Pola Dalam Bimbingan Dan Konseling [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bimbingan dan Konseling Pola BK Tidak Jelas, Pola BK 17, dan Pola BK 17+



Dosen Pengampu : Freddy Sarman, S.Pd., M.Pd Drs. Nelyahardi, M.Pd



Disusun Oleh : Alda Murdiyani Agustin (A1E121065) Bayu Kurniawan(A1E121011) Senly Anggun Tirani(A1E121111)



BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN



UNIVERSITAS JAMBI



Tugas Kelompok UAS Alda Murdiyani Agustin (A1E121065) Bayu Kurniawan(A1E121011) Senly Anggun Tirani(A1E121111) Dosen Pengampu: 1. Drs. Nelyahardi, M.Pd 2. Freddi Sarman, S.Pd., M.Pd Mata Kuliah: DASAR-DASAR KONSELING (R003)



Materi: Bk pola tidak jelas, Bk pola 17, Dan Bk pola 17+.



Lintasan sejarah bk



Perjalanan bk indonesia Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20-24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 beridiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui



proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan “pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mereka. Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai jelas. Bk pola tidak jelas (pra bk pola 17) Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra



bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK, berbagai kritikan muncul sebagai wujud kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing sehingga terjadi kesalahpahaman, persepsi negatif dan miskonsepsi berlarut. Masalah menggejala diantaranya: konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani masalah yang insidental, BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani ”orang sakit” dan atau ”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha BK pada penggunaan instrumentasi BK (tes, inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani masalah-masalah yang ringan saja. Bk pola 17 Sejak tahun 1993 penyelenggaraan pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK) memperoleh perbendaharaan istilah baru yaitu BK Pola-17. Hal ini memberi warna tersendiri bagi arah bidang, jenis layanan dan kegiatan pendukung BK di jajaran pendidikan dasar dan menengah. BK Pola-17 merupakan pola dasar dalam BK yang di laksanakan di lingkungan sekolah. Pola ini meliputi empat bidang bimbingan, tujuh layanan BK, dan lima kegiatan pendukung BK. Dengan berkembangnya zaman, pada abad ke-21 BK Pola-17 berkembang menjadi BK Pola-17 Plus. Dengan SK Mendikbud No 025/1995 khususnya yang menyangkut bimbingan dan konseling sekarang menjadi jelas : istilah yang digunakan bimbingan dan konseling, pelaksananya guru pembimbing atau guru yang sudah mengikuti penataran bimbingan dan konseling selama 180 jam, kegiatannya dengan BK Pola-17, pelaksanaan kegiatan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, penilaian, analisis penilaian dan tindak lanjut. Pelaksanaan kegiatan bisa di dalam dan luar jam kerja. Peningkatan



profesionalisme



guru



pembimbing



melalui



Musyawarah



Guru



Pembimbing, dan guru pembimbing juga bisa mendapatkan buku teks dan buku panduan. Pola umum Bimbingan dan Konseling di Sekolah; BK POLA 17 (Prayitno,1999) dapat digambarkan sebagi berikut:



Bk pola 17+ (penyempurnaan bk pola 17) Pengembangan dan penyempurnaan dari Pola 17 (Prayitno, 2006) yaitu penambahan pada bidang bimbingan, jenis layanan dan kegiatan pendukung. Pola 17 Plus menjadi: 1. Keterpaduan mantap tentang pengertian, tujuan, fungsi, prinsip dan asas serta landasan BK (Wawasan Bimbingan dan Konseling: fungsi ditambah satu yaitu fungsi advokasi). 2. Bidang Pelayanan BK meliputi: 



B.1. Bidang Pengembangan Pribadi







B.2. Bidang Pengembangan Sosial







B.3. Bidang Pengembangan Kegiatan Belajar







B.4. Bidang Pengembangan Karir







B.5. Bidang Pengembangan Kehidupan Berkeluarga







B.6. Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama



3. Jenis Layanan BK meliputi: 



L.1. Layanan Orientasi (Orin)







L.2. Layanan Informasi (Info)







L.3. Layanan Penempatan dan Penyaluran (PP)







L.4. Layanan Penguasaan Konten (PKO)







L.5. Layanan Konseling Perorangan (KP)







L.6. Layanan Bimbingan Kelompok (BKp)







L.7. Layanan Konseling kelompok (KKp)







L.8. Layanan Konsultasi (KSI)







L.9. Layanan Mediasi (MED)



4. Kegiatan Pendukung BK: 



P.1. Aplikasi Instrumentasi (AI)







P.2. Himpunan data (HD)







P.3. Konferensi Kasus (KK)







P.4. Kunjungan Rumah (KR)







P.5. Tampilan Kepustakaan (TKp)







P.6. Alih Tangan Kasus (A.Tk)



Untuk pelaksanaan di sekolah bidang bimbingannya tetap empat yaitu bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar dan sosial. Pola BK 17 Plus (menurut pemikiran kami), dapat digambarkan sebagai berikut :



setelah mengenal macam-macam pola bk maka perlulah kita juga mengenal jenis-jenis komperensi yang harus dimiliki seorang guru bk, sbb: Jenis-Jenis Kompetensi Guru Bimbingan Konseling Kompetensi professional juga merupakan salah satu dari rumusan standar kompetensi guru Bimbingan dan Konseling (BK)/Konselor yang telah dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor. Namun bila ditata ke dalam empat kompetensi pendidik sebagaimana yang tertuang dalam PP 19/2005, maka kompetensi akademik dan professional konselor dapat dipetakan dan dirumuskan ke dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan professional. 1. Kompetensi Pedagogik Jamal Ma’mur Asmani (2009: 59) menejelaskan bahwa kompetensi utama yang harus dimiliki guru agar pembelajaran yang dilakukan efektif dan dinamis adalah kompetensi pedagogis. Guru harus belajar secara maksimal untukmenguasai kompetensi pedagogis ini secara teori dan praktik. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Jamal Ma’mur Asmani (2010: 171-174) menjelaskan bahwa kompetensi pedagogik dalam layanan bimbingan dan konseling mencakup: a. Menguasai teori dan praksisi pendidikan, dengan rincian: (a) menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya, (b) mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan dan proses pembelajaran, (c) menguasai landasan budaya dalam prsksis pendidikan. b. Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serts perilaku konseling, dengan rincian: (a) mengaplikasikan kaidah perilaku manusia, perkembangan fisik dan psikologis individu terhadap sasaran pelayanan BK dalam upaya pendidikan, (b) mengaplikasikan kaidah-kaidah kepribadian, individualitas dan perbedaan konseli terhadap sasaran pelayanan BK dalam upaya pendidikan,



(c) mengaplikasikan kaidah-kaidah belajar terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konselingdalam upaya pendidikan, (d) mengaplikasikan kaidah-kaidah keberbakatan terhadap sasaran pelayanan BK dalam upaya pendidikan, (e) mengaplikasikan kaidah-kaidah kesehatan mental terhadap sasaran pelayanan BKdalam upaya pendidikan. c. Menguasai esensi pelayanan BK dalam jalur, jenis, dan jenjang satuan pendidikan, dengan rincian: (a) menguasai esensi BKpada satuan jalur pendidikan formal, nonformal dan informal, (b) menguasai esensi BKpada satuan jenis pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus, (c) menguasai esensi BK pada satuan jenjang pendidikan usia dini, dasar dan menengah, serta tinggi. 2. Kompetensi Kepribadian Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi kepribadian dalam layanan bimbingan konseling mencakup: a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan rincian: (a) menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran terhadap pemeluk agama lain, (c) berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. b. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, in-dividualitas dan kebebasan memilih, dengan rincian: (a) mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, sosial, individual, dan berpotensi, (b) menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya, (c) peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada hususnyya,



(d) menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya, (e) toleran terhadap permasalahan konseli, (f) bersikap demokratis. c. Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat, dengan rincian: (a) menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti berwibawa, jujur,sabar, ramah, dan konsisten), (b) menampilkan emosi yang stabil, (c) peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman dan perubahan, (d) menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang menghadapi stres dan frustasi. d. Menampilkan kinerja berkualitas tinggi,dengan rincian: (a) menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan produktif, (b) bersemangat, berdisiplin, dan mandiri, (c) berpenampilan menarik dan menyenangkan, (d) berkomunikasi secara efektif. 3. Kompetensi Sosial Guru adalah manusia teladan. Sikap dan perilaku menjadi cermin masyarakat. Maka, dalam kehidupan sehari-hari, guru harus mempunyai kompetensi sosial. Guru sebagai bagian dari manusia memerlukan kecakapan sosial yang fleksibel dalam membangun kehidupan di tengah masyarakat. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi sosial dalam layanan BK mencakup: a. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja,dengan rincian: (a) memahami dasar, tujuan, organisasi, dan peran pihak-pihak lain (guru, wali kelas, pimpinan sekolah atau madrasah) di tempat kerja, (b) mengomunikasikan dasar, tujuan, dan kegiatan pelayanan BKkepada pihakpihak lain di tempat kerja, (c) bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam tempat bekerja (seperti guru, orang tua, tenaga administrasi). b. Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling, dengan rincian:



(a) memahami dasar, tujuan, dan AD atau ART organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri dan profesi, (b) menaati kode etik profesi BK, (c) aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri dan profesi. c. Mengimplementasikan kolaborasi antar profesi, dengan rincian: (a) mengomunikasikan aspek-aspek profesional BK kepada organisasi profesi lain, (b) memahami peran organisasi profesi lain dan memanfaatkannya untuk suksesnya pelayanan BK, (c) bekerja dalam tim bersama tenaga profesional dan profesional profesi lain, (d) melaksanakan referral kepada ahli profesi lain sesuai dengan keperluan. 4. Kompetensi Profesional Kompetensi professional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan subtansi keilmuannya secara filosofis. Kompetensi ini juga disebut dengan bidang studi keahlian. Kompetensi profesional dalam layanan BK mencakup: a. Menguasai konsep dan praksis penilaian (asasmen) untuk me-mahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseling, dengan rincian: a. menguasai hakikat assessment, b. memilih teknik assessment sesuai dengan kebutuhan pelayanan BK, c. menyusun dan mengembangkan instrument assessment untuk keperluan bimbingan dan konseling, d. mengadministrasikan assessment untuk mengungkapkan masalah-masalah, e. memilih



dan



mengadministrasikan



teknik



assessment



pengungkapan



kemampuan dasar dan kecenderungan pribadi konseli, f. memilih dan mengadministrasikan instrumen untuk mengungkapkan kondisi aktual konseli berkaitan dengan lingkungan, g. mengakses data dokumentasi tentang konseli dalam pelayanan BK, h. menggunakan hasil assessmentdalam pelayanan bimbingan dan konseling, i. menampilkan tanggung jawab profesional dalam praktik assessment. b. Menguasai kerangka teoritik dan praksis BK,dengan rincian: a. mengaplikasikan hakikat pelayanan BK, b. mengaplikasikan arah profesi BK,



c. mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan BK, d. mengaplikasikan pelayanan BKsesuai kondisi dan tuntutan wilayah kerja, e. mengaplikasikan pendekatan atau model atau jenis pelayanan dan kegiatan pendukung BK, f. mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan BK. c. Merancang program bimbingan konseling,dengan rinci: a. menganalisis kebutuhan konseling, b. menyusun program BK yang berkelanjutan berdasar kebutuhan peserta didik secara komprehensif dengan pendekatan perkembangan, c. menyusun rencana pelaksanaan program BK, d. merencanakan sarana dan biaya penyelenggaraan program BK. d. Mengimplementasikan program BKyang komprehensif,dengan rincian: a. melaksanakan program bimbingan dan konseling, b. melaksanakan pendekatan kolaboratif dalam pelayanan BK, c. memfasilitasi perkembangan akademik, karier, personal, dan sosial konseli, d. mengelola sarana dan biaya program BK. e. Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling, dengan rincian: a. melakukan evaluasi hasil, proses, dan program BK, b. melakukan penyesuaian proses pelayanan BK, c. menginformasikan hasil pelaksanaan evaluasi pelayanan BKkepada pihak terkait, d. menggunakan



hasil



pelaksanakan



evaluasi



untuk



merevisi



dan



mengembangkanprogram BK. f. Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika professional, dengan rincian: a. memahami dan mengelola kekuatan dan keterbatasan pribadi dan profesional, b. menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kewenangan dan kode etik profesional konselor, c. mempertahankan objektifitas dan menjaga agar tidak larut dengan masalah konseling, d. melaksanakan referralsesuai dengan keperluan, e. peduli terhadap identitas profesional dan pengembangan profesi, f. mendahulukan kepentingan konseli dari pada kepentingan pribadi konselor, g. menjaga kerahasiaan konseli. g. Menguasai konsep dan praksis penelitian dalam BK, dengan rincian:



a. memahami berbagai jenis dan metode penelitian, b. mampu merancang penelitian BK, c. melaksanakan penelitian bimbingan dan konseling, d. memanfaatkan hasil penelitian dalam BK dengan mengakses jurnal pendidikan, dan BK.



Daftar pustaka: 



Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia, 2005, Standar Kompetensi Konselor Indonesia, Pengurus Besar ABKIN Periode 2005-2009.







Depdiknas, 2004, Dasar Stadardisasi Profesi Konseling, Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi (Dit. PPTK & KPT). Jakarta: Ditjen Dikti, Depdiknas.







Proyitno, 1999, Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Draft Prayitno, Sunaryo Kartadinata, Ahman, 2002, Profesi dan Organisasi Profesi Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat SLTP.







Proyitno, 2006, Spektrum dan Keprofesian Profesi Konseling, Padang: Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang.







Bimbingan Konseling “Konsep, Teori dan Aplikasinya” Penulis : Dr. Henni Syafriana Nasution, MA Dr. Abdillah, S.Ag, M.Pd







Gladding, Samuel L., 2013. Konseling Profesi yang Menyeluruh. Jakarta: PT. Indeks.







Sanjaya, Wina, 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.







Muhaimin, 2004. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.







Hafid, Anwar, et.al., 2013. Konsep Dasar Ilmu Pendidikan (dilengkapi dengan UU Sistem Pendidikan Nasional No 4 Tahun 1954, No 2 Tahun 1989 dan No 20 Tahun 2003), Bandung: Alfabeta.







Neviyarni S., 2009. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Berorientasi Khalifah Fil Ardhi. Bandung: Alfabeta