12 0 157 KB
PROPOSAL PENELITIAN ANALISIS DANA BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN BERDASARKAN PENGUKURAN INPUT, OUTPUT DAN OUTCOME PADA PUSKESMAS ATAPUPU KABUPATEN BELU
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Penyusunan Skripsi
Oleh : MARIA YUNITA CORNELIA ANA MISSA NIM : 1423753772
PROGRAM STUDI AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK JURUSAN AKUNTANSI POLITEKTIK NEGERI KUPANG 2018
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Analisis Dana Bantuan Operasional Kesehatan Berdasarkan Pengukuran Input, Output Dan Outcome Pada Puskesmas Atapupu Kabupaten Belu
Nama
: Maria Yunita Cornelia Ana Missa
NIM
: 1423753772
Program Studi : Akuntansi Sektor Publik Jurusan
: Akuntansi
Menyetujui : Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Robin Tibuludji, SE., MM Nip. 19540121 198903 1 001
Deetje W. Manuain, SE., M.Si Nip. 19690108 200003 2 001
Mengetahui, Ketua Jurusan Akuntansi
Irwan, SE., M.Si Nip. 19691219 200003 1 001
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul………….…………………………………….………………………..i Lembar Pengesahan…………………………………………………………………...ii Daftar Isi……………………………………………………………………………...iii Daftar Tabel……………………………………………………………………...…...iv Daftar Lampiran……………………………………………………………………….v BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 A.
Latar Belakang .............................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
C.
Tujuan Penelitian........................................................................................... 3
D.
Manfaat Penelitian......................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 4 A.
Bantuan Operasional Kesehatan.................................................................... 4
B.
Indikator Kinerja ......................................................................................... 13
C.
Pengukuran Kinerja ..................................................................................... 18
D.
Konsep Dasar Input, Output dan Outcome ................................................. 25
E.
Penelitian Terdahulu.................................................................................... 29
F.
Kerangka Berpikir dan Hipotesis ................................................................ 31
BAB III METODE PENELITIAN............................................................................. 33 A.
Lokasi Penelitian dan Objek Penelitian....................................................... 33
B.
Jenis Dan Sumber Data ............................................................................... 33
D.
Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 34
E.
Teknik Analisis Data ................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 37 LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Laporan Ruang Lingkup Kegiatan Anggaran Puskesmas............................. 2 Tabel 2.1 Indikator di Departemen Kesehatan............................................................ 17 Tabel 3.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu .................................................................... 29 Tabel 4.1 Kriteria Pengukuran Input........................................................................... 35 Tabel 5.1 Kriterian Pengukuran Output ...................................................................... 35 Tabel 6.1 Kriterian Pengukuran Outcome................................................................... 36
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rancangan Biaya Penelitian Lampiran 2 Jadwal Penelitian Lampiran 3 Personalia Penelitian Lampiran 4 Laporan Ruang Lingkup Kegiatan Anggaran BOK Puskesmas Lampiran 5 Kartu Monitoring Proposal Skripsi Lampiran 6 Undangan Pelaksanaan Seminar Proposal Skripsi Lampiran 7 Lembaran Revisi
v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mengukur tingkat keberhasilan suatu instansi pemerintah sangat dibutuhkan adanya indikator yang jelas oleh stakeholders. Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai. Dengan demikian, tanpa adanya indikator kinerja, sulit bagi kita untuk menilai tingkat keberhasilan dan ketidakberhasilan kebijaksanaan maupun program suatu instansi pemerintah. Dengan indikator kinerja, suatu organisasi mempunyai wahana yang jelas bagaimana dia akan dikatakan berhasil atau tidak berhasil di masa yang akan datang. Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang merupakan bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mendukung operasional Puskesmas. Pada periode Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (Renstra Kemenkes) tahun 2010-2014, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) telah banyak membantu dan sangat dirasakan manfaatnya oleh Puskesmas dan kader kesehatan di dalam pencapaian program kesehatan. Pelaksanaan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) pada lima tahun terakhir, hasil pembangunan kesehatan telah menunjukkan peningkatan yang bermakna, namun masih terjadi kesenjangan status kesehatan masyarakat antar wilayah, antar status sosial dan ekonomi. Beberapa pencapaian tujuan Millennium Development Goals (MDGs) sampai tahun 2013 antara lain : 1. Angka Kematian Ibu (AKI) 346/100.000 kelahiran hidup (SDKI/Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012) atau 359/100.000 kelahiran hidup (SP/Sensus Penduduk 2010) dari target 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015; 2. Angka Kematian Bayi (AKB) 32/1000 kelahiran hidup dari target 23/1000 kelahiran hidup pada tahun 2015; dan 1
3. Prevelensi Balita Gizi kurang 19,6% dari target 15,5% pada tahun 2015. Saat ini Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) cenderung menjadi anggaran utama untuk operasional program kesehatan di Puskesmas. Porsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk operasional program kesehatan di Puskesmas semakin menurun, sehingga kinerja Puskesmas cenderung statis. Tabel 1.1 Laporan Ruang Lingkup Kegiatan Anggaran Puskesmas Tahun Anggaran 2013 & 2017 TAHUN ANGGARAN BOK
REALISASI BOK
SISA ANGGARAN
2013
Rp. 76.000.000
Rp. 73.030.000
Rp. 2.970.000
2014
Rp. 85.500.000
Rp. 83. 050.000
Rp. 2.450.000
2015
Rp. 89.000.000
Rp. 88.800.000
Rp. 200.000
2016
Rp. 86.500.000
Rp. 83.489.000
Rp. 3.011.000
2017
Rp. 93.500.000
Rp. 92.354.000
Rp. 1.146.000
Sumber : Puskesmas Atapupu, Tahun 2018 Berdasarkan pengamatan awal, realisasi dana bantuan operasional kesehatan dari tahun 2013-2017 tidak mencapai anggaran yang dikeluarkan. Tidak terealisasinya dana tersebut dikarenakan adanya program yang tidak mencapai anggaran yang ditetapkan, yaitu Upaya Kesehatan Wajib di Puskesmas yakni program Kesehatan Ibu & Anak (KIA), Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit, Promosi Kesehatan, Perbaikan Gizi dan Kesehatan Lingkungan; Upaya Kesehatan Pengembangan di Puskesmas yakni Usaha Kesehatan Sekolah; Manajemen Puskesmas dan Pemeliharaan Ringan Puskesmas. Rendahnya realisasi anggaran Bantuan Operaional Kesehatan (BOK) tersebut disebabkan karena kesibukan puskesmas, sehingga sejumlah program yang berkaitan dengan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) belum seluruhnya dilaksanakan. Puskesmas sendiri memiliki kegiatan yang cukup banyak seperti, pendataan keluarga sehat, kampanye MR, dan lain-lain. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berniat melakukan penelitian untuk melihat anggaran Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) melalui pendekatan sistem dilihat dari input, output dan outcome untuk diketahui
2
sejauh mana anggaran Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) tersebut dalam pelaksanaan program di masa yang akan datang dengan judul : “Analisis Dana Bantuan Operasional Kesehatan Berdasarkan Pengukuran Input, Output Dan Outcome Pada Puskesmas Atapupu Kabupaten Belu”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana dana bantuan operasional kesehatan berdasarkan pengukuran input, output dan outcome” C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah “untuk mengetahui” dana bantuan operasional kesehatan berdasarkan pengukuran input, output, dan outcome.” D. Manfaat Penelitian Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah : a.
Manfaat bagi Perusahaan Memberi masukan kepada Puskesmas Atapupu tentangnya pentingnya dana bantuan operasional kesehatan dengan pengukuran input, output, dan outcome yang dapat bermanfaat untuk operasi perusahaan dalam jangka panjang dan jangka pendek.
b.
Manfaat Bagi Almamater Sebagai bahan referensi untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca dalam memahami dana bantuan operasional kesehatan berdasarkan pengukuran input, output, dan outcome serta menambah bahan bacaan di Perpustakaan Politeknik Negeri Kupang.
c.
Manfaat Bagi Masyarakat Diharapkan mampu menjadi bahan informasi dalam mengetahui dana bantuan operasional kesehatan tersebut.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Bantuan Operasional Kesehatan 1. Pengertian Bantuan Operasional Kesehatan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 11 (2015:9), Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) adalah dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kementrian Kesehatan dan merupakan bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang disalurkan melalui mekanisme tugas pembantuan untuk percepatan pencapaian target program kesehatan prioritas nasional khususnya Millennium Development Goals (MDGs) bidang kesehatan tahun 2015, melalui peningkatan kinerja Puskesmas dan jaringannya, serta Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) khususnya Poskesdes/Polindes, Posyandu, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 61 (2017:23), Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) merupakan bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mendukung operasional puskesmas dalam rangka pencapaian program kesehatan prioritas nasional bidang kesehatan, khususnya kegiatan promotif dan preventif sebagai bagian dari upaya kesehatan masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 494 (2010:6) Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) adalah bantuan dana dari pemerintah melalui Kementrian Kesehatan dalam membantu pemerintahan kabupaten dan pemerintahan kota melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan menuju Millennium Development Goals (MDGs) dengan meningkatkan kinerja Puskesmas dan jaringannya serta Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif. Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Bantuan Operasional Kesehatan adalah dana Anggaran Pendapatan dan
4
Belanja Daerah (APBD) Kemetrian Kesehatan dan merupakan bantuan Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah yang disalurkan melalui mekanisme tugas pembantuan untuk mendukung operasional kesehatan puskesmas dalam rangka pencapaian program kesehatan prioritas nasional bidang kesehatan, khususnya kegiatan promotif dan preventif sebagai bagian dari upaya kesehatan masyarakat. 2. Tujuan Bantuan Operasional Kesehatan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 11 (2015:6-7), Tujuan Bantuan Operasinal Kesehatan dibagi menjadi 2, yaitu : a.
Tujuan Umum Mendukung peningkatan upaya kesehatan masyarakat yang bersifat promotif dan preventif dalam mencapai target program kesehatan prioritas nasional khususnya Millennium Development Goals (MDGs) bidang kesehatan tahun 2015.
b.
Tujuan Khusus 1) Menyediakan dukungan dana operasional program bagi Puskesmas, untuk pencapaian program kesehatan prioritas nasional. 2) Menyediakan dukungan dana bagi penyelenggaraan manajemen Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi dalam pelaksanaan program kesehatan prioritas nasional. 3) Mengaktifkan penyelenggaraan manajemen Puskesmas mulai dari perencanaan, penggerakan/pelaksanaan lokakarya mini sampai dengan evaluasi. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 61
(2017:24), Tujuan Bantuan Operasional adalah : a.
Tujuan Umum 1) Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan untuk upaya kesehatan promotif dan preventif di wilayah kerja, yang dilaksanakan terutama melalui pendekatan keluarga menuju keluarga sehat; 2) Mendukung pemerintah daerah dalam menjamin ketersediaan obat, vaksin dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) yang bermutu,
5
merata dan terjangkau di pelayanan kesehatan dasar pemerintah; dan 3) Meningkatkan fungsi rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat sekunder dan tersier dalam mendukung pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat Primer di Puskesmas. b.
Tujuan Khusus 1) Menyelenggarakan Program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga; 2) Menyelenggarakan upaya kesehatan promotif dan preventif utamanya pelayanan di luar gedung; 3) Menyelenggarakan fungsi manajemen untuk mendukung kinerja; 4) Menyelenggarakan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat; 5) Menyelenggarakan kerja sama lintas sektoral dalam mendukung program kesehatan; 6) Menyelenggarakan fungsi rujukan Upaya Kesehatan masyarajat (UKM) di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota; dan Provinsi beserta Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Kesehatan Masyarakat; dan 7) Mendukung Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam menjamin ketersediaan obat, vaksin dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) di puskesmas melalui penyediaan biaya distribusi obat, vaksin dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) ke puskesmas serta operasional sistem informasi atau aplikasi logistik obat dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP)
secara
elektonik
di
Instansi
Farmasi
Kabupaten/Kota. 3. Sasaran Bantuan Operasional Kesehatan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 11 (2015:7), Sasaran Bantuan Operasional adalah : a. Puskesmas dan jaringannya b. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota c. Dinas Kesehatan Provinsi Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 61 (2017:25), Sasaran Bantuan Operasional adalah :
6
a. Puskesmas dan jaringannya; b. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota beserta Balai Kesehatan Masyarakat dan Instansi Farmasi sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT-nya); c. Dinas Kesehatan Provinsi beserta Balai Kesehatan Masyarakat sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT-nya). 4. Kebijakan Operasional Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI (2015:7), Kebijakan Operasional adalah : a.
Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) bukan merupakan penerimaan fungsional pemerintah daerah dan bukan dana utama dalam
penyelenggaraan
upaya
kesehatan
di
Puskesmas
dan
jaringannya serta Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM),
sehingga
pemerintah
daerah
tetap
berkewajiban
mengalokasikan dana operasional untuk Puskesmas; b.
Pemanfaatan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk kegiatan Puskesmas dan jaringannya serta Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) harus berdasarkan hasil perencanaan yang disepakati dalam Lokakarya Mini Puskesmas, yang diselenggarakan secara rutin/periodik sesuai kondisi wilayah kerja Puskesmas;
c.
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
menerbitkan
Surat
Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tentang alokasi Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) setiap Puskesmas, secara proporsional dengan kriteria/parameter sebagai berikut : 1) Proporsi sasaran program (contoh : bayi, anak balita, anak usia sekolah, remaja, ibu hamil, ibu nifas, kelompok berisiko, dan lainlain) 2) Jumlah Posyandu di Puskesmas, jumlah sekolah, dan atau jumlah Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) lainnya 3) Jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas yang memberikan pelayanan promotif preventif luar gedung 4) Besaran biaya transportasi dari Puskesmas ke desa
7
5) Proporsi dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) per Puskesmas 6) Kriteria/parameter lain yang ditentukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan kearifan lokal d.
Pemanfaatan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) harus di sinergikan dan tidak boleh duplikasi dengan dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan sumber dana lainnya. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.61 (2017:25)
Kebijakan Operasional adalah : a.
Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) diarahkan untuk meningkatkan kinerja puskesmas, Balai Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi dalam upaya kesehatan promotif dan preventif;
b.
Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk mendukung peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan melalui program Nusantara Sehat di Puskesmas;
c.
Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk mendukung kelanjutan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) agar terwujud desa Stop Buang Air Besar Sembarangan (desa SBS);
d.
Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dimanfaatkan untuk penyelenggaraan Program Indonesia Sehat melaui Pendekatan Keluarga;
e.
Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dipergunakan untuk mendukung penurunan prevalensi stunting, outbreak respond dan kegiatan lainnya yang terkait pencapaian prioritas nasional;
f.
Pemanfaatan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) bersinergi dengan sumber dana lain dengan menghindari duplikasi dan tetap mengedepankan akuntabilitas dan transparansi;
g.
Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk biaya distribusi obat, vaksin dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dimanfaatkan
8
untuk membantu menjamin obat, vaksin dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) tersedian dalam jumlah yang cukup di puskesmas; h.
Dana
Bantuan
Operasional
Kesehatan
(BOK)
untuk
biaya
pemanfaatan sistem informasi atau aplikasi logistik obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) secara elektronik bertujuan untuk memperkuat pengelolaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) di Instansi Farmasi Kabupaten/Kota. 5. Ruang Lingkup Kegiatan Bantuan Operasional Kesehatan Menurut Peratuaran Menteri Kesehatan RI No. 11 (2015:11-12), Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) selain untuk operasional Puskesmas
dan
jaringannya,
juga
dialokasikan
untuk
dukungan
manajemen Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta untuk dukungan manajemen Dinas Kesehatan Provinsi. Berikut adalah ruang lingkup kegiatan dan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) : a.
Dinas Kesehatan Provinsi Dinas Kesehatan Provinsi memperoleh dana dukungan manajemen BOK yang dipergunakan untuk kegiatan antara lain : 1) Penyelenggaraan penggerakan,
pertemuan
evaluasi)
tingkat
koordinasi provinsi
(perencanaan, yang
melibatkan
kabupaten/kota/puskesmas, lintas program, lintas sektor; 2) Penyelenggaraan rapat teknis pengelolaan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK); 3) Penyelenggaraan pembinaan, monitoring dan evaluasi kegiatan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) lingkup administrasi dan program ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Puskesmas dan jaringannya serta Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM); dan 4) Pelaksanaan konsultasi/koordinasi teknis program Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) ke pusat.
9
b.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota memperoleh dana dukungan manajemen
Bantuan
Operasional
Kesehatan
(BOK)
yang
dipergunakan untuk kegiatan antara lain : 1) Penyelenggaraan
pertemuan
koordinasi
(perencanaan,
penggerakan, evaluasi) tingkat kabupaten/kota yang melibatkan Puskesmas, lintas program, lintas sektor; 2) Penyelenggaraan rapat teknis pengelolaan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK); 3) Penyelenggaraan pembinaan, monitoring dan evaluasi kegiatan BOK lingkup administrasi dan program ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Puskesmas dan jaringannya serta Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM); dan 4) Pelaksanaan konsultasi/koordinasi teknis program
Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK) ke provinsi; 5) Pelaksanaan
konsultasi/rekonsiliasi
ke
Kantor
Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN)/Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara (Kanwil DJPbN); dan 6) Pelaksanaan konsolidasi laporan keuangan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) ke pusat (berdasarkan undangan). c.
Puskesmas 1) Minimal 60% dari total alokasi dana Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK)
Puskesmas
digunakan
untuk
Program
Kesehatan Prioritas melalui berbagai kegiatan yang berdaya ungkit tinggi untuk pencapaian tujuan Millennium Development Goals (MDGs) bidang kesehatan. 2) Maksimal total 40% dari total alokasi dana Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK)
Puskesmas
digunakan
untuk
Program
Kesehatan lainnya dan Manajemen Puskesmas. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 61 (2017:26) Ruang Lingkup Kegiatan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) adalah
10
Utamanya untuk upaya kesehatan bersifat promotif dan preventif di setiap jenjang pelayanan kesehatan meliputi : a.
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk puskesmas;
b.
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk fasilitas rujukan upaya kesehatan masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota beserta Balai Kesehatan Masyarakat sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPTnya);
c.
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk distribusi obat, vaksin, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) serta pemanfaatan sistem informasi atau aplikasi logistik obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) secara elektronik di Instansi Farmasi Kabupaten/Kota; dan
d.
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk fasilitas rujukan upaya kesehatan masyarakat di Dinas Kesehatan Provinsi beserta Balai Kesehatan Masyarakat sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT-nya).
6. Indikator Kinerja Bantuan Operasional Kesehatan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI (2015:43-44), Untuk mewujudkan
akuntabilitas
dan
transparansi
pengelolaan
Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK), maka perlu ditetapkan indikator kinerja sebagai alat untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Tujuan penetapan indikator kinerja ini adalah untuk penilaian kinerja internal jajaran kesehatan setiap tingkatan dan untuk penilaian kinerja eksternal Kementrian Kesehatan terkait dengan pengelolaan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan transparansi publik. Indikator kinerja Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) meliputi aspek manajemen dan aspek program. a.
Aspek Manajemen 1) Kementrian Kesehatan a) Jumlah Puskesmas yang mendapatkan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Jumlah Puskesmas yang memanfaatkan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) (target 9719 Puskesmas).
11
b) Jumlah
Puskesmas
yang
mempublikasikan
laporan
pemanfaatan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Jumlah
Puskesmas
yang
mempublikasikan
laporan
pemanfaatan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) di papan pengumuman Puskesmas atau kantor camat (target 7289 Puskesmas). 2) Dinas Kesehatan Provinsi a) Pembinaan tingkat provinsi Melakukan pembinaan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sampai ke Puskesmas meliputi administrasi keuangan dan teknis program minimal 2 kali per tahun di setiap kabupaten/kota
dan
masing-masing
2
Puskesmas
di
kabupaten/kota dengan salah satu kegiatannya mengikuti proses lokakarya mini. b) Pertemuan koordinasi tingkat provinsi Menyelenggarakan
pertemuan
koordinasi
mengundang
seluruh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, minimal 2 kali per tahun. 3) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota a) Pembinaan tingkat kabupaten/kota Melakukan pembinaan ke Puskesmas meliputi administrasi keuangan dan teknis program yang dilakukan minimal 2 kali di masing-masing Puskesmas dengan salah satu kegiatannya mengikuti proses lokakarya mini. b) Pertemuan koordinasi tingkat kabupaten/kota Menyelenggarakan
pertemuan
koordinasi
mengundang
seluruh Puskesmas sebanyak 2 kali per tahun. 4) Puskesmas Publikasikan
Laporan
Kesehatan (BOK)
12
Pemanfaatan
Bantuan
Operasional
Puskesmas mempublikasikan laporan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) di papan pengumuman Puskesmas atau kantor camat setiap 3 bulan. b.
Aspek Program Cakupan Indikator Kinerja Program Puskesmas Cakupan
pencapaian
indikator
program
kesehatan,
yang
diselenggarakan oleh Puskesmas yang berasal dari berbagai sumber biaya termasuk Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Target ditetapkan oleh masing-masing Puskesmas serta kabupaten/kota. B. Indikator Kinerja 1. Pengertian Indikator Kinerja Menurut Bastian (2005:267), Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhitungkan indikator masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (outcomes), manfaat (benefit), dan dampak (impacts). Menurut Mahsun (2013:71), Indikator Kinerja adalah suatu variabel yang digunakan untuk mengekspresikan secara kuantitatif efektivitas dan efisiensi proses atau operasi dengan berpedoman pada target-target dan tujuan organisasi. Sedangkan menurut Mardiasmo (2002:125), Indikator Kinerja adalah sekumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja baik yang bersifat finansial maupun nonfinansial untuk melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis. Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Indikator Kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif
yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu proses atau operasi dengan berpedoman pada target-target dan tujuan organisasi. 2. Syarat-Syarat Indikator Kinerja Menurut
Indra
Bastian
(2005:267),
Sebelum
menyusun
dan
menerapkan indikator kinerja, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu
13
indikator kinerja perlu diketahui. Syarat-syarat yang berlaku untuk semua kelompok kinerja tersebut adalah sebagai berikut : a.
Spesifik, jelas, dan tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi.
b.
Dapat diukur secara objektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, yaitu dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama.
c.
Relevan; indikator kinerja harus menangani aspek objektif yang relevan.
d.
Dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukkan keberhasilan masukan, proses keluaran, hasil, manfaat, serta dampak.
e.
Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan/penyesuaian pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan.
f.
Efektif; data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dengan biaya yang tersedia. Mengingat bidang kehidupan atau sektor/program pembangunan
sangat beragam, indikator kinerja dan cara penerapannya untuk bidang fisik (misalnya, pembangunan prasarana dan sarana fisik) maupun bidang nonfisik (misalnya, penyuluhan dan perubahan sikap masyarakat) tidak selalu sama. Berikut ini adalah beberapa contoh indikator kinerja adalah Tingkat kecepatan pelayanan; Tingkat ketepatan pelayanan; Tingkat kenyamanan; dan Tingkat kemurahan. Penentuan indikator-indikator di atas ke dalam masing-masing kelompoknya (masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak) akan
sangat
Misalnya,
tergantung ada
pada
indikator
kebijaksanaan/program/kegiatannya. yang
bila
dikaitkan
dengan
kebijaksanaan/program/kegiatannya A, maka indikator tersebut masuk ke dalam kelompok indikator masukan. Apabila indikator dikaitkan dengan kebijaksanaan/program/kegiatannya B, maka indikator tersebut masuk ke dalam kelompok indikator keluaran. Sedangkan menurut Mahsun (2013:74-75), Indikator kinerja bisa berbeda untuk setiap organisasi, namun setidaknya ada persyaratan umum
14
untuk terwujudnya suatu indikator yang ideal. Syarat-syarat indikator adalah sebagai berikut : a.
Consitency : Indikator definisi yang digunakan untuk merumuskan indikator kinerja harus konsisten, baik antara periode waktu maupun antar unit-unit organisasi.
b.
Comparibility : Indikator kinerja harus mempunyai daya banding secara layak.
c.
Clarity : Indikator kinerja harus sederhana, didefinisikan secara jelas dan mudah dipahami.
d.
Controllability : Pengukuran kinerja terhadap seorang manajer publik harus berdasarkan pada area yang dapat dikendalikannya.
e.
Contingency : Perumusan indikator kinerja bukan variabel yang independen dari lingkungan internal dan eksternal.
f.
Comprehensiveness : Indikator kinerja harus merefleksikan semua aspek perilaku yang cukup penting untuk pembuatan keputusan manajerial.
g.
Boundedness : Indikator kinerja harus difokuskan pada faktor-faktor utama yang merupakan keberhasilan organisasi.
h.
Relevance : Berbagai penerapan membutuhkan indikator spesifik sehingga relevan untuk kondisi dan kebutuhan tertentu.
i.
Feasibility : Target-target yang digunakan sebagau dasar perumusan indikator kinerja harus merupakan harapan yang realistik dan dapat dicapai.
3. Pengembangan Indikator Kinerja Menurut Mahsun (2013:73-74), Penggunaan indikator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu aktivitas atau program telah dilakukan secara efisien dan efektif. Indikator untuk tiap-tiap unit organisasi berbeda-beda tergantung pada tipe pelayanan yang dihasilkan. Penentuan indikator kinerja perlu mempertimbangkan komponen berikut : a.
Biaya Pelayanan (cost of service) Indikator biaya biasanya diukur dalam bentuk biaya unit (unit cost), misalnya biaya per unit pelayanan. Beberapa pelayanan mungkin tidak
15
dapat ditentukan biaya unitnya, karena output yang dihasilkan tidak dapat dikuantifikasi atau tidak ada keseragaman tipe pelayanan yang diberikan. Untuk kondisi tersebut dapat dibuat indikator kinerja proksi, misalnya belanja per kapita. b.
Penggunaan (Utilization) Indikator penggunaan pada dasarnya membandingkan antara jumlah pelayanan yang ditawarkan (supply of service) dengan permintaan publik (public demand). Indikator ini harus mempertimbangkan preferensi publik, sedangkan pengukurannya biasanya berupa volume absolute atau presentase tertentu, misalnya presentase penggunaan kapasitas. Contoh lain adalah rata-rata jumlah penumpang per bus yang dioperasikan. Indikator kinerja ini digunakan untuk mengetahui frekuensi operasi atau kapasitas kendaraan yang digunakan pada tiaptiap jalur.
c.
Kualitas dan Standar Pelayanan (Quality and Standards) Indikator kualitas dan standar pelayanan merupakan indikator yang paling sulit diukur, karena menyangkut pertimbangan yang sifatnya subyektif. Penggunaan indikator kualitas dan standar pelayanan harus dilakukan secara hati-hati karena kalau terlalu menekankan indikator ini justru dapat menyebabkan kontraproduktif. Contoh indikator kualitas dan standar pelayanan misalnya perubahan jumlah complain masyarakat atas pelayanan tertentu.
d.
Cakupan Pelayanan (Coverage) Indikator cakupan pelayanan perlu dipertimbangkan apabila terdapat kebijakan atau peraturan perundangan yang mensyarakatkan untuk memberikan palayanan dengan tingkat pelayanan minimal yang telah ditetapkan.
e.
Kepuasan (Satisfaction) Indikator kepuasan biasanya diukur melalui metode jajak pendapat secara langsung. Bagi pemerintah daerah, metode penjaringan aspirasi masyarakat
(need
assessment),
dapat
juga
digunakan
untuk
menetapkan indikator kepuasan. Namun demikian, dapat juga
16
digunakan indikator proksi misalnya jumlah komplain. Pembuatan indikator kinerja tersebut memerlukan kerja sama antar unit kerja. 4. Langkah-Langkah Dalam Menyusun Indikator Kinerja Menurut Bastian (2005:270), Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan
untuk
penyusunan
dan
penetapan
indikator
kinerja
pemerintahan, yaitu sebagai berikut : a.
Susun dan tetapkan rencana strategis lebih dahulu. Rencana strategis meliputi visi, misi, tujuan, sasaran, dan cara mencapai tujuan/sasaran (kebijaksanaan, program dan kegiatan).
b.
Identifikasi data/informasi yang dapat dikembangkan menjadi indikator kinerja. Dalam hal ini, data/informasi yang relevan, lengkap, akurat dan kemampuan pengetahuan tentang bidang akan dibahas untuk menyusun dan menetapkan indikator kinerja yang tepat dan relevan.
c.
Pilih dan tetapkan indikator kinerja yang paling relevan dan berpengaruh
besar
terhadap
keberhasilan
pelaksanaan
kebijaksanaan/program/kegiatan. Menurut Bastian (2005:271), Berikut diberikan contoh indikator yang ada di Departemen Kesehatan : Tabel 2.1 Indikator di Departemen Kesehatan PROGRAM Peningkatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
PROYEK/KEGIATAN Perbaikan/Penggantian peralatan medis yang rusak di Puskesmas
17
INDIKATOR KINERJA 1. Input dana 2. Process - Ketaatan pada aturan hukum dalam proses pengadaan peralatan medis - Rata-rata waktu yang diperlukan untuk pembelian dan penerimaan peralatan medis di Puskesmas 3. Output a. Jumlah peralatan medis
4. Outcome b. Baiknya kualitas pemeriksaan 5. Benefit c. Peningkatan kesembuhan pasien 6. Impact d. Penurunan jumlah orang sakit Sumber : Bastian, Tahun 2002 C. Pengukuran Kinerja 1. Pengertian Pengukuran Kinerja Menurut Mahsun (2005:141), Pengukuran Kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas : efisiensi penggunaan sumberdaya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan); hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan (Robertson,2002). Sedangkan
menurut
Bastian
(2005:275),
Pengukuran
Kinerja
merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses. Menurut Mardiasmo (2002:121), Pengukuran Kinerja adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategis melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Pengukuran Kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses.
18
2. Elemen Pokok Pengukuran Kinerja Menurut Mahsun (2011:142), Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan elemen pokok suatu pengukuran kinerja antara lain : a.
Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi Tujuan adalah pernyataan secara umum (belum secara eksplisit) tentang apa yang ingin dicapai organisasi. Sasaran merupakan tujuan organisasi yang sudah dinyatakan secara eksplisit dengan disertai batasan waktu yang jelas. Strategi adalah cara atau teknik yang digunakan organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran. Tujuan, sasaran, dan strategi tersebut ditetapkan dengan berpedoman pada visi dan misi organisasi. Berdasarkan tujuan, sasaran, dan strategi tersebut selanjutnya dapat ditentukan indikator dan ukuran kinerja secara tepat.
b.
Merumuskan indikator dan ukuran kinerja Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasiindikasi kinerja. Ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung. Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi. Indikator kinerja dapat berbentuk faktor-faktor keberhasilan utama (critical success factorsi) dan indikator kinerja kunci (key performance indicator). Faktor keberhasilan utama adalah suatu area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja unit kerja organisasi.
c.
Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi Jika kita sudah mempunyai indikator dan ukuran kinerja yang jelas, maka pengukuran kinerja bisa diimplementasikan. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan. Analisis antara hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja ini menghasilkan penyimpangan positif, penyimpangan negatif, atau penyimpangan nol. Penyimpangan positif berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai serta melampaui indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan negatif berarti pelaksanaan kegiatan
19
belum berhasil mencapai indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan nol berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai atau sama dengan indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. d.
Evaluasi
kinerja
(feedback,
penilaian
kemajuan
organisasi,
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas) Evaluasi kinerja akan memberikan gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai organisasi. Capaian kinerja organisasi dapat dinilai dengan skala pengukuran tertentu. Infomasi capaian kinerja dapat dijadikan feedback dan reward-punishment,
penilaian
kemajuan
organisasi
dan
dasar
peningkatan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. a.
Feedback Hasil pengukuran terhadap capaian kinerja dijadikan dasar bagi manajemen atau pengelola organisasi untuk perbaikan kinerja pada periode berikutnya. Selain itu, hasil ini pun bisa dijadikan landasan pemberian reward dan punishment terhadap manajer dan anggota organisasi.
b.
Penilaian Kemajuan Organisasi Pengukuran kinerja yang dilakukan setiap periode waktu tertentu sangat bermanfaat untuk menilai kemajuan yang telah dicapai organisasi. Kriteria yang digunakan untuk menilai kemajuan organisasi ini adalah tujuan yang telah ditetapkan. Dengan membandingkan hasil aktual yang tercapai dengan tujuan organisasi yang dilakukan secara berkala (triwulan, semester, tahunan) maka kemajuan organisasi bisa dinilai. Semestinya ada perbaikan kinerja secara berkelanjutan dari periode ke periode berikutnya. Jika pada suatu periode, kinerja yang dicapai ternyata lebih
rendah
daripada
periode
sebelumnya,
maka
harus
diidentifikasi dan ditemukan sumber penyebabnya dan alternatif solusinya.
20
c.
Meningkatkan
Kualitas
Pengambilan
Keputusan
dan
Akuntabilitas Pengukuran
kinerja
menghasilkan
informasi
yang
sangat
bermanfaat untuk pengambilan keputusan manajemen maupun stakeholders. Keputusan-keputusan yang bersifat ekonomis dan strategis sangat membutuhkan dukungan informasi kinerja ini. Informasi
kinerja
juga
membantu
menilai
keberhasilan
manajemen atau pihak yang diberi amanah untuk mengelola dan mengurus organisasi. 3. Aspek-Aspek Pengukuran Kinerja Sektor Publik Menurut Mahsun (2011:148), Oleh karena sifat dan karakteristiknya yang unik, maka organisasi sektor publik memerlukan ukuran penilaian kinerja yang lebih luas, tidak hanya tingkat laba, tidak hanya efisiensi dan juga tidak hanya ukuran finansial. a.
Kelompok masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.
b.
Kelompok proses (process) adalah ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut.
c.
Kelompok keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berwujud (tangible) maupun tidak langsung (intangible).
d.
Kelompok hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah yang mempunyai efek langsung.
e.
Kelompok manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.
f.
Kelompok dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif. Berdasarkan aspek-aspek kinerja yang harus diukur pada sektor publik
tersebut dapat ditelusuri sampai sejauh mana cakupan pengukuran kinerja
21
sektor publik ini. Menurut BPKP (2000) cakupan pengukuran kinerja sektor publik harus mencakup item-item sebagai berikut : a.
Kebijakan (policy) : untuk membantu pembuatan pengimplementasian kebijakan.
b.
Perencanaan dan penganggaran (planning and budgeting) : untuk membantu perencanaan dan penganggaran atas jasa yang diberikan dan untuk memonitor perubahan terhadap rencana.
c.
Kualitas (quality) : untuk memajukan standarisasi atas jasa yang diberikan maupun keefektifan organisasi.
d.
Kehematan (equity) : untuk meyakini adanya distribusi yang adil dan dilayani semua masyarakat.
e.
Pertanggungjawaban
(accountability)
:
untuk
meningkatkan
pengendalian dan mempengaruhi pembuatan keputusan. 4. Manfaat Pengukuran Kinerja Sektor Publik Menurut
Bastian
(2005:275),
Pengukuran
kinerja
merupakan
manajemen pencapaian kinerja. Pengukuran kinerja secara berkelanjutan akan memberikan umpan balik, sehingga upaya perbaikan secara terus menerus akan mencapai keberhasilan di masa mendatang. Dengan catatan pencapaian indikator kinerja, suatu organisasi diharapkan dapat mengetahui prestasinya secara objektif dalam suatu periode waktu tertentu. Kegiatan dan program organisasi seharusnya dapat diukur dan dievaluasi. Ini berarti bahwa pengukuran kinerja merupakan alat manajemen untuk : a.
Memastikan pemahaman para pelaksanaan dan ukuran yang digunakan untuk pencapaian kinerja.
b.
Memastikan tercapainya skema kinerja yang disepakati.
c.
Memonitor
dan
mengevaluasi
pelaksanaan
kinerja
dan
membandingkannya dengan skema kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja. d.
Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas kinerja yang dicapai setelah dibandingkan dengan skema indikator kinerja yang telah disepakati.
22
e.
Menjadikan alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi.
f.
Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.
g.
Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.
h.
Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.
i.
Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan.
j.
Mengungkap permasalahan yang terjadi. Sedangkan menurut Mahmudi (2015:91-94), Pemanfaatan indikator
kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu organisasi, aktivitas atau program telah memenuhi prinsip ekonomi, efisien, dan efektif. Indikator untuk tiap-tiap unit organisasi berbeda-beda tergantung pada tipe pelayanan yang dihasilkan. Penentuan indikator kinerja juga perlu mempertimbangkan komponen berikut : a. Biaya Pelayanan (cost of service) Penentuan indikator kinerja harus mencakup indikator biaya, biasanya dinyatakan dalam biaya per unit. Indikator biaya ini merupakan elemen penting untuk mengukur ekonomi dan efisiensi. Indikator biaya bersifat kuantitatif dan finansial, misalnya biaya tiket per penumpang, biaya kuliah per mahasiswa per tahun, biaya perawatan per pasien, dan sebagainya. Manfaat indikator biaya tersebut adalah untuk menilai kelayakan tarif pelayanan dengan tingkat pelayanan yang diberikan serta untuk melakukan analisis keuangan. b.
Tingkat Pemanfaatan (utilization rate) Indikator tingkat pemanfaatan (utilisasi) diperlukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kapasitas yang menganggur (idle capacity) atas sumber daya yang dimiliki organisasi. Tingkat utilisasi dapat diketahui dengan cara membandingkan tingkat pemanfaatan dengan kapasitas yang tersedia. Adanya kapasitas yang menganggur pada dasarnya akan menjadikan organisasi tidak efisien dan efektif. Sebagai contoh suatu rumah sakit memiliki banyak kamar akan tetapi tingkat hunian kamar rendah sehingga banyak kamar yang
23
menganggur, maka rumah sakit tersebut tidak efisien karena terjadi pemborosan biaya. Kapasitas yang menganggur dapat terjadi pada lahan, bangunan, mesin, atau aktiva lainnya yang tidak terpakai secara optimal. c.
Kualitas dan Standar Pelayanan (quality and standards) Selain indikator yang sifatnya kuantitatif, seperti indikator biaya dan tingkat utilisasi, penentuan indikator kinerja juga harus mencakup indikator yang sifatnya kualitatif, misalnya indikator kualitas pelayanan dan standar pelayanan. Indikator kualitas pelayanan ini, misalnya kecepatan palayanan, ketepatan waktu, kecepatan respon, keramahan, kenyamanan, kebersihan, keamanan, keindahan (estetika), etika, dan sebagainya. Standar pelayanan terkait dengan tingkat pelayanan minimal yang harus diberikan. Sebagai contoh, standar pelayanan minimal untuk transportasi publik kereta api adalah setiap kereta harus dilengkapi dengan toilet, AC, lampu penerang, tempat duduk yang lapang dan nyaman, tenaga kebersihan, tenaga keamanan, dan pintu darurat.
d.
Cakupan Pelayanan (service coverage) Indikator cakupan pelayanan diperlukan untuk mengetahui tingkat penyediaan pelayanan yang diberikan (supply) dengan permintaan pelayanan yang dibutuhkan (demand). Organisasi palayanan publik dihadapkan pada masalah cakupan pelayanan yang bisa disediakan dibandingkan dengan total permintaan. Oleh karena itu, pembuatan indikator cakupan pelayanan tersebut penting untuk perencanaan mengenai peningkatan kapasitas pelayanan, alternatif pelayanan atau substitusi pelayanan.
e.
Kepuasan Pelanggan (citizen’s satisfaction) Pelanggan dalam sektor publik tidak selalu mudah untuk diidentifikasi. Sementara, dalam sektor swasta pelanggan lebih mudah diidentifikasi. Pelanggan dalam pengertian bisnis adalah tamu yang harus dihormati. Dalam sektor swasta kita juga mengenal slogan yang sangat terkenal “pelanggan adalah raja”. Pelanggan internal adalah
24
orang atau bagian yang menggunakan output dari orang atau bagian lain dalam organisasi untuk proses berikutnya. Sementara itu, pelanggan eksternal adalah pihak diluar organisasi yang menggunakan atau memanfaatkan keluaran yang dihasilkan organisasi. Pelanggan eksternal misalnya konsumen akhir, pembeli berulang kali (repeat buyer) maupun pembeli sekali (one time buyer). D. Konsep Dasar Input, Output dan Outcome 1.
Konsep Input a) Pengertian Input Menurut Mahmudi (2015:98), Input adalah semua jenis sumber daya masukan yang digunakan dalam suatu proses tertentu untuk menghasilkan output. Input tersebut dapat berupa bahan baku untuk proses, orang (tenaga, keahlian, dan ketrampilan), infrastruktur seperti gedung dan peralatan, teknologi (hardware dan software). Input dibagi menjadi dua, yaitu input primer dan input sekunder. Input primer adalah kas, sedangkan input sekunder adalah bahan baku, orang, infrastruktur, dan masukan lainnya yang digunakan untuk proses menghasilkan output. Sedangkan menurut Bastian (2005:267), Input adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana, sumber
daya
manusia,
informasi,
kebijaksanaan/peraturan
perundang-undangan, dan sebagainya. Menurut Mardiasmo (2002:5), Input adalah sumber daya yang digunakan untuk pelaksanaan suatu kebijakan, program, dan aktivitas. Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Input adalah semua jenis sumber daya masukan yang digunakan dalam suatu proses tertentu agar pelaksanaan kegiatan dapat untuk menghasilkan keluaran.
25
b) Pengukuran Input Menurut Mahmudi (2015:98-99), Pengukuran input adalah pengukuran sumber daya yang dikonsumsi oleh suatu proses dalam rangka menghasilkan output. Proses tersebut dapat berbentuk program atau aktivitas. Ukuran input mengindikasikan jumlah sumber daya yang dikonsumsi untuk suatu program, aktivitas, atau organisasi. Pengukuran input dilakukan dengan cara membandingkan input sekunder dengan input primer. Dengan kata lain, pengukuran input adalah untuk mengetahui harga per unit input. Harga input tersebut diidentifikasi melalui akuntansi biaya, yaitu dengan sistem pembebanan biaya (costing). Biaya input tersebut dikaitkan dengan output dengan cara membebankan ke anggaran program yang bersangkutan. Indikator input yang digunakan indikator finansial berupa anggaran. Indikator input tersebut diperlukan untuk mengukur tingkat ekonomi. Namun harus dipahami bahwa indikator input saja tidak cukup bila tidak diikuti dengan penentuan indikator output. Ekonomi dalam perolehan input harus diikuti dengan efisiensi dalam proses. Sebagai contoh, rumah sakit harus menentukan berapa biaya per dokter, perawat, kamar, peralatan, dan obat untuk bisa menghitung biaya perawatan seorang pasien. Menurut Mahmudi (2015:109), Nilai kinerja Input dihitung dengan rumus : Nilai Kinerja Input = 2.
Capaian Kinerja Input Target Kinerja Input
x 100%
Konsep Output a) Pengertian Output Menurut Mahmudi (2015:99), Output adalah hasil langsung dari suatu proses. Contoh output adalah jumlah operasi yang dilakukan oleh dokter bedah, jumlah lulusan perguruan tinggi, jumlah kasus yang ditangani oleh polisi, jumlah undang-undang yang dibuat
26
legislatif, jumlah gedung yang dibersihkan, panjang jalan yang dibangun, dan sebagainya. Sedangkan menurut Bastian (2005:267), Output adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan/atau nonfisik. Menurut Mardiasmo (2002:5), Output adalah hasil yang dicapai dari suatu program, aktivitas, dan kebijakan. Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Output adalah hasil langsung dari suatu proses yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan berupa fisik dan/atau non fisik. b) Pengukuran Output Menurut Mahmudi (2015:99), Pengukuran output adalah pengukuran keluaran langsung suatu proses. Ukuran output menunjukkan hasil implementasi program atau aktivitas. Pengukuran output berbentuk kuantitatif dan keuangan atau kualitatif non keuangan. Sebagai contoh output yang bersifat kuantitatif dan keuangan adalah jumlah pendapatan yang diperoleh oleh departemen pemasaran atau Badan Pengelola Keuangan Daerah. Output juga bersifat kualitatif non keuangan yang dinyatakan dalam bentuk unit fisik misalnya adalah jumlah operasi jantung yang dilakukan, jumlah lulusan perguruan tinggi, panjang jalan yang diaspal, jumlah tong sampah yang dikumpulkan, jumlah sekolah yang dibangun, jumlah undang-undang yang dihasilkan, jumlah peserta penyuluhan, dan sebagainya. Menurut Mahmudi (2015:109), Nilai kinerja output dihitung dengan rumus : Nilai Kinerja Output = 3.
Capaian Kinerja Output Target Kinerja Output
x 100%
Konsep Outcome a) Pengertian Outcome Menurut
Mahmudi
(2015:99),
Konsep
outcome
lebih
dibandingkan input dan output. Outcome mengukur apa yang telah
27
dicapai. Dengan kata lain outcome adalah hasil yang dicapai dari suatu program atau aktivitas dibandingkan dengan hasil yang diharapkan. Sedangkan menurut Bastian (2005:267), Outcome adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Menurut Mardiasmo (2002:5), Outcome adalah dampak yang ditimbulkan dari suatu aktivitas tertentu. Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Outcome adalah hasil yang dicapai dari suatu program yang mencerminkan berfungsinya kegiatan pada jangka menengah dari suatu aktivitas tertentu. b) Pengukuran Outcome Menurut Mahmudi (2015:99-100), Tujuan pengukuran outcome adalah untuk mengukur nilai dari suatu aktivitas atau program. Jika pengukuran output lebih bersifat mengukur kuantitas barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu aktivitas, maka pengukuran outcome mengukur nilai kualitas dari output tersebut. Kualitas output dalam arti yang lebih luas adalah dampak terhadap masyarakat. Dengan demikian pengukuran outcome adalah pengukuran dampak sosial suatu aktivitas. Pengukuran
outcome sering
menimbulkan kerancuan dengan pengukuran impact. Hal tersebut disebabkan karena hubungan yang erat antara outcome dan impact. Pengukuran outcome tidak dapat dilakukan sebelum hasil yang diharapkan dari suatu program atau aktivitas ditetapkan, karena pengukuran outcome berupa pembandingan hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan. Pengukuran outcome juga tidak dapat dilakukan sebelum program selesai dilakukan, atau program tersebut telah mencapai tahap tertentu. Oleh karena itu, untuk dapat mengukur outcome dengan baik biasanya dibutuhkan waktu yang panjang.
28
Menurut Mahmudi (2015:109), Nilai kinerja outcome dihitung dengan rumus : Capaian Kinerja Outcome Target Kinerja Outcome
Nilai Kinerja Outcome =
x 100%
E. Penelitian Terdahulu Berikut ini ditampilkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan di beberapa tempat sebagai dasar dalam menganalisis hasil penelitian. Data penelitian terdahulu dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 3.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu No 1
Nama
Judul
Variabel &
Tahun
Penelitian
Analisis
Analisis Output dan Outcome Bidang Pendidikan Dalam Era Otonomi Daerah Di Jawa Tengah
Variabel dalam penelitian ini adalah variabel eksogen, endogen dan intervening. Variabel eksogen dalam penelitian yaitu presentase realisasi belanja pemerintah bidang pendidikan. Variabel endogen terdiri dari angka melanjutkan ke SMA/SMK/MA. Sedangkan variabel intervening adalah angka kelulusan SMP/MTs. Analisis yang digunakan analisis jalur (path analysis).
Hanjar Giri Anggraini, 2014
29
Hasil Penelitian Angka kelulusan SMP/MTs tidak berpengaruh signifikan terhadap angka melanjutkan ke SMA/SMK/MA, artinya output pendidikan tidak berpengaruh signiffikan terhadap outcome pendidikan.
2
3
Kariyoto, 2017
Implementasi Value For Money, Input Output Outcome dan Best Value Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Sektor Publik
Variabel yang digunakan adalah variabel kunci. Analisis data dilakukan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi data. Wiwit Evaluasi Variabel yang Sriwulandari, Pelaksanaan digunakan 2008 Program adalah variabel Pencegahan dan bebas, variabel Penanggulangan dependen dan Penyakit variabel Demam intervening. Berdarah Analisis data Dengue Dinas yang digunakan Kesehatan adalah reduksi Kabupaten data, sajian data Magetan Tahun dan penarikan 2008 kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai waktu uang, masukan keluaran hasil dan nilai terbaik dapat dipakai sebagai alat pengukuran kinerja organisasi sektor publik. Pelaksanaan Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan Tahun 2008 sudah sesuai rencana/target. Indikator kinerja input, output, dan outcome sudah sesuai rencana dengan presentase pencapaian rencana tingkat capaian (target) 80%-100% (baik/berhasil s/d sangat baik/sangat berhasil).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu : Penelitian yang dilakukan oleh Hanjar Giri Anggraini, (2014) dilihat dari segi judul penelitian dimana judul pada penelitian sebelumnya yaitu Analisis Output dan Outcome Bidang Pendidikan Dalam Era Otonomi Daerah, sedangkan Kariyoto, (2017) dengan judul Implementasi Value For Money, Input Output Outcome dan Best Value Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Sektor Publik dan Wiwit Sriwulandari, (2014) dengan judul Pelaksanaan Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dilakukan pada
30
tahun 2018 ini berjudul Analisis Dana Bantuan Operasional Kesehatan Berdasarkan Pengukuran Input, Output dan Outcome pada Puskesmas Atapupu Kabupaten Belu. Perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan yang sekarang adalah terletak pada judul dan tempat penelitian serta objek penelitian yang dipakai, hal yang akan peneliti teliti dalam penelitian ini adalah dana bantuan operasional kesehatan berdasarkan pengukuran Input, Output dan Outcome. F. Kerangka Berpikir dan Hipotesis Bantuan Operasional Kesehatan merupakan bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mendukung operasional puskesmas dalam rangka pencapaian program kesehatan prioritas nasional bidang kesehatan, khususnya kegiatan promotif dan preventif sebagai bagian dari upaya kesehatan masyarakat. Jika dana Bantuan Operasional Kesehatan yang diterima oleh puskesmas benar-benar dikelola dengan baik dan jujur setiap tahunnya, maka kinerja program kegiatan di puskesmas akan berjalan dengan baik. Berdasarkan landasan teori diatas, kerangka berpikir dalam penelitian ini akan menjelaskan mengenai Analisis Dana Bantuan Operasional Kesehatan Berdasarkan Pengukuran Input, Output dan Outcome Pada Puskesmas Atapupu Kabupaten Belu yang dapat dilihat pada gambar berikut ini : Gambar 1.1 Kerangka Berpikir
Bantuan Operasional Kesehatan
Pengukuran Input, Output, dan Outcome
Kinerja Program Kegiatan Puskesmas
Hipotesis : Berdasarakan kerangka berpikir di atas, hipotesis penelitian yang diambil adalah “Jika Puskesmas Atapupu dapat menganalisis Dana Bantuan Operasional Kesehatan berdasarkan Pengukuran Input, Output, dan
31
Outcome maka akan dapat diketahui tingkat keberhasilan Kinerja Program Kegiatan di Puskesmas Atapupu”.
32
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian dan Objek Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan pada Puskesmas Atapupu yang beralamat di Jl. Motaain No. 04, Desa Jenilu, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu. Objek penelitian ini adalah Program Kegiatan Bantuan Operasional Kesehatan pada Puskesmas Atapupu Kabupaten Belu. B. Jenis Dan Sumber Data 1. Jenis Data a.
Data Kualitatif menurut Sugiyono (2012:14), adalah data yang berbentuk kata, kalimat, skema dan gambar. Data kualitatif berfungsi untuk mengetahui kualitas dari sebuah objek yang akan diteliti. Data tentang sejarah perusahaan merupakan salah satu bentuk data kualitatif. Contoh : Sejarah Puskesmas, Visi Misi dan Struktur Organisasi.
b.
Data Kuantitatif menurut Sugiyono (2012:14),
adalah data
berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan. Data kuantitatif berfungsi untuk mengetahui jumlah atau besaran dari sebuah objek yang akan diteliti, seperti Laporan Realisasi Keuangan Puskesmas, Jumlah Pegawai, dan Anggaran Kegiatan. 2.
Sumber Data a.
Data Primer menurut Sangadji (2010:44), merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara) yang didapat melalui observasi atau wawancara. Data primer dapat berupa opini subyek (orang) secara individu atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan dan hasil pengujian.
b.
Data Sekunder menurut Sangadji (2010:44), merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data
33
sekunder umumnya berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data documenter) yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan. Dalam penelitian ini, data sekunder tersebut berupa laporan Realisasi Keuangan Puskesmas Tahun 2013 sampai 2017. D. Teknik Pengumpulan Data Menurut Sugiyono (2012:157), Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1.
Observasi Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
2.
Interview (Wawancara) Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit.
3.
Dokumentasi Dokumentasi dapat digunakan sebagai pengumpulan data apabila informasi yang dikumpulkan bersumber dari dokumen, seperti : buku, jurnal, surat kabar, majalah, notulen rapat, dan sebagainya.
4.
Studi Kepustakaan Studi kepustakaan berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi lain yang terkait dengan nilai, budaya, dan norma yang berkembang pada situasi sosial yang diteliti.
E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif, dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Alat-alat analisis yang digunakan adalah pengukuruan Input, Output dan Outcome. Menurut Mahmudi (2015:109), sebagai berikut : 34
1. Input Nilai Kinerja Input =
Capaian Kinerja Input Target Kinerja Input
x 100%
Kriteria Pengukuran Input adalah : Tabel 4.1 Kriteria Pengukuran Input Nilai Akhir Keterangan > 100 Sangat Berhasil 85 s.d 99 Berhasil 65 s.d 84 Cukup Berhasil 50 s.d 64 Kurang Berhasil < 50 Tidak Berhasil (Gagal) Sumber : Mahmudi (2015:110) 2. Output Nilai Kinerja Output =
Capaian Kinerja Output Target Kinerja Output
x 100%
Kriteria Pengukuran Output adalah : Tabel 5.1 Kriteria Pengukuran Output Nilai Akhir Keterangan > 100 Sangat Berhasil 85 s.d 99 Berhasil 65 s.d 84 Cukup Berhasil 50 s.d 64 Kurang Berhasil < 50 Tidak Berhasil (Gagal) Sumber : Mahmudi (2015:110) 3. Outcome Nilai Kinerja Outcome =
Capaian Kinerja Outcome Target Kinerja Outcome
x 100%
Target Kinerja Outcome Capaian Kinerja Outcome
x 100%
Atau Nilai Kinerja Outcome =
*) Jika yang diharapkan capaian kinerja outcome lebih rendah dari target maka digunakan rumus (2). Tetapi jika capaian kinerja outcome diharapkan lebih tinggi dari target maka digunakan rumus (1).
35
Kriteria Pengukuran Outcome adalah : Tabel 6.1 Kriteria Pengukuran Outcome Nilai Akhir Keterangan > 100 Sangat Berhasil 85 s.d 99 Berhasil 65 s.d 84 Cukup Berhasil 50 s.d 64 Kurang Berhasil < 50 Tidak Berhasil (Gagal) Sumber : Mahmudi (2015:110)
36
DAFTAR PUSTAKA Mahmudi, 2015. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
Mardiasmo, 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : CV. ANDI OFFSET Mahsun, Firma Sulistiyowati, Heribertus Andre Purwanugraha, 2011. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta, Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. Bastian, Indra. 2005. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga. Moeheriono, 2012. Perencanaan, Aplikasi dan Pengembangan Indikator Kinerja Utama (IKU). Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. Sugiyono (2012). Metode Penelitian Administrasi dilengkapi dengan Metode R&D. Bandung : ALFABETA. Etta M. Sangadji, Sopiah, 2010. Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Malang : CV. ANDI OFFSET. Mohamad Mahsun, 2013. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : BPFE. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2017 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2018.
37
LAMPIRAN
38