Penggolongan Hukum Jaminan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................



i



KATA PENGANTAR.......................................................................................



ii



DAFTAR ISI....................................................................................................



iii



BAB I : PENDAHULUAN............................................................................



1



A Latar Belakang............................................................................. B Rumusan Masalah....................................................................... C Tujuan Pembahasan.....................................................................



1 2 2



BAB II : PEMBAHASAN..............................................................................



3



A Istilah dan Pengertian Jaminan.................................................... B Jenis-jenis Jaminan...................................................................... 1 Jaminan Perorangan (Personal Guaranty)............................. 2 Jaminan Kebendaan................................................................ C Lembaga Jaminan........................................................................ D Syarat-syarat dan Manfaat Benda Jaminan.................................



3 4 6 8 12 13



BAB III : PENUTUP........................................................................................



15



A Kesimpulan................................................................................. B Saran...........................................................................................



15 16



DAFTAR PUSTAKA........................................................................................



iv



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan ekonomi suatu negara, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Kebutuhan dana yang besar tersebut hanya dapat dipenuhi dengan memberdayakan secara maksimal sumber-sumber dana yang tersedia, baik itu sumber dana dari dalam negeri maupun sumber dana dari luar negeri. Sumber daya yang paling utama dan paling penting adalah lembaga keuangan, berupa lembaga perbankan ataupun lembaga pembiayaan sejenis. Lembaga-lembaga keuangan ini dalam menyalurkan dana dalam bentuk kredit/pinjaman kepada pihak yang membutuhkan dana tidaklah mudah, karena harus memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga keuangan yang bersangkutan. Salah satu persyaratan terpenting untuk memperoleh fasilitas kredit tersebut adalah dengan adanya jaminan atau agunan, yang dalam perkembangannya haruslah berupa barang bermutu tinggi dan mudah diperjualbelikan. Dibutuhkannya jaminan atau agunan dalam pemberian fasilitas kredit ini semata-mata berorientasi untuk melindungi kepentingan kreditur, yakni agar yang telah disalurkannya dapat kembali sesuai jangka waktu dan juga kreditur mendapat kepastian hukum. Sehingga dapat dikatakan bahwa jaminan memiliki peranan yang sangat penting. Oleh karenanya, keberadaan suatu ketentuan hukum mengenai jaminan ini sangatlah diperlukan. Pada dasarnya, jaminan memiliki beberapa klasifikasi yang harus dibedakan satu sama lain. Sehingga atas dasar tersebut, maka disusunlah makalah dengan judul “Penggolongan Jaminan”, yang diharapkan melalui pemahaman yang diperoleh dari pembahasan makalah ini, baik penyusun maupun pembaca dapat memahami isi dan maksud materi, khususnya seputar penggolongan atau jenis-jenis jaminan. B. Rumusan Masalah



1



Dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa pokok masalah yang menjadi fokus kajian dalam makalah ini, yaitu: 1. 2. 3. 4.



Bagaimana istilah dan pengertian jaminan? Bagaimana jenis-jenis jaminan? Apa saja lembaga jaminan? Bagaimana syarat-syarat dan manfaat benda jaminan?



C. Tujuan Pembahasan Adapun tujuan pembahasan dari makalah ini adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.



Mengetahui dan memahami istilah dan pengertian jaminan. Mengetahui jenis-jenis jaminan. Mengetahui lembaga jaminan. Memahami syarat-syarat dan manfaat benda jaminan.



2



BAB II PEMBAHASAN A. Istilah dan Pengertian Jaminan Istilah “jaminan” merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie, yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur terhadap krediturnya.1 Sedangkan dalam bahasa Indonesia, istilah “jaminan” berasal dari kata “jamin” yang berarti “tanggung”, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan. Menurut Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit dikemukakan bahwa jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan perjanjian. Beberapa pengertian jaminan menurut para ahli, di antaranya: 1. Mariam Darus Badrulzamanmerumuskan jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan/atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan. 2. Hartono Hadisoeprapto, berpendapat bahwa jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. 3. M. Bahsan, berpendapat bahwa jaminan adalah segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa jaminan itu adalah suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang, yaitu berupa kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditur sebagai akibat dari suatu hubungan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain. Dengan kata lain, jaminan di sini berfungsi sebagai sarana atau menjamin pemenuhan pinjaman atau utang debitur 1 Rachmadi Usman, Hukum jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 66.



3



seandainya wanprestasi sebelum sampai jatuh tempo pinjaman atau utangnya berakhir.2 B. Jenis-jenis Jaminan Menurut Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit dikemukakan bahwa jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan perjanjian. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia memang tidak secara tegas merumuskan mengenai apa itu jaminan. Namun demikian, dari ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata dapat diketahui arti dari jaminan tersebut. Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata menyatakan, “Segala kebendaan si berutang (debitur), baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan suatu segala perikatan pribadi debitur tersebut.” Selanjutnya ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan, “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.” Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata di atas, amka jaminan dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a. Jaminan umum; yaitu jaminan yang ditentukan oleh undang-undang. b. Jaminan khusus; yaitu jaminan yang timbul karena perjanjian. Pada prinsipnya menurut hukum segala harta kekayaan debitur akan menjadi jaminan bagi perutangannya dengan semua kreditur. Sebagaimana djelaskan dalam Pasal 1131 KUH Perdata di atas, seluruh harta kekayaan milik debitur akan menjadi jaminan pelunasan atas utang debitur kepada semua kreditur. Kekayaan debitur dimaksud meliputi kebendaan bergerak maupun 2 Ibid., hal. 69.



4



benda tetap, baik yang sudah ada pada saat perjanjian utang piutang diadakan maupun yang baru akan ada di kemudian hari yang akan menjadi milik debitur setelah perjanjian utang piutang diadakan. Dengan demikian, seluruh harta kekayaan debitur akan menjadi jaminan umum atas pelunasan perutangannya, baik yang telah diperjanjikan maupun tidak diperjanjikan sebelumnya. Jaminan umum ini dilahirkan karena undangundang, sehingga tidak perlu ada perjanjian jaminan sebelumnya. Dalam jaminan yang bersifat umum ini, semua kreditur mempunyai kedudukan yang sama terhadap kreditur-kreditur lain, tidak ada kreditur yang diutamakan atau diistimewakan dari kreditur-kreditur lain. Karena jaminan umum kurang menguntungkan bagi kreditur, maka diperlukan penyerahan harta kekayaan tertentu untuk diikat secara khusus sebagai jaminan pelunasan utang debitur, sehingga kreditur yang bersangkutan mempunyai kedudukan yang diutamakan atau didahulukan daripada kreditur-kreditur lain dalam pelunasan utangnya. Agar seorang kreditur mem[unyai kedudukan yang lebih baik dibanding kreditur lainnya, maka utang kreditur tersebut dapat diikat dengan hak jaminan khusus sehingga kreditur tersebut memiliki hak preferensidalam pelunasan utangnya. Hak preferensi ini dapat kita lihat pada klausul terakhir Pasal 1132 KUH Perdata, yakni: “...kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.” Mengeani siapa saja orang yang memiliki hak preferensi ini menurut Pasal 1133 KUH Perdata ialah orang-orang yang berpiutang terbit dari hak istimewa, dari gaai dan dari hipotek. Dari ketentuan pasal ini pula diketahui hak jaminan yang bersifat khusus itu terjadi:3 



Diberikan atau ditentukan oleh undang-undang sebagai piutang yang







diistimewakan (Pasal 1134 KUH Perdata). Diperjanjikan antara debitur dan kreditur, sehingga menimbulkan hak preferensi bagi kreditur atas benda tertentu yang diserahkan debitur (Pasal



3 Ibid., hal. 75-76.



5



1150 dan Pasal 1162 KUH Perdata, Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 27 Undangundang Nomor 42 Tahun 1999 dan Pasal 1180 KUH Perdata). Dengan demikian, kedudukan kreditur dalam pelunasan piutangnya bergantung pada hak jaminan yang dipegangnya. Karena kreditur yang memiliki hak preferensi atau memegang hak jaminan khusus akan lebih baik kedudukannya dari kreditur yang memegang hak jaminan umum. Adapun hak jaminan khusus ini timbul timbul karena diperjanjikan secara khusus antara debitur dan kreditur. Jaminan yang bersifat khusus dapat digolongkan menjadi dua, yaitu jaminan perorangan (persoonlijk zakerheid) dan jaminan kebendaan (zakerlijk zakerheid). 1. Jaminan Perorangan (Personal Guaranty) Jaminan perorangan adalah jaminan seseorang dari pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitur.4 Dengan kata lain, jaminan perorangan merupakan suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan orang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang (debitur). Jaminan perorangan (borgtocht) ini berkaitan langsung dengan penanggungan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1820 KUH Perdata, yakni: “Penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pijak ketiga, guna kepentingan si berutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.” Sebagaimana halnya perjanjian-perjanjian lainnya, maka perjanjian perorangan ini juga bersifat accesoir, dalam arti bahwa perjanjian penanggungan itu baru timbul setelah dilahirkannya perjanjian pokoknya berupa perjanjian utang piutang.5 Tanggung jawab penanggung terhadap debitur ini tentunnya bersifat “cadangan” saja, artinya apabila harta benda 4 Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 22.



5 Ibid.



6



debitur tidak mencukupi untuk pelunasan hutangnnya atau dalam hal debitur sama sekali tidak mempunyai harta benda yang dapat disita. Sehingga apabila pendaatan lelang sita atas harta benda debitur tersebut tidak mencukupi untuk melunasi hutannya barulah harta benda penanggung dapat disita. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1831 KUH Perdata. Dalam jaminan perorangan ini tidak ada hal privilege atau hak yang di istimewakan terhadap kreditur-kreditur lainnya, sehingga jaminan tersebut hampir tidak berarti bagi bank sebagai kreditur. Karena pihak kreditur pastinya menginginkan jaminan yang lebih kuat dan bersifat khusus, sehingga apabila debitur tidak memenuhi hutangnya maka pihak kreditur dapat dengan mudah menyita dan melelang barang jamina tersebut. Adapun unsur jaminan perorangan terbagi menjadi tiga, yakni:6 a. Mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu, b. Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, dan c. Terhadap harta kekayaan debitur umumnya. Yang termasuk jaminan perorangan, antara lain: 1) Perjanjian Penanggungan (Borgtocht) Perjanjian Penaggungan ini diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata. Menurut ketentuan Pasal 1820 KUH Perdata, penanggungan ialah suatu persetujuan dimana pihak ketiga demi kepentingan kreditur mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya. 2) Perjanjian Garansi Pasal 1316 KUH Perdata amengatur tentang peranjian garansi, dimana pemberi garansi menjamin bahwa seorang pihak ketiga akan berbuat sesuatu yang biasannya (tidak selalu) berupa tindakan “menurut suatu perjanjian tertentu”. Seorang pemberi garansi mengikatkan diri untuk memberi ganti rugi jika pihak ketiga yang menjamin tidak melakukan perbuatan yang digaransinnya. 3) Perjanjian Tanggung Menanggung atau Tanggung Renteng Menurut Pasal 1278 KUH Perdata, dalam perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng salah satu pihak atau masing-masing pihak lebih dari satu orang. Dalam perikatan ini dikenal adagium: “satu untuk seluruhnya atau seluruhnya untuk satu”. 6 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hal. 24.



7



Sebagai contoh dapat dikemukakan antara lain, Pasal 1749 KUH Perdata yang berbunyi: Jika beberapa orang bersama-sama meminjam satu barang, maka mereka masing-masing wajib bertanggung jawab atas keseluruhannya kepada pemberi pinjaman. Demikian pula Pasal 1836 KUH Perdata, menyatakan: jika beberapa orang telah mengikatkan diri sebagai penanggung untuk seorang debitur yang sama dan untuk utang yang sama, maka masing-masing penanggung terikat untuk seluruh utang itu.7 2. Jaminan Kebendaan Jaminan kebendaan adalah suatu tindakan berupa suatu penjaminan yang dilakukan oleh si berpiutang (keditur) terhadap debiturnya, atau antara si berpiutang dengan seorang pihak ketiga guna memenuhi kewajibankewajiban dari si berutang (debitur).8 Jaminan kebendaan memiliki ciri-ciri “kebendaan” dalam arti memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Jaminan kebendaan disebut pula dengan jaminan material. Adapun unsur-unsur yang tercantum pada jaminan materill, yaitu:9 a. b. c. d. e.



Hak mutlak atas suatu benda, Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, Dapat dipertahankan terhadap siapapun, Selalu mengikuti bendanya, dan Dapat dialihkan pada pihak lainnya. Jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 5 macam, yaitu:



1) Gadai (pand) Gadai diatur dalam Buku II KUH Perdata, Bab XX, Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160. Berdasarkan ketentuan Pasal 1150 KUH Perdata, dapat dirumuskan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh 7 Djaja S. Meliala, Hukum Perdata dalam Perspektif BW, (Bandung: Nuansa Aulia, 2014), hal. 153. 8 Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan..., hal. 23. 9 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia..., hal. 24.



8



kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya dan memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang



itu



dengan



mendahului



kreditur-kreditur



lain,



dengan



pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilik atau penguasa dan biaya penyelamatan barang itu yang dikeluarkan



setelah



barang



itu



digadaiakan,



dan



yang



harus



didahulukan.10 2) Hipotek Pengertian hipotek ditentukan dalam Pasal 1162 KUH Perdata, sebagai berikut: Hipotek adalah hak kebendaan atas barang tak bergerak milik debitur yang dipakai sebagai jaminan. Hipotek diatur dalam Bab XXI Buku II KUH Perdata. Hipotek ini (termasuk credietverband) sudah dinyatakan



tidak



berlaku



oleh



Pasal



29



Undang-undang



Hak



Tanggunagan, Undang-undang Nomor 4/1996, sehingga sekarang ini hipotek yang ada hanya untuk: a. Kapal-kapal isi kotor 20 m3 dan terdaftar (Pasal 314 KUH Dagang jo. Pasal



60



Undang-undang



Pelayaran,



Undang-undang



Nomor



17/2008). b. Pesawat terbang dan helikopter (Pasal 71 Undang-undang Nomor 1/2009, Undang-undang tentang Penerbang). Dilihat dari penjelasan Pasal 71 Undang-undang Nomor 1/2009 ini, maka pesawat terbang dan helikopter dapat dibebani hipotek atau fidusia.11 3) Credietverband Credietverband atau kredit verband adalah suatu jaminan atas tanah milik adat yang diberikan oleh lembaga-lembaga perkreditan yang berdasarkan peraturan pembentukannya diberikan wewenang untuk memberikan pinjaman dengan jaminan kredit verband (dalam hal ini yang dapat memberikan kredit dengan jaminan kredit verband hanyalah 10 Djaja S. Meliala, Hukum Perdata dalam Perspektif BW..., hal. 128. 11 Ibid., hal. 133.



9



bank-bank milik pemerintah saja). Credietverband diatur dalam Stb. 1908 Nomor 542 sebagaimana telah diubah dengan Stb. 1937 Nomor 190. Proses pengikatan haruslah dilakukan di muka Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Credietverband berbeda dengan hipotek, karena credietverband hanya untuk tanah yang memiliki status tanah milik adat. Dalam hal ini pula si pemegang hak credietverband dilarang memindahkan ke tangan orang lain, tanah yang telah dibebani dengan kredit verband. Selan itu, hanya diperbolehkan satu kredit verband atas sebidang tanah. 4) Hak Tanggungan Hak tanggungan diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, yang telah diundangkan pada tanggal 9 April 1996 dan berlaku sejak diundangkan. Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, hak tanggunagn adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah seagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.12 5) Jaminan Fidusia Jaminan fidusia diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999. Fidusia atau Fiduciaire Eigendoms Overdracht (FEO) ialah jaminan hak milik berdasarkan kepercayaan, yang merupakan suatu bentuk jaminan atas benda bergerak di samping gadai dan resi gudang, yang lahir dari yurisprudensi. 6) Resi Gudang Sistem esi gudang diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 2006 jo. Undang-undang Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang.



12 Ibid., hal. 135.



10



Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2, resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Dari jenis jaminan yang ada pada jaminan perorangan dan jaminan kebendaan di atas, maka yang masih berlaku hingga saat ini adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Gadai, Hak tanggungan, Jaminan fidusia, Resi gudang, Hipotek atas kapal laut dan pesawat udara, Borg, Tanggung-menanggung, dan Perjanjian garansi. Pembebanan hak atas tanah yang menggunakan lembaga hipotek dan



credietverband sudah tidak berlaku lagi karena telah dicabut dengan Undangundang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Sedangkan pembebanan jaminan atas kapal laut dan pesawat udara masih tetap menggunakan lembaga hipotek.13 C. Lembaga Jaminan Lembaga jaminan dengan menguasai bendanya adalah suatu lembaga jaminan, di mana benda yang dijaminkan berada pada penerima jaminan. Lembaga jaminan ini dibagi menjadi 6 macam, yaitu:14 1. Pledge or pawn, yaitu benda yang dijadikan jaminan berada di tangan penerima gadai. 2. Lien, yaitu hak untuk menguasai bendanya sampai hutang yang berkaitan dengan benda tersebut dibayar lunas. 3. Mortgage with possession, yaitu pembebanan jaminan (hipotek) atas benda bergerak. Lembaga ini belum dikenal di Indonesia. 4. Hire purchase, yaitu perjanjian antara penjual sewa dan pembeli sewa, di mana hak milik atas barang tersebut baru beralih setelah pelunasan terakhir. 13 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia..., hal. 25. 14 Ibid., hal. 26.



11



5. Conditional sale (pembelian bersyarat), yaitu perjanjian jual beli dengan syarat bahwa pemindahan hak atas barang baru terjadi setelah syarat dipenuhi, misalnya jika harga dibayar lunas. 6. Credit sale, ialah jual beli di mana peralihan hak telah terjadi pada saat penyerahan meskipun harga belum dibayar lunas. Lembaga jaminan dengan menguasai bendanya adalah suatu lembaga jaminan, dimana benda yang menjadi obyek jaminan tidak berada atau tidak dikuasai oleh jaminan. Yang termasuk lembaga jaminan ini adalah:15 1. Mortgage, yaitu pembebanan atas benda tak bergerak atau sama dengan hipotek. 2. Chattel mortgage, yaitu mortgage atas benda-benda bergerak. Umumnya ialah mortgage atas kapal laut dan kapal terbang dengan tanpa menguasai bendanya. 3. Fiduciary transfer of ownership, yaitu perpindahan hak milik atas kepercayaan yang dipakai jaminan hutang. 4. Leasing, yaitu suatu perjanjian di mana si peminjam (leassee) menyewa barang modal untuk usaha tertentu dan jaminan angsuran tertentu. Penggolongan jaminan-jaminan ini bertujuan untuk mempermudah para debitur dalam pembebanan hak-hak yang akan digunakan dalam pemasangan jaminan, apakah yang bersangkutan menggunakan hak tanggungan, fidusia, gadai, atau sebagainya. D. Syarat-syarat dan Manfaat Benda Jaminan Pada prinsipnya, tidak semua benda jaminan dapat dijaminkan pada lembaga-lembaga keuangan non-bank, karena benda-benda yang dapat dijaminkan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu, yang meliputi:16 1. Dapat membantu secara mudah perolehan kredit bagi pihak yang memerlukannya, 15 Ibid., hal. 27. 16 Ibid., hal. 27-28.



12



2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan atau meneruskan usahanya, dan 3. Memberikan kepastian bagi kreditur, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat mudah digunakan untuk melunasi hutangnya si penerima (pengambil) kredit. Jaminan mempunyai kedudukan dan manfaat yang sangat penting dalam menunjang pembangunan ekonomi. Karena keadaan lembaga ini dapat memberikan manfaat bagi kreditut dan debitur. Manfaat bagi kreditur adalah dengan adanya benda jaminan tersebut akan mewujudkan keamanan terhadap transaksi dagang yang ditutup dan memberikan kepastian hukum bagi kreditur. Sedangkan manfaat bagi debitur adalah dengan adanya benda jaminan itu dapat memperoleh fasilitas kredit dari lembaga keuangan atau lembaga pembiayaan, sehingga tidak khawatir dalam mengembangkan usahanya. Keamanan modal dimaksudkan bahwa kredit atau modal yang diserahkan oleh kreditur kepada debitur tidak merasa takut atau khawatir tidak dikembalikannya modal tersebut. Memberikan kepastian hukum adalah memberikan kepastian bagi pihak kreditur dan debitur. Kepastian bagi kreditur adalah kepastian untuk menerima pengembalian pokok kredit dan bunga dari debitur. Sedangkan bagi debitur adalah kepastian untuk mengembalikan pokok kredit dan bunga yang ditentukan. Selain itu, bagi debitur adalah kepastian dalam berusaha karena dengan modal yang dimilikinya dapat mengembangkan bisnisnya lebih lanjut.



13



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dari makalah berjudul “Penggolongan Jaminan” ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Istilah “jaminan” berasal dari kata “jamin” yang berarti “tanggung”, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan. Sedangkan jaminan sendiri diartikan sebagai suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang, yaitu berupa kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditur sebagai akibat dari suatu hubungan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain. Dengan kata lain, jaminan di sini berfungsi sebagai sarana atau menjamin pemenuhan pinjaman atau utang debitur seandainya wanprestasi sebelum sampai jatuh tempo pinjaman atau utangnya berakhir. Menurut ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata, jaminan dapat dibedakan atas: jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan khusus kemudian dibagi lagi menjadi dua, yakni jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan perorangan terdiri dari perjanjian penanggunagn (borgtocht), perjanjian tanggung-menanggung atau tanggung renteng, dan perjanjian garansi. Adapun perjanjian kebendaan meliputi: gadai, hipotek, credietverband, hak tanggungan, jaminan fidusia, dan resi gudang. Mengenai lembaga jaminan terbagi atas dua kelompok, yaitu:  Lembaga jaminan dengan menguasai bendanya adalah suatu lembaga jaminan, di mana benda yang dijaminkan berada pada penerima jaminan, meliputi: Pledge or pawn, Lien, Mortgage with possession, Hire purchase, 



Conditional sale, dan Credit sale. Lembaga jaminan dengan menguasai bendanya adalah suatu lembaga jaminan, dimana benda yang menjadi obyek jaminan tidak berada atau tidak dikuasai oleh jaminan, meliputi Mortgage, Chattel mortgage, Fiduciary transfer of ownership, dan Leasing. Suatu benda jaminan harus memenuhi tiga syarat apabila ingin dijaminkan,



yaitu dapat membantu secara mudah perolehan kredit bagi pihak yang memerlukannya, tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk



14



melakukan atau meneruskan usahanya, dan memberikan kepastian bagi kreditur. Adapun mengenai manfaatnya, suatu benda jaminan harus dapat memberikan manfaat bagi pihak debitur maupun pihak kreditur. B. Saran Penyusunan makalah “Penggolongan Jaminan” ini tidaklah seberapa bila dibandingkan dengan literatur para ahli. Namun demikian, penulis dengan ini tetap mengharapkan agar para pembaca senantiasa mendalami pemahaman terhadap materi ini dan membandingkannya dengan kajian studi yang terkait. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan di masa mendatang.



15



DAFTAR PUSTAKA HS, Salim. 2014. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. Meliala, Djaja S. 2014. Hukum Perdata dalam Perspektif BW. Bandung: Nuansa Aulia. Saliman, Abdul Rasyid. 2008. Hukum Bisnis untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus. Jakarta: Kencana. Usman, Rachmadi. 2009. Hukum jaminan Keperdataan. Jakarta: Sinar Grafika.



4