Penugasan Blok Imunopatologi Review Jurnal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Penugasan Blok Imunopatologi (2.1) Journal Reading Peran Penting Mediator Inflamasi dalam Peradangan (The Crucial Roles of Inflammatory Mediators in Inflammation)



Tutorial Kelompok 6 Danisha Izmi Baihaqi (20711202) Najiba Hasna (20711054) Tania Fidela Amanda (20711101)



PRODI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UII 2021



A. Pendahuluan Inflamasi atau peradangan merupakan proses pertahanan suatu organisme terhadap cedera jaringan atau infeksi mikroba. Inflamasi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu inflamasi akut dan kronis yang keduanya dapat melibatkan rangkaian reaksi seluler dan vaskular. Respon imun mikrovaskular terjadi dalam beberapa menit setelah terjadi infeksi yang menimbulkan vasodilatasi dan membuat pembuluh darah menjadi lebih permeabel. Hal tersebut dapat mengakibatkan masuknya mediator inflamasi sehingga menghasilkan edema interstisial. Selain itu, infiltrasi sel darah putih juga berperan sangat penting dalam respon inflamasi. Di antara leukosit, neutrophil adalah sel inflamasi yang pertama direkrut ke tempat inflamasi akut. Adapun respon imun seluler melalui beberapa tahap diantaranya penangkapan leukosit berturut turut, trundling (rolling), dan stable adhesion. Proses ini diatur oleh cell adhesion molecules (CAMs) termasuk intracellular adhesion molecules (ICAM) tipe 1 dan 2, integrin, dan juga selectin. Selectin terdiri dari 3 famili yaitu P-selectin dan Eselectin yang diproduksi oleh sel endotel dan L-selectin yang diproduksi oleh sel darah putih. Terjadinya stable adhesion dimediasi oleh interaksi antara integrin (CDII/CD18) dan molekul adhesi (CAM-1 dan CAM-2). Setelah melalui proses adhesi, sel darah putih akan meninggalkan venula postcapillary dan ke ruang subendotel. Peristiwa tersebut disebut juga sebagai ekstravasasi dan migrasi transendotel. B. Pembahasan Mediator inflamasi Proses inflamasi diketahui melibatkan berbagai mediator kimiawi, baik yang berasal dari sirkulasi, sel inflamasi, maupun jaringan terluka. Mediator-mediator tersebut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu amina vasoaktif, peptida, eikosanoid, dan sitokin. Histamin dan serotonin merupakan contoh dari mediator amina vasoaktif. Histamin disekresikan oleh sel basofil, sedangkan serotonin dihasilkan dari proses dekarboksilasi triptofan dan disimpan di dalam granul. Berbeda dengan serotonin dan



histamin, bradikinin merupakan mediator yang termasuk ke dalam golongan peptida yang dihasilkan melalui sistem plasma Kinin-Kallikrein dan diketahui dapat meningkatkan sintesis prostaglandin. Mediator selanjutnya adalah eikosanoid yang termasuk ke dalam golongan asam arakidonat dan merupakan salah satu mediator aktif terpenting dalam proses inflamasi. Beberapa mediator yang termasuk eikosanoid meliputi produk dari 5-lipoksigenase, enzim siklooksigenase, dan 12-1ipoksi¬genase. Produk-produk tersebut meliputi tromboksan, leukotrin, prostaglandin, dan produk eikosanoid lainnya.



Gambar 1. Jalur siklooksigenase dari kaskade arakidonat Selain vasoaktif amina dan eikosanoid, sitokin juga diketahui sebagai salah satu mediator kimiawi yang ikut berperan dalam respon inflamasi. Beberapa sitokin yang berperan penting dalam respon inflamasi fase akut adalah interleukin (IL)-1β, IL-8, Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-α), IL-6, dan IL-12. Ketika respon inflamasi akut terjadi pada suatu jaringan yang mengalami kerusakan, maka hal tersebut akan



menyebabkan peningkatan densitas sitokin yang disekresikan oleh makrofag di dalam plasma. Sitokin-sitokin tersebut dapat mempengaruhi berbagai organ lainnya, terutama liver dan otak, dan menyebabkan terjadinya respon imun sistemik yang disebut sebagai respon fase akut. Selain itu, interleukin juga memiliki efek yang kuat pada sel-sel liver sehingga ia dapat menstimulasi terjadinya pembentukan protein fase akut. Pada keadaan normal, kadar protein fase akut yang ada di dalam serum darah berada pada konsentrasi basal atau rendah. Namun, konsentrasi tersebut akan meningkat ketika terjadi stimulasi pada liver. Protein fase akut sendiri dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu protein fase akut yang konsentrasinya meningkat dari 1-fold hingga 1.5-fold dan 100-fold hingga 1000-fold. Beberapa protein fase akut yang mengalami peningkatan konsentrasi dari 1-fold hingga 1.5-fold adalah (1) fibrinogen yang memiliki peran penting dalam proses pembekuan darah, (2) komponen komplemen C3 dan mannosebinding protein (MBP) yang membantu fagosit-fagosit untuk mengenali dan mengidentifikasi berbagai patogen, dan haptoglobin yang dapat menurunkan kadar besi sehingga dapat menurunkan pertumbuhan dan metabolisme bakteri. Selain itu, ada dua protein yang mengalami peningkatan konsentrasi dari 1-fold hingga 1.5-fold, yaitu serum amyloid A yang berfungsi untuk mengurangi aktivasi platelet dan demam dan Creactive protein (CRP) yang membantu fagosit-fagosit dalam mengidentifikasi berbagai patogen dan sel-sel rusak. Monosit (makrofag) Monosit, yaitu salah satu jenis dari sel darah putih, merupakan sel efektor yang berperan utama dalam respon imun. Hal tersebut disebabkan oleh peran utama yang dimilikinya dalam respon imun alami dan adaptif dengan berinteraksi dengan berbagai sel imunologis lainnya, seperti neutrofil, fibroblas, sel dendritik, sel limfosit B, sel limfosit T, dan lain-lain. Dalam proses pertumbuhan perkembangannya, monosit dihasilkan dari sel progenitor myeloid yang berada di sumsum tulang yang kemudian akan mengalami diferensiasi menjadi berbagai jenis sel, seperti neutrofil, eosinofil, dan basofil. Dalam melakukan fungsinya, monosit menggunakan reseptor pengenal pola atau



pattern recognition receptor, seperti Toll-like receptors (TLR), untuk menstimulasi terjadinya respon imun. Obat anti-inflamatori Pengobatan yang biasa digunakan untuk inflamasi, baik inflamasi akut maupun kronis, adalah obat-obatan steroid dan nonsteroid. Beberapa obat steroid yang sering digunakan adalah betamethasone, prednisolone, and dexamethasone, sedangkan contoh obat yang tergolong nonsteroid adalah ibuprofen, indomethacin, aspirin, diclofenac, celecoxib, dan lain-lain. Meskipun obat-obatan tersebut telah banyak digunakan dalam prosedur pengobatan penyakit inflamatori, tetapi penggunaan obat anti-inflamatori ini dapat menyebabkan beberapa efek samping pada pasien. Contoh efek samping yang dapat terjadi pada pasien dengan pengobatan obat steroid adalah dapat terjadi atrofi kelenjar adrenal, osteoporosis, dan adanya supresi respon sistem imun terhadap suatu infeksi atau cedera. Selain itu, terdapat berbagai efek samping juga pada penggunaan obat golongan nonsteroid, seperti bronkospasme, glaukoma, katarak, dan efek samping lainnya. Selain obat-obatan steroid dan nonsteroid, terdapat pengobatan yang dapat dilakukan untuk penyakit inflamatori dengan menggunakan bahan alami, seperti gel aloe vera atau lidah buaya yang diketahui memiliki fungsi anti-inflamatori pada kulit. C. Kesimpulan Mediator inflamasi diketahui memiliki banyak peran dalam proses inflamatori, seperti sitokin, protein fase akut, peptida, amina vasoaktif, dan eikosanoid. Bukan hanya itu mediator, namun sel-sel efektor imun, yaitu monosit (makrofag) juga berperan penting dalam proses inflamasi ketika terjadi suatu kerusakan jaringan. Meskipun inflamasi berperan penting dalam proses eliminasi patogen-patogen, tetapi proses inflamatori yang terjadi dalam jangka panjang dapat menyebabkan berbagai penyakit kronik hingga kerusakan berbagai organ. Oleh karena itu, agen-agen anti-inflamatori berperan penting dalam mengontrol proses inflamasi agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah.