Penyakit Paru Obstruktif Kronis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. Gambaran Umum Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) 1. Pengertian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya. Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena bronchitis kronik merupakan diagnosis klinis sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi (Swastika, 2015). Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan PPOK adalah: bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (Tarigan, 2011).



a. Bronkitis Kronis 1) Definisi Pada bronchitis chronic terjadi peradangan pada dinding saluran napas sehingga menghasilkan terlalu banyak lendir. Akibatnya saluran napas menyempit sehingga pertukaran udara di paru terganggu. Pada bronchitis chronic juga terjadi kerusakan pada cilia yang berfungsi untuk membersihkan lendir berlebihan dalam saluran napas. 2) Patogenesis Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar



1



yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan.Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri.Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan.Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis. 3) Gejala Tanda dan gejala yang biasa dijumpai adalah :  Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.  Batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)  Sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan  Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)  Bengek, lelah



b. Emfisema Paru-paru 1) Definisi Pada emfisema, terjadi pembesaran dan kerusakan luas alveoli, sehingga terjadi gangguan pertukaran udara dalam paru Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK. 2) Patogenesis



2



Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu: inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen.Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius. Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaringjaring kapiler pulmonal berkurang.Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal.Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema.Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung. Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi.Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat masalah. Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru.Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik.Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi.Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot.Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang. 3



3) Gambaran Klinis  Dispnea, Takipnea  Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan  Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru  Auskultasi bunyi napas :perpanjangan ekspirasi  Hipoksemia, Hiperkapnia, Anoreksia  Penurunan BB, Kelemahan  Batuk yang sangat produktif, purulen dan mudah memburuk oleh iritan- iritan inhlan, udara dingin atau infeksi



2. Tipe PPOK Berdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI/ Perkumpulan Dokter Paru Indonesia) tahun 2005 maka PPOK dikelompokkan ke dalam: a. PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum dan dengan sesak napas derajad nol sampai satu. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan VEP1 ≥ 80% prediksi (normal) dan VEP1/KVP < 70 % b. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan atau produksi sputum dan sesak napas dengan derajad dua. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan VEP1 ≥ 70% dan VEP1/KVP < 80% prediksi. c. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad tiga atau empat dengan gagal napas kroniki. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Disertai komplikasi kor pulmonum atau gagal jantung kanan. Adapun hasil spirometri menunjukkan VEP1/KVP < 70 %, VEP1< 30 % prediksi atau VEP1> 30 % dengan gagal napas kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisa gas darah dengan criteria hipoksemia dengan normokapnia atau hipoksemia dengan hiperkapnia.



4



B. Persebaran Epidemiologi 1. Berdasarkan Orang PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular utama, yang agak jarang terekpose karena kurangnya informasi yang diberikan. Di Amerika Serikat data tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi PPOK sebesar 10,1% (SE 4,8) pada laki-laki sebesar 11,8% (SE 7,9) dan untuk perempuan 8,5% (SE 5,8) (Oemiati, 2013). Secara global, sejak 2010, PPOK memengaruhi sekitar 329 juta orang (4,8% dari populasi dunia) dan lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Perbandingan ini adalah yang dilakukan di antara 64 juta yang terpengaruh PPOK pada 2004. Kenaikan jumlah di negara-negara berkembang yang terjadi antara 1970 dan 2000-an diyakini terkait dengan semakin tingginya perilaku merokok di wilayah ini, populasi yang meningkat dan populasi yang menua yang disebabkan karena berkurangnya kematian karena akibat lain seperti penyakit-penyakit menular. Angka prevalensi PPOK ini meningkat di beberapa negara maju, dan di beberapa negara maju lainnya stabil dan menurun. Jumlah global diperkirakan akan terus meningkat karena faktor risiko masih sama dan populasi semakin menua. (Wikipedia, 2016) Antara 1990 dan 2010 angka kematian yang disebabkan oleh PPOK sedikit menurun dari 3,1 juta menjadi 2,9 juta.Secara umum PPOK menjadi penyebab ke empat kematian tertinggi. Di beberapa negara, mortalitas menurun pada laki-laki, namun meningkat pada perempuan. Kemungkinan terbesarnya adalah karena angka merokok pada perempuan dan laki-laki semakin mirip. PPOK lebih banyak terjadi pada orang tua ini berdampak pada 34-200 dari 1000 orang yang berusia lebih dari 65 tahun, bergantung pada populasi yang dilihat (Wikipedia, 2016). Di Inggris, kira-kira 0,84 juta orang (dari 50 juta) terdiagnosis mengalami PPOK; yang berarti sekitar satu dari 59 orang terdiagnosis PPOK semasa hidupnya. Di wilayah dengan kondisi sosioekonomi yang paling rendah di Inggris, satu dari 32 orang terdiagnosis PPOK, dibandingkan dengan satu di antara 98 di wilayah yang paling kaya (Wikipedia, 2016). 2. Berdasarkan Tempat Prevalensi PPOK di negara-negara Asia Tenggara diperkirakan 6,3% dengan prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam (6,7%) dan China (6,5%)



5



(Oemiati, 2013). Sementara itu, di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita dengan prevalensi 5,6 persen. C. Faktor Risiko Terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat memicu terjadi PPOK ini, yaitu: 1. Kebiasaan merokok Pada perokok berat kemungkinan untuk mendapatkan PPOK menjadi lebih tinggi. WHO menyatakan hampir 75% kasus bronkitis kronik dan emfisema diakibatkan oleh rokok. Dilaporkan perokok adalah 45% lebih beresiko untuk terkena PPOK dibanding yang bukan perokok. Menurut Guyton (2006), secara umum telah diketahui bahwa merokok dapat menyebabkan gangguan pernapasan. Terdapat beberapa alasan yang mendasari pernyataan ini. Pertama, salah satu efek dari penggunaan nikotin akan menyebabkan konstriksi bronkiolus terminal paru, yang meningkatkan resistensi aliran udara ke dalam dan keluar paru. Kedua, efek iritasi asap rokok menyebabkan peningkatan sekresi cairan ke dalam cabang-cabang bronkus serta pembengkakan lapisan epitel. Ketiga, nikotin dapat melumpuhkan silia pada permukaan sel epitel pernapasan yang secara normal terus bergerak untuk memindahkan kelebihan cairan dan partikel asing dari saluran pernapasan. Akibatnya lebih banyak debris berakumulasi dalam jalan napas dan kesukaran bernapas menjadi semakin bertambah. Hasilnya, semua perokok baik berat maupun ringan akan merasakan adanya tahanan pernapasan dan kualitas hidup berkurang. 2. Polusi Udara Polutan adalah bahan-bahan yang ada di udara yang dapat membahayakan kehidupan manusia. Polutan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu senyawa-senyawa di dalam udara murni (pure air) yang kadarnya dia atas normal, molekul-molekul (gas-gas) selain yang terkandung dalam udara murni tanpa memperhitungkan kadarnya dan partikel. 3. Pekerjaan Pekerja tambang yang bekerja di lingkungan yang berdebu akan lebih mudah terkena PPOK. Perjalanan debu yang masuk ke saluran pernapasan dipengaruhi oleh ukuran partikel tersebut. Partikel yang berukuran 5 µm atau lebih akan mengendap di hidung, nasofaring, trakea dan percabangan bronkus. Partikel yang berukuran kurang dari 2 µm akan berhenti di bronkiolus respiratorius dan alveolus. Partikel yang berukuran kurang



6



1. 2.



3.



4.



5.



dari 0,5 µm biasanya tidak sampai mengendap di saluran pernapasan akan tetapi akan dikeluarkan lagi. Apabila terdapat debu yang masuk ke sakkus alveolus, makrofag yang ada di dinding alveolus akan memfagositosis debu tersebut. Akan tetapi kemampuan fagositik makrofag terbatas, sehingga tidak semua debu dapat difagositosis. Debu yang ada di dalam makrofag sebagian akan di bawa ke bulu getar yang selanjutnya akan dibatukkan dan sebagian lagi tetap tertinggal di interstisium bersama debu yang tidak sempat di fagositosis. Debu organik dapat menimbulkan fibrosis sedangkan debu mineral (inorganik) tidak selalu menimbulkan akibat fibrosis jaringan. Reaksi tersebut dipengaruhi juga oleh jumlah dan lamanya pemaparan serta kepekaan individu untuk menghadapi rangsangan yang diterima Makrofag yang sedang aktif akan mempengaruhi keseimbangan proteaseantiprotease melalui beberapa mekanisme, yaitu meningkatkan jumlah elastase, mengeluarkan faktor kemotaktik yang dapat menarik neutrofil dan mengeluarkan oksidan yang dapat menghambat aktivitas AAT. Pekerja yang pada pekerjaannya terpapar aluminium, selama bekerja 30 tahun dengan terpaparnya partikel tersebut sama saja dengan perokok yang merokok 75 gram/minggu. Berbagai faktor lain, yakni: Jenis kelamin, dimana pasien pria lebih banyak daripada wanita. Ini dikarenakan perokok pria lebih banyak 2 kali lipat daripada wanita Usia Ini berhubungan dengan lamanya seseorang merokok, berapa banyak bungkus rokok yang telah dihabiskan. Semakin dewasa usia seseorang maka semakin banyak rokok yang telah dihisap (Kamangar, 2010). Infeksi saluran pernapasan Infeksi saluran pernapasan adalah faktor resiko yang berpotensi untuk perkembangan dan progresi PPOK pada orang dewasa. Infeksi saluran pernapasan pada anak-anak juga dipercaya berpotensi sebagai faktor predisposisi perkembangan PPOK. Walaupun infeksi saluran pernapasan adalah salah satu penyebab penting terjadinya eksaserbasi PPOK, hubungan infeksi saluran pernapasan dewasa dan anak-anak dengan perkembangan PPOK masih belum bisa dibuktikan. Hiperresponsif saluran pernapasan Ini bisa menjurus kepada remodelling saluran pernapasan yang menyebabkan terjadinya lebih banyak obstruksi pada penderita PPOK Faktor genetik, dimana terdapat protease inhibitor yang rendah. Inhibitor adalah sekelompok protein atau peptida yang menunjukkan sifat menghalangi kerja enzim proteolitik. Fungsi inhibitor protease adalah untuk mengontrol protease yang selalu berperan dalam berbagai proses



7



biologis. Keenam antiprotease tersebut adalah alfa-1-antitripsin (AAT), alfa-1- antikimotripsin (A1X), antitrombin III (AT III), CI inaktivator (CI Ina) dan alfa-2- makroglobulin (A2M). Dari keenam inhibitor protease (IP) tersebut yang berhubungan langsung dengan jaringan paru adalah AAT dan A2M. Akan tetapi peran AAT lebih besar daripada A2M. AAT sangat penting sebagai perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami, dan kekurangan antiprotease ini memiliki peranan penting dalam pathogenesis emfisema. Protease dihasilkan oleh bakteri, PMN, monosit, dan makrofag, sewaktu proses fagositosis berlangsung dan mampu memecahkan elastin dan makromolekul lain pada jaringan paru. Pada orang yang sehat, kerusakan jaringan paru dicegah oleh kerja antiprotease, yang menghambat aktivitas protease. Pada orang yang merokok, dapat mengakibatkan respons peradangan sehingga menyebabkan pelepasan enzim proteolitik (protease), sementara bersamaan dengan itu oksidan pada asap menghambat AAT. D. Pencegahan 1. Promosi Kesehatan (Health Promotion) Pada tingkat ini dilakukan tindakan umum untuk menjaga keseimbangan proses bibit penyakit-pejamu-lingkungan, sehingga dapat menguntungkan manusia dengan cara meningkatkan daya tahan tubuh dan memperbaiki lingkungan. Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat. Pada PPOK ini salah satu health promotion yang perlu dilakukan adalah melakukan pendidikan kesehatan kepada masyarakat, khususnya pendidikan terkait bahaya mengonsumsi rokok. 2. Perlindungan Umum dan Khusus Terhadap Penyakit-Penyakit Tertentu (General And Specific Protection) Merupakan tindakan yang masih dimaksudkan untuk mencegah penyakit, menghentikan proses interaksi bibit penyakit-pejamu-lingkungan dalam tahap prepatogenesis, tetapi sudah terarah pada penyakit tertentu. Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat tetapi memiliki risiko terkena penyakit tertentu. Pada penyakit PPOK General and Specific Protection yang harus diberikan adalah pemberian alat pelindung diri pada pekerja yang memiliki risiko terkena penyakit paru obstruktif kronik ini, misalnya pada pekerja tambang.



8



3. Penegakkan Diagnosa Secara Dini Dan Pengobatan Yang Cepat Dan Tepat (Early Diagnosis And Prompt Treatment) Merupakan tindakan menemukan penyakit sedini mungkin dan melakukan penatalaksanaan segera dengan terapi yang tepat. Pada tahap ini, pencegahan yang harus dilakukan pada PPOK adalah dengan melakukan pencarian penderita pada masyarakat yang memiliki kemungkinan besar terkena PPOK tersebut dengan jalan melakukan pemeriksaan dengan menggunakan alat spirometer. 4. Pembatasan Kecacatan (Dissability Limitation) Merupakan tindakan penatalaksanaan terapi yang adekuat pada pasien dengan penyakit yang telah lanjut untuk mencegah penyakit menjadi lebih berat, menyembuhkan pasien, serta mengurangi kemungkinan terjadinya kecacatan yang akan timbul. Pada tahap ini, hal yang harus dilakukan pada penderita PPOK adalah dengan mengatur aktivitas untuk menghidari keletihan dan dyspnea, serta menggunakan pernapasan terkendali ketika beraktivitas. 5. Pemulihan Kesehatan (Rehabilitation) Merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk mengembalikan pasien ke masyarakat agar mereka dapat hidup dan bekerja secara wajar, atau agar tidak menjadi beban orang lain. Pada tahap ini, hal yang harus dilakukan pada penderita PPOK adalah dengan melakukan terapi perilaku dan psikososial. Bentuk terapi yang diperlukan dapat berupa edukasi atau latihan seperti latihan relaksasi untuk mengurangi kecemasan maupun relaksasi otot-otot pernafasan agar beban kerja berkurang dan tidak mudah terjadi fatigue. Penderita dapat lebih percaya diri untuk melakukan aktivitas.



DAFTAR PUSTAKA



9



Oemiati, R. (2013). Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Media Litbangkes , 82-88. Sinambela, A. (2015). Epidemiologi PPOK. Retrieved November 14, 2016, from repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46363/4/Chapter%20II.pdf Swastika, A. (2015, Oktober 23). Retrieved November 13, 2016, from Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK): https://agungswastika.wordpress.com/program-kb/penyakit-paru-obstruktifkronik-ppok/ Tarigan, I. (2011, Januari 16). Retrieved November 13, 2016, from Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOK): http://irfanmichael.blogspot.co.id/2011/01/penyakit-paru-obstruktif-menahunppok.html Wikipedia. (2016, Oktober 30). Penyakit Paru Obstruktif Kronis. Retrieved November 14, 2016, from https://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_paru_obstruktif_kronik#Epidemiologi



DAFTAR ISI A. Gambaran Umum Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)...........................1 10



1.



Pengertian.....................................................................................................1



2.



Tipe PPOK....................................................................................................4



B. Persebaran Epidemiologi..................................................................................5 1.



Berdasarkan Orang........................................................................................5



2.



Berdasarkan Tempat......................................................................................6



C. Faktor Risiko....................................................................................................6 D. Pencegahan.......................................................................................................8 1.



Promosi Kesehatan (Health Promotion).......................................................8



2. Perlindungan Umum dan Khusus Terhadap Penyakit-Penyakit Tertentu (General And Specific Protection).......................................................................8 3. Penegakkan Diagnosa Secara Dini Dan Pengobatan Yang Cepat Dan Tepat (Early Diagnosis And Prompt Treatment)..................................................9 4.



Pembatasan Kecacatan (Dissability Limitation)...........................................9



5.



Pemulihan Kesehatan (Rehabilitation).........................................................9



DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................10



11