Panduan Pelayanan Anaestesi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PANDUAN PELAYANAN ANESTESI



RSU BUNDA THAMRIN MEDAN



KATA PENGANTAR Pelayanan anestesi/sedasi di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang anestesi. Peningkatan kebutuhan pelayanan anestesi/sedasi ini tidak diimbangi dengan jumlah dan distribusi dokter spesialis anestesi secara merata. Keadaan tersebut menyebabkan tinakan anestesi di rumah sakit dilakukan oleh perawat anestesi sehingga tanggung jawab pelayanan ini menjadi tidak jelas khususnya untuk rumah sakit yang tidak memiliki dokter spesialis anestesi. Pelayanan anestesi di RSU BUNDA THAMRIN meliputi pelayanan anestesi/sedasi di Instalasi Bedah Sentral dan diluar Instalasi Bedah Sentral, pelayanan jantung paru dan otak, pelayanan kegawatdaruratan dan terapi intensif.



Medan,



Instalasi Bedah Sentral



DAFTAR ISI Kata Pengantar ............................................................................................... i Daftar Isi



............................................................................................... ii



BAB I DEFENISI .......................................................................................... 1 A. Pengertian Anastesi ......................................................................... 1 B. Jenis Anastesi .............. .................................................................... 1 1. Anastesi Umum ........................................................................... 1 2. Anastesi Regional ....................................................................... 2 3. Anastesi Lokal ............................................................................. 2 C. Tujuan ............................................................................................. 2 D. Prinsip .............................................................................................. 2 BAB II RUANG LINGKUP ............................................................................ 4 BAB III TATA LAKSANA ............................................................................. 5 A. Kategori Tingkatan Anastesi / Sedasi ......................................... 5 B. Pra Anastesi / Sedasi .................................................................. 5 C. Pra Induksi .................................................................................. 7 D. Induksi Anastesi / Sedasi ........................................................... 9 E. Pasca Anastesi ............................................................................. 12 F. Kriteria Pemulihan ..................................................................... 12 G. Penatalaksanaan Sedasi Diluar Instalasi Bedah Sentral.............. 15 H. Penatalaksanaan Nyeri ................................................................ 16 I. Prosedur Pelayanan Anastesi / Sedasi Pada Anak ..................... 18 J. Anggota Inti Tim Anastesi ......................................................... 20 BAB IV DOKUMENTASI .............................................................................. 22



BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN ANASTESI Anastesi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan hilang nya kesadaran atau persepsi nyeri (bersama atau terpisah), yang dapat dilakukan secara temporer dengan menggunakan obat anastesi. Pelayanan anastesi merupakan suatu tindakan kedokteran yang dibutuhkan untuk memungkinkan suatu tindakan operasi oleh ahli bedah agar dapat dilakukan. Oleh karenanya tindakan pemberian anastesi termasuk tergolong sebagai salah satu tindakan kedokteran yang beresiko tinggi, karena tujuan akhirnya adalah pasien dapat bebas dari rasa nyeri dan stres psikis serta pasien dapat pulih kembali paska operasi sesuai dengan derajat berat ringannya kerusakan yang dialami pasien serta mempertahankan status fisiologis pasien secara optimal terhadap stresor tindakan pembedahan. Adanya resiko yang tinggi tersebut menuntut adanya manajemen terhadap resiko tersebut agar pelayanan anastesi dapat berjalan dengan aman, lancar dan sukses dengan memperhatikan kaidah-kaidah patient safety. Manajemen



mengatasi



kegawatdaruratan



tersebut



menyebabkan



dalam



perkembangannya pelayanan anastesi bisa diberikan di instalasi gawat darurat,unit pelayanan intensif, radiologi serta di ruangan yang memerlukan sehingga kini disebut dengan anastesi dan reanimasi.



B. JENIS ANASTESI 1. Anastesi umum (general anastesi). Adalah kondisi atau prosedur ketika pasien menerima obat untuk amnesia, analgesia, melumpuhkan otot dan sedasi. Anastesia umum memungkinkan pasien untuk mentoleransi priosedur bedah yang dalam kondisi normalakan menimbulkan sakit yang tak tertahankan, beresiko eksaserbasi fisiologi yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan. Anastesi umum dapat menggunakan agen intravena (injeksi) atau hirup. Dapat diberikan secara intravena, intramuscular maupun inhalasi, sesuai dengan indikasi. Obat anastesi langsung bekerja di otak sehingga pada saat dilakukan insisi pasien diam tak bergerak.



2. Anastesia regional. Adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada impuls saraf sensorik sehingga impuls nyeri pada satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). a. Block spinal : pada berkas saraf dekat medulla spinalis (plexus block/perifer block). b. Epidural : pada medulla spinalis (epidural dan subaracnoid block). 3. Anastesi lokal. Adalah tehnik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi dibagian tubuh tertentu. Hal ini memungkinkan pasien untuk menjalani operasi dan gigi tanpa rasa sakit yang mengganggu. Dilakukan infiltrasi pada ujung saraf dilokasi yang akan di incisi. American Society of Anesthesiologist (ASA) mendukung konsep pelayanan rawat jalan untuk pembedahan dan anastesi. Anastesiolog diharapkan memegang peranan sebagai dokter pra operatif disemua rumah sakit, fasilitas pembedahan rawat jalan dan berpartisipasi dalam akreditasi rumah sakit sebagai salah satu sarana untuk menstandarisasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.



C. TUJUAN 1. Meningkatkan kualitas pelayanan pasien. 2. Menerapkan budaya keselamatan pasien. 3. Menetapkan standart pelayanan kesehatan di rumah sakit sesuai dengan akreditasi.



D. PRINSIP 1. Dokter yang berwenang harus dapat dihubungi 24 jam, baik pada kasus-kasus pelayanan rawat inap siap bersedia menerima telepon/konsultasi dari medis dan paramedis lainnya. 2. Fasilitas rumah sakit harus diorganisir, dilengkapi, dijalankan sesuai dengan regulasi pemerintah setempat dan nasional. 3. Petugas harus memiliki kompetensi dalam memberi pelayanan pada pasien dan mampu melakukan prosedur-prosedur yang diperlukan dalam suatu rumah sakit yang terdiri atas ; -



Petugas profesional.



-



Dokter dan sejawat



lainnya yang mempunyai surat izin praktek (SIP) atau



sertifikat yang memenuhi syarat.



-



Perawat yang memiliki (SIP) dan memenuhi syarat.



-



Petugas administratif.



-



Petugas kebersihan dan pemeliharaan rumah sakit.



4. Kepala komite medik bertanggungjawab dalam melakukan peninjauan ulang, penyesuaian kewenangan, peningkatan mutu dan evaluasi teman sejawat. 5. Petugas dan peralatan yang berkualitas dan tersedia setiap saat diperlukan untuk menangani situasi emergensi. 6. Setiap petugas yang berkualifikasi memadai berpartisipasi dalam pengembangan kebijakan dan prosedur anastesi/sedasi kompeten dalam ; -



Tehnik berbagai modus sedasi.



-



Monitoring yang tepat.



-



Respon terhadap komplikasi.



-



Penggunaan zat reversal.



-



Sekurang-kurangnya bantuan hidup dasar.



BAB II RUANG LINGKUP



Anastesiologi adalah suatu cabang ilmu kedokteran yang melibatkan (meliputi): 1.



Evaluasi pasien preoperatif.



2.



Rencana tindakan anastesi



3.



Perawatan intra dan pasca operatif



4.



Manajemen sistim dan petugas yang termasuk didalamnya.



5.



Konsultasi perioperatif.



6.



Pencegahan dan penanganan kondisi perioperatif yang tak diinginkan.



7.



Tatalaksana nyeri acut dan kronis.



8.



Perawatan pasien dengan sakit berat dan kritis. Kesemua pelayanan ini diberikan atau diinstrusikan oleh anastesiologis (dokter spesialis anastesiologis).



Pelayanan anastesi diperlukan untuk : 1.



Menghilangkan nyeri pembedahan dan trauma.



2.



Menghilangkan nyeri acut lain : a. Proses persalinan. b. Proses diagnostik lain tertentu.



3.



Menghilangkan nyeri kanker.



4.



Menghilangkan nyeri kronik.



5.



Menghilangkan rasa cemas pada anak.



6.



Pelayanan di ruang perawatan intensif.



BAB III TATA LAKSANA



A. KATEGORI TINGKATAN ANASTESI / SEDASI



1. Sedasi ringan/minimal (anxiolisis) : kondisi dimana pasien masih dapat merespon dengan normal terhadap stimulus verbal. Meskipun fungsi koqnitif dan kordinasi dapat terganggu, ventilasi dan fungsi kardiovaskuler tidak terganggu. Contoh sedasi minimal adalah : a. Block saraf perifer. b. Anastesi lokal atau topikal. c. Pemberian 1 jenis obat sedatif/analgesik oral dengan dosis yang sesuai untuk penanganan insomnia, anxietas atau nyeri. 2. Sedasi sedang (pasien sadar) : suatu depresi tingkat kesadaran dimana pasien memberikan respon terhadap stimulus sentuhan. Tidak diperlukan intervensi untuk mempertahankan patensi jalan nafas dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskuler biasanya terjaga dengan baik. 3. Sedasi berat/dalam : suatu kondisi depresi tingkat kesadaran dimana pasien memberikan respon terhadap stimulus yang berulang/nyeri. Fungsi ventilasi spontan dapat terganggu/tidak adekuat. Pasien mungkin membutuhkan bantuan untuk memperthankan patensi jalan nafas. Fungsi kardiovaskular biasanya terjaga dengan baik. 4. Anastesi umum : hilangnya kesadaran dimana pasien tidak sadar, bahkan dengan pemberian



stimulus



nyeri.



Pasien



sering



membutuhkan



bantuan



untuk



mempertahankan patensi jalan nafas, dan mungkin membutuhkan ventilasi tekanan positifkarena tidak adekuatnya ventilasi spontan/fungsi kardiovaskular dapat terganggu.



B. PRA ANASTESI / SEDASI 1. Tujuan Mengusahakan kondisi optimal dari pasien agar dapat menjalani pembedahan dengan hasil sebaik-baiknya. 2. Kegiatan. Evaluasi pra anastesi dikerjakan dalam priode 24 jam sebelum tindakan anastesi/pembedahan agar terapi atau pemeriksaan yang akan dilakukan hendaknya diberikan waktu yang cukup untuk evaluasi tersebut. Jika evaluasi ini tidak dapat dilakukan (misalnya pembedahan darurat), penilaian dilakukan sebelum mulai anastesi dan pembedahan. Tujuan akhir dari evaluasi ini adalah didapatkan persiapan menjelang operasi baik pasien, alat, maupun obat yang optimal.



Evaluasi pra anastesi mencakup : a. Identifikasi pasien. b. Identifikasi adanya penyulit, dengan melakukan penilaian terhadap; -



Jalan nafas dan fungsi pernafasan.



-



Funsi cardiovaskular.



-



Fungsi kesadaran.



-



Fungsi ginjal.



-



Fungsi pencernaan.



-



Fungsi ekstremitas. Menentukan status fisiologis pasien mengacu pada Klasifikasi ASA(American Society of Anesthesiologi)



c. Pemahaman prosedur bedah/medik yang akan dilaksanakan. d. Riwayat adanya penyakit terdahulu, riwayat alergi obat, riwayat pasien dan keluarganya terhadap tindakan anastesi bila ada dan hasil laboratorium serta pemeriksaan khusus bila diperlukan. e. Pengaturan terapy dan pemeriksaan lain yang diperlukan untuk mencapai kondisi pasien yang optimal misalnya terapi cairan, transfusi, fisioterapy nafas dan konsultasi dengan dokter spesialis lain bila diperlukan. f. Memberikan



penjelasan



tentang



persiapan



menjelang



operasi



termasuk



puasa,penjelasan tentang tindakan anstesi yang dilakukan, penjelasan tentang priode pasca operasi serta penanganan nyeri pasca bedah. Pada kasus berat dan resiko tinggi maka perlu diberikan KIE terhadap pasien dan keluarganya. Hasil evaluasi pra anastesi didokumentasikan /dicatat secara lengkap dalam rekam medik pasien. g. Memastikan informed consent. Menjelaskan rencana tindakan anestesi, komplikasi, resiko dan alternatif lainnya dan memperoleh izin tertulis dari pasien dan keluarga pasien.



C. PRA INDUKSI 1. Persiapan pasien. Dilakukan penilaian ulang terhadap pasien terhadap: -



Airway dan fungsi pernafasan.



-



Fungsi cardiovaskular.



-



Fungsi kesadaran.



-



Fungsi ginjal.



-



Fungsi pencernaan.



-



Fungsi ekstremitas.



-



Puasa.



-



Obat yang digunakan.



-



Bila ditemukan masalah segera diambil tindakan.



2. Persiapan alat. Sebelum operasi dimulai selalu dicek persiapan alat meliputi : a. Sumber oksigen, cek tekanan 4-5 bar. b. Alat untuk membebaskan jalan nafas: -



Orofaring airway nasofaring airway.



-



Laringoscop dengan 2 ukuran serta glydoscop untuk intubasi yang sulit, dicek lampu menyala terang berwarna putih.



-



Endotrakeal tube dengan 3 ukuran, di cek tidak ada kebocoran cuff. Siapkan nonkingking untuk posisi tengkurap, palatoraphy (operasi/tindakan daerah wajah dan jalan nafas).



-



Masker beberapa ukuran.



-



Magyl forcep.



-



Stylet.



-



Plester.



-



kasa tampon.



c. Meja troli anastesi untuk meletakkan alat-alat. d. Mesin suction dicek apakah berfungsi dengan baik dan pilih cateter suction yang sesuai. e. Alat bantuan nafas cadangan, dicek apakah ada ambubag yang berfungsi. f. Monitor : ekg, saturasi, tekanan darah, dan suhu. g. Alat-alat untuk regional anastesi. h. Meja operasi dicek fungsinya untuk berbagai posisi. i. Defibrilator selalu dalam keadaan siap pakai. j. Mesin anastesi meliputi : -



Cek tekanan oksigen normalnya antara 4-5 hari.



-



Sambungkan dengan sumber oksigen.



-



Sambungkan dengan sumber listrik bila dilengkapi dengan ventilator.



-



Test kebocoran.



-



Cek isi gas inhalasi.



-



Cek perubahan warna sodalime.



-



Cek fungsi vebrilator.



k. Persiapan obat meliputi: -



Obat induksi.



-



Midazolam. Disiapkan dalam spuit 5 cc dengan sediaan 1 mg/cc.



-



Propofol. Disiapkan dalam spuit 10 cc dengan sediaan 10 mg/cc.



-



Ketamin. Disiapkan dalam spuit 10 cc dengan sedian 10 mg/cc.



-



Golongan narkotik. Morphin



: disiapkan dalam spuit 10 cc dengan sediaan 1 mg/cc.



Pethidin



: disiapkan dalam spuit 2,5 cc dengan sediaan 50 mg/cc. Biasanya perlu diencerkan lagi dalam spuit 5 cc dengan sediaan 5mg/cc.



Fentanyl -



: disiapkan dalam spuit 2,5 cc dengan sediaan 50 mcg/cc.



Gas inhalasi. Isofluran : vavorizer diberi label warna ungu, dicek isi nya. Sevofluran : vavorizer diberi label warna kuning, di cek isi nya. Etrane, desflurane, hallotane.



-



Obat pelumpuh otot : Vecoronium



: disiapkan dalam spuit 3cc dengan sediaan 4mg/cc



Atracurium



: disiapkan dalam spuit 3cc dengan sediaan 10mg/cc.



Untuk keamanan obat-obat tersebut dimasukkan dalam spuit yang berbeda ukurannya serta diberi label dan tanggal. -



Obat-obat emergensi : 1) Epineprin 2) Norepineprin 3) Sulfas atropin 4) Ephedrin 5) Dopamine



6) Lidocaine 7) Furosemide 8) Amiodaron, aminophylin, dexamethason bila diperlukan. l. Cairan infus : Crystalloid (ringer lactat, normal saline) dan colloid (haes 6%, gelatin).



D. INDUKSI ANESTESI / SEDASI Pada tahap ini pasien sudah siap dan akan segera dilakukan pembiusan baik general maupun regional. 1.



Anastesia umum. Diberikan premedikasi dilingkungan kamar operasi atas indikasi. Diberikan loading dose obat anastesi agar pasien mulai tidur serta dilanjutkan dengan dosis maintenance untuk memelihara kadar obat anastesi. Pada tahap ini gas inhalasi dapat diberikan lewat facemask maupun intubasi. Dalam melakukan intubasi, dokter dibantu perawat anastesi. Tahapannya adalah : a. Dokter anastesi dan perawat anastesi melakukan cek persiapan alat dan obat. b. Siapkan dan pilih ukuran serta macam endotrakeal tube sesuai dengan yang dikehendaki. c. Pasang stylet atur panjang dan bentuk lekukannya. d. Lakukan tes kemudahan stylet dapat keluar masuk pipa. e. Lakukan tes cuff dengan meniupkan udara memakai spuit, biarkan sesaat lihat apakah ada kebocoran cuff atau tidak. f. Posisikan pasien pada kondisi normal, pada pasien dewasa berikan bantal setebal 10-12 cm padat dibawah kepalanya. g. Dokter anastesi telah siap memegang masker dengan ukuran yang sesuai dan oksigen telah dinyalakan. h. Perwat anastesi memberikan obat induksi sesuai advis dokter anastesi dan diawasi oleh dokter anastesi. i. Setelah obat bekerja dan pasien siap maka dilakukan intubasi. j. Perawat anastesi memberikan laringoscop serta endotrachealtube. k. Perawat anastesi membantu melakukan sellikck manuver saat dokter anastesi melakukan intubasi.



l. Pipa endotracheal tube sudah pada tempatnya cabut stylet hati-hati, pegang pipa erat-erat agar tidak bergeser. m. Endotracheal tube disambungkan dengan mesin anastesi. n. Dokter menilai apakah dada mengembang simetris saat diberi inhalasi dan suara nafas diauskultasi apakah terdengar sama antara kanan dan kiri. o. Bila terjadi intubasi endotracheatarik pipa endotracheal tube pelan-pelan sambil lakukan penilaian diatas. p. Bila letak endotracheal tube sudah tepat, masukkkan pipa orofaring sebagai bite block dan selanjutnya dilakukan fiksasi endotracheal tube dipipi pasien menggunakan plester. q. Buka vavorizer/obat inhalasi, selanjutnya maintenance. 2.



Anastesi regional. Set SAB atau peridural disiapkan secara steril diatas meja, lokasi injeksi regional didesinfeksi lebih dahulu dengan betadin, ahli anastesi mengenakan sarung tangan steril serta prosedur melakukan anastesi juga harus secara steril. Tahapannya yaitu : a. Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan. b. Posisi pasien duduk atau berbaring lateral dengan pungguing fleksi maksimal untuk analgesi spinal. c. Identifikasi lumbal 3-4. d. Desinfeksi dengan menggunakan isodin iodin dan alkohol 70%. e. Pasang doek bolong. f. Infiltrasi dengan menggunakan lidocain 2%. g. Insersi spinocan sesuai ukuran sampai keluar liquor cerebrospinalis. h. Dilakukan barbotage, bila terdapat cairan cerebrospinal dan tidak dijumpai darah kemudian diinjeksikan obat spinal anastesi. i. Pasien diposisikan normal kembali. j. Cek ketinggian block. Setelah dilakukan induksi, pasien akan disiapkan posisi operasi sesuai kebutuhan operasinya. Pada masa operasi ini selalu dilakukan penilaian ulang secara terus menerus terhadap fungsi vital sign agar tetap dalam batas normal oleh dokter ahli anastesi dibantu dengan perawat anastesi. Adapun tugas perawat anastesi yaitu:



1. Membebaskan jalan nafas dengan cara mempertahankan posisi kepala tetap ekstensi, memperthankan posisi endotrachealtube. 2. Mengukur tanda-tanda vital. 3. Memberi obat-obat sesuai program pengobatan dari dokter anastesi. 4. Melaporkan hasil pantauan kepada dokter anastesi. 5. Menjaga keamanan pasien dari bahaya jatuh. 6. Menilai efek hilangnya obat anastesi pada pasien. 7. Membebaskan jalan nafas dengan cara memperthankan posisis kepala tetap ekstensi, mempertahankan posisi endotracheal tube. 8. Memenuhi keseimbangan oksigen dan N2O dengan cara memantau flowmeter pada mesin anastesi. 9. Mempertahankan keseimbangan cairan dengan cara mengukur dan memantau cairan tubuh yang hilang selama pembedahan. 10.



Memberi obat-obatan sesuai program pengobatan dari dokter anastesi.



11.



Melaporkan hasil pemantauan kepada dokter anastesi.



12.



Menjaga keamanan pasien dari bahaya jatuh.



13.



Menilai efek hilang nya obat anastesi pada pasien.



Semua monitoring fungsi vital dan tindakan anastesi dicatat pada status anastesi. Dalam melakukan observasi fungsi vital selama operasi, perawat anastesi harus berespon dan mendokumentasikan semua perubahan fungsi vital pasien selama anastesi/pembedahan. Adanya perdarahan serta kegawatan fungsi vital pasien harus segera dilaporkan pada dokter ahli anastesi agar segera mendapat tindakan penanganan.Setelah operasi berakhir maka ahli anastesi akan mengakhiri anastesi, setelah itu pasien akan dibawa ke ruang pulih sadar dimana pasien akan dilakukan pengawasan selama periode pasca operasi selama kira-kira 2 jam.



E. PASCA ANASTESI Ruang pulih sadar dilengkapi dengan tenaga yang khusus dengan kompetensi mampu merawat pasien pada masa pemulihan dan pembiusan. Alat-alat untuk kondisi emergency



tersedia seperti masker, ambubag dan suction. Apabila terjadi kegawatan diruang pulih sadar maka salah satu meja trolley anastesi dari kamar operasi segera di tarik dibawah keruang pulih sadar. Pasien di observasi ketat di ruang pulih sadar dengan dipasang monitor serta dicatat di format observasi pasca operasi. Di ruang pulih sadar dilakukan pengawasan terhadap fungsi vital pasien, adanya perdarahan yang mungkin saja terjadi, evaluasi derajat nyeri pasca operasi. Adanya mual muntah pasca operasi juga harus diperhatikan. Adanya kegawatan fungsi vital pasien segera dilaporkan kepada dokter anastesi. Observasi pasca operasi selama lebih kurang 2 jam. Apabila fungsi vital bagus dan stabil serta aldrette score bagus (score > 8),maka pasien bisa dikembalikan keruangan atau ke unit perawatan intensif bila diperlukan. Setelah prosedur diagnostik selesai maka pasien diobservasi di ruang pulih sadar untuk dilakukan observasi pasca anastesi.



F. KRITERIA PEMULIHAN 1. ALDRETE SCORE Digunakan pada pasien dewasa dengan General Anastesi (GA) No



Kriteria



0



1



1



Nilai warna



Sianosis



Pucat



2



Sirkulasi



Tekanan darah



Tekanan darah



Tekanan darah



menyimpang >



menyimpang 20-50%



menyimpang
8, pasien dapan dipindahkan ke ruangan) 2. STEWARD SCORE Digunakan pada pasien anak-anak dengan General Anastesi



No Kriteria



0



1



1



Pergerakan



Tidak bergerak



2



Pernafasan



Perlu bantuan



3



Kesadaran



Tidak bereaksi



2



Gerak tak bertujuan Pertahankan jalan nafas Bereaksi terhadap rangsangan



Gerak bertujuan Batuk , menangis Menangis



Jumlah score : jika jumlah > 5, penderita dapat dipindah ke ruangan.



3. BROMAGE SCORE Digunakan pada pasien dewasa dengan SAB Kriteria



Nilai



Gerakan penuh dari tungkai



0



Tak mampu ekstensi tungkai



1



Tak mampu fleksi lutut



2



Tak mampu fleksi pergelangan kaki



3



Jumlah score : jika bromage score 2 dapat dipindahkan ke ruangan.



Kriteria pemulihan dan pemulangan pasien setelah pemberian sedasi dan analgesik. Setiap rumah sakit harus mempunyai kriteria pemulihan dan pemulangan yang sesuai dengan pasien dan prosedur yang dilakukan. Beberapa prinsip dasar yang harus dimiliki adalah : 1.



Prinsip umum a. Pengawasan medis dalam masa pemulihan dan pemulangan pasien setelah pemberian sedasi sedang/dalam merupakan tanggungjawab dokter yang melakukan sedasi. b. Ruang pemulihan harus dilengkapi dengan monitor dan peralatan resusitasi yang adekuat. c. Pasien yang menjalani sedasi sedang/dalam harus dipantau sampai kriteria pemulangan terpenuhi. Durasi dan frekuensi pemantauan harus disesuaikan dengan masing-masing pasien bergantung pada tingkat sedasi yang diberikan, kondisi umum pasien, dan intervensi/prosedur yang dilakukan. Oksigenasi harus dipantau sampai pasien terbebas dari resiko depresi pernafasan.



d. Tingkat kesadaran, tanda vital, dan oksigenasi (jika diindikasikan) harus dicatat dengan rutin dan teratur. e. Perawat atau petugas terlatih lainnya yang bertugas memantau pasien dan menidentifikasi adanya komplikasi harus dapat hadir/mendampingi pasien hingga kriteria terpenuhi. f. Petugas yang kompeten menangani komplikasi (misalnya mempertahankan patensi jalan nafas, memberkan ventilasi tekanan positif) harus dapat segera hadir kapan pun diperlukan hingga kriteria pemulihan terpenuhi. 2. Kriteria pemulangan pasien. a. Pasien harus sadar dan memiliki orientasi yang baik. Bayi dan pasien dengan gangguan status mental kembali kestatus semula/awal (sebelum menjalani status anastesi/analgesik). Dokter dan keluarga harus menyadari bahwa pasien anak-anak yang memiliki resiko obstruksi jalan nafas harus duduk dengan posisi kepala menunduk kedepan. b. Tanda vital harus stabil. c. Penggunaan sistim scoring dapat membantu pencatatan untuk kriteria pemulangan. d. Telah melewati waktu yang cukup (hingga 2 jam) setelah pemberian terakhir obat antagonis (nolakson, flumazenil) untuk memastikan bahwa pasien tidak masuk ke fase sedasi kembali setelah efek obat antagonis menghilang/habis. e. Pasien rawat jalan boleh dipulangkan dengan didampingi oleh orang dewasa yang dapat mengantarkan pasien sampai kerumah dan dapat melaporkan jika terjadi komplikasi pasca prosedur. f. Pasien rawat jalan dan pendampingnya harus diberikan instruksi tertulis mengenai diet pasca prosedur, obat-obatan, aktivitas dan nomor telepon yang dapat dihubungi jika terjadi keadaan emergency.



G. PENATALAKSANAAN SEDASI DILUAR INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS) a. Pelayanan anastesi diluar Instalasi Bedah Sentral (IBS) meliputi pembiusan di luar kamar operasi dengan pemberian sedasi dalam berbagai tingkatan, analgetik dan muscle relaxan sesuai dengan indikasi dan kondisi pasien yang bertujuan untuk



prosedur diagnostik maupun prosedur tindakan lain yang dimaksudkan dapat berjalan dengan baik dan pasien tetap dalam keadaan aman. b. Kunjungan pra anastesi/sedasi harus dilakukan dengan baik pada setiap pasien yang direncanakan untuk dilakukan prosedur anastesi/sedasi diluar Instalasi Bedah Sentral (IBS). c. Alat-alat untuk kebutuhan pelayanan anastesi/sedasi harus dipersiapkan secara lengkap seperti dikamar operasi. d. Alat-alat yang dimaksud meliputi : monitor EKG lengkap dengan pengukur tekanan darah, pulse oximetry, gas oksigen, alat penghisap (suction), alat untuk membebaskan jalan nafas, alat resusitasi, serta obat-obatan anastesi dan emergency. 1. Pelayanan anastesi pada pemeriksaan diagnostik. -



Pelayanan anastesi pada pemeriksaan diagnostik meliputi pelayanan anastesi/sedasi yang dilakukan pada ruang diagnostik yang invasif maupun non invasif.



-



Tindakan berupa pemberian sedasi dalam berbagai tingkatan, analgetik maupun muscle relaxan bila diperlukan pada diagnostik dengan menggunakan endoskopy maupun radiologi.



-



Evaluasi dan monitoring harus dilakukan secara kontiniu, baik sebelum, selama dan setelah prosedur diagnostik.



2. Pelayanan anastesi/sedasi di IGD dan ruang perawatan. -



Pelayanan anastesi/sedasi di IGD dan ruang perawatan meliputi tindakan intubasi maupun tindakan lainnya.



-



Pelayanan ini juga meliputi pelayanan gawat darurat, pelayanan code blue rumah sakit dan bantuan pemeriksaan diagnostik.



3. Pelayanan anastesi/sedasi di unit pelayanan intensif (ICU). -



Pelayanan anastesi/sedasi di unit pelayanan intensif meliputi pemberian sedasi ringan, sedang/berat, dan penatalaksanaan nyeri yang dilakukan di ruang ICU untuk tujuan tertentu dengan mengedepankan prinsip patient savety.



4. Pengelolaan akhir kehidupan. -



Pengelolaan



akhir



kehidupan



meliputi



penghentian



bantuan



hidup



(withdrwaing life support) dan penundaan bantuan hidup (withholding life support).



-



Keputusan withdrawing/withholding dilakukan pada pasien yang dirawat diruang intensif (ICU). Keputusan penghentian atau penundaan bantuan hidup adalah keputusan medis dan etis.



-



Keputusan untuk withdrawing/withholding dilakukan minimal oleh tiga orang dokter yaitu dokter spesialis anastesiology dan dokter yang memiliki kompetensi atau di tunjuk oleh komite medis rumah sakit.



H. PENATALAKSANAAN NYERI 1. Nyeri akut pasca operasi Nyeri pada pasien yang telah menjalani pembedahan segera atau beberapa hari pasca bedah. Penilaian intensitas nyeri pasca bedah ditentukan dengan penilaian Numerical Rating Scale (NRS) atau dengan Visual Analogue Score (VAS) / Wong Baker Face.



Penilaian Pasien Prabedah



Pra bedah



Pembedahan Rutin Analgesia Sistemik: 1. COX2 selektif inhibitor 2. Gabepatin 3. Dexamethasone Analgesia Regional: Anastetik lokal dengan waktu kerja panjang, infiltrasi luka untuk nyeri pada luka



Pasien dengan risiko co-morbid endokrin, kardiopulmonal, ginjal dan hati. Pertimbangkan penggunaan analgesia epidural sebagai anestesi tambahan



2. Nyeri akut non bedah Nyeri pada pasien yang bukan dikarenakan oleh tindakan pembedahan yang bersifat nyeri nosiseptif, neropatik dan kombinasi dengan insensitas ringan sampai berat. Penilaian skala nyeri menggunakan NRS dan VAS dengan tatalaksana sesuai dengan perjalanan nyeri yang berbeda. 3. Nyeri kanker Nyeri terjadi karena perkembangan atau invasi tumor serta terapi yang digunakan. Nyeri dapat berupa nyeri nosiseptif akibat adanya implamasi, kerusakan jaringan dan pelepasan mediator perangsang nosiseptor dikarenakan tumor ataupun akibat tindakan. Pemeriksaan dilakukan dengan penilaian intensitas nyeri VAS dan NRS. Adanya penyerta seperti mual muntah, dan pemeriksaan penunjang untuk melihat stadium perkembangan penyakit. Tatalaksana dilakukan dengan pendekatan farmakologi dan tindakan intervensi.



4. Nyeri kronik (Neuralghia Pasca Herpatic) Nyeri menetap timbul di sepanjang saraf setelah 3 s/d 6 bulan penyembuhan ruang herpes zoster. Penilaian melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi. 5. Nyeri kronik (Phantom Pain) Nyeri yang terjadi pada bagian tubuh yang telah hilan, nyeri terasa intermiten, terbakar, sakit, keram dan tertusuk-tusuk dan dinilai melalui pemeriksaan fisik serta penunjang.



I.



PROSEDUR PELAYANAN ANASTESI / SEDASI PADA ANAK. Penatalaksanaan anastesi/sedasi pada anak beraspek pada psikologi, anantomi, farmakologi, fisiologi dan patologi yang berbeda dengan orang dewasa. Tindakan anastesi/sedasi yang dilakukan pada kelompok anak : 1. Bayi prematur atau eks prematur dan bayi baru lahir sampai usia 1 bulan (neonatus). Kelompok beresiko tinggi untuk dilakukan tindakan dan memerlukan pembedahan kelainan bawaan. 2. Bayi < 1 tahun (infant). 3. Anak usia pra sekolah ( >1 tahun sampai 5 tahun). 4. Anak usia sekolah (6 sampai 12 tahun). 5. Anak usia remaja (13 sampai 18tahun).



Penatalaksanaan managemen pelayanan anastesi/sedasi pada anak : 1. Pemeriksaan pra bedah. Dilaksanakan pada setiap pasien yang menjalani tindakan anastesi/sedasi dan ditetapkan status fisik berdasarkan klasifikasi ASA (American Society of Anesthesiologist) : ASA 1 sampai 5 , ditambahkan “D” bila darurat. Pemeriksaan meliputi: -



Melakukan review pada rekam medis pasien.



-



Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terfokus.



-



Melakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan.



-



Memberikan terapy dan tindakan untuk mengurangi potensi penyulit pra operasi.



-



Menjelaskan rencana tindakan, resiko, komplikasi dan alternatif lain untuk persetujuan tindakan.



-



Dokumentasikan rencana dan prosedur anastesi/sedasi selama pra operatif.



2. Anastesi umum pada anak. Dilakukan atas indikasi prosedur diagnostik dan pembedahan diawali dengan pemeriksaan, persiapan obat dan alat, melaksanakan prosedur tindakan sesuai dengan panduan. 3. Puasa pra anastesi. Persiapan sebelum operasi, pasien tidak diperbolehkan makan dan minum pada waktu tertentu sebelum operasi untuk mencegah aspirasi dan regurgitasi sesuai dengan panduan. 4. Terapi cairan dan transfusi. Dilakukan untuk mengatasi shock, memenuhi dan mengganti kebutuhan serta kekurangan cairan/elektrolit disesuaikan dengan perhitungan tertentu untuk memenuhi kebutuhan. 5. Penatalaksaan nyeri. Dilakukan pada pasien segera atau beberapa jam pasca pembedahan dengan metode pengukuran nyeri pada anak. No



Metode pengkajian skala nyeri



Usia anak



1



Visual analog scale/ wong baker face 6 sampai 18 tahun



2



Numeric rating scale



3



FLACC(Face, Leg, Aktivity, Cry, Usia kurang dari 6 tahun.



7 sampai 18 tahun



Concolanility) 6. Sebagai manajemen cemas, nyeri dan kontrol aktivitas pada pasien anak tanpa kontraindikasi dengan target dan prosedur yang telah ditentukan. 7. Penatalaksaan sedasi rawat jalan. Tindakan anastesi/sedasi pada pasien anak rawat jalan dengan perencanaan dilakukan tindakan bedah dan memerlukan kriteria untuk dipulangkan pada hari yang sama. J.



ANGGOTA INTI TIM ANASTESI 1. Pelayanan anastesi/sedasi moderat dan dalam dipimpin oleh ketua tim anastesi. Ketua tim anastesi adalah seorang dokter anastesi yang kompeten melalui pelatihan bersertifikat, keahlian dan pengalaman serta konsisten dengan peraturan dan undangundang yang berlaku. Ketua tim anastesi memiliki tanggung jawab profesional untuk pelayanan anastesi/sedasi tersebut. Dimana tanggung jawab ini meliputi : -



Pengembangan, implementasi dan memelihara/menegakkan kebijakan dan prosedur.



-



Pengawasan administratif.



-



Memelihara atau mempertahankan program pengendalian mutu yang penting.



-



Merekomendasikan sumber luar untuk pelayanan anastesi/sedasi.



-



Memantau seluruh pelayanan anastesi/sedasi.



2. Tim anastesi melibatkan dokter dan non dokter. 3. Setiap anggota tim memiliki kewajiban untuk mengidentifikasi mereka sendiri dan anggota tim lainnya secara akurat kepada pasien dan keluarganya. 4. Tindakan/layanan anastesi dilakukan oleh tim anastesi, termasuk pemantauan dan pelaksanaan tindakan anastesi. 5. Instruksi diberikan oleh anastesiologis dan harus sejalan dengan kebijakan dan regulasi pemerintah serta kebijakan rumah sakit. 6. Tanggung jawab keseluruhan terhadap kinerja tim anastesi dan keselamatan pasien terletak pada anastesiologis. 7. Anastesiologis harus mewujudkan keselamatan pasien yang optimal dan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada setiap pasien yang menjalani tindakan anastesi. 8. Berikut adalah anggota tim anastesi : a. Dokter 1) Anastesiologis (spesialis anastesi). Pimpinan tim anastesi dan dokter anastesi merupakan seorang dokter anastesi yang memiliki SIP dan telah menyelesaikan program study spesialis dibidang anastesi yang terakreditasi. b. Non-dokter 1) Perawat anastesi. Merupakan perawat dengan SIP yang telah menyelesaikan program study perawat anastesi terakreditasi. 2) Asisten anastesi. Merupakan profesional kesehatan yang telah menyelesaikan program study asisten anastesi terakreditasi.



BAB IV DOKUMENTASI



Dalam pelaksanaannya pembuatan laporan pelayanan anastesi/sedasi moderat dan dalam dilakukan pada saat : 1. Pra anastesi. - Asesmen pra anastesi. - Asesmen pra induksi. - Informed consent. 2. Intra anastesi. - Laporan anastesi/sedasi.



3. Pasca anastesi. - Observasi PACU. - Rencana pelayanan pasca anastesi pada lembar CPPT. Seluruh tindakan yang diberikan pada pasien dan kondisi pasien selama proses asesmen pra anastesi, tindakan dan pemantauan intra anastesi, dan evaluasi pasca anastesi didokumentasikan



dan ditandatangani oleh dokter anastesi dan perawat anastesi



didalam rekam medik pasien.