PEDOMAN K3rs [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEDOMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)



1



DAFTAR ISI



Daftar Isi Kata Pengantar BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1 1. Latar Belakang......................................................................................1 2. Tujuan....................................................................................................1 3. Ruang Lingkup......................................................................................2 4. Peraturan Perundangan........................................................................2



BAB II STRUKTUR ORGANISASI KOMITE K3...............................................4 1. Uraian Tuga Ketua Komite K3...............................................................5 2. Uraian Tugas Sekretaris Komite K3.......................................................6 3.Uraian Tugas Koordinator Kesehatan Kerja...........................................7 4. Uraian Tugas Koordinator Keselamatan Kerja......................................9 5.Uraian Tugas Koordinator Kewaspadaan Bencana..............................10



BAB III FASILITAS DAN PERALATAN..........................................................21 1. Sistem Komunikasi..............................................................................11 2. Alat Pelindung Diri...............................................................................11 2.1. Langkah-langkah Dalam Pemakaian Alat Pelindung Diri pada Tenaga Kerja................................................................................11 2.2. Pemilihan Alat Pelindung Diri.......................................................11 2.3. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri......................................................11 2.4. Alat Pelindung Diri (APD) Rumah Sakit.......................................13 3. Perlengkapan Keamanan Pasien........................................................13 4. Pesawat Angkat dan Angkut................................................................15



i



BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENIMBULKAN ANCAMAN BAHAYA DI RUMAH SAKIT.............................................................17 1. Faktor Fisik...........................................................................................17 2. Faktor Biologi.......................................................................................19 3. Faktor Bahaya Ergonomi.....................................................................20 4. Faktor Bahaya Kimia...........................................................................20 5. Faktor Bahaya Psikososial...................................................................22 6. Kecelakaan Kerja.................................................................................23



BAB V UPAYA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI BEBERAPA RUANG / UNIT KERJA RUMAH SAKIT...........................................25 1. Instalasi Radiologi................................................................................25 2. Instalasi Farmasi dan Sterilisasi..........................................................30 3. Unit Perawatan.....................................................................................31 4. Kamar Bedah......................................................................................31 5. Laboratorium........................................................................................32 6. Instalasi Gizi / Dapur............................................................................37 7. Instalasi Laundry.................................................................................41 8. Instalasi pemeliharaan Sarana dan Prasarana RS.............................41 9. Instalasi Rekam Medis.........................................................................42



BAB VI UPAYA KESEHATAN KERJA KARYAWAN DI RUMAH SAKIT.......43 1. Pemeriksaan Kesehatan.....................................................................43 2. Pemberian Vaksin Bagi Karyawan.......................................................44 3. Dokumentasi.......................................................................................46 4. Pelatihan dan Penyuluhan Kesehatan Kerja Bagi Pekerja RS..........46



BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENIMBULKAN ANCAMAN BAHAYA DI RUMAH SAKIT.............................................................48 ii



1. Bencana Kebakaran.............................................................................48 2. Gempa Bumi........................................................................................52 3. External Disaster (Bencana dari Luar RS)...........................................53 4. Kode Dalam Keadaan Darurat............................................................53 5. Evakuasi...............................................................................................54



BAB VIII EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU......................................55 BAB IX PENUTUP..........................................................................................56 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................57



iii



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat meyelesaikan penyusunan Pedoman K3 rs. Pedoman ini sebagai acuan bagi pihak – pihak yang terkait, agar kedepannya nanti setiap karyawan, unit independen dan pengunjung selalu mengutamakan kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit merupakan tempat beresiko terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Progam ini kami susun secara sistematis menindaklanjuti pedoman penanggulangan bencana Rumah Sakit ( Hospital disaster plan ) yang telah ada dengan menitik beratkan pada kegiatan simulasi disaster dan debrieffing. Dengan selesainya penyusunan Pedoman K3 RS ini tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu. Kami menyadari bahwa Pedoman ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan Penyusun



Komite K3 RSU Negara



iv



v



BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat sehingga dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Rumah Sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, padat pakar, padat modal, dan padat teknologi. Sehingga bahaya potensial di Rumah Sakit yang disebabkan oleh faktor biologi, faktor kimia, faktor fisik, faktor ergonomi, faktor psikososial dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja bagi pekerja, pengunjung, pasien dan masyarakat di lingkungan sekitar rumah sakit. Tenaga kerja salah satu aset perusahaan terutama di rumah sakit berhadapan dengan berbagai potensi bahaya kesehatan maupun kecelakaan di tempat kerjanya. Oleh karena itu tenaga kerja perlu mendapat perlindungan yang memadai dalam hal keselamatan dan kesehatannya untuk mempertahankan produktifitas kerjanya. Bahaya pekerjaan (akibat kerja), seperti halnya masalah kesehatan lingkungan lain, bersifat akut atau kronis (sementara atau berkelanjutan) dan efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung. 2. Tujuan 2.1. Mengutamakan keselamatan dan kenyamanan dalam memberikan pelayanan kesehatan. 2.2. Menyiapkan staf yang profesional, sistem kerja, fasilitas dan sistem manajemen yang baik. 2.3. Aktif mempromosikan hidup sehat dan peduli pada kesehatan. Pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di lingkungan Rumah Sakit Umum Negara disesuaikan dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1970 mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Dan mengingat bahwa di rumah sakit berisiko untuk terjadinya gangguan kesehatan lingkungan dan keselamatan kerja, serta dalam upaya meningkatkan perlindungan maupun pelestarian lingkungan dalam segala aktivitas, maka dibutuhkan tindakan pencegahan. Untuk menindaklanjuti hal tersebut di atas, maka dibuatlah pedoman dan petunjuk pelaksanaan bagi setiap unit, sehingga dalam pengelolaannya selalu berada dalam koridor yang telah ditentukan. Sehingga diharapkan dengan tindakan pencegahan yang telah diatur dapat dihindari hal-hal yang tidak diinginkan. Penerapan pedoman ini diharapkan didapatkan manfaat: Bagi RS: 1. Meningkatkan mutu pelayananan 2. Mempertahankan kelangsungan operasional RS 3. Meningkatkan citra RS 1



Bagi karyawan RS: 1. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK) 2. Menegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) Bagi pasien dan pengunjung: 1. Mutu layanan yang baik 2. Kepuasan pasien dan pengunjung 3. Ruang Lingkup Pedoman K3RS Rumah Sakit Umum Negara mencakup : prinsip, program dan kebijakan pelaksanaan K3RS, standar pelayanan K3RS, standar sarana, prasarana dan peralatan K3RS, pengelolaan barang berbahaya, standar sumber daya manusia K3RS, pembinaan, pengawasan, pencatatan dan pelaporan. 3.1. Ruang Lingkup kegiatan K3RS Rumah Sakit Umum Negara mencakup seluruh area rumah sakit dan berlaku terhadap : 3.1.1. bagi pekerja Rumah Sakit Umum Negara, 3.1.2. pasien, 3.1.3. pengunjung rumah sakit, 3.1.4. masyarakat di lingkungan sekitar rumah sakit. 3.2. Sebagai wujud pelaksanaan Program Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja maka perlu kiranya ditentukan ruang lingkup fungsi dan tanggung jawab yang jelas dan tegas sebagai berikut : 3.2.1. Kewaspadaan, upaya pencegahan dan pengendalian bencana 3.2.2. Keamanan pasien/patient safety 3.2.3. Keselamatan kerja seluruh pegawai 3.2.4. Kesehatan kerja bagi pegawai 3.2.5. Pengelolaan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) 3.2.6. Pengelolaan, pemeliharaan dan sertifikasi sarana, prasarana dan peralatan 3.2.7. Pengelolaan pendidikan dan pelatihan yang terkait dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang K3 3.2.8. Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi dan pelaporan untuk evaluasi 4. Peraturan Perundangan Adapun dasar hukum yang terkait dengan pelaksanaan sistem manajemen K3 antara lain: 4.1. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 4.2. UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja 4.3. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 4.4. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 4.5. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit 4.6. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja 4.7. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion 4.8. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja 2



4.9. Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Akibat Hubungan Kerja. 4.10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No. Per.02/MEN/1980 Tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja 4.11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit 4.12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit 4.13. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No. Per.01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja 4.14. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No. Per.03/MEN/1982 Tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja 4.15. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. No Per.02/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Automatik 4.16. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Per.05/MEN/1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut 4.17. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Per.04/MEN/1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja 4.18. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I.. No. Per.03/MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan 4.19. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. 03/MEN/1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang 4.20. Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I.. No. Kep.51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja 4.21. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja 4.22. Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I.. No. Kep.197/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya 4.23. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Per.08/MEN/SK/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri 4.24. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.04/MEN/1993 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja



3



BAB II STRUKTUR ORGANISASI KOMITE K3 Organisasi K3 di Rumah Sakit Umum Negara merupakan organisasi yang terstruktur dan bertanggung jawab kepada Direktur RS, berbentuk instalasi dan bukan merupakan kerja rangkap. Instalasi K3 di Rumah Sakit Umum Negara memiliki tiga (3) bidang , yaitu : 1. Bidang Kesehatan Kerja Melakukan tugas agar kesehatan para karyawan di rumah sakit dalam kondisi selalu terpelihara dengan baik sehingga dapat menghasilkan kerja yang optimal. 2. Bidang Keselamatan kerja Melakukan tugas agar keselamatan kerja di rumah sakit terpelihara dengan baik sehingga karyawan, pasien dan pengunjung terhidar dari kecelakaan di Rumah Sakit Umum Negara, 3. Bidang Kewaspadaan Bencana Melakukan tugas untuk merencanakan dan memelihara sarana prasarana tanggap darurat selalu dalam kondisi siap pakai dan handal, termasuk penangulangan kebakaran, kewaspadaan bencana dan prosedur evakuasi. Berikut Struktur Organisasi Komite K3 Rumah Sakit Umum Negara :



Ketua Komite K3



Sekretaris Komite K3



Koordinator Kesehatan Kerja



Koordinator keselamatan Kerja



Koordinator Kewaspadaan Bencana



4



1. Uraian Tugas Ketua Komite K3 1 . 2 .



Tugas Pokok



Menjamin kelancaran penyelenggaraan proses pelayanan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Uraian Tugas, Uraian Tugas : Wewenang 1. Menyusun rancangan rancangan kebijakan / dan Tanggung protap / SOP Instalasi Keselamatan dan Jawab Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit; 2. Menyusun rencana kegiatan dan anggaran tahunan di Instalasi K3, serta membuat program kerja; 3. Menyiapkan usulan kebutuhan dan pemeliharaan alat, sarana prasarana pada kebutuhan pemeliharaan sarana, kebutuhan K3, perlengkapan dan keamanan rumah sakit; 4. Menyediakan sumber daya, fasilitas dan kompetensi pendukung penyelenggaraan kegiatan pemeliharaan sarana prasarana, kegiatan K3, perlengkapan dan keamanan rumah sakit; 5. Melaksanakan monitoring dan evaluasi kegiatan pemeliharaan sarana prasarana, kegiatan pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit; 6. Merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan pemeliharaan dan perawatan sarana rumah sakit; 7. Menyiapkan dan menyusun bahan konsep dokumen barang inventaris / barang milik negara dengan cara penatausahaan barang antara lain membuat Kartu Inventaris Barang (KIB), Kartu Inventaris Ruangan (KIR), Buku Inventaris, Buku Mutasi Barang (BMB), Laporan Mutasi Barang Triwulan (LMBT), Laporan Tahunan Inventaris (LTI), dan Laporan Penghapusan; 8. Menyiapkan bahan / data dan menyusun konsep usulan penghapusan barang inventaris / barang milik negara; 9. Menyusun laporan kegiatan berkala dan laporan khusus bidang K3. Wewenang : 1. Memberi teguran baik lisan maupun tulisan kepada karyawan rumah sakityang melakukan kelalaian sehingga membahayakan kesehatan, keselamatan kerja diri sendiri maupun rekan 5



kerja lainnya; 2. Mengarahkan, membimbing, mengevaluasi, menegur, dan memotivasi staf yang berada dibawahnya; 3. Membagi tugas yang bersifat insidentil; 4. Menetapkan metode teknis pelaksanaan program kerja dan pengendalian dokumentasi terkait K3; 5. Meminta arahan dari atasan; 6. Meminta masukan dari bawahan dan unit kerja lain yang terkait; 7. Menandatangani laporan atau dokumen yang terkait dengan tanggungb jawabnya; 8. Memberi saran dan pertimbangan kepada atasan. Tanggung Jawab : 1. Menjamin kelancaran penyelenggaraan proses pelayanan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 2. Menjamin terselenggaranya dokumentasi proses kegiatan hasil kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkup operasinya; 3. Menjamin kegiatan yang dilakukan sesuai dengan kwbijakan maupun ketemtuan yang ditetapkan; 4. Menjamin segala keluhan terkait K3 segera ditindaklanjuti; 5. Bertanggung jawab terhadap : a. Seluruh aset fisik / prasarana dan sarana kerja dilingkupnya dari segi kelengkapan pemeliharaan, dan kesiapan pakainya. b. Kelengkapan dan up to datenya seluruh data – kebijakan – pedoman – SOP dilingkupnya. c. Semua kerahasiaan Rumah Sakit terutama yang berkaitan dengan lingkupnya. 6. Bertanggung jawab untuk : a. Menjaga perilakunya agar sesuai dengan budaya Kepatuhan terhadap Nilai-nilai Dasar dan aturan yang berlaku di Rumah Saki Umum Negara b. Menjaga citra Rumah Sakit Umum Negara sesuai tegasnya apabila bertindak sebagai wakil Rumah Sakit dalam event diluar Rumah Sakit Umum Negara. c. Menjaga citra perusahaan dan dapat menjadi panutan sebagai pimpinan di



6



3 .



4 .



Kriteria Jabatan



Hubungan Kerja / Koordinasi



Rumah Sakit Umum Negara 1. Memiliki sertifikat K3RS 2. Berbadan sehat baik secara jasmani maupun rohani 3. Memiliki dedikasi dan loyalitas 4. Jujur dan bertanggung jawab Internal : 1. Seluruh Unit Kerja Rumah Sakit Umum Negara 2. Seluruh Karyawan Rumah Sakit Umum Negara 3. Rumah Sakit Umum Negara Eksternal : 1. Dinas Kesehatan Setempat 2. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat 3. Badan Lingkungan Hidup setempat 4. Organisasi K3 eksternal



2. Uraian Tugas Sekretaris Komite K3 1 .



Tugas Pokok



Menjamin kelancaran penyelenggaraan proses Administrasi pelayanan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).



2 .



Uraian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab



Uraian Tugas : 1. Melaksanakan kegiatan administrasi pelaksanaan program K3 RSU Negara. 2. Mengumpulkan dan menyimpan dengan baik laporan K3 RSU Negara. 3. Membuat jadwal pertemuan / rapat, baik yang rutin maupun insidentil. 4. Mengkoordinir kegiatan seluruh koordinator di Komite K3. 5. Mengkoordinir kegiatan komite / tim terkait dengan program K3 6. Melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan dan program di komite /tim/unit terkait dengan program K3. 7. Membantu tugas-tugas ketua komite dalam hal menyusun kebijakan dan laporan. Wewenang : 1. Mewakili ketua Komite K3 apabila berhalangan hadir dalam kegiatan rapat dll. 2. Meminta arahan dari atasan.



7



Tanggung jawab : 1. Membantu ketua Komite K3 monev pelaksanaan kegiatan K3. 3 .



4 .



Kriteria Jabatan



1. Memiliki sertifikat pelatihan K3RS 2. Berbadan sehat baik jasmani maupun rohani 3. Memiliki dedikasi dan loyalitas 4. Jujur dan bertanggung jawab



Hubungan Kerja / Koordinasi



Internal : 1. Seluruh Unit Kerja Rumah Sakit Umum Negara 2. Seluruh Karyawan Rumah sakit Umum Negara Eksternal : 1. Dinas Kesehatan setempat 2. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat



3. Uraian Tugas Koordinator Kesehatan Kerja 1 .



Tugas Pokok



Melakukan tugas agar terpeliharanya kesehatan para pekerja di rumah sakit sehingga staf dapat menghasilkan hasil kerja yang optimal.



2 .



Uraian Tugas, Uraian Tugas : Wewenang 1. Merencanakan program pelayanan kesehatan dan Tanggung kerja; Jawab 2. Mengkoordinasikan pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja; 3. Menghadiri undangan rapat yang bersifat koordinasi dibidang pelayanan kesehatan kerja; 4. Melaksanakan kegiatan pencatatan dan pelaporan insiden/cidera, kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja bagi karyawan yang bekerja di tempat yang berisiko; 5. Melakukan evaluasi terhadap program kegiatan yang telah dicapai sehingga dapat mengukur pencapaian kinerja; 6. Melaporkan kegiatan pelayanan kesehatan kerja pada pimpinan dengan menyusun laporan agar diketahui tingkat kinerja yang



8



telah dilaksanakan; 7. Memberi usulan untuk menyusun rencana kebutuhan tahunan; 8. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan bidang tugasnya. Wewenang : 1. Mengajukan usulan kebutuhan pelayanan kesehatan kerja; 2. Meminta masukan dari bawahan dan unit kerja lain yang berkaitan; 3. Mengambil keputusan yang bersifat urgent apabila Ketua Komite K3 tidak ada setelah dikonfirmasi melalui telepon; 4. Memberi teguran baik lisan maupun tulisan kepada karyawan rumah sakit yang melakukan kelalaian sehingga timbulnya penyakit akibat kerja. Tanggung jawab : 1. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan kesehatan kerja di rumah sakit kepada Ketua Komite K3, baik dari kelancaran penyelenggaraan proses pelayanan Kesehatan kerja maupun dokumentasinya; 2. Menjamin kegiatan yang dilakukan sesuai dengan protapnya.



3 .



Hubungan Kerja / Koordinasi



Internal : 1. Seluruh Unit Kerja Rumah Sakit Umum Negara 2. Seluruh Karyawan Rumah sakit Umum Negara Eksternal : 3. Dinas Kesehatan setempat 4. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat



9



4. Uraian Tugas Koordinator Keselamatan Kerja 1 .



Tugas Pokok



Melaksanakan tugas agar keselamatan kerja di lingkungan rumah sakit terpelihara dengan baik sehingga pekerja, pasien dan pengunjung terhindar dari kecelakaan di Rumah Sakit Umum Negara



2 .



Uraian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab



Uraian Tugas : 1. Mengkoordinasikan seluruh kegiatan keselamatan kerja; 2. Merencanakan program keselamatan kerja; 3. Memantau pemeliharaan dan penggunaan seluruh fasilitas dan peralatan terkait dengan keselamatan kerja; 4. Mengumpulkan dan mengolah data kecelakaan kerja yang terjadi di RS; 5. Bekerjasama dengan Diklat untuk melaksanakan pelatihan keselamatan kerja; 6. Memberikan laporan evaluasi dan tindak lanjut pelaksanaan program keselamatan kerja kepada Ketua Komite K3; 7. Memberi masukan kepada seluruh unit kerja dalam hal keselamatan kerja; Wewenang : 1. Mengambil keputusan yang bersifat urgent apabila Ketua Komite K3 tidak ada setelah dikonfirmasi melalui telepon; 2. Memberi teguran baik lisan maupun tulisan kepada karyawan rumah sakit yang melakukan kelalaian sehingga menimbulkan kecelakaan kerja. Tanggung jawab : 1. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan keselamatan kerja kepada Ketua Komite K3



3 .



Hubungan Kerja / koordinasi



Internal : 1. Seluruh Unit Kerja di Rumah Sakit Umum Negara 2. Seluruh Karyawan Rumah Sakit umum Negara Eksternal : 1. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat



10



2. Organisasi K3 Eksternal 3. Pihak vendor / supplier terkait dengan standar fasilitas dan peralatan keselamatan kerja 5. Uraian Tugas Koordinator Kewaspadaan Bencana 1 . 2 .



Tugas Pokok Uraian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab



Menjamin seluruh sarana dan prasarana kewaspadaan bencana dalam kondisi siap pakai Uraian Tugas : 1. Menyusun rencana dan program kerja, berkoordinasi dengan Tim Hospital Disaster Plan; 2. Menyiapkan bahan rancangan kebijakan kebencanaan, khususnya bencana internal di Rumah Sakit umum Negara; 3. Menyiapkan usulan kebutuhan dan pemeliharaan alat, sarana prasarana pada kebutuhan pemeliharaan sarana, kebutuhan PBK rumah sakit; 4. Mengelola sumber daya, fasilitas dan kompetensi pendukung penyelenggaraan kegiatan pemeliharaan sarana prasarana, kegiatan PBK rumah sakit; 5. Melaksanakan monitoring dan evaluasi kegiatan pemeliharaan dan perawatan sarana prasarana PBK; 6. Melaksanakan kegiatan PBK, serta melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan; 7. Menyusun laporan kegiatan berkala dan laporan khusus PBK di Rumah Sakit umum Negara. Wewenang : 1. Mengambil keputusan yang bersifat urgent apabila Ketua Komite K3 tidak ada setelah dikonfirmasi melalui telepon; 2. Mengatur penempatan peralatan tanggap darurat; 3. Mengajukan usulan kebutuhan sarana dan prasarana tanggap darurat.



3



Hubungan Kerja / Koordinasi



Tanggung Jawab : 1. Mempertanggungjawabkan kegiatan perencanaan dan penyelenggaraan kesiapan tanggap darurat beserta sosialisasinya pada Ketua Komite K3 Internal : 1. Seluruh Unit Kerja di Rumah Sakit Umum Negara 2. Seluruh Karyawan Rumah Sakit Umum Negara Eksternal : 1. Dinas Pemadam Kebakaran setempat 2. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Tk I dan II / BNPB 11



3. Tim Disaster Emergency Respon Unit (DERU) Rumah Sakit Umum Negara Pihak vendor / supplier terkait dengan standar fasilitas dan peralatan terkait dengan kewaspadaan bencana, baik internal maupun eksternal



12



BAB III FASILITAS DAN PERALATAN 1. Sistem Komunikasi Sistem komunikasi yang digunakan di RS yaitu : 1.1. Telepon dengan menggunakan sistem PABX; 1.2. Handy Talky yang digunakan oleh Petugas Keamanan, Petugas Unit Pemeliharaan dan Petugas Kebersihan; 1.3. Pagging yang dioperasikan oleh poliklinik dan front office; 1.4. Sistem komunikasi dalam kondisi darurat menggunakan aktivasi tombol/buzzer yang tersedia di beberapa lokasi dan dapat dioperasikan oleh siapapun yang membutuhkan. 2. Alat Pelindung Diri (Personal Protective Equipment) Alat pelindung diri adalah alat yang digunakan untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuh tenaga kerja dari sumber bahaya yang ada ditempat kerja saat tenaga kerja melakukan pekerjaannya. 2.1. Langkah-langkah dalam pemakaian alat pelindung diri pada tenaga kerja : 2.1.1. Analisa kebutuhan, merupakan langkah awal. Terlebih dahulu ditentukan jenis bahaya yang terdapat dalam pekerjaan dan bagaimana kondisi kerja yang ada serta peraturan yang berlaku. 2.1.2. Pemilihan alat pelindung diri (APD). Berdasarkan analisa kebutuhan, dapat ditentukan jenis alat apa saja yang diperlukan. Selain itu, dalam pemilihan APD ini sudah melalui proses pengujian dan memenuhi standar yang berlaku. 2.1.3. Komunikasi program. Hal ini diperlukan agar tenaga kerja mengerti dan merasa diikutsertakan, tidak hanya instruksi berupa lisan atau tulisan. Perlu pula ditanamkan pengertian akan pentingnya peranan pemakaian APD dalam mencegah cedera atau mengurangi akibat suatu kecelakaan dan membangkitkan minat dan akhirnya membutuhkan pemakaian APD. 2.1.4. Latihan, diperlukan agar tenaga kerja mengetahui dalam keadaan apa saja alat ini harus digunakan dan bagaimana cara pemeliharaannya. Latihan ini dapat diberikan secara formal dan informal. 2.1.5. Menegakkan disiplin dalam pemakaian APD. 2.2. Pemilihan Alat Pelindung Diri Aspek-aspek lain yang diperlukan dalam pemilihan alat pelindung diri : 2.2.1. Bentuk cukup menarik. 2.2.2. Dapat dipakai secara fleksibel. 2.2.3. Tahan untuk pemakaian yang cukup lama dan tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.



13



2.2.4. Dapat memberikan perlindungan yang ada terhadap bahaya yang spesifik yang dihadapi oleh tenaga kerja. 2.2.5. Tidak menimbulkan bahaya tambahan bagi pemakainya yang disebabkan bentuk dan bahannya tidak tepat atau salah dalam penggunannya. 2.2.6. Suku cadang mudah diperoleh untuk memudahkan pemeliharaan. 2.3. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri 2.3.1. Alat pelindung kepala Digunakan untuk melindungi kepala dari kejatuhan benda/material keras seperti batu, kayu atau besi. Contoh alat pelindung kepala : topi pengaman (Safety helmet). 2.3.2. Topi atau tudung Untuk melindungi kepala dari zat-zat kimia, iklim kerja yang berubah-ubah dan lainnya, harus terbuat dari bahan yang tak mempunyai celah atau lubang, biasanya terbuat dari katun. 2.3.3. Penutup rambut Penutup rambut ini biasanya terbuat dari katun atau bahan lain yang mudah dicuci. Alat ini berguna untuk mencegah rambut/kepala terkena kotoran/bahan kimia. Contoh : Penutup kepala yang digunakan perawat ruang bedah dan ICU. 2.3.4. Alat pelindung telinga Alat pelindung telinga berguna untuk mengurangi intensitas suara yang masuk ke dalam telinga. Alat ini terdiri dari 2 jenis, yaitu : - Ear plug (sumbat telinga), dapat mengurangi intensitas suara 20 – 30 dB. - Ear muff (tutup telinga), dapat juga melindungi bagian luar telinga (daun telinga). Alat ini lebih efektif dari pada sumbat telinga dan dapat mengurangi intensitas bising 25 – 45 dB. 2.3.5. Alat pelindung pernapasan Berguna untuk melindungi alat pernapasan terhadap gas, uap, debu atau udara yang terkontaminasi kuman patogen dan bahan kimia. Alat ini terbagi dua : - Masker, digunakan untuk mengurangi debu/partikel-partikel yang lebih besar dan kuman patogen. Masker dapat terbuat dari kain. Terdiri dari Masker Disposible dan Masker non Disposible. - Respirator, berguna untuk melindungi pernapasan dari debu, kabut, uap logam, asap dan gas.



14



2.3.6. Alat pelindung mata dan muka - Spectacles, berguna untuk melindungi mata dari partikelpartikel kecil, debu dan radiasi gelombang elektromagnetik. - Goggles, digunakan untuk melindungi mata dari gas, uap, debu dan percikan larutan kimia. 2.3.7. Alat pelindung tangan Berguna untuk melindungi tangan dari bahan dan bendabenda tajam, bahan-bahan kimia, biologis (darah dan cairan tubuh pasien lainnya), benda panas/dingin. Contoh : hand scoon (sarung tangan karet), sarung tangan kain dan sarung tangan tegangan tinggi untuk keperluan pengamanan pada saat perbaikan elektrikal (panel listrik yang bertegangan tinggi) 2.3.8. Alat pelindung kaki Berguna untuk melindungi kaki dan bagian-bagian lainnya dari benda-benda yang jatuh, benda tajam, larutan kimia dan kontak pada listrik. 2.3.9. Pakaian pelindung Berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan bahan kimia, biologis, panas dan sinar radiasi. Contoh : Apron di Radiologi. 2.3.10. Sabuk pengaman (Safety belt). Digunakan tenaga kerja untuk pekerjaan di tempat ketinggian. 2.4. Alat Pelindung Diri (APD) di Rumah Sakit Alat pelindung diri yang digunakan oleh petugas di RS dapat dikategorikan berdasarkan tempat/lokasi kerja, antara lain : NO 1.



NAMA RUANGAN Instalasi Radiologi



APD Masker, Apron, TLD



2.



Instalasi Patologi Klinik



Baju Kerja, Masker, Sarung Tangan / Handscoon



3.



Ruang Sterilisasi / CSSD



4.



Ruang Operasi / IBS



Baju / Jas Kerja, Topi / Penutup Kepala, Masker, Handscoon, Sepatu / Sandal Baju / Jas Kerja, Topi / Penutup Kepala,



RISIKO Pemakaian Sumber Radioaktif Pemakaian bahan kimia Penyakit menular / Infeksius Pemakaian suhu dan tekanan tinggi Penyakit Menular 15



5.



Instalasi Sanitasi



6.



Instalasi Gizi



7.



Ruang Genset



8.



IPSRS



9. 10.



Masker, Handscoon, Sepatu / Sandal Wearpack, Helm, Masker, Sarung Tangan Tahan Bahan Kimia, Sepatu Boots Celemek, Tudung Kepala, Sepatu Boots / Sandal, Masker, Sarung Tangan Plastik Wearpack, Masker, Earmuff



Wearpack, Helm, Masker, Sarung Tangan Anti Listrik, Sepatu Anti Listrik, Sabuk Pengaman (Safety Belt) Ruang Laundry Wearpack, Masker, Schort, Sepatu Boots, Kacamata Ruang / Bangsal Baju / Jas Kerja, Perawatan Masker, Handscoon



Penyakit Menular / Infeksius Penyakit Menular Terpeleset / Lantai licin Pemakaian Tekanan Tinggi dan Kebisingan Tegangan Tinggi, Pekerjaan di Ketinggian Penyakit Menular / Infeksius Penyakit Menular



3. Perlengkapan Keamanan Pasien Upaya keselamatan pasien tidak semata-mata dilihat dari sisi medis saja, namun hal-hal lain terkait dengan faktor-faktor non medis juga memiliki peran yang cukup signifikan, diantaranya sistem pengamanan pasien yang sangat diperlukan untuk menunjang keselamatan mereka selama menjalani perawatan di RS . Dengan demikian pasien akan merasa lebih tenang dan nyaman yang pada akhirnya secara psikis akan memberikan motivasi kepada pasien untuk sembuh/pulih. Ada beberapa jenis alat perlengkapan keamanan pasien antara lain : 3.1. Pegangan sepanjang tangga Pegangan sepanjang tangga diadakan dengan tujuan agar pasien termasuk pengunjung dan karyawan dapat berpegangan saat menurun atau menaiki tangga. Syarat pegangan tangga yang aman : - Terbuat dari bahan yang tidak licin - Permukaan pegangan tidak kasar - Mudah dibersihkan - Dapat digenggam (tidak terlalu besar atau terlalu kecil) - Kokoh / tidak goyah - Pegangan setinggi pinggang orang dewasa - Jarak antara tiang pegangan tidak terlalu renggang



16



3.2. Toilet yang dilengkapi pegangan dan bel Pegangan dan bel di toilet bertujuan untuk menjaga pasien agar memudahkan pasien saat berada dalam toilet dan bila terjadi suatu hal / keadaan emergency bel dapat digunakan pasien untuk memanggil pertolongan. Kelayakan sarana pegangan dan bel ini harus dikontrol agar kondisinya tetap terjaga dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. 3.3. Pintu dapat dibuka dari luar Pintu yang dimaksud adalah pintu ruangan, baik ruang rawat inap, kamar mandi (toilet) dan lainnya agar saat keadaan emergency dapat dengan mudah dibuka dari luar oleh petugas, dimana cara membuka pintu tersebut digerakkan/dibuka mengarah keluar ruangan bukan kearah dalam. 3.4. Tempat tidur dilengkapi penahan pada tepinya Penahan tempat tidur selayaknya digunakan setiap tempat tidur, dengan tujuan menghindari terjatuhnya pasien dari tempat tidur. Penahan tempat tidur ini hendaknya dengan mudah dapat dinaikkan atau diturunkan. 3.5. Sumber listrik mempunyai penutup / penahan Sumber listrik / stop kontak dengan penutup dipasang di seluruh ruangan, terutama ruang anak-anak. Hal ini bertujuan agar dapat menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. 3.6. Supply oksigen yang cukup Ketersediaan oksigen di ruangan dalam jumlah dan siap pakai merupakan hal yang vital terutama bagi pasien jantung karena kekurangan supply oksigen dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena itu supply oksigen harus benar-benar terpenuhi, baik secara sentral maupun portable di seluruh unit / ruangan perawatan, baik Rawat Jalan, Rawat Intensif, Emergency dan Rawat Inap. Untuk menjamin kelangsungan supply oksigen maka perlu dilakukan pemeliharaan terhadap seluruh jenis peralatan gas medis yang ada di RS sebagai berikut : Lakukan pemeriksaan secara rutin kondisi : - Tangki liquid oxygen Lakukan pengecekan setiap hari dan setiap penerimaan gas medis oleh petugas jaga dengan memperhatikan kondisi manometer, katup gas buang, kondisi tangki gas medis, volume gas medis dan pipa tangki gas medis. -



Tabung oksigen dan oxygen portable Lakukan pengecekan oleh petugas jaga kondisi manometer, kondisi tabung dan oxygen portable dan volume gas medis dan lakukan tera ulang tabung gas medis secara rutin setiap satu tahun sekali untuk menghindari ledakan.



17



3.7. Tersedia emergency suction Emergency suction disediakan di setiap Ruang Perawatan agar dapat dengan mudah dipergunakan pada saat dibutuhkan. Untuk ruang intensif agar disediakan di setiap tempat tidur sedang ruang rawat biasa minimal disediakan 1 unit emergency suction dalam kondisi siap pakai. 3.8. Tenaga listrik pengganti di ruang dan peralatan medis yang vital Jaminan ketersediaan supply listrik cadangan sangat dibutuhkan saat aliran listrik dari PLN terputus, terutama di ruang-ruang dan pada peralatan medis yang vital, dimana supply listrik tidak boleh terputus. Tenaga listrik pengganti berupa UPS (Uninteruptable Power Supply) dan Genset, di mana ketersediaannya harus memiliki persyaratan : - Memiliki kapasitas (KVA) yang memadai sesuai dengan kebutuhan ruangan/ alat. - Pemeliharaan dan pengecekan kondisi dilakukan secara rutin atau berkala. Jenis ruangan yang harus memiliki tenaga listrik pengganti tersebut adalah : 3.8.1. R. ICU/HCU 3.8.2. R. Bedah 3.8.3. R. Emergency 3.8.4. R. Laboratorium 3.8.5. R. Radiologi (daerah tertentu seperti : alat yang menggunakan sistem komputer untuk penyimpanan data ) 3.8.6. R. Sentral Komputer (SIMRS) 4. Pesawat Angkat dan Angkut 4.1. Peralatan angkat dan angkut adalah alat yang digunakan untuk memindahkan, mengangkat muatan baik bahan atau barang, atau orang secara vertikal maupun horizontal. 4.2. Peralatan angkat angkut merupakan sumber bahaya jika tidak dilakukan perawatan, pemeriksaan maupun pengujian yang tepat, atau dioperasikan oleh petugas yang tidak tepat. 4.3. Alat angkat angkut yang digunakan di Rumah Sakit Umum Negara adalah lift, peralatan lain yang dikonstruksi atau dibuat khusus untuk mengangkat dan menurunkan muatan. 4.4. Alat angkut barang/orang (truck, mobil) Untuk alat angkut barang/orang (misal : ambulans, mobil) berlaku aturan keselamatan pada peraturan perundang-undangan lalu lintas. 4.5. Ketentuan Umum Keselamatan Kerja Dalam Perencanaan dan Pengadaan Pesawat Angkat dan Angkut 4.5.1. Setiap perencanaan pengadaan pesawat/alat angkat dan angkut harus mempertimbangkan faktor keamanan dan keselamatan dalam spesifikasi barang untuk pemilihannya.



18



4.5.2. Setiap pengadaan pesawat/alat angkat dan angkut, dipastikan telah dilakukan pengujian oleh pihak berwenang dan telah memiliki sertifikat keselamatan atau memenuhi persyaratan keselamatan sesuai peraturan perundangan. 4.5.3. Pimpinan proyek yang melakukan realisasi terhadap pengadaan sarana tersebut, wajib memastikan semau persyaratan keselamatan terpenuhi. 4.6. Ketentuan Keselamatan Kerja Pengoperasian Pesawat Angkat dan Angkut 4.6.1. Bagian pemilik/pengguna pesawat angkat dan angkut wajib melakukan upaya-upaya pengendalian kecelakaan secara khusus terhadap pesawat angkat dan angkut antara lain dengan cara : 4.6.1.1. Menyusun SOP 4.6.1.2. Membuat garis batas pengoperasian di area kerja 4.6.1.3. Membuat sistem penandaan/rambu-rambu 4.6.1.4. Menetapkan tanda batas beban 4.6.1.5. Menyediakan dan memakai Alat Pelindung Diri yang sesuai 4.6.1.6. Melaksanakan pemeriksaan dan perawatan rutin yang menjadi tanggung jawabnya 4.6.1.7. Mengoperasikan dan merawat pesawat/alat angkat dan angkut sesuai wewenang dan persyaratan keselamatan yang berlaku (Peraturan Perundangan, Manual, SOP, Petunjuk, dll) 4.6.2. Instalasi Pemeliharaan Sarana Prasarana Rumah Sakit (IPSRS) sesuai lingkupnya : 4.6.2.1. Menetapkan metode pemeriksaan beserta checklistnya. 4.6.2.2. Melakukan perawatan, pemeriksaan dan pengujian fungsional terhadap pesawat/alat angkat dan angkut termasuk pendokumentasiannya. 4.6.2.3. Khusus pemeriksaan dan pengujian pesawat/alat angkat dan angkut oleh pihak ketiga yang harus memiliki sertifikasi dari Departemen Tenaga Kerja untuk pemenuhan persyaratan perundang-undangan, dilakukan koordinasi dengan Instalasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).



19



BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENIMBULKAN ANCAMAN BAHAYA DI RUMAH SAKIT 1. Faktor Fisik Faktor-faktor fisik di rumah sakit terdiri dari kebisingan, pencahayaan, getaran, iklim kerja, radiasi dan listrik. 1.1. Kebisingan Secara umum, kebisingan diartikan sebagai suara/bunyi yang tidak diinginkan karena mengganggu kenyamanan. Dalam kesehatan kerja bising diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan daya pendengaran baik secara kuantitatif (penyempitan spektrum pendengaran) maupun kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas kebisingan, frekuensi, durasi pemaparan kebisingan dan kepekaan individu. Kebisingan akan lebih berbahaya jika dipengaruhi oleh jarak, temperatur udara, kelembaban, jenis dan jumlah sumber suara. 1.1.1. Sumber kebisingan di rumah sakit : Beberapa areal/lokasi yang memiliki intensitas bising yang dapat mengganggu kenyamanan di lingkungan rumah sakit adalah : - Ruang Genset - IPAL - Ruang dapur - Ruang Hydrant - Poli Gigi - Ruang Laundry - Incenerator - Sentral Suction dan Compress Air - Bengkel 1.1.2. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan di rumah sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit bahwa persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan atau unit seperti di bawah ini : Tabel Indeks Kebisingan Menurut Ruangan atau Unit Kerja No Ruangan atau Unit Maksimum Kebisingan (Waktu Pemaparan 8 jam) (satuan dBA) 1 Ruang Pasien 45 - Saat tidak tidur - Saat tidur 20



2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14



Ruang operasi dan umum Anestesi dan pemulihan Endoscopy dan Laboratorium Radiologi Koridor Tangga Kantor / Lobby Ruang Alat / Gudang Farmasi Dapur Ruang Cuci Ruang Isolasi Ruang Poli Gigi



45 45 65 40 40 45 45 45 45 78 78 40 80



1.1.3. Pengaruh kebisingan terhadap kesehatan - Gangguan Fisiologis Gangguan fisiologis yang terjadi yaitu berupa Internal Bodily Sistem Ambang Pendengaran. Internal bodiy sistem adalah sistem fisiologis yang paling penting untuk kehidupan seperti saraf, endokrin, kardiovaskuler, gastrointestinal dan musculoskeletal. Gangguan fisiologis ini juga dapat menimbulkan kelelahan, pusing,sakit kepala dan kurang nafsu makan. Selain itu dapat juga meningkatkan tekanan darah, mempercepat denyut jantung, pengerutan saluran darah di kulit, meningkatkan metabolik dan ketegangan otot. - Gangguan Psikologis Bersifat sangat objektif. Reaksi potensial yang ditimbulkan oleh kebisingan ini antara lain cepat emosi, mudah marah/tersinggsung dan gangguan konsentrasi. - Gangguan Komunikasi Gangguan ini dapat mengganggu pekerjaan yang juga berisiko terhadap terjadinya kecelakaan kerja karena adanya salah pengertian instruksi yang kurang dipahami. - Gangguan Pendengaran Gangguan yang terjadi berupa Trauma akustik yang disebabkan peledakan (bising impulsif), tuli sementara dan tuli menetap.



21



1.2. Pencahayaan Merupakan penyebaran cahaya dari sumber cahaya (buatan/alami) tergantung pada konstruksi sumber cahaya itu sendiri dan pada konstruksi kulit pelindung yang digunakan. 1.2.1. Dampak negatif pencahayaan yang buruk Risiko pencahayaan yang buruk pada kesehatan berupa sakit kepala, kelelahan mata, iritasi mata, penglihatan rangkap, ketajaman penglihatan terganggu, serta akomodasi dan konvergensi menurun. Selain itu, pencahayaan yang buruk juga dapat menyebabkan meningkatnya kesalahan dalam bekerja yang pada akhirnya dapat menyebabkan menurunnya produktivitas dan terjadinya kecelakaan kerja berupa terpeleset atau jatuh. 1.3. Getaran Getaran merupakan faktor fisik yang ditimbulkan oleh subyek dengan gerakan osilasi. Getaran biasanya ditimbulkan oleh mesin atau peralatan kerja yang bergetar misalnya hand piece unit gigi, mesin potong rumput atau mesin bor. 1.3.1. Efek negatif getaran pada tubuh - Pada sistem peredaran darah, yaitu Raynaud atau White Finger Syndrome. - Pada sistem tulang, sendi dan otot - Pada sistem saraf misalnya kesemutan, mempengaruhi ketajaman penglihatan dan mengganggu fungsi keseimbangan. 1.4. Listrik Bergabungnya dua ion yang bermuatan positif dan negatif. Peralatan listrik banyak digunakan di rumah sakit dalam menunjang kegiatan operasionalnya. Bahaya listrik : Kurangnya perawatan peralatan listrik merupakan salah satu penyebab timbulnya bahaya akibat listrik seperti tersengat aliran listrik bahkan kebakaran. 1.5. Panas (iklim kerja) Secara umum panas dirasakan bila suhu udara di atas suhu nyaman, untuk di Indonesia berkisar antara 26°C – 28°C dengan kelembaban 60-70%. Efek negatif panas pada tubuh : - Gangguan kenyamanan pada tenaga kerja seperti : rasa tidak enak/serba salah, lelah mual, mudah marah dan suhu kulit panas/basah karena berkeringat/kering karena keringat terus menguap. - Heat Disorder yang merupakan gejala yang berhubungan dengan kenaikan suhu tubuh dan mengakibatkan kekeurangan



22



-



cairan tubuh, seperti Heat Exhaustion, Heat Cramps dan Heat Stroke. Gangguan perilaku akibat perasaan kepanasan dan gangguan sistem saraf pusat.



1.6. Radiasi Pemencaran sinar atau gelombang yang digunakan untuk kegiatan pemeriksaan (radioagnostik) maupun untuk pengobatan (radioterapi). Di rumah sakit sinar radiasi banyak digunakan oleh Radiologi dan Fisioterapi. Efek negatif radiasi pada tubuh : - Menimbulkan gangguan pada sistem tubuh seperti saraf pusat, hemopoetik dan gastrointestinal. - Karsinogenik - Gangguan pada mata dan kulit - Leukimia 2. Faktor Biologi Bahaya biologi adalah penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh mikroorganisme hidup seperti bakteri, jamur, virus, riketsia dan parasit. 2.1. Sumber Bahaya Faktor Biologi di Rumah Sakit - Penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri, parasit, virus atau jamur. - Berbagai bahan yang berasal dari penderita/pasien, misalnya darah, dahak dan tinja. - Peralatan medis yang terkontaminasi oleh mikroorganisme. 2.2. Efek Negatif Faktor Bahaya Biologi dan Beberapa Penyakit Menular 1. Infeksi Nosokomial Merupakan suatu keadaan infeksi yang diperoleh dari dalam lingkungan rumah sakit akibat ruangan instalasi dalam rumah sakit yang tidak memenuhi persyaratan mikrobiologis, kontaminasi oleh mikroorganisme dan adanya perubahan daya tubuh. 2. Tuberculosis Paru Merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang berbagai organ atau jaringan tubuh yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. 3. Hepatitis B Penyakit Hepatitis B disebabkan oleh Virus Hepatitis B (HBV) yang penularannya dapat melalui darah dan cairan tubuh lainnya. Sumber penularan adalah HBV dan HbsAG.



23



4. HIV/AIDS Merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang disebabkan Virus HIV yang penularannya dapat melalui darah, jaringan, sekreta dan ekskreta tubuh yang mengandung virus. 3. Faktor Bahaya Ergonomi Ergonomi merupakan penyesuaian karakteristik fisik tenaga kerja dengan lingkungan kerjanya. Penyesuaian yang dapat dilakukan antara lain berupa penyesuaian ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban agar tercipta kenyamanan dalam bekerja dan juga menghindari terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sumber Bahaya Ergonomi di Rumah Sakit - Risiko cedera pinggang dan leher, HNP dan gangguan otot rangka akibat cara mengangkat/menggotong barang maupun pasien yang salah. Hal ini berisiko terhadap perawat dan unit perawatan sarana/prasarana rumah sakit. - Kelainan pada tulang belakang seperti Lordosis, Skoliosis dan Kifosis. Hal ini disebabkan cara duduk/bekerja yang salah secara kontinyu/terus-menerus. - Pemakaian kursi yang tidak tepat dapat menyebabkan keluhankeluhan pada tenaga kerja dimana pekerjaan yang pekerjaannya banyak dilakukan dengan posisi duduk, seperti petugas administrasi (kantor), laboratorium dan supir. Keluhan yang dialami misalnya sakit pinggang, sakit kepala, sakit leher, sakit/pegal pada lengan dan tangan. - Gangguan kenyamanan dalam bekerja hingga kecelakaan kerja akibat kurangnya penerangan atau suhu yang panas. 4. Faktor Bahaya Kimia Adanya zat-zat kimia di rumah sakit dapat menimbulkan bahaya bagi pasien, pengunjung maupun petugas seperti dokter, perawat, teknisi dan semua yang berkaitan dengan pengelolaan rumah sakit maupun perawatan penderita. Tumpahan-tumpahan, kebocoran tempat penyimpanan bahan kimia dan ventilasi yang tidak baik dapat mengakibatkan keracunan kronik. 4.1. Bahan-bahan kimia yang mempunyai risiko mengakibatkan gangguan kesehatan antara lain adalah gas zat-zat Anestetik (Halothan, Nitrogen oxide, dan Ethyl ether), Formaldehid, Etilen oksida, dan debu. 4.1.1. Gas Anestesi - Halotan Merupakan gas anastesi yang diberikan melalui inhalasi yang dapat menekan pengeluaran air liur, lender, bronchial dan sekresi lambung serta dilatasi bronchiole. Selain itu, Halotan juga dapat menekan sistem kardiovaskuler dan 24



menekan peredaran darah serta dapat menimbulkan jerawat pada perawat yang bekerja di bagian anestetik akibat alergi halotan. - Nitrogen oksida (N2O) Merupakan gas anestetik yang diberikan melalui inhalasi yang biasanya dikemas dalam tabung baja bertekanan dan seluruh silinder diberi warna biru. Nitrogen oksida dengan oksigen digunakan untuk analgesia terutama pada pembedahan. Penyalahgunaan N2O dapat menyebabkan kesemutan ditangan/kaki (gejala dini). Gejala berikutbya meliputi gangguan keseimbangan tubuh, tak mampu berjalan sendiri, impotensi, kerusakan sfingter, perubahan mental dan gangguan rasa serta penciuman. Selain itu, penyalahgunaan N2O juga dapat mengganggu vitamin B12 pada sistem saraf. 4.1.2. Formaldehid/Formalin (CH2O5) Digunakan di laboratorium dan ruangan jenazah. Jalur masuk ke tubuh melalui inhalasi dan absorbsi kulit. Efek negative Formaldehid pada kesehatan berupa dermatitis kontak (pada kulit), inflamasi saluran bagian atas (pada saluran pernafasan) dan potensial karsinogenik. 4.1.3. Ethylene oxide Digunakan sebagai fumigant dan zat untuk sterilisasi peralatan medis dan gigi. Efek negatif Ethylene oxide pada kesehatan berupa dermatitis kontak dan alergi serta luka bakar kimiawi (pada kulit); asma dan iritan (pada an pernafasan); dan sakit kepala, gangguan motorik dan sensorik (pada saraf pusat). 4.1.4. Debu



Merupakan partikel yang dihasilkan oleh proses mekanik seperti pada penghancuran benda-benda padat. Partikel debu yang dapat dihirup oleh pernafasan manusia berkisar antara 0,1 – 10 mikron. Macam-macam debu di rumah sakit, seperti : debu obatobatan dalam bentuk puyer, debu kotoran dalam ruangan dan gudang, debu detergen di Laundry, dan debu kapas. Selain itu, juga ada debu yang berasal dari ruang poli gigi akibat dari kegiatan pemotongan, gerinda bongkahan dan serbuk dan pematrian. Efek negatif debu terhadap kesehatan, yaitu berupa batuk, sesak nafas dan alergi (akut), dan menyebabkan kapasitas paru menurun, bronchitis kronik dan bissinosis.



25



4.1.5. Gas Karbon monoksida (CO) Merupakan gas sisa pembakaran yang tidak sempurna akibat penggunaan mesin-mesin atau peralatan penunjang lainya yang juga dapat berisiko terhadap gangguan kesehatan dan keselamatan jika sirkulasi udara/ventilasi ruangan buruk. Efek negatif yang terjadi misalnya badan menjadi lemas, pingsan bahkan kematian, hal ini disebabkan karena digantikannya fungsi O2 oleh gas CO di dalam tubuh . Gas CO misalnya di ruang Boiler, Genset dan Incenerator. 4.2. Cara masuk bahan kimia ke dalam tubuh 4.2.1. Inhalasi (masuk melalui pernapasan/terhirup) bahan kimia yang masuk berbentuk gas CO, Anestesi dan lainnya. 4.2.2. Ingesti (masuk melalui makanan dan minuman), disebabkan antara lain tidak mencuci tangan dengan bersih setelah kontak/memegang bahan kimia dan langsung makan/minum, sehingga kontaminan tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan ikut tertelan ke dalam saluran pencernaan makanan. 4.2.3. Kontak langsung (masuk melalui kulit/mata), bahan kimia yang menempel/kontak pada kulit dapat larut dalam cairan keringat dan di absorbsi ke dalam darah dan disebarkan ke seluruh tubuh. Bahan-bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh dapat berpengaruh, baik akut maupun kronis, tergantung dari beberapa hal seperti usia, habituasi, daya tahan tubuh, derajat kesehatan tubuh, konsentrasi bahan kimia yang masuk ke tubuh dan waktu paparan. 5. Faktor Bahaya Psikososial Masalah Psikososial yang berisiko terhadap gangguan keselamatan dan kesehatan kerja adalah stres, kerja bergilir (Shift), penyalahgunaan obat-obatan, perokok berat dan pelecehan seksual. 5.1. Stres Merupakan tekanan terhadap kondisi fisik dan psikis individu yang berasal dari faktor lingkungan kerja. Keadaan di tempat kerja yang dapat menimbulkan stres yaitu, tuntutan dan beban kerja yang berat, konflik kerja dengan rekan kerja atau atasan, tekanan waktu, dan tanggung jawab yang kurang atau lebih. Dampak negatif stres kerja pada kesehatan berupa : depresi, anxietas, sakit kepala, kelelahan dan kejenuhan, hilang nafsu makan dan buang air tak teratur. 5.2. Kerja bergilir (Shift) Kerja bergilir adalah pekerjaan yang pada dasarnya dilakukan di luar jam kerja yang biasa/normal, dengan ciri adanya kontinuitas, pergantian gilir dan jadwal kerja khusus. Kerja bergilir dikatakan mempunyai kontinuitas apabila dikerjakan selama 24 jam setiap hari termasuk hari minggu dan hari libur.



26



Dampak negatif kerja bergilir : - Perubahan Irama Circadian tubuh. - Perubahan kebiasaan dan pola kehidupan sosial. - Gangguan gastrointestinal seperti Gastro duodenitis, Peptic ulcer dan Colitis. - Penyakit-penyakit Kardiovaskuler. - Shift Mal Adaption Syndrome yaitu ketidakmampuan tenaga kerja dalam beradaptasi dengan pekerjaan bergilir. Hal ini dapat menimbulkan insomnia, gangguan emosi, kesalahan dalam bekerja yang pada akhirnya menimbulkan kecelakaan kerja, absenteisme, dan timbulnya masalah keluarga/social. - Diabetes Melitus - Gangguan jiwa 5.3. Penyalahgunaan obat-obatan Penyalahgunaan obat-obatan adalah pemakaian suatu macam obat/zat kimia baik secara periodik maupun terus menerus yang tidak berdasarkan petunjuk medis yang dapat berisiko terhadap gangguan kesehatan dan gangguan pada masyarakat. Beberapa macam obat/zat kimia yang sering disalahgunakan adalah : - Opium. Morfin, dan Heroin - Golongan Asam Barbiturat - Alkohol - Kokain dan Amphetamin 5.4. Pelecehan seksual Pelecehan seksual adalah setiap ucapan atau perbuatan yang menjurus ke tindak pelecehan dan biasanya disertai ancaman terselubung atau nyata. Pelecehan seksual ini pada umumnya merugikan seseorang dalam pandangan masyarakat, dan dapat menimbulkan penurunan kinerja, gangguan jiwa dan gangguan psikosomatik. Pada akhirnya akan menimbulkan penurunan produktivitas. Hal ini umumnya dialami oleh tenaga kerja wanita oleh rekan kerja, pasien maupun pengunjung rumah sakit. Seringkali pelecehan yang dialami tidak dilaporkan kepada atasan dan hanya dibiarkan saja. 6. Kecelakaan Kerja Merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi secara tidak terduga dan berpotensi mengganggu kegiatan operasional rumah sakit. Kecelakaan kerja yang terjadi di rumah sakit dapat menimpa karyawan, pasien dan pengunjung, dan kerusakan aset rumah sakit. 6.1. Potensi kecelakaan kerja di rumah sakit : 6.1.1. Bahaya peledakan dan kebakaran Misalnya : ledakan pada Boiler atau tabung gas di dapur, kebakaran korsleting listrik atau peralatan kerja lainnya atau bahan kimia yang mudah terbakar. 27



6.1.2. Terpeleset/jatuh Disebabkan keadaan lantai yang licin, basah, berlubang atau penerangan yang buruk. 6.1.3. Tertimpa benda atau material 6.1.4. Tertusuk benda tajam Pada pekerjaan menyuntik misalnya oleh perawat dan dokter berisiko tertusuk jarum suntik yang kemungkinan dapat menularkan Virus HIV/AIDS atau Virus Hepatitis maupun penyakit menular lainnya. 6.1.5. Terluka / terpotong jari atau tangan akibat terkena benda benda tajam saat bekerja, misalnya terkena pisau dan gerinda. 6.1.6. Tersengat aliran listrik. Hal ini dapat terjadi karena kecerobohan atau kurangnya pemeliharaan terhadap peralatan listrik. 6.2. Bentuk-bentuk kecelakaan di rumah sakit : 6.2.1. Kecelakaan medis, yaitu jika yang menjadi korban adalah pasien. 6.2.2. Kecelakaan kerja, yaitu jika yang menjadi korban adalah pekerja rumah sakit itu sendiri. 6.3. Penyebab kecelakaan di rumah sakit 6.3.1. Penyebab langsung, terdiri atas : 6.3.1.1. Tindakan/perbuatan yang tidak aman (Unsafe act), contohnya : - Menjalankan peralatan tanpa izin - Salah memberikan tanda peringatan - Tidak menggunakan alat keselamatan - Menggunakan peralatan tidak semestinya - Memuat dan menempatkan barang tidak benar - Mengangkat barang/pasien tidak benar - Posisi kerja yang salah - Bekerja sambil bersenda gurau dengan teman kerja - Di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan 6.3.1.2. Kondisi yang tidak aman (Unsafe condition) : - Peralatan yang rusak - Ruangan bekerja yang terbatas/sempit - Kurang/tidak ada tanda-tanda petunjuk - Tata ruang/House keeping yang buruk - Temperatur udara yang terlalu tinggi/rendah - Penerangan yang buruk - Ventilasi kurang/tidak ada 6.3.2. Penyebab Dasar 6.3.2.1. Faktor perorangan : 28



- Kemampuan fisik, psikis/mental yang terbatas - Kurangnya pengetahuan dan keterampilan - Motivasi yang keliru 6.3.2.2. Faktor kerja : - Kepemimpinan / pengawasan yang kurang - Kurangnya rekayasa - Kurangnya peralatan dan standar kerja 6.4. Prosedur Kecelakaan Kerja 6.4.1. Lakukan pertolongan pertama, bila diperlukan segera ke IGD untuk penanganan luka serius/parah, termasuk untuk kasus tertusuk benda tajam infeksius 6.4.2. Segera lapor kepada Instalasi K3 maksimal pelaporan 2 x 24 jam setelah kejadian. 6.4.3. Buat laporan kecelakaan kerja



29



BAB V UPAYA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI BEBERAPA RUANG/UNIT KERJA RUMAH SAKIT Potensi bahaya yang ada di rumah sakit berisiko terhadap gangguan keselamatan dan kesehatan berupa kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Risiko gangguan terhadap keselamatan dan kesehatan untuk masingmasing ruang / unit kerja berbeda satu sama lainnya tergantung pada bahan, peralatan yang digunakan dan jenis pekerjaan. Agar terhindar dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja maka dibuat upaya pengendalian terhadap potensi bahaya yang ada. Dikenal lima macam tipe pengendalian bahaya yang utama, yaitu : 1. Eliminasi, yaitu upaya untuk menghilangkan sumber bahaya di tempat kerja. 2. Substitusi, yaitu upaya mengganti alat atau bahan yang berbahaya dengan yang tidak berbahaya. 3. Perancangan, yaitu pengendalian yang dilakukan dengan cara modifikasi atau perancangan alat, mesin, tempat kerja. 4. Administrative Control, yaitu pengendalian dengan membuat peraturan tertulis yang akan mengatur tenaga kerja dalam menghadapi factor bahaya yang ada yang antara lain dilakukan dengan cara pengaturan jam kerja, memberikan pelatihan dan lain sebagainya. 5. Alat Pelindung Diri (APD) atau Personal Protective Equipment, yaitu cara pengendalian dan pencegahan bahaya yang paling diusahakan paling akhir dilakukan. Alat pelindung diri yang digunakan harus sesuai dengan jenis dan cara kerja yang dilakukan serta jenis potensi bahaya yang ada. Upaya keselamatan dan kesehatan kerja di beberapa ruang / unit kerja rumah sakit adalah : 1. INSTALASI RADIOLOGI Pemanfaatan radiasi pengion dilakukan pada berbagai bidang yang bertujuan untuk kesejahteraan manusia, salah satunya adalah di bidang kesehatan. Pemanfaatan ini, terutama di bidang diagnostik, memberikan kontribusi paparan yang berasal dari sumber radiasi buatan kepada suatu populasi. Setiap individu yang bekerja dengan menggunakan radiasi pengion harus selalu memperhatikan prosedur standar proteksi dan keselamatan radiasi. Pemanfaatan tenaga nuklir ataupun radiasi pengion wajib dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan proteksi radiasi yaitu : justifikasi pemanfaatan tenaga nuklir atau radiasi pengion, limitasi dosis dan optimisasi proteksi serta keselamatan radiasi. Justifikasi harus didasarkan pada manfaat yang diperoleh harus lebih besar daripada resiko yang ditimbulkan. Limitasi dosis wajib diberlakukan untuk paparan masyarakat melalui penerapan nilai batas dosis yang ditetapkan oleh BAPETEN (Badan



30



Pengawas Tenaga Nuklir) dan tidak boleh dilampaui, kecuali dalam kondisi khusus. Optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi adalah upaya agar besarnya dosis yang diterima serendah mungkin. Pembatasan dosis tidak boleh melampaui NBD (Nilai Batas Dosis) bila dalam satu rumah sakit terdapat lebih dari satu fasilitas alat X-ray dan pekerja radiasi bekerja lebih dari satu alat X-ray. 1.1. Rumah Sakit Umum Negara memiliki perlengkapan untuk program proteksi radiasi, berupa: 1.1.1. TLD badge yang dihitung secara rutin oleh BATAN 1.1.2. Baju/appron 1.1.3. Pocket dose 1.1.4. Thyroid shield 1.1.5. Kaca mata/ goggle 1.1.6. Sarung tangan Pb 1.1.7. Tirai Pb 1.2. Berkaitan dengan keselamatan radiasi, perusahaan harus memiliki suatu Organisasi Proteksi Radiasi (OPR) yang bertanggung jawab pada penyelenggaraan dan pengawasan pemanfaatan zat radioaktif di dalam perusahaan. Di dalam OPR terdapat 3 (tiga) komponen yang memiliki tugas, kewajiban dan tanggung jawab terhadap keselamatan radiasi, yaitu: 1.2.1. Pengusaha instalasi Adalah Kepala/Direktur instalasi atau orang lain yang ditunjuk untuk mewakili dan bertanggung jawab pada instalasi. 1.2.2. Petugas Proteksi Radiasi Adalah petugas yang ditunjuk oleh pengusaha instalasi nuklir atau instalasi lainnya yang memanfaatkan radiasi pengion dan dinyatakan mampu oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir untuk melaksanakan pekerjaan berhubungan dengan masalah proteksi radiasi. 1.2.3. Pekerja Radiasi Adalah orang atau personil yang bertugas sebagai operator peralatan sumber radiasi. 1.3. Peran RS dan Petugas Radiologi 1.3.1. Tugas, Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengusaha Instalasi. Pengusaha Instalasi (PIN) mempunyai tanggung jawab tertinggi terhadap keselamatan personil dan anggota masyarakat lain yang mungkin berada di dekat instalasi di bawah pengawasannya. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya Pengusaha instalasi harus melaksanakan tindakan tersebut di bawah ini: 1.3.1.1. Membentuk Organisasi Proteksi (OPR) dan untuk menunjuk Petugas Proteksi Radiasi dan bila perlu Petugas Proteksi radiasi pengganti.



31



1.3.1.2. Hanya mengijin seseorang bekerja dengan sumber radiasi setelah memperhatikan segi kesehatan, pendidikan dan pengalamannya bekerja dengan sumber radiasi. 1.3.1.3. Memberitahukan kepada semua pekerja radiasi tentang adanya potensi bahaya yang terkandung dalam tugas mereka dan memberikan latihan proteksi radiasi. 1.3.1.4. Menyediakan prosedur keselamatan radiasi yang berlaku dalam lingkungan perusahaan sendiri termasuk prosedur tentang penanggulangan keadaan darurat. 1.3.1.5. Menyediakan prosedur kerja yang diperlukan. 1.3.1.6. Menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi magang dan pekerja radiasi serta pelayanan kesehatan bagi pekerja radiasi. 1.3.1.7. Menyediakan fasilitas dan peralatan yang diperlukan untuk bekerja dengan sumber radiasi. 1.3.1.8. Memberitahukan BAPETEN dan instalasi lain terkait (misal: Kepolisian, Dinas Kebakaran) bila terjadi bahaya atau keadaan darurat.



1.3.2. Tanggung Jawab dan Kewajiban Petugas Proteksi Radiasi. Petugas Proteksi Radiasi disingkat PPR adalah petugas yang ditunjuk oleh pengusaha instalasi nuklir atau instalasi lainnya yang memanfaatkan radiasi pengion yang dinyatakan mampu oleh BAPETEN untuk melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan persoalan proteksi radiasi. Petugas Proteksi Radiasi berkewajiban membantu pengusaha instalasi dalam melaksanakan tanggung jawabnya di bidang proteksi radiasi. Sebagai pengemban tanggung jawab tersebut, PPR diberi wewenang untuk mengambil tindakantindakan sebagai berikut: 1.3.2.1. Memberikan instruksi dan alternative secara lisan atau tertulis kepada pekerja radiasi tentang keselamatan kerja radiasi yang baik. Instruksi harus mudah dimengerti dan dapat dilaksanakan. 1.3.2.2. Mengambil tindakan untuk menjamin agar tingkat penyinaran serendah mungkin dan tidak akan pernah mencapai batas tertinggi yang berlaku serta menjamin agar pelaksanaan pengolahan limbah radioaktif sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 1.3.2.3. Mencegah dilakukannya perubahan terhadap segala sesuatu sehingga dapat menimbulkan kecelakaan radiasi.



32



1.3.2.4. Mencegah zat radioaktif atau sumber radiasi jatuh ke tangan orang yang tidak berhak. 1.3.2.5. Mencegah kehadiran orang yang tidak berkepentingan berada di daerah penyinaran. 1.3.2.6. Menyelenggarakan dokumentasi yang berhubungan dengan proteksi radiasi. 1.3.2.7. Menyarankan pemeriksaan kesehatan terhadap pekerja radiasi apabila diperlukan dan melaksanakan pemonitoran radiasi dan tindakan proteksi radiasi. 1.3.2.8. Memberikan penjelasan serta penyediaan perlengkapan proteksi radiasi yang memadai kepada pengunjung atau tamu bila diperlukan. 1.3.3. Tanggung jawab dan Kewajiban Pekerja Radiasi. Seorang pekerja radiasi ikut bertanggung jawab terhadap keselamatan radiasi di daerah kerjanya, dengan demikian ia mempunyai kewajiban sebagai berikut: 1.3.3.1. Mengetahui, memahami dan melaksanakan semua ketentuan keselamatan kerja radiasi. 1.3.3.2. Memanfaatkan sebaik-baiknya semua peralatan keselamatan radiasi yang tersedia, bertindak hati-hati, serta bekerja dengan aman untuk melindungi baik diri sendiri maupun pekerja lain. 1.3.3.3. Melaporkan setiap kejadian kecelakaan bagaimana[un kecilnya kepada PPR. 1.3.3.4. Melaporkan setiap gangguan yang dirasakan, yang diduga akibat penyinaran lebih atau masuknya zat radioaktif ke dalam tubuh. 1.4. Prosedur Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion/Sinar-X. 1.4.1. Setiap pekerja radiasi harus selalu memakai film/TLD badge selama berada dilingkungan kerja radiasi. 1.4.2. Nyalakan lampu tanda bahaya radiasi, bila sedang berlangsung pemeriksaan dengan menggunakan sinar-X. 1.4.3. Untuk pasien, gunakan apron pada organ yang tidak terkena penyinaran. 1.4.4. Pekerja radiasi mengusahakan agar lapangan penyinaran sekecil mungkin. 1.4.5. Usahakan tidak ada orang lain yang tidak berkepentingan berada di sekitar area penyinaran. 1.4.6. Jika menggunakan alat mobile sinar-X, petugas radiasi harus selalu menggunakan baju apron dan thyroid shield pada saat pemotretan dan usahakan jarak eksposi sejauh mungkin. 1.4.7. Sebisa mungkin tidak melakukan pengulangan foto.



33



1.5. Prosedur Intervensi dalam Keadaan Darurat Jika terjadi pesawat sinar-X terus menyala, sedangkan tombol eksposi telah dilepas, maka yang harus dilakukan adalah : 1.5.1. Secepatnya memutuskan aliran listrik yang ke pesawat (misal: tekan power “off” atau cabut kabel dari steker). 1.5.2. Segera laporkan kejadian tersebut kepada PPR, kemudian oleh PPR dilanjutkan ke pengusaha instalasi. 1.5.3. Identifikasi personal yang berpotensi terkena paparan. 1.5.4. Lakukan survey radiasi untuk memastikan apakah pesawat sudah tidak dialiri listrik. 1.5.5. Catat kondisi kecelakaan secara detail, seperti posisi dan arah berkas. 1.5.6. Beri tanda pada bagian pesawat sinar-X yang mengalami kegagalan atau kerusakan. 1.5.7. Laporkan kejadian pada vendor/supplier alat tersebut. 1.6. Rekaman dan Laporan 1.6.1. Keadaan Normal. Setiap petugas/pekerja radiasi memiliki dokumen nilai dosis yang diterima selama bekerja dengan sumber radiasi. Adapun prosedurnya adalah: a. Setiap satu bulan, film badge yang telah terpakai dikirim ke instansi yang berwenang dalam pengukuran nilai dosis, dalam hal ini adalah Badan tenaga Atom Nasional divisi P3KRBIN. b. Oleh BATAN, film badge berdasarkan nama pemakainya akan dihitung densitas yang terekam, sehingga nilai dosis yang diterima oleh pemakai film badge tersebut selama sebulan. c. Hasil pengukuran tersebut akan dikirim kembali ke rumah sakit beserta film badge yang baru. d. PPR akan mengarsipkan/mendokumentasikan hasil pengukuran tersebut dan dilaporkan ke K3 rumah sakit. PPR harus memastikan bahwa alat sinar-X rutin dikalibrasi, biasanya satu tahun sekali atau kalau saat diperlukan. Hal tersebut untuk memastikan bahwa alat sinarX siap dan aman digunakan. Hasil kalibrasi tersebut dibuat dokumentasinya. Alat survey meter harus selalu siap digunakan, dengan cara dilakukan kalibrasi dan maintenance rutin oleh pihak yang berwenang (BATAN). 1.6.2. Keadaan Darurat. Keadaan darurat atau kecelakaan adalah kejadian diluar dugaan yang memungkinkan terjadinya bahaya radiasi atau kontaminasi bagi pekerja maupun masyarakat. Tindakan pertama apabila terjadi kecelakaan adalah mengevakuasi



34



dan mengisolasi tempat kejadian untuk menghindari adanya penerimaan dosis berlebih dan mempersiapkan rencana penanggulangannya. Kemudian meninjau kemungkinankemungkinan yang terjadi serta mencatat semua kejadian kecelakaan untuk dilaporkan ke BAPETEN oleh petugas proteksi radiasi serta diketahui oleh pengusaha instansi. 1.7. Tindakan Pencegahan/Pengawasan Kecelakaan radiasi dapat dicegah dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1.7.1. Pengurangan tingkat bahaya radiasi. Pemanfaatan tenaga nuklir (bahan nuklir, radio isotop, sinarX) memiliki potensi bahaya radiasi, oleh karena itu perlu dilakukan kajian dan analisa agar dampak yang menyertai pemanfaatan tersebut dapat dikurangi menjadi seminimal mungkin. Salah satu cara adalah dengan melakukan kalibrasi dan maintenance alat sinar-X secara rutin. 1.7.2. Pengendalian bahaya radiasi. Pengendalian bahaya radiasi eksterna dapat dilakukan dengan menerapkan 3 prinsip proteksi radiasi, yaitu jarak, waktu dan penahan radiasi. 1.7.3. Pengamanan pekerja radiasi. Untuk menjamin agar pekerja dapat bekerja dengan aman, perlu dipenuhi hal-hal sebagai berikut: a. Pelatihan Keselamatan Radiasi. Pengusaha instalasi wajib memberikan pelatihan awal bagi pekerjanya dan sebaiknya juga diberikan penyegaran setelah waktu tertentu. b. Sarana. Sarana kerja harus tersedia sesuai dengan kondisi lingkungan kerja, misal: TLD Badge, survey meter, shoe cover, sarung tangan, baju lab, masker. c. Prosedur pemanfaatan sumber radiasi harus dibuat dalam bahasa yang mudah dipahami, jelas dan dapat diikuti dengan baik oleh para pekerja. 1.8. Prosedur Bila Terjadi Suatu Kecelakaan Bila telah terjadi suatu kecelakaan radiasi, maka: 1.8.1. Periksa daerah yang diduga mengalami kebocoran radiasi, dengan alat survey meter yang telah dikalibrasi. 1.8.2. Pastikan penggunaan survey meter telah benar/sesuai. 1.8.3. Jika alat survey meter menunjukkan angka ±10 mRem/jam, maka harus lapor ke PPR/atasan. 1.8.4. Isolasikan daerah tersebut dan pasang tanda bahaya. 1.8.5. Instruksikan pekerja lainnya untuk meninggalkan lokasi tersebut dan melarang orang lain memasuki ruangan tersebut.



35



1.8.6. Jika terjadi kebakaran di daerah yang memiliki radiasi pengion/zat radioaktif, usahakan sedapat mungkin melindungi daerah tersebut. 1.8.7. Kalau memungkinkan diusahakan agar sumber dapat dipindahkan ke tempat aman. Dengan proses pemindahaan sesuai peraturan yang berlaku. 1.8.8. Apabila kedua hal tersebut di atas tidak dapat dilaksanakan dan sumber ikut terbakar, maka daerah kebakaran tersebut harus segera diisolasi terhadap orang-orang yang tidak berkepentingan dan petugas PPR harus segera melaporkan kepada petugas yang berwenang. 1.8.9. Keselamatan personil harus diutamakan. 1.8.10. Setiap terjadi kecelakaan dibuat laporan kejadian untuk dilaporkan ke Petugas Proteksi Radiasi, lalu ke Pengusaha Instalasi, untuk kemudian dilanjutkan ke: PUSAT KOORDINASI DAN PENGENDALIAN OPERASI KESIAPSIAGAAN NUKLIR NASIONAL TELP/FAX : 02163858269/021-63856613 E-MAIL : [email protected] ; [email protected] BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR JL. GAJAH MADA NO.8 JAKARTA PUSAT 10210 1.9. Prosedur Kecelakaan Kerja 1.9.1. Lakukan pertolongan pertama, bila diperlukan segera ke IGD untuk penanganan luka serius/parah 1.9.2. Lapor kepada atasan yaitu Kepala Instalasi Radiologi atau PJ 1.9.3. Segera lapor secara lisan kepada Instalasi K3, maksimal pelaporan 2 x 24 jam. 1.9.4. Buat laporan insiden 2. INSTALASI FARMASI DAN STERILISASI 2.1. FARMASI Instalasi Farmasi adalah suatu instalasi yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit yang meliputi : obat, alkes, reagensia, radiofarmaka dan merupakan tempat yang berpotensi menimbulkan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan pegawai. 2.1.1. Risiko Bahaya 2.1.1.1. Risiko terjadinya kecelakaan kerja, antara lain : terpeleset / jatuh akibat keadaan lantai atau penerangan yang buruk, terkena zat-zat kimia dari hazardous drugs 2.1.1.2. Risiko terjadinya penyakit akibat kerja, antara lain : HAIs (Health Care Associated Infections), saat petugas melakukan konseling pada pasien atau saat visite



36



2.2. Upaya Pengendalian 2.2.1. Penyediaan Biological Safety Cabinet / Laminar Air Flow khususnya bila menangani hazardous drugs 2.2.2. Pemakaian alat pelindung yang sesuai 2.2.3. Pengelolaan jarum suntik dan alat tajam untuk mencegah perlukaan 2.2.4. Penerapan housekeeping yang baik 2.3. RUANG STERILISASI/CSSD 2.3.1. Risiko bahaya : Kecelakaan kerja yang mungkin terjadi antara lain : gangguan pendengaran, peledakan, panas / peningkatan suhu ruangan, pancaran sinar ultraviolet, tangan / jari terkena peralatan medis tajam. 2.3.2. Upaya pengendalian : Untuk mengatasi masalah tersebut antara lain dilakukan : 2.3.2.1. Pencahayaan yang cukup 2.3.2.2. Cara kerja yang baik sesuai ergonomi 2.3.2.3. Ada tempat penyimpanan yang cukup untuk instrumen 2.3.2.4. Ada termometer dan hygrometer yang tercatat secara teratur 2.3.2.5. Alur lalu lintas, ruangan dan ventilasi diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kontaminasi 3. UNIT PERAWATAN 3.1. Bahan dan peralatan yang digunakan : Bahan-bahan kimia yang digunakan : berbagai jenis obat baik cair maupun padat untuk pasien, cairan infus, gas anestesi, formalin, Nitrogen dioksida. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah : alat-alat medis (jarum suntik dan tensi meter), sarung tangan karet, sarana dan prasarana untuk pasien (kursi roda, tempat tidur pasien (bed), Trolley / kereta dorong, peralatan yang menggunakan listrik (medis dan non medis) dan lain sebagainya. 3.2. Risiko bahaya di ruang / unit perawatan (perawat) : 3.2.1. Risiko terjadinya kecelakaan kerja, antara lain : tertusuk jarum suntik; terpeleset / jatuh akibat keadaan lantai atau penerangan yang buruk, tersengat aliran listrik, tertimpa / kejatuhan benda, dan terkena zat-zat kimia, 3.2.2. Risiko terjadinya penyakit akibat kerja, antara lain : Infeksi Nosokomial (Inoks), terinfeksi penyakit menular (Hepatitis B, Tuberculosis Paru, dan HIV / AIDS), Low Back Pain (sakit pinggang) dan Trauma Disorders lainnya, penyakit-penyakit akibat gangguan psikososial, seperti stres, depresi, gangguan pada sistem tubuh, pelecehan seksual dan gangguan hubungan sosial / keluarga.



37



3.3. Upaya pengendalian : 3.3.1. Melengkapi dan memelihara peralatan listrik secara rutin oleh IPSRS karena di ruangan perawatan banyak menggunakan alat-alat medis maupun non medis dengan dukungan / sarana listrik. 3.3.2. Memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang kelistrikan. 3.3.3. Menyediakan peralatan pelindung diri seperti sarung tangan karet (Hand scound) dan masker serta peralatan perlindungan lainnya. 3.3.4. Pelatihan mengenai Infeksi RS / HAIs dan penyakit menular. 3.3.5. Memberikan penerangan dan House keeping yang baik. 3.3.6. Penyediaan informasi / poster tentang pencegahan HAIs 3.3.7. Pelatihan cara mengangkat pasien / barang yang benar. 4. KAMAR BEDAH 4.1. Risiko bahaya di ruang Bedah : Potensi kecelakaan kerja di kamar bedah antara lain : tertusuk jarum, jari tangan terpotong pisau bedah, terpercik specimen / secret pasien infeksius, gas anestesi bocor / meledak, dan terinfeksi penyakit pasien. 4.2. Upaya pengendalian : 4.2.1. Terhadap sarana dan prasana 4.2.1.1. Persediaan gas medis yang cukup (O2 dan N2O), aman dan selalu terkontrol 4.2.1.2. Alat penghisap lendir berfungsi baik 4.2.1.3. Aliran listrik dan stop kontak listrik yang cukup 4.2.1.4. Tersedia cadangan gas medis, listrik otomatis. Alat hisap lendir yang tetap berfungsi bila listrik padam 4.2.1.5. Pembuangan gas buang anestesi dan pipa atau saliran yang terkontrol dan aman 4.2.1.6. Program sterilisasi ruangan 4.2.1.7. Standarisasi/kalibrasi seluruh peralatan. 4.2.1.8. Pengontrolan kondisi ruang operasi, antara lain : kebocoran atap, AC dan pencahayaan. 4.2.2. Terhadap tenaga kerja Peningkatan keterampilan tenaga kerja dengan kursus, latihan/simulasi untuk tenaga medis dan paramedis. 4.2.3. Penggunaan alat pelindung diri 4.2.3.1. Masker 4.2.3.2. Baju dan topi OK 4.2.3.3. Sarung tangan 4.2.3.4. Sepatu 5. LABORATORIUM 5.1. Instalasi Laboratorium Klinik merupakan instalasi penunjang di Rumah Sakit Umum Negara yang berfungsi untuk melakukan



38



pemeriksaan laboratorium pada spesimen / sampel pasien. Kegiatan yang dilakukan berhubungan dengan berbagai macam bahan kimia, prosedur dan operasi. Kegiatan yang dilakukan di Laboratorium memiliki risiko keselamatan / keamanan meliputi bahan kimia, limbah, listrik, kebakaran dan sebagainya. Oleh karena itu diperlukan adanya panduan atau program keselamatan laboratorium untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium. 5.2. Risiko Bahaya 5.2.1. Bahaya kimia : terkena bahan kimia / reagen berbahaya 5.2.2. Bahaya biologis : terkena sampel pemeriksaan pasien, terpapar airborne disease saat berhadapan dengan pasien 5.2.3. Bahaya fisik : Beberapa pengoperasian laboratorium menimbulkan bahaya fisik bagi pegawai akibat bahan atau peralatan yang digunakan. Bahaya fisik di laboratorium meliputi berikut ini:  Tertusuk jarum  Bahaya listrik  Bahaya kebakaran  Luka bakar kimia Pegawai juga menghadapi bahaya tempat kerja umum akibat kondisi atau kegiatan di laboratorium. Potensi bahaya fisik meliputi luka terpotong, tergelincir, tersandung, terjatuh, dan cedera gerakan berulang. 5.2.4. Bahaya listrik : peralatan laboratorium, komputer, stop kontak 5.2.5. Bahaya fisiologis/ ergonomis : berdiri dan duduk dalam waktu lama 5.2.6. Bahaya psikologis : tekanan dari pasien dan keluarga pasien 5.3. Bahan Kimia Yang Digunakan Tabel Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Di Laboratorium Rumah Sakit Umum Negara Jenis Bahan Berbahaya FORMALIN (Formaldehide)



Simbol



Efek Kesehatan  Mata : iritasi mata  Kulit : iritasi kulit  Inhalasi : iritasi hidung, tenggorokan, batuk, wheezing, sesak nafas, Bronkhitis, Pneumonitis dan edema paru.



39



ASAM CHLORIDA (Hydrochloric acid 25%)



ASAM ASETAT



 Mata : terbakar, bahaya kebutaan  Kulit : terbakar, melepuh  Inhalasi : iritasi membran mukosa, batuk, dyspnoea  Tertelan : bahaya bagi mulut. Oesophagus dan gastrointestinal. Kegagalan jantung  Mata : iritasi mata, rasa terbakar, mata berair, penglihatan berubah  Kulit : dapat menyebabkan iritas, kulit menjadi kering, pecahpecah atau meradang  Inhalasi : iritasi saluran pernafasan, keluarnya lendir dari hidung, suara parau, batuk, sakit dada dan sulit bernafas, muntah, sakit kepala, pusing  Tertelan : depresi pada system syaraf pusatdengan rasa mual, sakit kepala, dan kelambanan mental



40



ALKOHOL (Ethanol)



XYLENE



 Mata : iritasi mata, konjungtivitis  Inhalasi : pada konsentrasi uap tinggi dapat menyebabkan rasa panas di tenggorokan dan hidung  Ibu Hamil : pengulangan konsumsi ethanol oleh ibu hamil dapat mempengaruhi sistem saraf janin, janin sindrome alkohol, termasuk keterbelakangan mental dan fisik, gangguan belajar dan motorik, gangguan perilaku dan ukuran kepala kecil  Efek Akut : Sangat berbahaya jika terjadi kontak dengan kulit (iritasi), kontak mata (iritasi). Sedikit berbahaya dalam kasus kontak kulit (permeator). Peradangan mata ditandai dengan kemerahan, berair dan gatal-gatal. Radang kulit ditandai dengan gatal, scaling, memerah atau kadang-kadang terik  Efek Kronik : Berbahaya dalam kasus kontak dengan kulit (iritasi), kontak mata (iritasi). Zat adalah racun bagi darah, ginjal hati.



41



METANOL



SPIRITUS



ACETON



ASAM SULFAT



 Kulit : iritasi kulit, kontak jangka panjang dan berulang dapat menyebabkan dermatitis, metanol dapat diserap oleh kulit dan menyebabkan efek sistemik pada gangguan penglihatan  Mata : dapat menyebabkan sensitif pada cahaya, iritasi, kebutaan  Inhalasi : menyebabkan mual, sakit kepala, muntah, gangguan penglihatan bahkan kematian  Efek jangka panjang (kronik) : kerusakan neuronal (pada dosis tinggi)  Pada dosis tinggi Penghirupan yang terus menerus dapat menyebabkan badan lemah, lesu, hilang nafsu makan dan nafas pendek, iritasi mata  Inhalasi : dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, kelelahan, mual, muntah  Mata : iritasi  Mata : kerusakan mata, bahaya kebutaan  Kulit : terbakar, melepuh



42



GIEMSA



 Kulit : iritasi kulit, dermal toxicity  Jangka pendek sebabkan kerusakan organ, oral toxicity  Mata : iritasi  Inhalasi : menyebabkan mual, sakit kepala  Tertelan : depresi pada system syaraf pusat dengan rasa mual, sakit kepala, dan kelambanan mental



5.4. Upaya pengendalian : 5.4.1. Tata Ruang dan Fasilitas Laboratorium 5.4.1.1. Tersedianya MSDS (Material Safety Data Sheets) atau LDKB (Lembar Data Keselamatan Bahan) untuk setiap bahan kimia yang digunakan. 5.4.1.2. MSDS / LDKB harus disosialisasikan pada seluruh personil di Laboratorium, termasuk mahasiswa magang. 5.4.1.3. Setiap kemasan bahan kimia harus dilengkapi dengan label. 5.4.1.4. Seluruh ruangan dalam laboratorium harus mudah dibersihkan. 5.4.1.5. Permukaan meja kerja harus tidak tembus air juga tahan asam, alkali, larutan organik dan panas yang sedang. 5.4.1.6. Ada jarak antara meja kerja, lemari dan alat sehingga mudah dibersihkan. 5.4.1.7. Tersedianya wastafel dengan air mengalir dan dilengkapi sabun pada area kerja (terdapat 3 wastafel), serta terdapat handrubs (cuci tangan berbasis alkohol) di pintu keluar. 5.4.1.8. Pintu laboratorium diberi tanda KELUAR/EXIT, alat penutup pintu otomatis dan diberi label dan simbol BIOHAZARD, DILARANG MASUK KECUALI STAF. 5.4.1.9. Tempat sampah dipisahkan yaitu infeksius dan non infeksius. 5.4.1.10. Tanaman hias dan hewan peliharaan tidak diperbolehkan berada di ruang kerja laboratorium. 5.4.1.11. Lantai laboratorium harus bersih, kering dan tidak licin (hipoksi). 5.4.1.12. Ventilasi laboratorium harus cukup. 43



5.4.2. Penyediaan Peralatan Keselamatan dan Darurat Peralatan keselamatan dan darurat di Laboratorium meliputi : 5.4.2.1. Spill kit/perangkat pengendali tumpahan B3. 5.4.2.2. Alat Pelindung Diri (APD) seperti jas laboratorium, masker, kaca mata, sarung tangan dan sepatu pelindung yang tertutup. 5.4.2.3. Peralatan keselamatan kebakaran, seperti Alat Pemdam Api Ringan (APAR), detektor panas dan asap, dan system pemadaman api otomatis. 5.4.2.4. Sistem tanda bahaya 5.4.2.5. Sistem evakuasi 5.4.2.6. Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) 5.4.2.7. Eye Wash Station



5.4.2.8. Container untuk membuang sampah jarum suntik dan lanset yang aman 5.4.2.9. Lemari B3 (untuk bahan yang mudah terbakar) dan Lemari Asam 5.4.3. Menerapkan Cara Kerja Aman di Laboratorium Pegawai laboratorium harus melakukan pekerjaan mereka dalam rendah risiko, baik risiko yang disebabkan zat berbahaya yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Semua pegawai harus mematuhi standar profesional berikut : 5.4.3.1. Hindari mengganggu atau mengejutkan pegawai lain. 5.4.3.2. Jangan biarkan lelucon praktis, keributan, atau kegaduhan berlebih terjadi kapan pun. 5.4.3.3. Gunakan peralatan laboratorium hanya untuk tujuan yang dimaksudkan. 5.4.3.4. Kaji prosedur keselamatan dasar dengan seluruh pengunjung laboratorium tempat zat berbahaya disimpan atau digunakan atau tempat kegiatan berbahaya sedang berlangsung. 5.4.3.5. Jika anak di bawah umur diizinkan berada di laboratorium, pastikan mereka mendapat pengawasan langsung sepanjang waktu dari orang dewasa yang kompeten. Kembangkan kebijakan terkait anak di bawah umur di dalam laboratorium, dan kaji serta setujui semua kegiatan anak di bawah umur sebelum kedatangan mereka. Pastikan pegawai



44



laboratorium lainnya yang berada di area mengetahui keberadaan anak di bawah umur. 5.5. Penanganan Kecelakaan di Laboratorium Sebelum memulai eksperimen, ketahui tindakan tertentu yang harus diambil jika terjadi pelepasan zat berbahaya secara tidak disengaja. Ketahui lokasi semua peralatan keselamatan dan alarm kebakaran serta telepon terdekat, dan ketahui nomor telepon yang harus dihubungi dan orang yang harus diberi tahu jika terjadi keadaan darurat. Bersiaplah untuk memberikan tindakan darurat dasar. Selalu beritahukan kegiatan Anda kepada rekan kerja agar mereka dapat menanggapi dengan semestinya. Prosedur bila terjadi kecelakaan kerja adalah sebagai berikut: 5.5.1. Lakukan pertolongan pertama, bila diperlukan segera ke IGD untuk penanganan luka serius/parah 5.5.2. Lapor kepada atasan yaitu Koordinator Pelayanan Laboratorium atau PJ 5.5.3. Segera lapor secara lisan kepada Instalasi K3 maksimal pelaporan 2 x 24 jam. 5.5.4. Buat laporan insiden 5.6. Tindakan Khusus dalam Kejadian Tumpahan Bahan Berbahaya Bila terjadi tumpahan bahan berbahaya, petugas/staf yang menemukannya segera menghubungi petugas kebersihan agar segera dapat dibersihkan. Petugas kebersihan yang melakukan pembersihan harus menggunakan alat pelindung diri. Petugas harus mengetahui jenis dan sifat dari B3 dengan melihat MSDS, jika tumpahan mengandung materi infeksius, area harus segera dibersihkan dan didesinfeksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat terjadi tumpahan B3 maupun cairan tubuh antara lain: 5.6.1. Melakukan tindakan pertolongan pertama dengan segera apabila terkena tumpahan/percikan B3, seperti membersihkan kulit dan membilas mata dengan air mengalir selama 15 menit atau minum air sebanyak-banyaknya apabila tertelan. Segera ke IGD untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. 5.6.2. Segera menghubungi petugas kebersihan untuk melakukan pembersihan. 5.6.3. Melaporkan kejadian yang terjadi pada Koordinator / Penanggungjawab shift. 5.6.4. Catat kejadian pada formulir pelaporan tumpahan B3 dan cairan tubuh. 5.6.5. Investigasi kejadian, mengidentifikasi dan menerapkan tindakan perbaikan untuk mencegah kejadian di masa yang akan datang.



45



5.7. Pengelolaan B3 diatur lebih lanjut dalam Pedoman B3 6. INSTALASI GIZI / DAPUR 6.1. Peralatan yang digunakan : Peralatan dapur seperti pisau, kompor gas, tabung elpiji, lemari pendingin (freezer dan chiller), peralatan makan (piring, sendok dan gelas), dan peralatan-peralatan lainnya yang menggunakan peralatan listrik (oven, blender, mixer, dan microwave). 6.2. Risiko bahaya di Instalasi Gizi / dapur : Risiko terjadinya kecelakaan kerja, antara lain : terpeleset / jatuh akibat lantai yang licin / basah, tangan luka / terpotong akibat pisau / benda tajam lainnya, peledakan dan kebakaran, luka bakar akibat api, minyak atau air panas, dan tersengat aliran listrik. 6.3. Upaya pengendalian : 1. Peralatan kerja yang menggunakan listrik diperiksa secara berkala. 2. Housekeeping dan sanitasi yang baik 3. Pemeliharaan peralatan secara rutin 4. Memberikan pelindung khusus agar petugas tidak terpapar langsung dengan peralatan misalnya, pelindung tangan dan badan dari panas / api. 6.4. Prinsip keselamatan kerja dalam proses penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi : 6.4.1. Pengendalian Teknis, mencangkup : 1. Letak, bentuk dan konstruksi alat sesuai dengan kegiatan dan memenuhi syarat yang telah ditentukan. 2. Ruangan dapur harus cukup luas, denah sesuai dengan arus kerja dan dapur dibuat dari bahan-bahan atau konstruksi yang memenuhi syarat. 3. Perlengkapan alat kecil yang cukup disertai tempat penyimpanan yang praktis. 4. Penerangan dan ventilasi yang cukup memenuhi syarat. 6.4.2. Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggungjawab dan terciptanya kebiasaan kerja yang baik oleh pegawai. 6.4.3. Pekerjaan yang ditugaskan hendaknya sesuai dengan kemampuan kerja dari pegawai. 6.4.4. Volume kerja yang dibebankan sesuai dengan jam kerja yang telah ditetapkan. 6.4.5. Perawatan pada peralatan dilakukan secara kontinyu sehingga peralatan tetap dalam kondisi yang layak. 6.4.6. Adanya pelatihan mengenai keselamatan kerja bagi pegawai. 6.4.7. Adanya fasilitas pelindung dan peralatan pertolongan pertama yang cukup. 6.4.8. Adanya petunjuk penggunaan peralatan keselamatan kerja.



46



6.5. Alat Pelindung Diri Alat pelindung diri yang digunakan di dapur yaitu perlengkapan pakaian yang ditentukan dan penggunaan sarung tangan pada waktu tertentu. Penggunaan pakaian/seragam ini memang terkesan sederhana, namum memiliki fungsi yang sangat penting dalam melindungi diri selama melaksanakan kegiatan di dapur. Adapun perlengkapan tersebut adalah sebagai berikut : 6.5.1. Topi terbuat dari bahan yang tidak panas. Topi juga berfungsi untuk mencegah keringat maupun rambut agar tidak sampai jatuh ke makanan. 6.5.2. Baju kerja terbuat dari bahan yang tidak panas 6.5.3. Celemek/apron Tujuan utama penggunaan apron adalah untuk melindungi tubuh bagian bawah dari cairan seperti air, kaldu, atau sauce panas yang mungkin menyiram. 6.5.4. Lap (towel) Berfungsi untuk melindungi tangan dari alat-alat panas seperti panci dan oven. 6.5.5. Sarung tangan (hand gloves) plastik Sarung tangan dibutuhkan dalam proses pengolahan makanan agar tangan dan makanan tetap hygiene atau bersih sehingga mencegah penyebaran bakteri berbahaya. 6.5.6. Menggunakan sepatu boot bila berada di lingkungan dapur. 6.6. Jenis-Jenis Kecelakaan Kerja yang Dapat Terjadi di Dapur dan Pencegahannya Kecelakaan di dapur adalah suatu hal yang tidak diharapkan, padahal di dalam dapur penuh dengan peralatan dan perlengkapan yang sangat membahayakan. Setiap alat dan perlengkapan mempunyai cara penanganan sendiri dan pegawai harus dapat menggunakan alat tersebut sebagaimana mestinya agar tidak terjadi kecelakaan. Selain itu, lingkungan dapur juga dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan, misalnya lantai yang terlalu licin dapat menyebabkan terpeleset atau terjatuh. Untuk itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan terhadap kecelakaan-kecelakaan kerja yang dapat terjadi di dapur. Selain itu perlu disediakan obat P3K yang diletakkan di dalam ruang gizi/dapur. Adapun jenis-jenis kecelakaan kerja dan pencegahannya adalah sebagai berikut. 6.6.1. Luka bakar akibat terkena uap panas atau api Di dapur, terdapat dua macam penyebab luka karena panas. Pertama burn disebabkan oleh panas yang kering misalnya pan yang panas, oven, dan sebagainya. Sedangkan scald disebabkan oleh panas yang basah misalnya air panas dan uap panas. Keduanya bisa menimbulkan akibat yang serius dan menimbulkan rasa sakit. Adapun tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya luka bakar adalah :



47



a. Pada waktu bekerja, pakailah celemek atau apron dengan semestinya. b. Lengan baju dilipat semestinya hingga pergelangan siku. c. Pergunakan lap kering bila hendak mengambil atau membawa alat yang panas. d. Pergunakan alat pengaduk yang cukup panjang sehingga tangan tidak bersentuhan dengan barang yang panas (minyak, air, pan, dll.) e. Jangan meletakkan atau menyimpan cairan panas pada rak di atas garis pandang mata. f. Buka tutup panci pada sisi terjauh dari letak badan g. Buka pintu oven panas sedikit demi sedikit dengan hatihati. h. Perhatikan dan hati-hati dalam menggunakan minyak goreng. i. Hati-hati pada waktu menyaring atau menuang cairan panas. 6.6.2. Luka tergores atau terpotong benda tajam Menjalankan dan mengikuti peraturan yang diarahkan bagi keselamatan bersama adalah tugas semua orang. Dengan demikian, kecelakaan bisa dihindari atau paling tidak ditekankan seminimal mungkin agar waktu dan jam kerja tidak terganggu. 6.6.3. Kecelakaan karena gas Gas yang dipergunakan sebagai bahan bakar adalah gas elpiji (LPG) yaitu gas buatan yang tidak berwarna, tetapi diberi bau yang spesifik sehingga mudah dikenal bila terjadi kebocoran. Ledakan gas terjadi apabila ada gas terkumpul dalam suatu ruangan, tidak terbakar, dan tiba-tiba ada panas yang mempengaruhi ruangan tersebut. Panas yang menyambar gas akan menyebabkan tekanan udara dalam ruang tersebut bertambah tinggi dan akhirnya timbul ledakan. Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah bahaya ledakan gas adalah : a. Periksa pipa-pipa gas yang bocor, sehingga tidak ada gas yang keluar tanpa pembakaran. b. Periksalah pilot light sebelum menghidupkan api c. Bila akan menyalakan gas, maka biarkan pintu oven terbuka beberapa saat sehingga sisa-sisa gas yang terkumpul dalam ruangan oven dapat keluar. d. Bila menyalakan solid top range atau griddle maka setelah seluruh ruang gas terbakar, biarkan terbuka beberapa saat sehingga sisa-sisa gas di udara terbakar seluruhnya. 6.6.4. Kecelakan karena arus listrik



48



Suatu alat mungkin sudah dirancang dan dipasang sedemikian rupa sehingga aman bagi pemakai. Namun, karena suatu keadaan yang belum diketahui dan menyebabkan alat tersebut mengandung arus listrik terbuka. Keadaan tersebut sering menimbulkan kaget, shock, gerak reflek ataupun kecelakaan yang fatal. Tindakan pencegahan yang dapat diambil adalah sebagai berikut : a. Saklar dan alat penyambung arus listrik harus selalu kering dan bersih. b. Jangan mempergunaan banyak stekker ataupun stekker cabang pada satu stop kontak. c. Periksalah keadaan kawat penghubung sehingga tidak ada bagian-bagian yang robek. d. Putuskan aliran listrik bila mesin atau alat tidak dipergunakan. e. Sebelum mencuci peralatan listrik pastikan alat itu sudah dimatikan dan kabelnya sudah dicabut. Setelah dicuci, selalu keringkan sebelum digunakan kembali. f. Laporkan segera bila melihat gejala-gejala aneh pada mesin atau alat. 6.6.5. Kecelakaan karena bahan kimia Beberapa bahan kimia dipergunakan juga dalam pengolahan makanan, misalnya untuk pembersih, pengawet ataupun pemberantas hama/tikus. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu : a. Bahan-bahan kimia harus disimpan dalam kotak khusus. b. Jangan mencoba mempergunakan bahan kimia bila belum tahu betul cara mempergunakannya. c. Berhati-hati waktu memasang racun tikus di dapur. d. Berhati-hatilah dengan bahan kimia yang serupa dengan bahan makanan baik pada waktu mempergunakan, maupun pada waktu menyimpan kembali. Contohnya baking soda, garam Inggris, pupuk urea ataupun rinso tampak hampir sama dengan garam dapur atau gula. Liquid soap/tipol tampak hampir sama dengan minyak goreng, dan sebagainya. 6.6.6. Terpeleset atau terjatuh Terpeleset atau terjatuh dapat menimbulkan sesuatu yang fatal, misalnya jika kepala atau bagian badan yang lain terbentur sesuatu. Terpeleset terjadi karena beberapa hal, yaitu karena keseimbangan yang kurang, lantai yang licin atau yang jauh lebih penting, mungkin sepatu atau alas kaki kita yang tidak sesuai dengan apa yang kita injak. Terpeleset atau terjatuh dapat dicegah dengan beberapa cara yaitu :



49



a. Lantai harus kering, bila kita melihat atau menjatuhkan sesuatu, ambillah dan keringkan lantai. b. Lantai harus bebas dari barang perintang yang tidak seharusnya ada untuk menghindari kemungkinan terantuk. c. Jangan lupa memberi tanda bila lantai dalam keadaan licin, misalnya baru di pel. d. Alat-alat dapur yang tidak terpakai jangan diletakkan di lantai atau diatur rapi sehingga tidak membahayakan orang lain. e. Pergunakan tangga bila meraih sesuatu yang tinggi. f. Pastikan bahwa tangga tersebut cukup panjang dan kuat. g. Pastikan tangga tersebut berdiri aman dan dekat dengan benda yang akan diambil. h. Periksa agar tangga tidak licin. 7. INSTALASI LAUNDRY 7.1. Bahan dan peralatan yang digunakan : Bahan kimia yang digunakan : berbagai cairan detergen, pemutih, softener, desinfectan sedangkan peralatan yang digunakan adalah : mesin pencucian linen infeksius dan non-infeksius, masin strika, mesin jahit, trolley/ kereta dorong, APD lengkap seperti sepatu booth, masker, hansd scoon, apron, penutup kepala. 7.2. Resiko bahaya di ruang binatu : Kecelakaan kerja yang mungkin terjadi antara lain : debu detergen, panas, tangan/jari terpotong mesin, tertusuk jarum jahit, terpeleset/jatuh akibat keadaan lantai licin, terpapar infeksi dari linen infeksius, terpapar B3 dari cairan desinfeksi, pemutih, dan detergen cucian, tersengat aliran listrik, gangguan pendengaran, sakit pinggang, bahaya psikososial (kerja brgilir/shift) 7.3. Upaya pengendalian : Untuk mengatasi masalah tersebut antara lain dilakukan : a. Cara kerja sesuai ergonomi b. Ada tempat pencucian linen infeksius dan non infeksius yang terpisah, diatur alur lalu lintas masuk keluar linen, ventilasi diatur sehingga tidak terjdi kontaminasi c. Ada tempat penyimpanan linen yang diatur suhu kelembapannya d. Melengkapi dan memelihara peralatan listrik dan mesin pencucian dan setrika secara rutin oleh IPSRS e. Memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang kelistrikan f. Menyediakan alat pelindung diri (APD) lengkap g. Menyediakan informasi/poster tentang kepatuhan penggunaan APD dan pencegahan infeksi RS h. Pelatihan cara mengangkat dan mengangkut barang yang benar i. Pengaturan jam sesuai standar perusahaan



50



8. INSTALASI PEMELIHARAAN SARANA DAN PRASARANA RS Bahan-bahan yang dipergunakan antara lain : garam, soda as, Kalium permanganat, dan kaporit untuk penjernihan air, solar untuk bahan bakar; semen dan bahan bangunan lainnya; dan berbagai bahan lainnya untuk perbaikan sarana dan prasarana rumah sakit. Sedangkan peralatan kerja yang digunakan : mesin las, gerinda, alat pertukangan (bor, ketam, gergaji dan lainnya), alat perbaikan listrik dan sebagainya. 8.1. Risiko bahaya pada petugas IPSRS : 8.1.1. Risiko terjadinya kecelakaan kerja, antara lain : tersengat aliran listrik; luka bakar; terjatuh dari ketinggian; tangan luka / terpotong saat menggunakan gerinda, pisau, gergaji dan benda tajam lainnya; kebakaran dan peledakan; tertimpa benda dan terjepit dan lain sebagainya. 8.1.2. Risiko terjadinya penyakit akibat kerja : mual dan pusing atau keracunan saat pengeleman vinil, dermatitis kontak akibat penggunaan bahan kimia, iritasi mata dan pneumokoniosis akibat debu, keracunan CO di ruang boiler dan genset, gangguan pendengaran dan terinfeksi penyakit menular saat perbaikan peralatan medis. 8.2. Upaya pengendalian : 8.2.1. Melengkapi semua petugas dengan alat pelindung diri yang sesuai dengan potensi bahaya yang ada : 8.2.1.1. Kewajiban menggunakan sepatu keselamatan saat bekerja. 8.2.1.2. Untuk pekerjaan di ketinggian digunakan safety belt dan topi keselamatan. 8.2.1.3. Kewajiban penggunaan ear muff di ruang genset dan lainnya. 8.2.1.4. Masker dan respirator saat pengerjaan / perbaikan terhadap tempat yang berdebu dan mengandung bahan kimia. 8.2.2. Pengenalan risiko bahaya sebelum melakukan pekerjaan. 8.2.3. Pemeriksaan kesehatan secara berkala. 9. INSTALASI REKAM MEDIS 9.1. Risiko Bahaya : 9.1.1. Bahaya fisik : terpapar debu 9.1.2. Bahaya ergonomis : terjatuh saat menyimpan atau mengambil dokumen rekam medis di yang tersimpan di rak yang tinggi 9.1.3. Bahaya psikologis : tekanan kerja dengan rekan kerja, dokter, perawat dan profesi lain 9.2. Upaya Pengendalian Beberapa hal yang perlu diperhatikan di bagian penyimpanan rekam medis : 9.2.1. Peraturan keselamatan harus terpampang dengan jelas di setiap bagian penyimpanan.



51



9.2.2. Harus dicegah jangan sampai terjadi, seorang petugas terjatuh ketika mengerjakan penyimpanan pada rak-rak terbuka yang letaknya diatas. Harus tersedia tangga anti tergelincir. 9.2.3. Ruang gerak untuk bekerja selebar meja tulis, harus memisahkan rak-rak penyimpanan. 9.2.4. Penerangan lampu yang cukup baik, menghindarkan kelelahan penglihatan petugas. 9.2.5. Harus tersedia rak-rak penyimpanan yang dapat diangkat dengan mudah atau rak-rak beroda. 9.2.6. Perlu diperhatikan pengaturan suhu ruangan, kelembaban, pencegahan debu, dan pencegahan bahaya kebakaran



BAB VI UPAYA KESEHATAN KERJA KARYAWAN DI RUMAH SAKIT Kesehatan kerja bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi – tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, dan penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologis dan psikologis.



52



Dengan berkembangnya konsep kesehatan pekerja diharapkan dapat memberikan pengertian yang lebih luas dari kesehatan kerja, maka tidak hanya masalah kesehatan yang berkaitan dengan pekerjaan, tetapi juga masalah kesehatan umum yang mempengaruhi produktivitas kerja. Kegiatan di Rumah Sakit berpotensi menimbulkan bahaya fisik, kimia, biologi ergonomik, dan psikososial yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan baik terhadap pekerja, pasien, pengunjung maupun masyarakat di lingkungan Rumah Sakit, dan dapat menurunkan citra Rumah Sakit. Bahwa untuk mencegah dan mengurangi bahaya kesehatan dan keselamatan khususnya terhadap pekerja perlu dilakukan upaya-upaya kesehatan dan keselamatan kerja dengan menetapkan Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit Umum Negara sehingga tercapai derajat kesehatan kerja dan produktivitas kerja yang optimal. Adapun tujuan kesehatan kerja di Rumah Sakit Umum Negara adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan karyawan serta mengetahui secara dini bila terdapat gangguan kesehatan pada karyawan Rumah Sakit Umum Negara, secara khusus dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Untuk analisa pola kesehatan karyawan, sehingga dapat dilakukan pengurangan risiko gangguan kesehatan pada karyawan bila didapatkan pola penyebab terjadinya gangguan kesehatan. 2. Sebagai rekomendasi dalam penerimaan calon karyawan Rumah sakit umum Negara. 3. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK). Sasaran dari Kesehatan Kerja Karyawan adalah: 1. Pemeriksaan Kesehatan: Dibagi menjadi : 1.1. Pemeriksaan Kesehatan Awal 1.1.1. Ditujukan untuk calon karyawan yang akan direkrut di Rumah Sakit Umum Negara sesuai dengan bidang kerja karyawan. Hal ini dilakukan selain sebagai seleksi kepada karyawan sesuai dengan bidang kerja juga untuk perbandingan bila calon karyawan tersebut telah menjadi karyawan dan ditemukan adanya gangguan kesehatan dalam pemeriksaan berkala sehingga dapat didiagnosa termasuk gangguan kesehatannya akibat kerja (Penyakit Akibat Kerja) 1.1.2. Bekerjasama dengan Bagian SDM membuat standar pemeriksaan Uji kesehatan Pemeriksaan Kesehatan Awal. 1.2. Pemeriksaan Kesehatan Berkala 1.2.1. Ditujukan untuk seluruh karyawan Rumah Sakit Umum Negara yang sudah bekerja ketentuan sebagai berikut : 1.2.1.1. Untuk karyawan yang berhubungan dengan pelayanan, dilakukan 1 tahun sekali 1.2.1.2. Untuk karyawan yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan, dilakukan 2 tahun sekali



53



1.2.1.3. Untuk petugas Gizi/Cafe melakukan pemeriksaan rectal swab setiap 6 bulan sekali 1.2.2. Pemeriksaan berkala dilakukan untuk mengetahui perkembangan kesehatan karyawan selama bekerja di Rumah Sakit Umum Negara. Dari hasil pemeriksaan dapat dilihat suatu risiko penyebab suatu gangguan kesehatan, sehingga dapat meminimalkan risiko tersebut. 1.2.3. Bekerja sama dengan Bagian SDM membuat standar pemeriksaan uji kesehatan berdasarkan unit kerja karyawan. 1.2.4. Bekerjasama dengan Unit-Unit Pelayanan (Laboratorium, Radiologi, dll) untuk pelaksanaan pemeriksaan kesehatan berkala. Pemeriksaan disesuaikan dengan jenis dan unit kerja karyawan. 1.2.5. Jenis pemeriksaan antara lain : vital sign, pemeriksaan darah rutin, fotothorax, HBSAg, rectal swab (gizi), urin rutin, kimia darah dll. 1.3. Pemeriksaan Kesehatan Khusus 1.3.1. Pemeriksaan ditujukan untuk seseorang yang diduga terkena penyakit akibat kerja dan memerlukan tindak lanjut. 1.3.2. Bekerja sama dengan bagian SDM membuat standar pemeriksaan uji kesehatan khusus. 1.3.3. Bekerjasama dengan Unit Pelayanan (Laboratorium, Radiologi, dll) dan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI) untuk pelaksanaan pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan disesuaikan dengan kebutuhan khusus dan secara insidential, misalnya pemeriksaan spirometri untuk petugas yang terpajan bahan kimia dan debu, audiometri untuk petugas yang beresiko mengalami penurunan fungsi pendengaran karena bising. 2. Pemberian Vaksin bagi Karyawan Program pemberian vaksin bagi karyawan Dewasa yang berisiko terinfeksi Hepatitis B: Individu yang terpapar darah atau produk darah dalam kerjanya, klien dan staff dari institusi pendidikan manusia cacat, pasien hemodialisis, rumah tangga atau kontak seksual dengan individu yang teridentifikasi positif HBsAg-nya, individu yang berencana pergi atau tinggal di suatu tempat dimana infeksi Hepatitis B sering dijumpai, pengguna obat injeksi, homoseksual/biseksual aktif, individu heteroseksual aktif dengan pasangan berganti-ganti atau baru terkena PMS, fasilitas penampungan korban narkoba, individu etnis kepulauan pasifik atau imigran/pengungsi baru dimana endemisitas daerah asal sangat tinggi/lumayan. Berikan 3-dosis dengan jadual 0, 1 dan 6 bulan. Bila setelah imunisasi terdapat respons yang baik maka tidak perlu dilakukan pemberian imuniasasi penguat (booster). Macam vaksin : Antigen virus inaktif Efektivitas : 75-90%



54



Rute suntikan : i.m 2.1. Indikasi Indikasi penggunaan vaksin pada orang dewasa didasarkan kepada riwayat paparan, risiko penularan, usia lanjut, imunokompromais, pekerjaan, gaya hidup dan rencana bepergian.  Riwayat paparan : Tetanus toksoid., Rabies  Risiko penularan : Influenza, Hepatitis A, Tifoid, MMR.  Usia lanjut : Pneumokok, Influenza.  Risiko pekerjaan : Hepatitis B, Rabies.  Imunokompromais : Pneumokok, Influenza, Hepatitis B. Hemophilus influenza tipe B.  Rencana bepergian : Yellow fever, Japanese B encephalitis, Tifoid, Hepatitis A.  Jemaah haji : Meningokok ACYW 135., Influenza Indikasi imunisasi pada daftar ini dibuat lebih luas karena pada imunisasi dewasa belum ada program yang dibiayai oleh pemerintah. Karena itu penggunaan indikasi ini perlu mempertimbangkan keadaan individu yang akan diimunisasi. Untuk calon haji imunisasi meningokok merupakan suatu keharusan, begitu juga imunisasi Yellow fever untuk bepergian ke Afrika Selatan. Imunisasi pada usia lanjut perlu mendapat perhatian karena data-data tentang manfaat imunisasi influenza dan pnemokok pada usia lanjut menunjukkan bahwa imunisasi ini bermanfaat dan cost effective. Selain itu imunisasi pada Heptitis B perlu mendapat perhatian karena tingginya risiko penularan Hepatitis B di kalangan petugas kesehatan. 2.2. Manfaat Manfaat vaksin yang digunakan pada orang dewasa di Indonesia datanya amat terbatas. Data di negara maju menunjukkan bahwa efektivitas vaksin Hepatitis B dalam mencegah penyakit 80% sampai 95%. Efektivitas ini menurun pada kelompok lanjut usia. Vaksin influenza dapat menurunkan insidens influenza 70% sampai 90%. Sedangkan efektivitas vaksin pnemokok 60% sampai 64%. Pada kelompok usia di atas 65 tahun efektivitas vaksin ini 44% sampai 61%. Vaksin campak akan menim-bulkan imunitas yang bertahan lama pada sekitar 95% orang yang divaksin. Jika vaksinasi diulang maka imunitas akan timbul pada 90% nonresponder. Vaksin gondongan akan menurunkan insidens penyakit 75% sampai 95% dan begitu pula rubella efektivitasnya hampir menyamai campak. Vaksin tetanus jika digunakan secara benar dapat mencegah tetanus 100% dan vaksin difteri 85%. 2.3. Cakupan imunisasi dewasa Meski manfaat imunisasi dewasa nyata namun cakupan imunisasi dewasa di negara maju sekalipun masih rendah. Cakupan Hepatitis B berkisar antara 1% sampai 60% (rata-rata 10%). Antibodi 55



terhadap tetanus yang adekuat hanya ditemukan pada 40% orang dewasa. Rendahnya cakupan ini disebabkan oleh kepedulian petugas kesehatan yang belum optimal, kurangnya pemahaman mengenai manfaat, pedoman yang beraneka ragam dan rumit, layanan yang belum merata dan kurangnya dukungan pembiayaan. Namun demikian dengan pemahaman yang baik mengenai manfaat imunisasi dewasa ini, negara berkembang misalnya Kuba mampu menyelenggarakan imunisasi dewasa yang cakupannya cukup tinggi. PAPDI perlu mendorong agar kegiatan imunisasi dewasa yang dimulai oleh profesi dan masyarakat dapat menjadi program pemerintah. 2.4. Hepatitis B Karyawan rumah sakit yang merupakan dewasa adalah populasi yang berisiko terinfeksi Hepatitis B: Individu yang terpapar darah atau produk darah dalam kerjanya, klien dan staff dari institusi pendidikan manusia cacat, pasien hemodialisis, rumah tangga atau kontak seksual dengan individu yang teridentifikasi positif HBsAgnya, individu yang berencana pergi atau tinggal di suatu tempat dimana infeksi Hepatitis B sering dijumpai, pengguna obat injeksi, homoseksual/biseksual aktif, individu heteroseksual aktif dengan pasangan berganti-ganti atau baru terkena PMS, fasilitas penampungan korban narkoba, individu etnis kepulauan pasifik atau imigran/pengungsi baru dimana endemisitas daerah asal sangat tinggi/lumayan. Berikan 3-dosis dengan jadual 0, 1 dan 6 bulan. Bila setelah imunisasi terdapat respons yang baik maka tidak perlu dilakukan pemberian imuniasasi penguat (booster).  Macam vaksin : Antigen virus inaktif  Efektivitas : 75-90%  Rute suntikan : i.m 2.5. Tatalaksana pemberian vaksinasi karyawan Rumah Sakit Umum Negara : 2.5.1. Vaksinasi hepatitis B diberikan pada karyawan setelah sebelumnya diketahui status fungsi hati dan status antibodi Hepatitis B karyawan, dalam hal ini diperiksakan titer anti HBs, titer HbsAg, dan SGOT dan SGPT. 2.5.2. Adapun hasil pemeriksaan tersebut diketahui saat karyawan melakukan pemeriksaan kesehatan berkala (Medical Check Up). Dan ketentuan pemeriksaan kesehatan berkala karyawan Rumah Sakit Umum Negara yang sudah bekerja ketentuan sebagai berikut : o Untuk karyawan yang berhubungan dengan pelayanan, dilakukan 1 tahun sekali (terlampir). o Untuk karyawan yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan, dilakukan 2 tahun sekali (terlampir). 2.5.3. Untuk pemberian vaksin digunakan nilai hasil titer anti HBs:



56



o Nilai anti HBs non reaktif : Karyawan diberikan 3 dosis dengan jadual 0, 1 dan 6 bulan. o Nilai anti HBs < 100 IU/L : Dilakukan pemberian imuniasasi penguat (booster) o Nilai anti HBs > 100 IU/L : Tidak dilakukan pemberian imunisasi. 2.5.4. Daftar karyawan yang akan diberikan imunisasi 3 dosis maupun imunisasi penguat (booster) dikeluarkan oleh bagian SDM berdasarkan hasil pemeriksaan berkala karyawan yang diambil dari rekam medis elektronik (vesalius) - Untuk pelaksanaan vaksin yang dikerjakan oleh Unit Medical Check Up Rumah Sakit Umum Negara 3. Dokumentasi Hasil dokumentasi pemeriksaan berkala karyawan yang menjadi dasar pemberian vaksinasi Hepatitis B merupakan bagian dari rekam medis setiap karyawan. Bekerja sama dengan Instalasi Rekam Medis untuk pemantauan dan perlu atau tidaknya bila setelah imunisasi terdapat respons yang baik maka tidak perlu dilakukan pemberian imuniasasi penguat (booster). 4. Pelatihan dan Penyuluhan Kesehatan Kerja bagi Pekerja RS a. Pelatihan di Kelas Dilakukan untuk membahas teori dan diskusi sesuai dengan materi yang disampaikan dan berkaitan dengan kesehatan. b. Pelatihan ke ruangan Dikarenakan pemenuhan pelayanan kesehatan di RSU Negara sehingga para pekerja tidak dapat meninggalkan ruangannya untuk mengikuti pelatihan baik di kelas maupun di ruangan, maka Instalasi K3 melaksanakan pelatihan langsung di unit kerja.



57



BAB VII KESIAPSIAGAAN BENCANA DAN TANGGAP DARURAT 1. BENCANA KEBAKARAN 1.1. Kebakaran adalah bencana yang ditimbulkan oleh api liar / tidak terkendali, dengan kerugian yang tidak sedikit. 1.2. Api terjadi karena penyatuan tiga unsur pada kondisi tertentu. Ketiga unsur tersebut adalah oksigen, bahan mudah terbakar dan panas. 1.3. Akibat dari kebakaran akan semakin besar apabila sistem penanggulangan kebakaran yang terdiri atas : peralatan deteksi



58



dini, pemadam kebakaran serta fasilitas penyelenggaraan evakuasi tidak memenuhi persyaratan dan tidak berfungsi dengan baik. 1.4. Peralatan penanggulangan bahaya kebakaran yang lengkap, akan bermanfaat secara optimal apabila didukung oleh sumber daya manusia yang handal (memiliki pengetahuan, kemampuan dan perilaku yang memadai). 1.5. Klasifikasi Kebakaran Tujuan dari klasifikasi kebakaran adalah untuk mengenal jenis media pemadam api sehingga dapat memilih media yang tepat bagi suatu kebakaran berdasarkan klasifikasi. Klasifikasi kebakaran di Indonesia yang ditetapkan dalam Permenaker No. 04/Men/1980 mengacu pada NFPA sebagai berikut : 1. Kelas A : Kebakaran dari bahan padat non logam (misal : kayu, kertas, plastik dan lain-lain) 2. Kelas B : Kebakaran dari bahan cair dan gas (misal : bensin, solar, minyak tanah, alkohol, elpiji, dll.) 3. Kelas C : Kebakaran instalasi listrik bertegangan (misal : panel listrik, generator, mesin/motor listrik) 4. Kelas D : Kebakaran dari bahan-bahan logam (misal : Magnesium, Almunium, Kalium, dll.) 1.6. Pencegahan Bahaya Kebakaran Pencegahan kebakaran adalah segala usaha yang dilakukan agar tidak terjadi api yang liar/tak terkendali, atau usaha mencegah terjadinya nyala api yang tidak diperlukan. Prinsip pencegahan kebakaran adalah menghindari pertemuan tiga unsur api, yaitu oksigen, bahan mudah terbakar dan panas. Atau menciptakan agar unsur-unsur tersebut tidak memenuhi syarat terjadinya api kebakaran. Pencegahan kebakaran dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1.6.1. Mematikan peralatan listrik bila tidak diperlukan 1.6.2. Tidak meletakkan bahan mudah terbakar di dekat bendabenda yang dapat menimbulkan api (stop kontak, kabel instalasi listrik) 1.6.3. Menjaga kebersihan lingkungan terutama kebersihan dari binatang-binatang pengerat yang mungkin dapat merusak instalasi listrik 1.6.4. Melakukan pemeriksaan rutin terhadap tahanan isolasi jaringan listrik 1.6.5. Tidak memberi pembebanan berlebih pada stop kontak 1.6.6. Pengaturan ventilasi yang baik sehingga tidak terjadi akumulasi bahan/uap mudah terbakar pada suatu ruangan 1.6.7. Penggunaan sarana laboratorium yang sesuai dengan prosedurnya 1.6.8. Setiap karyawan wajib mematuhi larangan merokok 1.7. Sistem Penanggulangan Kebakaran dan Evakuasi



59



1.7.1. Penanggulangan kebakaran adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendeteksi, memdamkan api kebakaran dan bagaimana melakukan evakuasi. 1.7.2. Alat Deteksi Dini Bahaya Kebakaran/Fire Alarm System 1.7.2.1. Fire Alarm System terdiri atas detektor yang terangkai dengan panel kontrol sistem. Fire Alarm System di Rumah Sakit Umum Negara 1 titik yaitu : 1.7.2.1.1. Ruang server gedung Interna lantai 1(Ruang Bakung) mengcover Gedung interna lantai 2 (Ruang Anggrek), Gedung Interna lantai 3 (Ruang Cempaka), Gedung Interna lantai 4 (Manajemen), Gudang Matery, Ruang Loundry, Ruang Gizi dan Ruang CSSD 1.7.2.2. Penentuan tipe detektor disesuaikan dengan potensi bahaya kebakaran yang ada pada suatu ruangan. Tipe detektor yang digunakan di RS UGM adalah : 1.7.2.2.1. Smoke Detector Alat deteksi adanya kebakaran karena kepekaannya terhadap asap. 1.7.2.2.2. Heat Detector Alat deteksi adanya kebakaran karena kepekaannya terhadap perubahan suhu ruangan (60-70°C) Lokasi : menyebar di seluruh gedung Rumah Sakit Umum Negara 1.7.2.2.3. Titik Panggil Manual (Smash Glass) Alat deteksi adanya kebakaran yang bekerja secara manual, yaitu dengan cara menekan tombol pada kotak smash glass. Lokasi : menyebar di seluruh gedung di Rumah Sakit Umum Negara 1.7.3. Alat Pemadam Kebakaran 1.7.3.1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) Alat pemadam kebakaran berbentuk tabung, mudah dibawa (portable) dan mudah digunakan untuk memadamkan api pada mula kebakaran. Berdasarkan isinya di RS UGM terdapat jenis tabung pemadam kebakaran : 1.7.3.1.1. Serbuk kimia kering (dry chemical powder) Cara kerja tepung kimia dalam memadamkan api adalah dengan memisahkan atau menyelimuti bahan dengan udara dan secara kimia memutuskan rantai reaksi pembakaran. 1.7.3.1.2. Gas cair halon free Cocok untuk memadamkan kebakaran kelas A, B dan C.



60



1.7.3.1.3. Gas Carbondioksida (CO2) 1.7.3.2. Hidran Gedung Alat pemadam kebakaran dengan media pemadaman api bertekanan dan telah terangkai dalam suatu sistem dan terdapat di dalam bangunan. 1.7.3.3. Hidran Halaman/Pilar Hidran Alat pemadam kebakaran dengan media pemadaman api bertekanan dan telah terangkai dalam suatu sistem dan terdapat di luar bangunan. 1.7.3.4. Sistem Sprinkler Sistem sprinkler adalah suatu sIstem yang bekerja secara otomatis dengan memancarkan air bertekanan ke segala arah untuk memadamkan kebakaran atau setidaknya mencegah meluasnya kebakaran. 1.7.4. Sarana Evakuasi Evakuasi kebakaran adalah upaya yang dilakukan untuk menyelamatkan orang atau barang dari lokasi kebakaran. Agar tindakan evakuasi dapat dilakukan dengan cepat dan aman, maka penyelenggaraan evakuasi dilengkapi dengan alat bantu evakuasi, antara lain : 1.7.4.1. Lampu penerangan darurat (emergency lamp) 1.7.4.1.1. Dipasang di tempat-tempat tertentu di ruangan, di sepanjang koridor, persimpangan yang menuju pintu keluar. 1.7.4.1.2. Lampu penerangan darurat harus mempunyai tenaga listrik yang tidak tergantung dari tenaga listrik PLN, tetapi dengan baterai/accu. 1.7.4.1.3. Emergency Lamp sekurang-kurangnya memiliki intensitas sebesar 5 Lux. 1.7.4.2. Denah Jalur Evakuasi Denah jalur evakuasi adalah denah yang dipasang di dalam suatu ruangan yang berisi petunjuk jalur evakuasi dari ruangan tersebut menuju pintu keluar terdekat beserta informasi lokasi peralatan pemadam kebakaran. 1.7.4.3. Rambu Penunjuk Jalur Evakuasi Rambu penunjuk yang dipasang di sepanjang koridor, berupa stiker berwarna hijau dan berisi petunjuk berupa anak panah dan gambar orang berlari dengan tulisan JALUR EVAKUASI 1.7.4.4. Pintu Darurat/Emergency Exit 1.7.4.4.1. Pintu untuk keluar hanya saat terjadi kondisi darurat saja, ditandai dengan tulisan “Emergency Exit” 1.7.4.4.2. Setiap bangunan per lantai dilengkapi dengan pintu darurat.



61



1.7.5. Assembly Point/Titik Kumpul Darurat Terdapat 7 lokasi titik kumpul di Rumah Sakit Umum Negara, yaitu : 1.7.5.1. Parkir Depan 1.7.5.2. Parkir Belakang 1.7.5.3. Depan Gedung IPSRS 1.7.5.4. Belakang Gedung Interna 1.7.5.5. Sebelah Selatan Poli Bedah 1.7.5.6. Belakang Gedung Paviliun 1.7.5.7. Sebelah Ruang Genset 1.8. Penggunaan APAR Sebelum melakukan pemadaman dengan APAR harus ditest terlebih dahulu dengan membuka kunci pengaman dan mengarahkan nozzle ke atas. a. Jenis tepung kimia : lakukan test di tempat pengambilan APAR dan arahkan nozzle ke atas, handle ditekan/dipukul. b. Jenis HFC : lakukan test di tempat pengambilan APAR arahkan nozzle ke atas. c. Selesai pemadaman pancaran selang/nozzle harus selalu diarahkan ke bawah. Penggunaan APAR dilakukan secara berurutan yang disingkat dengan TATA adalah sebagai berikut:  Tarik atau cabut pin pengaman APAR  Arahkan selang ke api  Tekan tuas APAR  Arahkan ke kiri dan ke kanan seperti menyapu 1.9. Penggunaan Selimut Api (Fire Blanket) Selimut Api dipergunakan sebagai alat untuk memadamkan api jika APAR tidak tersedia atau dapat dipergunakan untuk menyelamatkan orang dari api ke tempat yang aman. Selimut api tidak perlu dibasahkan. Cara penggunaan selimut api adalah sebagai berikut: 1.9.1. Untuk memadamkan api 1.9.1.1. Ambil selimut api dari wadahnya, jepit sudut selimut dengan ibu jari dan keempat jari (posisi tangan mengadah ke atas), kemudian lipat sudut selimut ke arah dalam, sehingga telapak tangan terlindungi. 1.9.1.2. Angkat kain dan bawa ke sumber api dengan tangan lurus ke samping, agar pandangan tidak terhalang. 1.9.1.3. Setelah dekat dengan sumber api, perhatikan arah angin (bila ada) sehingga berada di belakang arah angin dan dengan posisi kuda-kuda serta pindahkan tangan lurus ke depan. 1.9.1.4. Tempelkan selimut bagian bawah dan dorong ke depan sehingga permukaan dari sumber api tertutupi.



62



1.9.1.5. Benda yang terbakar ditutup (bila penutupan belum sempurna, tarik/geser selimut ke bagian yang belum tertutup, jangan sekali-kali mengangkat kain). 1.9.1.6. Rapatkan permukaan yang terbakar dengan selimut, kemudian raba selimut yang berada di pinggiran wadah yang terbakar sehingga tidak ada udara. 1.9.1.7. Keluarnya asap putih dari kain menandakan bahwa api tersebut telah padam. 1.9.1.8. Dengan posisi kuda-kuda angkat selimut dengan posisi mundur ke belakang dan selimut tetap melindungi seluruh badan 1.9.2. Untuk menyelamatkan orang 1.9.2.1. Ambil selimut api dari wadahnya. 1.9.2.2. Bentangkan selimut lalu bungkus orang yang akan diselamatkan ke dalam selimut hingga menutupi seluruh tubuh korban. 1.9.2.3. Bawa korban tersebut dengan selimut api dengan cara dipanggul untuk menuju ke tempat yang lebih aman. 1.10. Prosedur Penanggulangan Kebakaran Bila terjadi kebakaran, secara umum yang harus dilakukan secara berurutan yang disingkat dengan RACE adalah sebagai berikut:  R – RESCUE: selamatkan orang atau barang ke tempat yang aman dari api  A – ANNOUNCE : pecahkan kaca alarm kebakaran atau tekan emergency call (code red) atau hubungi ext. 3333 - Sebut nama dan asal unit/departemen - Sebut lokasi adanya api / asap - Sebut kondisi api - Laporkan situasi terakhir, termasuk bila ada korban Bila kondisi tidak ada alarm kebakaran maupun telepon dapat berteriak “Kebakaran….Kebakaran..Kebakaran…”  C – CONTAIN : tutup seluruh pintu dan jendela agar besarnya api tidak merambat ke ruangan lain  E – EXTINGUISH : padamkan api dengan APAR bila terlatih dan untuk api kecil. Bila tidak dapat dipadamkan segera evakuasi. 1.11. Keselamatan Pemadam Dalam pemadaman perlu diperhatikan : 1. Arah angin 2. Jenis bahan yang terbakar 3. Volume dan potensi bahan yang terbakar 4. Letak dan situasi lingkungan 5. Lamanya terbakar 6. Alat pemadam yang tersedia



63



2. GEMPA BUMI 2.1. Pada saat gempa bumi jangan panik, lindungi diri sesegera mungkin dengan berlindung di bawah meja, menjauh dari lemari atau benda- benda berat lainnya. Dekatakan tubuh sedekat mungkin di lantai, tunduk dan berpegangan di bawah meja atau pintu. 2.2. Matikan peralatan listrik 2.3. Pada saat guncangan jangan berusaha untuk lari keluar dari gedung. Kebanyakan kecelakan terjadi pada saat orang tidak berusaha untuk berlindung 2.4. Jangan memasuki gedung yang telah rusak akibat gempa bumi sampai tim penanganan kedaruratan mengumumkan keadaan aman Setelah gempa bumi :  Periksa jika ada orang yang terluka atau terperangkap  Bantu menenangkan jika ada yang panik  Bantu orang yang terluka atau terperangkap  Jika terlihat ada risiko api cari dan gunakan alat pemadam (APAR) untuk mematikan api  Matikan listrik pada area yang terbakar (lokal)  Bersihkan dengan segera obat –obat yang tertumpah atau cairan yang mengandung alkohol atau bensin dan cairan – cairan lain yang mudah terbakar  Buka pintu dengan perlahan  Periksa area sekitar anda apakah mengalami kerusakan  Berjaga - jaga untuk kemungkinan gempa susulan  Hati hati dengan kabel listrik yang terjatuh atau pipa – pipa gas yang rusak dan menjauh dari area yang rusak  Laporkan secepatnya kondisi ke Ext. 3333 dengan menyebutkan : - Nama dan asal unit/satker - Sebutkan keadaan darurat gempa bumi (kode green) - Tempat / lokasi kejadian - Situasi terakhir (adanya api, orang terperangkap, orang tertimpa, kabel atau pipa pipa yang rusak, retakan atau runtuhan di bagian gedung dan lain lain)  Jika area anda berada rusak berat atau ada potensi berbahaya segera siapkan evakuasi lokal meliputi : - Memindahkan pasien atau barang ke area yang lebih aman - Mematikan listik  Tetap waspada dan tunggu instruksi berikutnya untuk melakukan evakuasi total 3. External Disasters (Bencana dari luar RS)



64



Lokasi penanganan adalah di Ruang IGD dan apabila jumlah korban cukup banyak, lokasi penanganan dapat ditambahkan (hal yang lebih detail akan diatur terpisah dalam pedoman HDP). Adapun tingkatan Siaga yang harus diketahui adalah sebagai berikut:  Siaga III : Jumlah Pasien rata-rata 20 orang  Siaga II : Jumlah Pasien rata-rata 40 orang  Siaga I : Jumlah Pasien lebih dari 40 orang 4. Kode Dalam Keadaan Darurat



BIRU / BLUE



Darurat Medis 5555



Dilakukan oleh tim darurat Medis.



Bencana Masal / Infeksi / Radiasi



Bertanya kepada informasi 5555 jenis bencana, bersiap-siap untuk aktifasi siaga bencana.



MERAH / RED



Kebakaran



Bertanya kepada bagian informasi, dimana area yang 3333 terbakar. Bila dekat lakukan RACE, bila jauh tetap waspada.



PINK



Penculikan Anak



Waspada terhadap orang 3333 yang mencurigakan. Seluruh akses ditutup oleh Security.



HITAM / BLACK



Ancaman Bom



Waspada untuk bersiap-siap 3333 menuju tempat berkumpul darurat.



ABU-ABU / GREY



Gangguan Keamanan



Waspada terhadap orang 3333 yang mencurigakan. Seluruh akses ditutup oleh Security.



Kerusakan Prasarana / Gempa



Bertanya kepada Security, bila perlu matikan utilitas yang berhubungan dengan 3333 kegagalan (misal kegagalan genset/listrik matikan peralatan listrik yang tidak perlu)



KUNING / YELOW



HIJAU / GREEN



65



5. Evakuasi Sarana evakuasi bertujuan agar para penghuni/orang yang berada dalam bangunan mudah menyelamatkan diri atau diselamatkan ke tempat yang aman pada saat terjadi bencana atau kebakaran. Sarana evakuasi terdiri dari : 5.1. Penerangan darurat 5.2. Denah evakuasi 5.3. Rambu penunjuk arah keluar (EXIT) 5.4. Pintu keluar darurat (EMERGENCY EXIT) 5.5. Tempat berkumpul (Assembly Point) Bila perintah untuk ”Evakuasi” diumumkan  Lakukan evakuasi darurat melalui tangga darurat, dilarang menggunakan lift  Apabila keadaan kurang memungkinkan dan berbahaya tunggu regu utama dari tim penanganan kedaruratan Rumah Sakit Umum Negara atau Dinas Kebakaran untuk menolong anda  Pemadaman api besar dilakukan oleh regu utama dari tim penanganan kedaruratan Rumah Sakit Umum Negara dan Dinas Kebakaran  Setelah keluar dari pintu darurat ikuti rambu arah evakuasi untuk menuju ke tempat berkumpul (rambu bertuliskan Titik Kumpul).



BAB VIII EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU Keterkaitan dalam upaya pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit selain pengendalian teknis juga perlu memperhatikan pengendalian administratif, dimana salah satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah sistem pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja , berupa : - Pencatatan peristiwa kecelakaan kerja - Pelaporan peristiwa kecelakaan kerja - Penyelidikan peristiwa kecelakaan kerja 66



- Penanggulangan peristiwa kecelakaan kerja Pengisian formulir tersebut harus berdasarkan fakta yang sebenarnya agar tidak terjadi kesalahan dalam upaya penyelidikan dan cara penanggulangannya. Pencatatan peristiwa kecelakaan kerja dan kondisi bahaya dilakukan dengan menggunakan formulir yang telah disediakan di setiap unit terkait. Untuk mengetahui alur sistem pencatatan dan pelaporan yang terjadi di masing-masing unit dapat melihat dari skema tersebut. Dari hasil pencataan dan pelaporan peristiwa kecelakaan kerja yang diterima oleh Tim k3 dibahas dalam rapat K3 dan dilaporkan ke Direktur.



BAB IX PENUTUP Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di rumah sakit diperlukan agar tenaga kerja dapat terhindar dari gangguan keselamatan dan kesehatan dalam bentuk kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Untuk itu, Buku K3 diperlukan sebagai pegangan atau pedoman dalam pelaksanaan K3 di rumah sakit. Diharapkan dengan adanya buku pedoman ini, maka penerapan K3 di RS dapat lebih ditingkatkan hasilnya. Bagi karyawan, diharapkan buku pedoman ini dapat membantu mereka dalam memahami masalah-masalah K3 di rumah sakit dan dapat



67



melakukan upaya-upaya antisipasi terhadap potensi bahaya yang ada di lingkungan rumah sakit sehingga tercapai budaya sehat dalam bekerja. Namun, tentu saja Buku K3 ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu diperlukan saran dari berbagai pihak demi sempurnanya buku pedoman ini.



DAFTAR PUSTAKA Depkes. 2010. Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Depkes. 2010. Modul Pelatihan Kesehatan Kerja bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Depkes. 2001.Pedoman Teknis Upaya Kesehatan Kerja di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Depnaker. 2009. Himpunan Peraturan Perundangan – undangan Keselamatan



68



dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Direktorat Pengawasan Norma K3.



69