Profil Achmad Bakrie Mery [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tugas :



Dosen Pengampu:



Kewirausahaan



Ilham Chanra Putra, S.E., M.M



BIOGRAFI KESUKSESAN ACHMAD BAKRIE



Disusun Oleh: MERRY ATIKA KOMALA SARI NIM. 11870124290



JURUSAN MANAJEMEN S1 FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU 2020



BIOGRAFI KESUKSESAN ACHMAD BAKRIE



A. Profil Achmad Bakrie Acmad Bakrie adalah sosok pengusaha pribumi yang bisnisnya tak retak di makan zaman. Atuk adalah panggilan akrab Achmad Bakrie yang lahir di Kalinda, Lampung, pada 11 Juni 1916. Achmad Bakrie hidup di zaman Belanda. Bakat interprenuernya sudah terlihat sejak masih kanak-kanak. Saat umurnya masih 10 tahun dan masih duduk di sekolah dasar, ia berjualan roti untuk mengisi waktu libur. Dengan modal beberapa rupiah di belinya roti lalu di tumpangkan pada supir untuk di jual ke desa Kalinda. Achmad Bakrie saat itu bersekolah di Hollandshace Inlandsche School (HIS) setingkat SD saat ini, tetapi di tempuh selama 7 tahun. Dulu sekolah itu benar-benar terletak di tengah hutan, hanya ada jalan tikus yang menghubungkan lokasi sekolah dengan 5 wilayah kabupaten. Achmad Bakrie menyelesaikan sekolahnya itu sekitar tahun 1930. Sejak usia dini, ia sudah terbiasa menghormati orang tuanya, saudarasaudaranya, dan siapa saja yang lebih tua usianya. Ia juga memiliki sikap yang selalu merendah dan jauh dari kesan sombong atau arogan. Achmad Bakrie pun di kenal luas dalam bergaul dengan reteman-temannya. Achmad Bakrie pernah bekerja di Apotheek Telukbetung. Menjelang kedatangan Jepang, apotek itu bangkrut. Obat-obat yang tersisa di beli oleh Achmad Bakrie. Setelah harga naik, obat itu di jual lagi. Uang hasil penjualan itu di jadikan modal usaha. Pada 10 Februari 1942, usahanya sudah mulai merambah jual-beli kopi, lada, tepung singkong, dan hasil bumi lain. Dari sanalah cikal bakal Bakrie dan Brother General Merchant And Commision Agent di Teluk Betung. Lika-liku perjalananya meniti sukses cukup rumit. Achmad Bakrie teguh dalam menjalankan prinsip hidupnya yaitu: jujur, kerja keras dan senantiasa berpedoman pada tali agama. Pada zaman pendudukan Jepang pula Bakrie memutuskan hijrah ke Jakarta. Bisnisnya meluas dan bahkan sudah mulai berdagang ke luar negeri pula. Pada masa itu pula, setelah menetap di Jakarta, Bakrie mulai berkeluarga dengan Roosniah yang memberinya 4 anak : Aburizal Bakrie, Roosmania Odi Bakrie, Indra Usmansyah Bakrie, dan Nirwan Dermawan Bakrie. Setelah 1950 bisnisnya mulai berkembang. Dalam kapasitasnya sebagai pengusaha, visinya di kenal cukup kuat. Ia tahu kapan menambah, mengurangi bahkan menghentikan sesuatu sama sekali. Atas dasarnya itu ia dapat mengatasi masalah-masalahnya dengan baik. Sukses bagi orang, relatif bagi dia, terutama kalau kebedaan sifatnya. Itulah sebabnya ia sering melontarkan suatu ungkapan: “A man who lives too gloriously must often die violently” (seseorang yang hidupnya terlalu mewah, terkadang mati dengan kekerasan). B. Bereksperimen dengan Naluri Bisnis Achmad Bakrie mencoba belajar berjualan sejak umur 6-7 tahun dan belum bersekolah, ia menjajakan roti tawar dan roti manis keliling kampong yang di junjung tampah di atas kepala. Keluarganya salut dengan prilakunya yang kecil-kecil sudah



pandai mencari penghasilan sendiri. Saat ia sekolah pun ia masih meneruskan menjual roti pada saat libur sekolah. Tidak hanya itu, Achmad Bakrie sebelum berangkat sekolah selalu mencari sayur-mayur untuk di jualnya ke pasar Menggala. Dalam perjalan pulang sekolah pun ia sempat mengumpulkan kemiri dan gambir yang terdapat di hutan dekat sekolahnya untuk di bawanya pulang. Jika sudah terkumpul banyak ia lalu menjualnya ke pasar. Beberapa tahun setelah tamat dari sekolah HIS menggala, Achmad Bakrie mencoba mengumpulkan duit dengan bekerja pada kantor kontrolir di Sukadana (Lampung Tengah). Tetapi tidak berhasil karena ia buru-buru mengundurkan diri setelah beberapa bulan bekerja karena gajinya perbulan tidak efektif untuk modal usaha. Setelah itu ia kembali ke Telukbetung tempatnya dulu ia mengirim roti ke Kalinda. Di sanalah ia mencoba melamar di perusahaan milik Belanda, “Moleske Handle Maatschappij”. Di tunjang dengan kemampuannya berbahasa Belanda dengan lancar, ia pun di terima secara tidak terikat selaku komisioner penjualan hasil bumi: kopi dan lada. Hasil yang di peroleh saat bekerja di perusahaan Belanda tersebut di tabungnya dan ia tidak langsung membuka usaha melainkan di gunakan untuk ia memperdalam ilmu dengan melanjutkan sekolah di Handelsinstituut Schovers di Batavia (Jakarta). Setelah menempuh pendidikan tersebut ia bekerja lagi di perusahaan Belanda yaitu “Zuid Sumatera Aphotek” di Telukbetung. Ia di tempatkan pada bagian penjualan luar. Ia bekerja selama 7 tahun, menjelang kedatangan Jepang apothek itupun bangkrut dan bakrie memborong obat-obatan tersebut untuk di jual nya nanti saat harga jualnya naik. Dari sanalah modal usaha terkumpul dan ia mendirikan “Bakrie dan Brother General Merchant And Commision Agent di Teluk Betung” pada 10 Februari 1942. Perusahaan ini bergerak di bidang perdagangan umum dan keagenan hasil bumi seperti kopi, cengkeh, lada dan tapioka. C. Mendirikan Yayasan Achmad Bakrie Kenyataan yang di alami Achmad Bakrie adalah sejak dulu banyak anak-anak cerdas yang berbakat tidak bias melanjutkan pendidikannya karena kesulitan hidup orang tua. Dari situlahtimbul niat Achmad Bakrie untuk membantu mereka dengan membuat Yayasan Achmad Bakrie dengan modal 5 juta, pada 15 Juni 1989. Yayasan ini sangat membantu mereka yang sangat membutuhkan pendidikan. Yayasan ini juga menyalurkan beasiswa kepada 16 lembaga dari berbagai perguruan tinggi Indonesia seperti: ITB, UGM, UNAIR, USU, IAIN dan Universitas Cendrawasih. Bantuan yang di berikan bukan keseluruhan biaya pendidikan melainkan pembayaran iuran pendidikan. D. Mendambakan Akhlak dan Harta Ketika masih kanak-kanak, Achmad Bakrie memang berpembawaan lasak, tidak mau diam. Tempremennya pun tinggi, implusif. Tetapi terhadap orang tuanya ia senantiasa menaruh rasa cinta, hormat dan patuh. Kesantunannya itu tak pernah lekang ataupun berkurang walauppun ia sudah berkeluarga dan menjadi seorang saudagar. Tetapi ayahnya bernama H. Oesman Batin Timbangan, lebih dulu meninggal (1957). Pada saat ayahnya sakit, di Kalinda, Achmad Bakrie selalu menjenguk dan memeberikan perhatian kepada ayahnya, walaupun ia sudah menetap di Jakarta.



Sejak ayahnya meninggal ia mengurus ibunya setiap berangkat dan pulang kerja ia selalu menemui ibunya sebelum ia menemui anak istrinya. Selalu ia katakan, bahwa uang bukanlah tujuan hidup melainkan sekedar alat untuk menyenangkan orang banyak. “Mencari uang lebih mudah dari pada menjaganya”, begitulah yang sering ia ucapkan kepada banyak orang. Manusia yang berakhlah kalau di sertai dengan harta, kaya raya itu sangat ideal. Itulah sebabnya kalau Achmad Bakrie di suruh memilih harta atau akhlak, ia lebih memilih akhlak meskipun ia harus hidup berkecukupan. Padahal ia sudah memadukan keduanya yaitu ia memiliki akhlak yang baik dan memiliki harta yang melimpah. Ia di besarkan dari keluarga yang patuh dengan agama, oleh karenanya Achmad Bakrie selalu menanamkan pembelajaran agama terutama akhlakul kharimah kepada keempat anaknya dengan harapan anaknya menjadi seorang yang sukses dengan memegang teguh agama serta menerapkan akhlakul karimah yang baik. E. Achmad Bakrie Pengusaha Teladan Sebagai pengusaha Achmad Bakrie tidak pernah mengecoh mitranya dan tidak pernah mendengar suara sumbang atas perilaku bisnisnya. Sebagai kepala keluarga Bakrie pantas di teladani, selain pendidikan formal anak-anaknya berhasil semua dan juga pendidikan agama mereka terapkan dengan baik. Salah satu kekuatan beliau adalah tidak suka menceritakan atau menjelek-jelekkan orang lain. Keteladanan Bakrie menurut jendral berbintang tiga purnawirawan dari kesatuan (korps) infantri adalah komitmen pada negara. Dalam berbisnis pun ia tidak pernah melakukan suap menyuap, karena ia tahu bahwa hal itu sangat di larang oleh agama. Ketekunan, keuletan dan keteguhan Achmad Bakrie di bidang bisnis patut di tiru. Ia juga memiliki daya antisipasi yang tinggi. Achmad Bakrie adalah seorang pembisnis yang memiliki kemampuan memadukan nilainilai agama dan bisnis yang tampaknya saat ini merupakan sesuatu yang langka. Achmad Bakrie juga ikut mewujudkan pertumbuhan ekonomi dalam memilih bidang usaha misalnya, selain menekuni perdagangan umum, Bakrie merintis industri dengan mendirikan pabrik pipa. F. Achmad Bakrie dalam Untaian Kenangan Masa 72 tahun adalah rentang waktu yang cukup panjang, Achmad Bakrie meninggal di Tokyo Jepang pada 15 Februari 1988, dan di makamkan di tempat pemakaman umum Karet, Jakarta. Sungguh banyak pengalaman, kenangan dan kesan tertinggal pada orang yang mengenalnya. Mereka itu bisa jadi keluarga dan saudaranya, pegawai di perusahaannya, sahabatnya, warga masyarakat, ataupu mereka yang mengetahui lewat berbagai sumber. Untaian kenangan dari berbagai sumber informasi berkisar tentang kedisiplinannya, kerja kerasnya, dan kejujuran serta keberhasilan sebagai kepala keluarga, pengusaha dan pribadi, kiat bisnis, kepeloporan, kemandirian, instuisi/visi, etika dan integritas, “human interest” fungsi sosial, refleksi keagamaan, kedermawanan, akhlak dan harta, olahraga dan pendidikan serta lain-lain. Kelangsungan perusahaan di teruskan oleh keempat anaknya.



G. Tantangan Usaha Achmad Bakrie Setelah Achmad Bakrie meninggal kemudian perusahaan di teruskan oleh putra pertamanya Aburizal Bakrie. Meski sekarang sudah menjadi usaha yang besar, bukan beraryi tidak ada rintangan yang di hadapi keluarga Bakrie. Masa sulit berat di alami Aburizal Bakrie terjadi saat menghadapi krisis moneter tahun 1997. Saat itu Grup Bakrie di ambang kebangkrutan. Untuk mengatasi kesulitan finansial yang membelit perusahaan saat itu, 55 persen saham keluarga Bakrie terpaksa di lepas sehingga menjadi tinggal 2,5 persen. Akhirnya setelah melalui kerja keras, Bakrie bisa bangkit kembali dan berbagai utang yang ada bisa di lunasi. Pada priode 2002-2012, masalah besar yang mendera kelompok usaha Bakrie adalah bencana semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Manajemen kelompok usaha Bakrie menganggap transformasi perusahaan belum final. Kelompok usaha ini akan terus berinovasi dan berkontribusi guna memberikan nilai tambah ekonomis serta sosial lebih besar bagi para semua pemangku kepentingan dan negara.