PPT Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) KEL 11 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

polycystic ovarian syndrome (PCOS) Farmakoterapi 3



Anggota Kelompok 11



Melda Ayu



Alvina Nia Diani



Hasna Fadlu Rahma



2018141012



2019141002



2019141015



Nuning NurHayati



Rida Ludfi Aprinuha



Anggi Dwi Iriani



2019142018



2019142029



2020142001



Definisi Polycyctic Ovarian Syndrome (PCOS) adalah penyebab paling sering terjadinya anovulasi dan infertilitas anovulasi. PCOS dapat dikatakan endokrinopati yang sering terjadi pada wanita dengan usia subur dan berkaitan dengan kelainan metabolik dan disfungsi reproduksi. Disfungsi ovarium yang terus berlanjut mengakibatkan sindroma ini menjadi penyebab utama anovulasi yang berdampak pada infertilitas. Sindroma ini meningkatkan risiko morbiditas multiple meliputi obesitas, resistensi insulin, diabetes mellitus tipe 2, penyakit kardiovaskular, infertilitas, kanker, dan gangguan psikologi. Wanita dengan PCOS mengalami abnormalitas metabolisme androgen dan estrogen serta kontrol sekresi androgen. Pasien umunya akan memiliki kadar androgen serum yang tinggi meskipun ada variasi individu pada beberapa individu kadar androgen serum tetap normal. PCOS berkaitan dengan resistensi insulin perifer dan hyperinsulinemia. Resistensi insulin terjadi sebagai defek sekunder dari insulin receptor signaling pathway dan peningkatan insulin dapat berefek pada gonadotropin dan fungsi ovarium. Hiperinsulinemia bisa menyebabkan supresi Sex HormonBinding Globulin (SHBG) di hati sehingga terjadi peningkatan androgenisitas



(Aziza & Kurniati, 2019)



EPIDEMIOLOGI Epidemiologi Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) sulit ditentukan karena data yang ada sangat bervariasi tergantung kriteria diagnosis yang digunakan.



● Global



Prevalensi PCOS beragam tergantung kriteria apa yang digunakan untuk menegakkan diagnosisnya. Prevalensi 15-20% didapatkan jika menggunakan kriteria diagnostik dari European Society of Human Reproduction and Embryology/American Society for Reproductive Medicine (ESHRE/ASRM). Di Amerika Serikat, PCOS adalah salah satu kelainan endokrin yang paling umum terjadi pada perempuan usia reproduktif dengan prevalensi 4-12%. Perempuan yang didiagnosis PCOS pada saat konsultasi dengan dokter kandungan mencapai 10%. Pada beberapa penelitian di Eropa, prevalensi PCOS dilaporkan 6.5-8%.



● Indonesia



Belum ada angka kejadian pasti PCOS di Indonesia, tetapi sama halnya dengan global, PCOS biasanya terjadi pada perempuan usia reproduktif, berkisar antara 15 sampai 40 tahun, dan angka kejadiannya sekitar 5-10%.



Etiologi Etiologi penyakit ini belum diketahui pasti. Penyakit ini termasuk oligogenik yaitu dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan; faktor genetik yang terlibat adalah X-Linked dominan (Dewi, 2020) Wanita PCOS mengalami kelainan metabolisme androgen dan estrogen, sehingga terjadi peningkatan hormon testoteron, androstenedione, dan dehydroepiandrosterone sulfate (DHEAS). Ketidakseimbangan hormon pada PCOS juga erat kaitannya dengan hiperinsulinemia, resistensi insulin perifer, dan obesitas. Ciri- ciri ini berhubungan dengan hipersekresi luteinizing hormone (LH) dan androgen dengan konsentrasi serum follicle-stimulating hormone (FSH) rendah atau normal. Tingginya kadar LH dibandingkan FSH mengganggu proses ovulasi karena menyebabkan perkembangan folikel tidak sempurna menjadikan morfologi ovarium polikistik. Gejala yang sering terjadi adalah siklus menstruasi yang panjang dan infertil. Namun, pada beberapa pasien mungkin didapatkan kadar hormon androgen yang normal



PATOFISIOLOGI



Openi,2010



Tanda dan Gejala Termasuk Hasil Lab Gangguan menstruasi PCOS kerap ditandai dengan periode menstruasi yang tidak teratur atau berkepanjangan. Sebagai contoh, penderita PCOS hanya akan mengalami haid kurang dari 8-9 kali dalam setahun. Jarak antar haid dapat kurang dari 21 hari atau lebih dari 35 hari. Gejala akibat kadar hormon androgen yang meningkat Peningkatan kadar hormon androgen pada wanita dengan PCOS dapat menyebabkan munculnya gejala fisik seperti pria, seperti tumbuhnya rambut yang lebat di wajah dan tubuh (hirsutisme), serta munculnya jerawat yang parah dan kebotakan. Menderita kista ovarium yang banyak Pada penderita PCOS, bisa ditemukan kantong-kantong kista di sekitar sel telur (ovarium). Warna kulit menjadi gelap Beberapa bagian tubuh penderita PCOS bisa menjadi gelap, terutama di daerah lipatan, yaitu lipatan leher, dan bagian bawah payudara



Next ....







Tidak ada pemeriksaan khusus untuk penderita PCOS biasanya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik. Dokter mencatat beberapa informasi penting tentang tubuh penderita seperti tinggi badan, berat badan, tekanan darah, keadaan kulit, menghitung indeks massa tubuh, memeriksa payudara, perut, dan kelenjar tiroid. Dokter juga memeriksa organ reproduksi wanita.







Tes darah. Pasien diminta untuk menjalani tes darah untuk mengukur kadar hormon, kadar gula darah dan tingkat kolesterol.







Tes ultrasound. Tes ini memperlihatkan jumlah kista dalam ovarium dan ketebalan dinding uterus.







Melalui usg



gejala yang dialami oleh perempuan usia produktif berupa amenorrhea, haid yang tidak teratur, infertil, hirsutisme dan obesitas. Pada beberapa kasus, tidak ditemui tanda-tanda tersebut tetapi dari hasil laboratorium dan USG ditemukan gambaran PCOS(Mareta et al., 2018). obesitas berkaitan erat dengan resistensi insulin yang akan menyebabkan terjadinya hiperandrogenemia seperti pada pasien PCOS, serta terdapat hubungan bermakna antara resistensi insulin dan PCOS. Pola hidup yang tidak sehat sangat berperan dalam terjadinya obesitas



Faktor Resiko Ada beberapa faktor risiko PCOS diantaranya gangguan menstruasi, riwayat infertilitas dan diabetes dalam keluarga, ibu mengalami gangguan menstruasi, gangguan mood, dan kurang aktivitas fisik. Sebagian besar pasien PCOS memiliki riwayat gangguan menstruasi dan anovulasi. Riwayat penyakit diabetes dalam keluarga dan ibu mengalami gangguan menstruasi juga meningkatkan risiko PCOS cukup signifikan. Kurangnya aktivitas fisik berakibat pada penumpukan lemak yang menyebabkan obesitas. Obesitas menjadi salah satu faktor risiko terjadinya PCOS. Berdasarkan evaluasi mental atau gangguan psikologi pada wanita dengan PCOS menunjukkan bahwa gangguan mood juga dapat meningkatkan risiko PCOS. Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah PCOS dengan diet yang tepat dan rajin beraktivitas fisik atau berolahraga



(Aziza & Kurniati, 2019)



Tatalaksana Terapi Perubahan Gaya Hidup dan Nutrisi Perubahan gaya hidup merupakan langkah utama seperti pengaturan pola makan dan olahraga mengingat obesitas menjadi faktor pencetus resistensi insulin dan sindrom metabolik. Penurunan berat badan menurunkan sirkulasi androgen dan insulin, memperbaiki lipid dan meningkatkan FSH, sehingga mengurangi gejala fisik seperti hirsutisme, alopesia, jerawat, skin tags, menormalkan siklus menstruasi, dan menstimulasi ovulasi. Keseimbangan energi negatif (dengan defisit 350-1.000 kkal/ hari) menjadi faktor kunci penurunan berat badan dan lemak, perbaikan siklus menstruasi, dan sensitivitas insulin, terlepas dari pola dietnya.



(Dewi, 2020)



Terapi Farmakologi  Anovulasi. Clomiphene citrat masih menjadi pilihan terapi utama untuk menstimulasi ovulasi pada kasus PCOS. Dosis awal adalah 50 mg/hari selama 5 hari sejak haid hari ke-3 Bila terjadi ovulasi tetapi tidak terjadi pembuahan pada siklus pertama dosis masih bisa dilanjutkan 50 mg/ hari pada siklus berikutnya. Namun, bila pada siklus awal tidak terjadi ovulasi, pada siklus berikutnya dosis bisa dinaikkan menjadi 100 mg/hari. Peningkatan dosis ini juga berisiko memicu terjadinya resistensi clomiphene. Pemberian dapat diulang maksimal 6 siklus. Efek samping terapi ini adalah ovarian hyperstimulation syndrome (OHSS), distensi, dan rasa tidak nyaman gastrointestinal, dan kehamilan kembar atau lebih.  Obat Antidiabetes Resistensi insulin disertai hiperinsulinemia memiliki peran penting terhadap hiperandrogenemia dan resistensi insulin. Selain pemberian clomiphene, pemberian antidiabetes yaitu metformin 3 x 500 mg/ hari meningkatkan sensitivitas insulin perifer dengan mengurangi produksi glukosa di hati dan meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin. Metformin juga menurunkan kadar androgen pada wanita kurus dan wanita gemuk, sehingga meningkatkan kemungkinan ovulasi spontan



Next ...



 Aromatase Inhibitors Aromatase inhibitor biasa digunakan sebagai terapi kanker payudara hormon responsif, dan telah dipelajari untuk menginduksi ovulasi pada PCOS; secara fungsional menekan produksi estrogen melalui stimulasi aksis hipotalamus-pituitari yang berimplikasi meningkatkan gonadotropin-releasing hormone (GnRH) and follicle stimulating hormone (FSH). Dibandingkan anastrozole, penelitian terkait penggunaan letrozole lebih banyak. Berdasarkan hasil review sistematik dan meta-analisis, letrozole meningkatkan tingkat ovulasi dan kelahiran hidup secara signifikan serta menurunkan risiko kehamilan kembar dibandingkan clomiphene citrate  Kontrasepsi Oral Regulasi pil KB mengatasi PCOS terutama dalam mengatur siklus menstruasi. Obat- obatan ini juga mengurangi hirsutisme, jerawat, dan kadar androgen. Kombinasi estrogen dan progestin adalah kontrasepsi oral primer yang digunakan dalam pengobatan hirsutisme dan jerawat yang berhubungan dengan PCOS. Meskipun datanya jarang, beberapa kontrasepsi oral baru yang mengandung progestin antiandrogenik, seperti drosperenone dan dienogest secara teoritik lebih efektif untuk mengobati gejala androgenik. Wanita dengan hirsutisme biasanya menunjukkan perbaikan klinis setelah sekitar 6 bulan pengobatan dengan kontrasepsi oral.



Medroxyprogesterone acetate 5-10 mg/hari selama 10-14 hari setiap bulan bertujuan mengatasi pendarahan uterus disfungsional dan amenore pasien PCOS yang tidak berencana hamil. Terapi progestin setiap bulan menekan pertumbuhan dinding endometrium abnormal tetapi tidak menekan produksi androgen ovarium. Terapi ini juga meningkatkan sensitivitasinsulin dan metabolisme lemak. Statin dapat mengatasi PCOS karena dapat menurunkan kadar testosteron serta kolesterol lipoprotein



— Obat Kategori Lainnya



Daftar Pustaka Aziza, D. O., & Kurniati, K. I. (2019). Suplementasi Vitamin D pada Wanita dengan Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) Vitamin D Supplementation in Women with Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS). Jiksh, 10(2), 169–177. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.140 Dewi, N. L. P. R. (2020). Pendekatan Terapi Polycystic Ovary Syndrome (PCOS). Cerminan Dunia Kedokteran, 47(9), 703–705. Mareta, R., Amran, R., & Larasati, V. (2018). Hubungan Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) dengan Infertilitas di Praktik Swasta Dokter Obstetri Ginekologi Palembang. Majalah Kedokteran Sriwijaya, 50(2), 85–91. https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mks/article/view/8552



TERIMA KASIH