Perawatan Paliatif Pasien Gagal Jantung [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Perawatan paliatif pasien gagal jantung, berikut adalah rekomendasi mereka : 



Pendidikan buat pasien dan keluarga harus disesuaikan dengan prognosis terkait kapasitas fungsional dan kelangsungan hidup pasien.







Pendidikan pasien dan keluarga harus mencakup pilihan untuk memuaskan advanced directive dan peran perawatan paliatif dan hospis.







Diskusi saran mengenai opsi menonaktifkan perangkat bantuan implan.







Kesinambungan perawat medis antara pengaturan rawat inap dan rawat jalan harus dipastikan







Komponen perawat hospis harus mencakup pengunaan opiat,inotropik, dan diuretik intravena.







Semua prefosional harus memeriksa proses akhir kehidupan saat ini dan bekerja menuju peningkatan perawatan untuk perawatan paliatif.







Prosudur agresif yang di lakukan pada hari- hari terakhir kehidupan tidak disarankan. Meskupun ACC / AHA merekomendasikan perawat hospis sebagai pilihan,



jumlah pasien yang dirujuk sangat lah sedikit. Menurut National Hospice dan Paliative Care Organization (2004), 49% pasien hospis didiagnosa kaanker dan hanya 11% yang didiagnosis gagal jantung. Diskusi mengenai proses penyakit harus dilakukan diawal. Akan sangat terlambat untuk membahas perawatan paliatif dan keinginan menjelang ajal ketika pasien hampir meninggal. Seperti hanya semua pasien dalam tahap kehidupan ini. Komunikasi yang berlanjut adalah kunci dalam mencapai tujuan mati dengan bermatabat. Keterampilan komunikasi yang diperlukan untuk diskusi yang diperlukan dalam fase kehidupan ini sering kurang dalam pendidikan penyedia layanan kesehatan. Sebagian besar pasien sadar bahwa mereka sekarat dan bersedia



berdiskusi tentang kematian mereka. Banyak pasien yang tidak



menyadari pilihan yang mereka miliki



dam dapat lakukan. Ketika pasien



mencapai tempat dimana mereka ingin dan perlu mendiskusikan keinginan untuk tetap kehidupan mereka, mereka sering bergantung pada penyedia layanan kesahatan mereka untuk memulai percakapan. Diskusi ini perlu dilakukan sebelum pasien menjadi terlalu sakit untuk berpartisipasi, karena keputasan ini tidak hanya berdampak pada kehidupan mereka sendiri, tetapi juga kehidupan



orang yang mereka cintai. Ini terus menjadi salah satu masalah terbesar dalam perawatan pasien menjelang ajal. Pemberian layanan kesehatan jarang mengangakat masalah ini karena takut pasien “hilang harapan”. Dalam suatu penelitian kualitatif yang di lakukan di landon, oleh selmen dkk. (2007) melaporkan bahwa ada berbagai pilihan perawatan akhir hidup yang dilaporkan oleh



pasien dan pengasuh mereka.



Beberapa telah siap untuk mati dirumah ; mereka yang memiliki mobilitas sangat terbatas mengatakan bahwa mereka tidak ingin hidup mereka di perpanjang: anggota keluarga ragu-ragu untuk membuat keputusan mengenai perawatan paliatif dan tidak ada responden yang mendiskusikan preferensi mereka dengan penyedia layanan kesehatan mereka. Ketika berada ditahap akhir perjalanan penyakit,beberapa obat untuk gagal jantung harus dilanjutkan karena mereka bersifat paliatif. Obat-obatan yang seing dihentikan adalah stain, digoksin (karena keracunan meningkat menurunnya fungsi ginjal).



sering



Selanjutnya, jika hipotensi, ACE-I ARB, dan



antihipentensi lainnya harus dihentikan. Depresi umum terjadi dan normal dan harus diobati. Penghambat reseptor serotonin selektif biasanya ditoleransi dengan baik dan meningkatan kualitas hidup. Perangkat implan sering dimatikan selama priode ini, tetapi ini harus dimasukkan dalam advanced directives (Dyne, 2010). Sekarang perawatan paliatif telah dipelajari secara luas pada populasi pasien gagal jantung, perawat perlu mengambil keuntungan dari temuan penelitian dan mendiskusikan dengan pasien opsi tersebut, kami mencerminkan standar perawatan ini.



Paliative care issue for palients with chronic lung disease Manajemen gejala penting dalam perawatan paliatif klien dengan PPOK walaupun tidak mengubah trajektori penyakit atau peluang bertahan hidup. Dyspnea dan kecemasan biasanya terkait dengan PPOK tahap akhir (Meier et al.,1998). Dyspnea juga dapat dikaitkan dengan corpulmonaie, yang merupakan tanda dan indikator outcome PPOK yang buruk (marini dan wheeler, 1997). Namun pada orang lansia dengan PPOK, dispnea dan keluhan sesak nafas mungkin sulit dipastikan (hall, 1998). Dyspnea adalah gejala subyektif dari sesak



nafas, tetapi lansia dapat mengimbangi perkembangannya dengan mengurangi tingkat aktivitas mereka (Hall, 1998). Intervensi non-farmokologis untuk merendakan gejala dyspnea termasuk mengatur posisi klien dengan meningkatan posisi kepala mereka atau ke posisi yang nyaman di kursi (laDuke, 2001; Kazanowski, 2001). Lingkungan yang sejuk dapat mengurangi.