimaksud antara lain mencakup mutu interaksi petugas-klien melalui pengumpulan data, menilai hasil pemantauan dengan membandingkan dengan pedoman pelayanan yang telah ditetapkan, identifikasi berbagai permasalahan yang muncul berdasarkan hasil penilaian, menetapkan urutan prioritas penyelesaian masalah dan mencari jalan keluar tersebut serta menilai keberhasilannya. 3. Akreditasi Dalam akreditasi 5 pelayanan terdapat parameter yang mengukur pelayanan medik termasuk pelayanan kontrasepsi mantap yang diberikan oleh RS.



BAB X PENUTUP Manajemen Pelayanan KB dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan secara sistematik yang saling terkait dan berkesinambungan mulai dari pengorganisasian, perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan - evaluasi untuk menghasilkan luaran yang efektif dan efisien. PKBRS harus dipandang sebagai prioritas dalam pelaksanaan program KB Nasional serta perlu mendapat dukungan dari semua pihak. Pelayanan KB di RS mengikuti system manajemen pelayanan yang ada di RS setempat dengan tetap berorientasi pada keselamatan dan keamanan pasien. Pelaksanaan PKBRS harus berkoordinasi dengan lintas program maupun lintas sektor terkait..