Proposal Penelitian Bidang Ilmu SPs 2019 (Andi Suhandi DKK) - Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROPOSAL



PENELITIAN BIDANG ILMU



PENGEMBANGAN CONCEPTUAL CHANGE LABORATORY (CCLab) BESERTA PERANGKATNYA UNTUK KONSTRUKSI DAN REKONSTRUKSI KONSEPSI PESERTA DIDIK SMA PADA MATAPELAJARAN FISIKA



Peneliti : Dr. Andi Suhandi, M. Si. (Ketua) Dr. Achmad Samsudin, M. Pd. (Anggota)



UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA



SEKOLAH PASCASARJANA



PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN FISIKA MARET, 2019 1



LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian



: Pengembangan Conceptual Change Laboratory (CCLab) Beserta Perangkatnya untuk Konstruksi dan Rekonstruksi Konsepsi Peserta Didik SMA Pada Matapelajaran Fisika Nama Ketua Peneliti : Dr. Andi Suhandi, S. Pd., M. Si. NIP. : 196908171994031003 Pangkat/Gol./Jabatan : Pembina Utama Muda/IV-c/Lektor Kepala Program Studi : Magister Pendidikan Fisika Alamat Rumah : RT 04 RW 04 Desa Keresek Kec. Cibatu Kab. Garut Telepon/HP/Faksimili/e-mail : 022-2004548/08157014263/022-2004548/ e-mail : [email protected] Nama Anggota Peneliti : No Nama dan Gelar



Bidang Keahlian



1



Dr. Achmad Samsudin , M. Pd.



Pendidikan Fisika



2



Yunina Surtiana, M. Pd.



Pendidikan Fisika



Jangka Waktu Penelitian Biaya yang diperlukan



Instansi Jur/Fak/PT Prodi Pendidikan Fisika/SPs/ UPI Mahasiswa S3 Prodi Pendidikan IPA Konsentrasi Fisika



: 8 Bulan : Rp. 40.000.000,Bandung 8 Maret 2019 Ketuan Tim Peneliti,



Mengetahui, Ketua Prodi S2 Pendidikan Fisika,



Dr. Taufik R. Ramalis, M. Si. NIP. 195904011986011001



Dr. Andi Suhandi, M. Si. NIP. 196908171994031003



Ketua LPPM,



Direktur Sekolah Pascasarjana,



Prof. Dr. H. Ahman, M. Pd. NIP. 195901041985031002



Prof. H. Yaya S. Kusumah, M. Sc., Ph. D. NIP. 195909221983031003 2



ABSTRAK PENELITIAN



Pemilikan konsepsi yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah di kalangan siswa seringkali dijumpai dalam matapelajaran fisika di tingkat SMA. Konsepsi yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah dikenal dengan istilah miskonsepsi. Miskonsepsi menghambat asimilasi pengetahuan baru di benak para peserta didik. Miskonsepsi sulit untuk disembuhkan karena peserta didik tidak menyadari adanya kekeliruan konsepsi di benak mereka. Perlu pendekatan dan strategi khusus untuk meremediasi keadaan miskonsepsi. Salah satu pendekatan yang sering digunakan untuk remediasi miskonsepsi adalah pendekatan pengubahan konsepsi (conceptual change approach). Sedangkan strategi yang sering digunakan dalam aktivitas conceptual change adalah strategi konflik kognitif. Implementasi pendekatan pengubahan konsepsi dengan strategi konflik kognitif biasanya dilaksanakan dalam dua modus pembelajaran, yaitu modus pembelajaran tatap muka di kelas dengan menggunakan Conceptual Change Oriented Instruction (CCOI) dan modus pembelajaran melalui teks menggunakan Conceptual Change Text (CCText). Selain modus pembelajaran tatap muka dikelas dan modus teks, dalam pembelajaran fisika dikenal satu modus pembelajaran lagi yaitu modus kegiatan laboratorium (praktikum). Sejauh ini aktivitas laboratorium telah banyak digunakan untuk kepentingan penanaman pemahaman konsep dan pembekalan berbagai keterampilan sains baik keterampilan berpikir maupun keterampilan proses sains. Kegiatan laboratorium perannya dapat diperluas untuk aktivitas conceptual change. Untuk implementasi aktivitas lab yang diorientasikan pada conceptual change diperlukan suatu model aktivitas lab yang sesuai. Dipandang tepat jika kemudian diberi istilah model conceptual change lab (CCLab). Kelebihan dari aktivitas laboratorium dibanding dengan aktivitas pembelajaran tatap muka di kelas dan aktivitas membaca teks adalah dalam hal luasnya kesempatan siswa untuk melakukan kegiatan eksplorasi dalam rangka konstruksi konsepsi ilmiah di benak.nya. Melalui aktivitas eksplorasi laboratorium, siswa dapat difasilitasi untuk menemukan kekeliruan konsepsi yang dimilikinya, sekaligus menemukan konsepsi ilmiah yang sesuai dengan konsepsi para ilmuwan untuk menggantinya. Untuk membangun model CCLab akan lebih tepat jika dilakukan melalui riset pengembangan. Penelitian pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan produk model CCLab yang valid dan teruji lengkap dengan perangkat pendukungnya. Untuk menguji keandalan produk model CCLab yang dihasilkan dalam memfasilitasi konstruksi dan rekonstruksi konsepsi di kalangan peserta didik maka selanjutnya produk model CCLab akan diuji coba penggunaannya dalam pembelajaran fisika di tingkat SMA. Metode ujicoba yang akan digunakan adalah metode eksperimen dengan subyek para peserta didik pada salah satu SMA di Jawa Barat. Untuk koleksi data yang dibutuhkan akan digunakan instrumen tes konsepsi dalam format four tier test. Keandalan produk model CCLab yang dihasilkan akan ditinjau dari berbagai aspek pengubahan konsepsi, diantaranya: remediasi miskonsepsi, kemajuan konsepsi peserta didik, level conceptual change dan konsistensi konsepsi ilmiah peserta didik.



3



DAFTARA ISI Halaman Lembar Pengesahan .........................................................................................2 Abstrak Penelitian...........................................................................................3 Daftar Isi...........................................................................................................4 Bab I. Pendahuluan...........................................................................................5 Bab II. Roadmap Penelitian............................................................................14 Bab III. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pikir Penelitian ...........................17 Bab IV. Metodologi Penelitian//.....................................................................31 Bab V. Jadwal penelitian................................................................................42 Daftar Pustaka.................................................................................................43 Pembiayaan.....................................................................................................45 Lampiran-Lampiran........................................................................................46



4



BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hingga saat ini penelitian tentang miskonsepsif masih dilakukan secara intensif oleh para peneliti di bidang pendidikan, termasuk bidang pendidikan Fisika di berbagai tingkatan. Penelitian tentang miskonsepsi difokuskan pada dua area, yaitu, area identifikasi miskonsepsi dan area remediasi miskonsepsi. Penelitian dalam area identifikasi miskonsepsi menghasilkan ragam instrumen untuk mengidentifikasi miskonsepsi, seperti tes konsepsi dalam format tes bertingkat dua (Sahin & Cepni, 2011), dalam format tes bertingkat tiga (Kirbulut dan Geban, 2014), dan dalam tes bertingkat empat (Gurel et al., 2015). Sedangkan penelitian dalam area remediasi miskonsepsi telah menghasilkan berbagai strategi untuk pembelajaran yang berorientasi pada perubahan konsepsi, seperti strategi konflik kognitif



(Madu & Orji, 2015),



strategi discrevant event (Ho dan Chin, 2009), dan strategi bridging analogy (Abak et al., 2001). Menurut literatur, banyak hal yang dapat menjadi sumber penyebab munculnya miskonsepsi, termasuk pra-konsepsi, pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, bahasa, budaya, guru, buku teks, dan pembelajaran (Cetin et al., 2015). Salah satu sumber penyebab miskonsepsi pada peserta didik adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas. Para peneliti menemukan berbagai miskonsepsi dalam fisika karena proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru tidak mendukung proses konstruksi konsepsi ilmiah dalam pikiran peserta didik. Miskonsepsi yang terjadi karena ketidaktepatan proses pembelajaran yang dilakukan guru disebut sebagai school-made misconception (Barke et al., 2009). School-Made misconception dapat diidentifikasi setelah proses pembelajaran fisika dilakukan. School-made misconceptions terutama terjadi pada konten fisika yang mengandung fenomena mikroskopis. Fenomena mikroskopis bersifat abstrak dan tidak bisa diobservasi oleh indera penglihatan. Oleh karena itu peluang terjadinya miskonsepsi pada peserta didik cukup besar jika proses pembelajaran yang dilakukan hanya mengandalkan metode informasi verbal tanpa menghadirkan media yang dapat memvisualisasikannya menjadi fenomena yang dapat diamati.



5



Dalam mata pelajaran fisika banyak sekali materi yang mengandung fenomena mikroskopis, seperti materi tentang kalor, teori kinetik gas, rangkaian listrik arus searah, magnet, dan lain-lain. Kuantitas fisik makroskopik ini terkait erat dengan fenomena mikroskopis, yaitu pergerakan elektron, atau kation atau molekul dalam bahan serta reaksi-reaksi kimia yang terjadi antar spesies tersebut. Meskipun fenomena ini tidak dapat langsung diobservasi, tetapi para peserta didik harus memahami mekanisme fisis dari fenomena mikroskopis ini karena erat kaitannya dengan fenomena makroskopis yang dapat diamati. Kegagalan dalam memahami fenomena mikro akan menghambat pada pemahaman yang baik terhadap fenomena makronya. Kegagalan ini juga yang akhirnya banyak menimbulkan miskonsepsi di benak para peserta didik. Hasil studi lapangan yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa masih cukup banyak peserta didik di SMA yang memiliki miskonsepsi pada berbagai konsep fisika. Beberapa peneliti lain juga telah menemukan miskonsepsi dalam beberapa konsep fisika, seperti: Kucukozer dan Kocakulah (2007) menemukan miskonsepsi pada peserta didik sekolah menengah terkait konsep fungsi baterai dalam rangkaian liatrik arus searah. Suhandi et al. (2017) menemukan miskonsepsi pada peserta didik sekolah menengah terkait konsep perubahan wujud zat. Aydin (2012) menemukan miskonsepsi pada siswa sekolah menengah terkait konsep optik geometri. Dan Sahin et al (2010) menemukan miskonsepsi pada siswa sekolah menengah terkait konsep fluida statis. Miskonsepsi tidak boleh dibiarkan tetap tertanam di benak peserta didik, karena sifatnya resisten terhadap masuknya konsep-konsep ilmiah dan peserta didik akan menolak menerima ide-ide baru (Hynd et al., 2015) dan mereka adalah hambatan bagi siswa dalam belajar dan memahami beberapa konsep dalam sains. Dalam fisika satu konsep dengan yang lain biasanya saling berhubungan, misalnya konsep tekanan berkaitan erat dengan konsep gaya, sehingga jika siswa memiliki konsepsi yang salah tentang konsep gaya, maka ia akan sulit memahami konsep tekanan dalam kedalaman. Kesalahpahaman adalah situasi yang sulit diubah, karena biasanya melekat di benak siswa dan mereka tidak sadar bahwa konsepsi yang mereka miliki tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah. Diperlukan pendekatan dan strategi khusus untuk melaksanakan remediasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan perubahan konseptual (CCA), sedangkan salah satu strategi yang 6



cukup banyak digunakan adalah strategi konflik kognitif. Pendekatan dan strategi ini dibuat berdasarkan teori konstruktivis. Menurut teori konstruktivis, siswa akan membangun konsepsi terkait dengan konsep melalui dua cara, yaitu cara asimilasi dan akomodasi (Cakir, 2008). Para peneliti yang telah menggunakan CCA dengan strategi konflik kognitif dalam pengajaran perbaikan fisika termasuk: Baser (2006), Kang et al. (2010), dan Madu & Orji (2015). Pengajaran secara khusus dilakukan dengan tujuan memulihkan kesalahpahaman yang terjadi pada siswa yang dikenal sebagai remedial teaching. Implementasi pengajaran remedial yang berorientasi pada pengubahan konseptual biasanya dilakukan melalui modus pembelajaran tatap muka di kelas dan modus teks. Untuk pengajaran remedial dengan modus pembelajaran tatap muka di kelas, sering digunkan model pembelajaran berorientasi perubahan konsepsi (model conceptual change oriented instruction = CCOI), sedangkan untuk pengajaran remedial dengan mode teks sering digunakan teks perubahan konseptual (Conceptual Change Text = CCText). Model CCOI dan CCText dikembangkan berdasarkan empat kondisi



yang



diperlukan



untuk



perubahan



konsepsi,



yaitu



ketidakpuasan



(dissatisfaction), mudah dipahami (intelligible), masuk akal (plausible), dan berguna (fruitful) (Hewson & Lemberger, 2000). Salah satu model CCOI yang sering digunakan untuk pengajaran remedial dengan modus pembelajaran tatap muka di kelas adalah enam-tahap conceptual change model (CCM) yang dirumuskan oleh Stepans, yang terdiri atas enam tahap proses pembelajaran sebagai berikut: 1) Fase pengungkapan konsepsi peserta didik, 2) Fase pengungkapan keyakinan konsepsi peserta didik, 3) Fase konfrotasi keyakinan konsepsi, 4) Fase akomodasi konsepsi baru, 5) Penguatan penguatan konsepsi, dan 6) Fase perluasan konsepsi (Stepans et al., 1999). Sedangkan bagian-bagian dari CCText yang sering digunakan mencakup: 1) bagian 1. Teks pengungkapan konsepsi awal peserta didik, 2) bagian 2. Teks konfrontasi konsepsi, 3) bagian3. Teks eksplanasi ilmiah, 4) bagian 4. Teks pernyataan perubahan konsepsi dan 5) bagian 5. teks pengungkapan konsepsi akhir peserta didik. Dalam matapelajaran fisika terdapat satu modus lagi aktivitas yang dapat digunakan untuk dalam pembelajaran, yaitu modus kegiatan laboratorium (praktikum). Dalam pembelajaran fisika kegiatan praktikum memiliki peran dalam menanamkan pemahaman konten fisika yang utuh dan membekalkan berbagai keterampilan, baik 7



keterampilan proses sains maupun keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOT skills). Untuk penanaman pemahaman konsep dan keterampilan proses sains dikenal model praktikum berbasis inkuiri (inquiry lab) sedangkan untuk membekalkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dikenal model praktikum berorientasi pemecahan masalah (problem solving lab) dan model praktikum berorientasi pembekalan keterampilan berpikir tinggi (HOT Lab). Kegiatan praktikum juga berpotensi digunakan untuk kegiatan yang dapat memfasilitasi proses perubahan konsepsi (conceptual change) di kalangan peserta didik, karena melalui kegiatan laboratorium juga dapat diimplementasikan empat kondisi untuk terjadinya perubahan konsepsi, yakni: dissatisfaction, intelligible, plausible, and fruitful. Keunggulan dari modus kegiatan laboratorium adalah para peserta didik dapat difasilitasi untuk mengkonstruksi dan mengubah konsepsi yang dimilikinya melalui kegiatan eksplorasi secara mendalam oleh mereka sendiri. Jadi pandangan konstruktivisme dapat benar-benar diterapkan. Sebagaimana dua modus pembelajaran fisika yang digunakan untuk pengubahan konsepsi yaitu modus pembelajaran tatap muka di kelas dan modus teks yang masing-masing diberi istilah CCOI dan CCText, maka untuk modus kegitan laboratorium



berorientasi pengubahan konsepsi juga perlu diberi istilah. Ada



pemikiran bahwa istilah yang tepat untuk itu adalah CCLab yang merupakan kependekan dari conceptual change laboratory, yang berarti kegiatan praktikum yang berorientasi pengubahan konsepsi peserta didik. Untuk implementasi modus kegiatan laboratorium dalam proses pengubahan konsepsi diperlukan sintaks atau tahapan kegiatan laboratorium yang mendukung. Melalui penelitian ini sintaks atau tahapan model CCLab beserta model lembar kerja peserta didik (LKPD) nya akan dikembangkan. Karena dalam pembelajaran fisika, kegiatan laboratorium merupakan salah satu kegiatan yang penting, maka model CCLab yang dapat memfasilitasi remediasi miskonsepsi yang terjadi di kalangan peserta didik dapat dijadikan alternatif yang dapat dipertimbangkan. Pengembangan model CCLab Penelitian UPI 2016-2020



(tahun 2019) yang



ini relevan dengan Renstra



mencakup beberapa program, di



antaranya adalah: 1) Pengembangan arah kebijakan penelitian universitas; 2) Pengembangan inovasi pembelajaran berbasis penelitian; 3) Peningkatan sarana dan 8



sumber belajar yang berorientasi penelitian; 4) Penyediaan dukungan fasilitas penelitian, publikasi internasional, dan pemerolehan HKI; dan 5) Pengembangan arah kebijakan dan program pengabdian kepada masyarakat berbasis inovasi dan hasil-hasil penelitian untuk pemberdayaan masyarakat. Pengembangan model CCLab ini merupakan perwujudan dari renstra penelitian nomor 2 yaitu “pengembangan inovasi pembelajaran berbasis penelitian”. Karena hasil-hasilnya dapat dipublikasikan dan didaftarkan di HKI maka kegiatan penelitian ini juga menunjang pada realisasi renstra nomor 4. Karena UPI merupakan perguruan tinggi yang bergerak dalam bidang pendidikan, maka riset-riset yang menghasilkan produk yang dapat menunjang pada peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan di berbagai level formal tentu akan menjadi target keunggulan. Berdasarkan paparan di atas, melalui



penelitian ini direncanakan akan



dilakukan riset pengembangan model aktivitas laboratorium (praktikum) yang diorientasikan pada perubahan konsepsi peserta didik ke arah pemilikan konsepsi ilmiah, yang diberi judul “Pengembangan model Conceptual Change Laboratory (CCLab) untuk konstruksi dan rekonstruksi peserta didik SMA dalam mata pelajaran Fisika”. Karena sepengetahuan peneliti hingga saat ini belum muncul dan dikenal istilah model CCLab di kalangan para pendidik mata pelajaran fisika khususnya dan para pendidik bidang sains umumnya, maka model CCLab yang dikembangkan dapat diklaim sebagai produk baru dan original dari kegiatan penelitian ini. B. Rumusan Masalah Atas dasar identifikasi masalah yang dipaparkan di atas, maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Apakah model conceptual change laboratory (CCLab) yang dikembangkan memiliki efektivitas yang tinggi dalam memfasilitasi terjadinya perubahan konsepsi para peserta didik SMA ke arah konsepsi yang ilmiah? Agar permasalahan penelitian ini lehih fokus dan spesifik, maka selanjutnya dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian, sebagai berikut: 1. Bagaimanakan karakteristik model CCLab yang dikembangkan untuk memfasilitasi terjadinya perubahan konsepsi di kalangan peserta didik?



9



2. Apakah penerapan produk model CCLab dalam pembelajaran fisika memiliki efektivitas yang tinggi dalam memfasilitasi terjadinya remediasi miskonsepsi di kalangan para peserta didik SMA? 3. Apakah penerapan produk model CCLab dalam pembelajaran fisika memiliki efektivitas yang tinggi dalam memfasilitasi para peserta didik SMA mencapai kemajuan konsepsi tipe berprogres dengan baik? 4. Apakah penerapan produk model CCLab dalam pembelajaran fisika memiliki efektivitas yang tinggi dalam memfasilitasi para peserta didik SMA mencapai perubahan konsepsi tipe konstruksi dan rekonstruksi? 5. Apakah penerapan produk model CCLab dalam pembelajaran fisika memiliki efektivitas yang tinggi dalam memfasilitasi para peserta didik SMA mencapai kekonsistenan konsepsi ilmiah? 6. Bagaimana tanggapan para peserta didik terhadap penerapan produk model CCLab dalam pembelajaran Fisika di tingkat SMA? C. Tujuan Penelitian Tuijuan yang ingin dicapai dari kegiatan penelitian pengembangan ini adalah: 1.



Menghasilkan produk model CClab lengkap dengan ciri karakteristiknya beserta sintaks dan perangkatnya yang valid dan teruji dalam memfasilitasi terjadinya perubahan konsepsi di kalangan para peserta didik SMA?



2.



Mendapatkan gambaran tentang efektivitas penerapan produk model CCLab dalam memfasilitasi terjadinya remediasi miskonsepsi di kalangan para peserta didik SMA.



3.



Mendapatkan gambaran tentang efektivitas penerapan produk model CCLab dalam memfasilitasi para peserta didik SMA mencapai kemajuan konsepsi tipe berprogres dengan baik.



4.



Mendapatkan gambaran tentang efektivitas penerapan produk model CCLab dalam memfasilitasi para peserta didik SMA mencapai perubahan konsepsi tipe konstruksi dan rekonstruksi.



5.



Mendapatkan gambaran tentang efektivitas penerapan produk model CCLab dalam memfasilitasi para peserta didik SMA mencapai kekonsistenan konsepsi ilmiah. 10



6.



Mendapatkan gambaran tentang tanggapan para peserta didik terhadap penerapan produk model CCLab dalam pembelajaran Fisika di tingkat SMA?



D.



Manfaat Penelitian Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-



besarnya terhadap perbaikan kualitas proses dan hasil pembejaran fisika di tingkat SMA, baik dari sisi teoretis maupun sisi praktis. 1.



Manfaat teoretis Produk conceptual change laboratory yang dihasilkan beserta teori-teori dan



konsep-konsep yang digunakan dalam proses pengembangannya dapat memperkaya khasanah model-model aktivitas laboratorium yang telah dikembangkan sebelumnya untuk pembelajaran Fisika yang berorientasi pada pengubahan konsepsi peserta didik. 2.



Manfaat Praktis Produk model conceptual change laboratory yang dikembangkan dapat



digunakan secara langsung oleh para guru mata pelajaran Fisika dalam pelaksanaan pembelajaran Fisika di SMA yang berorientasi pada pengubahan konsepsi peserta didik. E. Definisi Operasional Agar tidak terjadi kekeliruan dalam memahami setiap istilah dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini, dilakukan pendefinisian secara operasional terhadap istilah dan variabel-variabel penelitian sebagai berikut: 1.



Pengembangan didefinisikan sebagai kegiatan riset dan pengembangan (R & D) yang dilakukan untuk menghasilkan suatu produk yang valid dan teruji. Proses pengembangannya dilakukan dengan tahapan “rancang-buat-validasi-ujicoba implementasi” secara iterasi hingga diperoleh produk yang valid dan teruji.



2.



Conceptual change laboratory yang disingkat sebagai CCLab didefinisikan sebagai pola aktivitas dan konten kegiatan laboratorium yang dikonstruksi secara khusus dengan orientasi pada pengubahan konsepsi peserta didik menuju konsepsi ilmiah. Pola aktivitas kegiatan laboratorium yang diorientasikan pada perubahan konsepsi peserta didik tersebut dikonstruksi dengan berlandaskan pada empat kondisi untuk terjadinya pengubahan konsepsi peserta didik, yaitu: 11



1.



Dissatisfaction, 2.



intelligible, 3. plausible, dan 4. fruitful.



Untuk panduan



implementasinya, model CCLab yang dikembangkan juga akan dilengkapi dengan berbagai perangkat pendukung seperti lembar kerja peserta didik (LKPD), alat dan bahan praktikum serta berbagai instrumen evaluasi. 3.



Perubahan konsepsi (Conceptual Change) didefinisikan sebagai konstruksi dan rekonstruksi konsepsi ke arah konsepsi ilmiah yang diindikasikan oleh tiga ukuran perubahan konsepsi yaitu remediasi miskonsepsi, kemajuan konsepsi dan level perubahan konsepsi. Remediasi miskonsepsi, kemajuan konsepsi dan level perubahan konsepsi ditentukan berdasarkan data keadaan konsepsi siswa yang diidentifikasi melalui tes konsepsi dalam format four tier test.



4.



Kekonsistenan konsepsi didefinisikan sebagai keajegan konsepsi ilmiah yang telah diakomodasi peserta didik melalui aktivitas CCLab. Keajegan konsepsi ilmiah ditentukan berdasarkan keadaan konsepsi siswa yang diidentifikasi oleh tiga soal tes konsepsi yang berbeda tetapi ketiganya mengukur konsep yang sama.



F. Luaran Penelitian Luaran yang ditargetkan dari kegiatan penelitian ini adalah berupa model conceptual change laboratory (CCLab) lengkap dengan perangkatnya, seperti lembar kerja peserta didik (LKPD), peralatan praktikum dan instrumen evaluasi. Luaran lain yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah berupa publikasi ilmiah baik artikel yang disampaikan dalam forum ilmiah maupun yang diterbitkan pada jurnal internasional bereputasi, serta pemerolehan HKI untuk produk model CCLab yang dihasilkan. Target capaian penelitian secara lebih rinci ditunjukkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Rencana Target Capaian Tahunan No 1 2 3 4



Jenis Capaian Presenter pada seminar atau konferensi internasional Publikasi pada jurnal internasional bereputasi Produk model CCLab Hak Kekayaan Intelektual atas produk model CCLab



Indikator Capaian Sudah dilaksanakan dengan bukti sertifikat presenter dan accepted untuk diterbitkan pada prosiding terindeks scopus Submitted article pada jurnal terindeks scopus Q2 atau Q3 Dihasilkan sintaks model CCLab dan perangkatnya Tercatat di HKI



12



D. Urgensi Penelitian Penelitian ini urgen untuk dilakukan mengingat: (1) miskonsepsi peserta didik terhadap konsep-konsep fisika masih sering dijumpai di kalangan para peserta didik SMA; (2) Dalam proses remediasi miskonsepsi yang terjadi pada para siswa SMA perlu digunakan strategi dan pendekatan yang melibatkan secara aktif para siswa yang mengalami miskonsepsi tersebut; (3) Modus aktivitas laboratorium belum banyak digunakan dalam proses remediasi miskonsepsi yang terjadi pada para peserta didik di level SMA; (4) Dibutuhkan model kegiatan laboratorium yang diorientasikan pada perubahan konsepsi peserta didik mengarah pada pemilikan konsepsi ilmiah dan 5) Jika model kegiatan laboratorium berorientasi perubahan konsepsi ini dapat terwujud maka guru fisika memiliki banyak pilihan modus pembelajaran untuk keperluan remediasi miskonsepsi yang terjadi pada para peserta didik.



13



BAB II. ROADMAP PENELITIAN A. Road Map Penelitian Pada Prodi Pendidikan Fisika Sesuai dengan renstra UPI dan keilmuan bidang pendidikan fisika, maka telah dikembangkan roadmap untuk penelitian bidang Pendidikan Fisika pada Prodi Pendidikan Fisika FPMIPA/SPs UPI. Roadmap ini memberikan arah dan peta jalan penelitian bagi segenap dosen pendidikan untuk jangka waktu lima tahun ke depan. Tema besar dan aktivitas-aktivitas penelitian pada prodi Pendidikan Fisika adalah peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran fisika pada berbagai domainnya melalui pengembangan unsur-unsur pembelajaran fisika seperti: model, pendekatan, dan metode pembelajaran, bahan ajar, buku ajar, desain kegiatan laboratorium, media pembelajaran baik riil maupun virtual, instrumen asesmen dan evaluasi, teknologi pembelajaran dan lain sebagainya.



Kajian Keilmuan



Target penelitian



Metode Penelitian



Periode 2015 -2020 Pembelajaran/Pendidikan fisika dan unsur-unsur yang tercakup di dalamnya, yaitu: Guru, Siswa, Kurikulum, Model, Pendekatan, Metode, bahan ajar, Buku ajar, Media, Alat Evaluasi, Kegiatan Praktikum, Teknologi, beserta Perangkat-Perangkat pendukung Lainnya. Optimalisasi proses dan hasil pembelajaran fisika dalam berbagai domain melalui optimalisasi peran dan fungsi unsur-unsur pendukung pembelajaran, seperti model, pendekatan, metode, media, bahan ajar, aktivitas laboratorium, buku ajar, alat evaluasi, teknologi, dan lain-lain. Survey/Deskriptif Eksperimen Riset Pengembangan



Lingkup Penggunaan Teknologi pembelajaran



TIK



Pendidikan Menengah Atas



Pendidikan Tinggi



Berbagai Software dan Hardware



Peralatan Laboratorium



Urgensi Penelitian Peningkatan peran kegiatan laboratorium dalam menunjang aktivitas pembelajaran fisika di SMA Luaran Penelitian



Model, Pendekatan, Metode, Media, Bahan Ajar, Instrumen Asesmen dan Evaluasi, Model Kegiatan Laboratorium, Buku Ajar dan Teknologi Pembelajaran. Serta Publikasi Ilmiah dan Daftar HKI Gambar 2.1. Roadmap Penelitian pada Prodi Pendidikan Fisika FPMIPA/SPs UPI 14



Penelitian yang akan dilakukan tercakup dalam pengembangan dan pemanfaatan kegiatan laboratorium untuk mendukung proses pembelajaran fisika. B. Roadmap Penelitian Tentang Pemanfaatan dan Pengembangan Kegiatan Laboratorium Gambar 2.2. menunjukkan peta jalan penelitian dalam pemanfaatan dan pengembangan aktivitas laboratorium di prodi Pendidikan Fisika FPMIPA/SPs UPI.



Sebelum 2015



2015



2016



2017



2018



2019-2020



Pemanfaatan kegiatan laboratorium dalam pembelajaran Fisika SMA: Studi Eksperimen penggunaan model praktikum inkuiri dan problem solving dalam pembelajaran fisika di SMA baik praktikum riil maupun praktikum virtual



Pengembangan Model Praktikum: Riset dan pengembangan model praktikum: Model kontekstual laboratory (CTlab), Model Higher Order Thinking Laboratory (HOTLab), Model Virtual Higher Order Thinking Laboratory (Virtual HOTLab)



Penerapan Hasil Riset Pengembangan Laboratorium dan Pengembangan Model Kagiatan Laboratorium Baru: 1. Penerapan Model CTLab, Model HOTLab, Model Virtual HOTLab dalam pembelajaran fisika di SMA untuk membekalkan HOT-Skill. 2. Pengembangan Conceptual Change Laboratory (CCLab) Tersedia ragam pilihan modus untuk kegiatan pembelajaran fisika di SMA yang berorientasi pada perubahan konsepsi.



Gambar 2.2. Roadmap penelitian pengembangan buku ajar berbantuan Multirepresentasi pada Prodi Pendidikan Fisika 15



Dari Gambar 2.2. Tampak bahwa penelitian yang akan dilakukan ini berada pada jalur penerapan



model-model



kegiatan



laboratorium



hasil



pengembangan



dalam



pembelajaran fisika di tingkat SMA dan pengembangan model-model kegaiatan laboratorium baru untuk keperluan pembelajaran fisika yang lebih luas lagi seperti keperluan pengubahan konsepsi yang keliru. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari rangkaian penelitian yang telah dilakukan peneliti dengan fokus pengembangan modelmodel aktivitas laboratorium untuk kepentingan pembelajaran fisika di SMA. Penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dilakukan peneliti meliputi pengembangan dan penggunaan berbagai model kegiatan laboratotium inovatif dalam pembelajaran fisika di tingkat SMA, seperti: pengembangan dan penggunaan model contextual laboratory (CTLab), model higher order thinking laboratory (HOTLab), dan model virtual higher order thinking laboratory (Virtual-HOTLab). Beberapa hasil riset tersebut telah dipublikasikan pada berbagai proceeding dan jurnal internasional terindeks scopus yang dapat dilihat pada curiculum vitae peneliti.



16



BAB III. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR PENELITIAN A. Konsep, Konsepsi dan Miskonsepsi Konsep dalam fisika sebagian besar telah mempunyai arti yang jelas karena merupakan kesepakatan para fisikawan, tetapi tafsiran konsep fisika tersebut bisa berbeda-beda diantara satu peserta didik



dengan peserta didik



lainnya. Tafsiran



perorangan mengenai suatu konsep ini disebut konsepsi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep diartikan sebagai ide atau pengetahuan yang diabstraksikan dari suatu peristiwa kongkret. Konsep merupakan tanda verbal yang mewakili suatu fakta atau realita tertentu. Konsep juga dapat didefinisikan sebagai suatu medium yang menghubungkan subjek pikiran dan objek yang diketahui (kenyataan). Berdasarkan beberapa definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan suatu representasi abstrak tentang fakta atau realita tertentu (Suhandi & Samsudin, 2018). Setiap orang tentu akan memiliki penafsiran sendiri tentang suatu konsep. Penafsiran seseorang terhadap suatu konsep akan mungkin memiliki perbedaan dengan penafsiran orang lain terhadap konsep tersebut. Sebagai contoh, penafsiran seseorang terhadap konsep kehidupan akan berbeda dengan penafsiran orang lain pada konsep itu. Tafsiran atau deskripsi seseorang tentang suatu konsep disebut sebagai konsepsi. Walaupun dalam fisika, setiap konsep telah mempunyai deskripsi yang jelas secara ilmiah dan telah disepakati oleh para ilmuan fisika, tapi konsepsi peserta didik maupun pendidik bisa jadi akan berbeda-beda (Suhandi & Samsudin, 2018). Konsepsi dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam memahami konsep, baik yang diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan maupun



yang



diperoleh dari pendidikan formal. Dalam mengikuti pembelajaran di kelas, keadaan peserta didik tentu tidak seperti kertas kosong, namun telah memiliki konsepsi awal tentang suatu konsep yang diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan yang tentu tidak semuanya benar. Pemahaman awal peserta didik tentang suatu konsep ini disebut dengan prakonsepsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia



konsepsi berarti



pengertian, rancangan (cita-cita, dsb) yang telah ada di pikiran seseorang, konsepsi dapat terbentuk dari pengalaman untuk menafsirkan peristiwa atau fenomena alam lainnya, sehingga setiap saat seseorang akan terus membangun konsepsinya.



17



Jika konsepsi peserta didik sama dengan konsepsi fisikawan yang disederhanakan, maka konsepsi peserta didik tersebut tidak dapat dikatakan salah. Tetapi kalau konsepsi peserta didik sungguh-sungguh tidak sesuai dengan konsepsi para fisikawan, maka peserta didik tersebut dikatakan mengalami kekeliruan konsepsi atau sering disebut mengalami miskonsepsi. Miskonsepsi didefinisikan sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima karena tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah yang disepakati para ilmuwan. Miskonsepsi juga dapat diartikan sebagai keadaan yang memiliki pengertian yang tidak akurat terhadap suatu konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang keliru, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar (Suhandi & Samsudin, 2018). Miskonsepsi sulit untuk diubah, karena biasanya sudah melekat kuat di benak para peserta didik. Bahkan para peserta didik sendiri tidak menyadari akan miskonsepsi yang dimilikinya. Perlu strategi khusus untuk mengobati keadaan miskonsepsi hingga dapat sembuh dan berubah menjadi konsepsi ilmiah. Peserta didik meyakini kebenaran akan konsepsi yang mereka miliki, sekalipun konsepsi tersebut tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah (Hynd et al., 2015). Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk meremediasi miskonsepsi yang terjadi pada diri peserta didik adalah pendekatan pengubahan konsepsi (conceptual change approach). B. Teori Pengubahan Konsepsi (Conceptual Change Theory) Dalam teori perubahan konseptusi, pembelajaran dipandang sebagai proses di mana peserta didik mengatur kembali, menata ulang dan mengubah struktur konsepsi yang dimiliki untuk memahami konsepsi baru. Pembelajaran sains dipandang mempromosikan perubahan konsepsi dari ide-ide informal peserta didik ke ide-ide komunitas ilmiah. Inti dari teori perubahan konsepsi adalah pandangan konstruktivis tentang pembelajaran bahwa pengetahuan tidak dapat ditransmisikan dari satu orang ke orang lain tetapi harus secara aktif dibangun oleh peserta didik itu sendiri. Terdapat dua jenis perubahan konsepsi, yang dikenal sebagai asimilasi dan akomodasi. Ketika konsepsi baru tidak menimbulkan ketidakpuasan, konsepsi baru akan berasimilasi dengan konsepsi lama di benak peserta didik. Ketika konsepsi baru menyebabkan ketidakpuasan, maka peserta didik akan mempertimbangkan konsepsi 18



baru untuk mengganti konsepsi lama yang dimiliki. Jika konsepsi baru lebih masuk akal bagi peserta didik, maka akomodasi konsepsi baru akan terjadi. Hynd et al. (1997) telah menunjukkan bahwa perubahan konsepsi berlangsung secara sedikit demi sedikit dan bertahap. Perubahan konsepsi bukanlah proses cepat dan sederhana dimana siswa akan menghabiskan beberapa waktu dalam keadaan konsepsi yang tidak stabil, berosilasi antara konsepsi lama yang mereka miliki dengan konsepsi ilmiah baru yang diterima (Grayson, 2004). Duit dan Treagust (2003) melakukan penelitian tentang perubahan konsepsi dalam 3 dekade terakhir dan menemukan bahwa model perubahan konsepsi yang paling terkenal dalam pendidikan sains adalah yang diajukan oleh Posner, Strike, Hewson and Gertzog. Menurut model ini konflik konsepsi diperlukan untuk memulai perubahan konsepsi: Jika peserta didik tidak puas dengan konsepsi yang dimilikinya selama ini dan konsepsi penggantian yang diterima dapat dipahami, masuk akal dan berguna, proses akomodasi konsepsi baru akan terjadi (Duit & Treagust, 2003) Pandangan



klasik



tentang



perubahan



konsepsi



memegang



perspektif



konstruktivis individual dan menganggap bahwa belajar menrupakan aktivitas individu di mana peserta didik secara aktif menemukan dan membangun pengetahuan untuk dirinya sendiri. Pandangan yang lebih baru tentang perubahan konsepsi menganjurkan untuk memandang proses belajar sains dari dua perspektif konstruktivisme, yakni perspektif konstruktivisme individu dan perspektif konstruktivisme sosial (Driver, Asoko, Leach, Mortimer, & Scott, 1994). Konstruktivisme sosial memandang bahwa peserta didik perlu dilibatkan dalam praktik sains melalui interaksi sosial dan dukungan dari orang-orang yang lebih berpengalaman seperti guru. Menurut perspektif konstruktivisme individu, peserta didik harus secara aktif melibatkan diri mereka dalam pencarian makna pribadi dan konstruksi pengetahuan. Lee dan Kwon mengembangkan model proses konflik kognitif untuk menciptakan kondisi konflik kognitif, dengan cara menghadapkan peserta didik pada situasi anomali yang tidak sesuai dengan persepsinya dalam pembelajaran sains (seperti dikutip dalam Lee et. al, 2003). Model ini memiliki tiga tahap: pendahuluan, konflik dan resolusi. Tahap awal merupakan proses di mana seorang peserta didik yang telah memiliki keyakinan akan kebenaran konsepsi yang dimilikinya, menerima situasi yang bertentangan dengan konsepsinya. Pada tahap kedua, konflik kognitif terjadi ketika 19



peserta didik merasakan situasi yang tidak normal, mengekspresikan minat atau kecemasan tentang penyelesaian konflik kognitif yang dialaminya, dan terlibat dalam penilaian kognitif dari situasi yang dihadapinya. Pada tahap akhir, peserta didik akan menyelesaikan atau mengabaikan konflik kognitif yang terjadi di benaknya. C. Modus-Modus Penerapan Conceptual Change Theory Dalam pembelajaran sains dikenal beberapa modus pembelajaran, diantaranya modus pembelajaran tatap muka di kelas, modus teks dan modus kerja laboratorium. Hingga saat terdapat dua modus yang telah digunakan untuk pembelajaran berorientasi pengubahan konsepsi, yaitu modus pembelajaran tatap muka dan modus teks. Modus tatap muka di kelas telah banyak digunakan oleh para pendidik di berbagai bidang studi terutama di bidang pendidikan sains dan matematika. Untuk keperluan itu mereka telah membangun dan menerapkan model perubahan konsepsi. Sebagai contoh, pada tahun 1994, Stepan mengembangkan model kerja-konstruktivis yang diberi nama Conceptual Change Model (CCM). Model ini terdiri dari enam langkah proses pembelajaran berorientasi pengubahan konsepsi. Langkah pertama bertujuan membantu peserta didik menjadi sadar akan pemikiran mereka sendiri untuk membantu mereka berkomitmen pada masalah atau tantangan dan membuat prediksi untuk suatu hasil sebelum memulai kegiatan apa pun. Langkah kedua bertujuan membantu peserta didik mengekspos keyakinan mereka dan berbagi ide dengan teman sekelas sebelum menguji ide-ide ini. Langkah ketiga bertujuan membantu peserta didik menghadapi ide-ide mereka dengan mengujinya dalam kelompok-kelompok kecil. Langkah keempat bertujuan membantu peserta didik mendapat manfaat dari diskusi kelas untuk mengakomodasi konsepsi baru dan menyelesaikan konflik yang ada. Langkah kelima bertujuan membantu peserta didik memperluas konsepsi dengan membuat hubungan antara konsep yang telah mereka pelajari di kelas dan konsep dan gagasan terkait lainnya. Terakhir, langkah keenam bertujuan membantu peserta didik melampaui konsepsinya melalui mengejar ide-ide baru terkait dengan konsep yang telah mereka pelajari di kelas (Stepans, 1994; 2011). Menurut Stepans, model ini merupakan model berbasis penelitian yang dapat digunakan oleh banyak peneliti dan guru. Selain itu, model kerja ini menyarankan untuk membangun lingkungan pembelajaran kooperatif yang menggunakan berbagai 20



sumber data dengan cara yang dapat mendorong peserta didik untuk mengkonfrontasi prakonsepsi yang dimilikinya, bekerja untuk mengakomodasi konsepsi baru dan mengembangkan keterampilan metakognitif (Stepans, 2011). Modus teks juga telah banyak digunakan untuk pengajaran remedial yang berorientasi pengubahan konsepsi. Teks perubahan konsepsi (conceptual change text) atau CCText, merupakan strategi perubahan konsepsi yang dapat digunakan untuk meremediasi miskonsepsi yang dialami peserta didik melalui aktivitas membaca (Guzzetti et.al, 1993; Hynd, McWhorter, Phares & Suttles, 1994; Chambers & Andre, 1997; Kim & Van Dunsen, 1998). CCText merupakan teks yang mengidentifikasi dan menganalisis, sekaigus mengkonfrontasi miskonsepsi yang dimiliki peserta didik dalam pikiran mereka. Kelebihan dari modus teks dibanding modus tatap muka adalah dalam hal penggunaan waktu. Salah satu kendala yang dihadapi pendidik dalam melaksanakan kegiatan pengajaran remedial adalah keterbatasan waktu yang tersedia jika dilakukan secara tatap muka di kelas. Teks adalah satuan lingual yang dimediakan secara tulis atau lisan dengan tata organisasi tertentu untuk mengungkapkan makna secara kontekstual. Terdapat berbagai jenis teks yang biasa digunakan dalam bahan bacaan, antara lain: teks deskripsi, teks diskusi, teks eksplanasi, teks eksposisi, teks narasi, teks negosiasi, teks prosedural dan lain-lain. Teks yang dikonstruksi untuk kepentingan pengubahan konsepsi dikenal sebagai teks pengubahan konsepsi atau conceptual change text (disingkat CCText). Karena CCText merupakan tipe teks yang sengaja dikembangkan untuk pengajaran remedial yang berorientasi remediasi miskonsepsi yang dialami para peserta didik, maka dalam strukturnya harus mengandung empat kondisi untuk terjadi perubahan konsepsi dan enam tahap model pengubahan konsepsi (CCM). Sebagai sebuah teks, CCText dapat



dibangun dari perpaduan jenis-jenis teks yang ada, seperti teks



eksplanasi, teks diskusi dan teks prosedural. Beberapa peneliti telah menguji keefektifan penggunaan CCText dalam pengajaran remedial Fisika, seperti: Suhandi et al. (2017) menguji kefektifan CCText dalam pengajaran remedial konsep mendidih, Aydin (2012) menguji potensi CCText dalam pembelajaran materi optik geometri, Sahin et al. (2010) menguji keefektifan penggunaan CCText dalam pembelajaran materi tekanan fluida. Semua temuan penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan teks perubahan konsepsi dalam 21



pembelajaran fisika dapat meningkatkan akuisisi peserta didik terhadap konsepsi ilmiah dan alat yang efektif untuk meningkatkan pemahaman peserta didik. D. Peran Kegiatan Laboratorium dalam Pembelajaran Fisika Dalam konteks pembelajaran fisika, kegiatan praktikum dapat mengambil fungsi, peran dan positioning yang berbeda-beda, seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.1 (Suhandi dan Utari, 2018) Tabel 3.1. Peran, posisi dan pelaksanaan kegiatan praktikum dalam pembelajaran Fisika No



Peran



Posisi



Pelaksanaan



1



Memverifikasi Informasi



Terpisah dari pembelajaran tatap muka di kelas



Di laboratorium setelah pelaksanaan pembelajaran tatap muka



2



Metode Pembelajaran Fisika



Tercakup dalam pembelajaran tatap muka di kelas



Di kelas pada sesi kegiatan inti pembelajaran



3



Menguatkan dan mengayakan pemahaman materi fisika dan pembekalan keterampilan berpikir tingkat tinggi



Terpisah dari pembelajaran tatap muka di kelas



Di laboratorium setelah pelaksanaan pembelajaran tatap muka



Karena peran dan orientasi dari kegiatan praktikum dalam pembelajaran fisika dapat berbeda-beda, maka desain isi dan aktivitas kegiatan praktikum juga akan berbeda-beda. Desain kegiatan praktikum untuk tujuan memverifikasi informasi akan berbeda dengan desain kegiatan praktikum untuk tujuan kegiatan penemuan dalam pembelajaran Fisika, demikian juga dengan desain kegiatan praktikum untuk tujuan pembekalan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Karena desain kegiatan dan orientasinya berbeda-beda, maka kompetensi yang dapat dibangun oleh setiap desain praktikum juga akan berbeda-beda. Beberapa



22



kompetensi hasil pembelajaran Fisika yang dapat dibangun melalui kegiatan praktikum antara lain: (Suhandi & Utari, 2018) (1) membangkitkan dan mempertahankan minat, sikap, kepuasan, keterbukaan dan rasa ingin tahu dalam sains; (2) mengembangkan pemikiran kreatif dan kemampuan pemecahan masalah; (3) mempromosikan aspek pemikiran ilmiah dan metode ilmiah (misalnya: merumuskan hipotesis dan membuat asumsi); (4) mengembangkan pemahaman konseptual dan kemampuan intelektual; (5)



mengembangkan



kemampuan



bereksperimen



(misalnya:



merancang



dan



melaksanakan penyelidikan, melakukan pengamatan dan pengukuran, perekaman data, serta menganalisis dan menafsirkan hasil pengukuran); (6) menumbuhkan keterampilan inkuiri sains yang dapat ditransfer dalam pemecahan masalah bidang lain; (7) membantu siswa menghargai dan meniru peran para ilmuwan; dan (8) membantu siswa memahami sifat tentatif dari teori dan model ilmiah. E. Perubahan Konsepsi Melalui Aktivitas Laboratorium Sebagaimana telah dipaparkan pada bagian D, bahwa kegiatan praktikum dapat membangun kompetensi peserta didik dalam mengembangkan pemahaman konseptual dan kemampuan intelektual. Pemahaman konseptual termasuk di dalamnya mengkonstruksi dan merekonstruksi konsepsi. Rekonstruksi konsepsi erat kaitannya dengan pengubahan konsepsi atau conceptual change. Oleh sebab itu peran kegiatan laboratorium (praktikum) dapat diperluas untuk memfasilitasi proses rekonstruksi konsepsi atau pengubahan konsepsi yang terjadi pada diri peserta didik. Ketika praktikum digunakan untuk keperluan pengubahan konsepsi, maka label yang pas untuk diberikan adalah conceptual change laboratory (CCLab). F. Ukuran-Ukuran Perubahan Konsepsi Menurut Suhandi dan Samsudin (2018) Terdapat empat ukuran penting dari perubahan konsepsi, yaitu: 1) remediasi miskonsepsi, 2) konsistensi konsepsi ilmiah, 3) kemajuan konsepsi dan 4) level of conceptual change.



23



1. Remediasi Miskonsepsi Remediasi miskonsepsi didefinisikan sebagai penyembuhan miskonsepsi melalui penerapan suatu strategi pembelajaran yang relevan. Seorang peserta didik yang mengalami miskonsepsi dapat diremediasi sehingga konsepsi yang dimilikinya menjadi konsepsi yang ilmiah yaitu konsepsi yang sesuai dengan pandangan para ilmuwan. Untuk mengidentifikasi terjadinya remediasi miskonsepsi setelah dilakukan suatu treatmen yang berorientasi pengubahan konsepsi, maka perlu dilakukan identifikasi keadaan konsepsi peserta didik pada saat sebelum dan sesudah pelaksanaan pengajaran remedial. Bagan alur remediasi miskonsepsi ditunjukan pada Gambar 3.1. Tidak Teremediasi



Miskonsepsi



Miskonsepsi



Treatment Teremediasi



Konsepsi Ilmiah



Gambar 3.1. Alur remediasi miskonsepsi Untuk identifikasi keadaan konsepsi peserta didik pada saat sebelum dan sesudah dilakukan treatment, dapat digunakan tes konsepsi seperti yang telah dipaparkan pada bagian buku ini sebelumnya. 2. Konsistensi Konsepsi Ilmiah Hal yang penting dalam perubahan konsepsi adalah kekonsistenan konsepsi ilmiah yang telah diadopsi peserta didik. Karena tidak ada artinya jika perubahan konsepsi yang terjadi pada peserta didik tidak bertahan lama. Mestinya konsepsi ilmiah yang sudah diakomodasi peserta didik sebagai pengganti dari konsepsi yang keliru (miskonsepsi) dapat bertahan lama bahkan tertanam secara permanen di benak peserta didik. Selain itu juga perlu dipastikan bahwa peserta didik telah benar-benar telah memiliki konsepsi ilmiah di benaknya yang ajeg dan konsisten. Kadang-kadang pada saat dihadapkan pada suatu persoalan konsepsi, peserta didik menunjukkan pemilikan 24



konsepsi ilmiah, akan tetapi ketika dihadapkan pada persoalan konsepsi serupa dalam bentuk lain tampak konsepsinya tidak ilmiah lagi. Jika itu terjadi, maka dapat dikatakan bahwa peserta didik tersebut tidak memiliki kekonsistenan atau keajegan konsepsi ilmiah. Untuk memastikan bahwa konsepsi ilmiah sudah benar-benar dimiliki para peserta didik secara ajeg, maka dapat dilakukan dengan cara menghadapkan pada tiga persoalan konsepsi serupa dalam bentuk yang berbeda. Berdasarkan hasil identifikasi konsepsi peserta didik dengan tiga persoalan serupa tersebut, selanjutnya dapat dibuat pengkategorian kekonsistenan konsepsi ilmiah seperti ditunjukkan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Kategori kekonsistenan konsepsi ilmiah No



Keadaan Konsepsi Persoalan 1



Persoalan 2



Persoalan 3



1



Konsepsi ilmiah



Konsepsi ilmiah



Konsepsi ilmiah



2



Konsepsi ilmiah Konsepsi ilmiah Miskonsepsi



Konsepsi ilmiah Miskonsepsi



Miskonsepsi



3



Miskonsepsi



Konsepsi ilmiah Miskonsepsi



Konsepsi ilmiah Konsepsi ilmiah Konsepsi ilmiah



Memiliki kekonsistenan konsepsi ilmiah Kurang memiliki kekonsistenan konsepsi ilmiah



Tidak memiliki kekonsistenan konsepsi ilmiah



3. Kemajuan Konsepsi (Conceptual Progression) Kemajuan konsepsi (conceptual progression) erat kaitannya dengan perubahan konsepsi (conceptual change) yang terjadi pada diri peserta didik selama mengikuti pembelajaran reguler atau pembelajaran remedial yang berorientasi pengubahan konsepsi.



Kemajuan konsepsi menggambarkan suatu rangkaian yang bersambung



mengenai bagaimana konsepsi seorang peserta didik berubah ke arah yang lebih ilmiah dari waktu ke waktu.



Kemajuan konsepsi melukiskan kemajuan (progres)



konsepsi yang dimiliki peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran. Gambaran conceptual progression yang terjadi pada diri peserta didik sangat berguna bagi guru antara lain untuk: 1) menilai kebermaknaan proses pembelajaran yang dilaksanakan; 2)



25



menentukan tindakan lebih lanjut atas kecenderungan perkembangan konsepsi yang ditemui; dan 3) memantau progres konsepsi peserta didik selama proses pembelajaran. Berdasarkan kecenderungan kemajuan konsepsi



dari keadaan sebelum



pembelajaran, ke keadaan dalam proses pembelajaran, lalu ke keadaan setelah pembelajaran, maka terdapat tipe-tipe conceptual progression yang dapat digunakan untuk menggambarkan kemajuan konsepsi yang terjadi pada diri peserta didik, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Tipe-tipe conceptual progression dikaitkan dengan pola perubahan konsepsi selama pembelajaran No



1 2



Pola Perubahan Konsepsi Sebelum pembelajaran Sesuai konsepsi ilmiah



Proses pembelajaran Sesuai konsepsi ilmiah



Miskonsepsi



Sesuai konsepsi ilmiah Miskonsepsi Sesuai konsepsi ilmiah Tidak memiliki konsepsi



Tidak memiliki konsepsi



3



4



Miskonsepsi



Setelah pembelajaran Sesuai konsepsi ilmiah



Sesuai Konsepsi ilmiah



Miskonsepsi



Miskonsepsi



Tidak memiliki Tidak memiliki konsepsi konsepsi Sesuai konsepsi Miskonsepsi ilmiah



Tidak memiliki konsepsi Miskonsepsi



Tipe Conceptual Progression Tipe I : Konsisten dengan konsepsi ilmiah Tipe II: Berprogres dengan baik



Tipe III: Tidak berprogres Tipe IV: mengalami degradasi



4. Levels of Conceptual Change Jika terhadap peserta didik diberikan suatu perlakuan pembelajaran tertentu, maka berbagai kemungkinan akan terjadi dalam perubahan konsepsinya. Mungkin konsepsinya tetap (tidak berubah), mungkin berubah ke arah yang lebih scientific dan mungkin berubah kearah yang tidak scientific. Dan karena keadaan awal konsepsi peserta didik juga bervariasi, ada yang benar-benar kosong dalam arti tidak memiliki konsepsi awal, ada yang sudah memiliki konsepsi awal yang ilmiah dan ada yang telah memiliki konsepsi



yang awal tetapi tidak ilmiah, maka bentuk-bentuk perubahan 26



konsepsi yang terjadi juga akan bervariasi. Sehubungan dengan hal tersebut untuk melabeli bentuk-bentuk



perubahan konsepsi yang terjadi dari keadaan sebelum



pembelajaran ke setelah pembelajaran, diperkenalkan istilah level of conceptual change yang bisa diterjemahkan sebagai tingkat perubahan konsepsi. Tingkat perubahan konsepsi



merupakan tingkatan yang menggambarkan



bentuk perubahan konsepsi yang terjadi pada peserta didik dari keadaan awal sebelum proses pembelajaran ke keadaan akhir setelah pembelajaran. Tingkat perubahan konsepsi dibagi menjadi beberapa kategori, sebagai berikut: 1) memiliki konsepsi ilmiah sejak awal (KISA), 2) statis (ST), 3) disorientasi (DO), 4) revisi (rekonstruksi) (RK) dan 5) konstruksi (KT).



Konsepsi ilmiah sejak awal merupakan tingkat



perubahan konsepsi dimana peserta didik menunjukkan pemilikan konsepsi ilmiah baik pada saat sebelum maupun pada setelah pelaksanaan pembelajaran. Statis merupakan tingkat perubahan konsepsi dimana peserta didik menunjukkan pemilikan konsepsi yang tetap (tidak berubah) antara sebelum dan sesudah pembelajaran, misalnya tetap miskonsepsi atau tetap tidak memiliki konsepsi. Disorientasi merupakan tingkat perubahan konsepsi dimana konsepsi peserta didik berubah kearah yang lebih tidak ilmiah antara sebelum dan sesudah pembelajaran, misalnya dari berubah dari keadaan konsepsi ilmiah menjadi keadaan miskonsepsi. Revisi atau rekonstruksi merupakan tingkat perubahan konsepsi dimana konsepsi peserta didik berubah keadaan miskonsepsi ke keadaan konsepsi ilmiah Sedangkan konstruksi



dari sebelum ke setelah pembelajaran.



merupakan tingkat perubahan konsepsi



dimana konsepsi



peserta didik berubah dari keadaan tidak memiliki konsepsi ke keadaan konsepsi ilmiah dari sebelum ke setelah pembelajaran. Untuk mengetahui tingkat perubahan konsepsi



yang dicapai peserta didik,



maka terlebih dahulu harus dilakukan identifikasi keadaan konsepsi para peserta didik pada saat sebelum dan saat sesudah pembelajaran, yang biasanya dilakukan dengan cara memberikan tes konsepsi kepada para peserta didik. Berdasarkan perubahan konsepsi peserta didik dari saat sebelum ke sesudah pembelajaran, selanjutnya dapat ditentukan tingkat perubahan konsepsi seperti ditunjukkan pada Tabel 3.4.



27



Tabel 3.4. Pedoman penentuan tingkat perubahan konsepsi Keadaan konsepsi sebelum pembelajaran Konsepsi Ilmiah



Keadaan konsepsi setelah pembelajaran Konsepsi Ilmiah



Miskonsepsi



Miskonsepsi



Kategori tingkat perubahan konsepsi Konsepsi ilmiah sejak awal Statis



Tidak memiliki konsepsi



Tidak memiliki konsepsi



Statis



Miskonsepsi



Konsepsi Ilmiah



Rekonstruksi



Tidak memiliki konsepsi



Konsepsi Ilmiah



Konstruksi



Konsepsi Ilmiah



Miskonsepsi



Disorientasi



G. Kerangka Pikir Penelitian Kerangka pikir penelitian untuk pengembangan model kegiatan laboratorium berorientasi pengubahan konsepsi peserta didik (model CCLab), secara bagan ditunjukkan pada Gambar 3.2.



28



Menurut standar kompetensi lulusan (SKL) mata pelajaran fisika tingkat SMA, setelah mengikuti pembelajaran fisika para peserta didik memiliki pemahaman yang utuh tentang fisika. Ini menyiratkan peserta didik harus terbebas dari kekeliruan konsepsi atau yang sering disebut keadaan miskonsepsiu Bila Masih ditemukan keadaan miskonsepsi fisika di kalangan peserta didik, perlu dilakukan kegiatan remediasi untuk mengubah konsepsi yang keliru menjadi konsepsi ilmiah Bisa dilakukan melalui modus Tatap muka dikelas menggunakan model CCOI



Kegiatan lab (Praktikum)



Teks menggunakan CCText



Perlu dikembangkan model kegiatan lab berorientasi pengubahan konsepsi (CCLab) Perlu didukung LKPD dan perangkat lainnya Settingnya Rill-CCLab atau VirtualCCLab



Peserta didik memiliki pemahaman konsep secara utuh dan terbebas dari miskonsepsi fisika



Gambar 3.2. Bagan kerangka pikir penelitian pengembangan model CCLab



29



H. Studi Pendahuluan yang Telah Dilakukan Tentang Pengembangan Kegiatan Laboratorium Studi pendahuluan yang telah dilakukan adalah berupa analisis kebutuhan model CCLab melalui studi kebijakan pemerintah dari berbagai peraturan menteri terkait, studi lapangan (field study) dan studi literatur. Studi literatur berupa kajian tentang konsepsi dan model mental; pendekatan pengubahan konsepsi (conceptual change approarch); strategi konflik kognitif; Conceptual change models (CCM); Conceptual change text (CCText); dan model-model praktikum fisika. Need assessment yang telah dilakukan berupa pengumpulan informasi melalui survey keadaan konsepsi peserta didik SMA, studi dokumentasi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dikembangkan para guru fisika SMA, observasi pelaksanaan pembelajaran fisika untuk mengamati penanaman pemahaman konsep, dan observasi kegiatan laboratorium yang diselenggarakan di SMA. Penelitian lain yang sejenis dengan penelitian yang diusulkan yang telah dilakukan tim peneliti antara lain pengembangan contextual laboratory (Contextual Lab), pengembangan inquiry laboratory (Inquiry Lab), pengembangan problem solving laboratory (Problem Solving Lab), dan pengembangan higher order thinking skill laboratory (HOTS Lab). Pengembangan model CCLab merupakan perluasan peran dari kegiatan laboratorium untuk kepentingan remediasi miskonsepsi.



30



BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN



A. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam rangka pengembangan model CCLab untuk panduan aktivitas kegiatan laboratorium berorientasi pengubahan konsepsi peserta didik SMA. Pengembangan ini dilandasi oleh adanya kebutuhan akan model CCLab sebagai alternatif modus untuk pembelajaran fisika berorientasi pengubahan konsepsi peserta didik. Proses pengembangan ini dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan antara lain tahapan studi pendahuluan untuk melakukan analisis kebutuhan; kemudian tahap studi literatur untuk menentukan isi dan tahapan model CCLab yang tepat sesuai kebutuhan; lalu tahap perancangan model CCLab yang difokuskan pada perancangan tahapan kegiatan, konten pada setiap tahap, serta aktivitas-aktivitas pada setiap tahapan yang diwujudkan dalam rancangan lembar kerja peserta didik (LKPD), serta instrumen evaluasi yang mendukung pada pencapaian kemajuan konsepsi tipe berprogres dengan baik; dan tahap konstruksi LKPD CCLab berdasarkan rancangan yang telah dibuat, tahap validasi ahli, dan tahap uji implementasi CCLab yang dikembangkan dalam kegiatan laboratorium fisika di tingkat SMA. Sesuai dengan fokus dan tahapan penelitian yang dilakukan maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode research and development (R & D) yang dirumuskan oleh Borg & Gall (2003) yang meliputi tahapan: analisis kebutuhan, pengembangan produk (perancangan, pembuatan, dan validasi produk), uji coba lapangan dari produk yang dihasilkan, dan penyempurnaan produk atas dasar hasil uji coba lapangan. Bagan alur penelitian ditunjukkan pada Gambar 4.1.



31



Analisis Kebutuhan (Need Assesment) Studi kebijakan pemerintah tentang standar isi, standar proses dan standar kompetensi pada kurikulum 2013 tingkat SMA untuk Matapelajaran Fisika Identifikasi keadaan konsepsi peserta didik SMA Studi literatur modus-modus pembelajaran fisika berorientasi remediasi miskonsepsi Studi literatur penggunaan modus kegiatan laboratorium untuk pembelajaran fisika berorientasi perubahan konsepsi



Pengembangan produk (product development) Perancangan CCLab Pembuatan Tahapan model CCLab dan LKPD sesuai hasil rancangan Validasi ahli (expert judgement) produk CCLab Uji coba lapangan penggunaan CCLab dalam skala terbatas Revisi produk CCLab berdasarkan hasil validasi ahli Perancangan dan validasi instrumen penelitian



Uji coba lapangan (field testing)



Revisi produk (Product revision)



Uji penggunaan produk CCLab dalam skala terbatas



Revisi produk CCLab berdasarkan rekomentasi hasil uji implementasi



Gambaran efektivitas produk CCLab dalam meremediasi miskonsepsi, memfasilitasi pencapaian kemajuan konsepsi dalam tipe berprogres dengan baik memfasilitasi pencapaian level conceptual change konstruksi dan rekonstruksi



Produk CCLab yang valid dan teruji



Gambar 4.1. Model pengembangan produk CCLab yang digunakan dalam penelitian



Rincian keseluruhan tahapan kegiatan penelitian pengembangan ini dapat diuraikan sebagai berikut: 32



1. Tahap Studi Pendahuluan (Analisis Kebutuhan) Tahap ini dilakukan dengan metode survey, dengan tujuan melakukan analisis kebutuhan untuk pengembangan model CClab dengan kegiatan mencakup: 1) studi kebijakan untuk mendapatkan gambaran tentang tuntutan ideal standar isi, standar proses dan standar kompetensi pembelajaran fisika menurut kurikulum 2013 melalui studi dokumentasi peraturan-peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan dan dokumen lain yang relevan; 2) studi lapangan untuk mengidentifikasi keadaan konsepsi fisika para siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran reguler dengan gurunya dan untuk



mendapatkan



gambaran



praktik-praktik



pembelajaran



fisika



yang



diselenggarakan guru, dengan cara observasi pelaksanaan perbelajaran dan studi dokumentasi SAP dan silabus perkuliahan yang dibuat guru; dan 3) studi literatur untuk mendapatkan gambaran tentang model-model, metode-metode dan pendekatanpendekatan pembelajaran fisika yang berorientasi pengubahan konsepsi yang terjadi pada para siswa. Fokus kegiatan pada tahap analisis kebutuhan ini adalah pengumpulan informasi-informasi yang berkaitan tuntutan ideal kompetensi hasil pembelajaran fisika yang telah ditetapkan dalam kurikulum 2013 dan kenyataan di lapangan terkait keadaan konsepsi para siswa dan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru di sekolah. Dari kedua informasi ini dapat diidentifikasi masalah yang dialami oleh para siswa dalam hal pencapaian penguasaan konsep. Selain itu kegiatan ini juga difokuskan pada pengumpulan berbagai informasi dan hasil-hasil penelitian relevan untuk menentukan kebutuhan yang harus dipenuhi dalam rangka pengubahan konsepsi para siswa yang mengalami masalah. 2. Tahap Pengembangan Produk Model CCLab Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan, yaitu perancangan produk model CCLab dan LKPDnya, pembuatan produk model CCLab beserta LKPDnya, validasi ahli produk model CCLab beserta LKPDnya, revisi model CCLab beserta LKPDnya berdasarkan saran dan masukan ahli, serta pembuatan, validasi dan ujicoba instrumen penelitian. Kegiatan perancangan model CCLab didasarkan pada hasil analisis kebutuhan (need assesment), kondisi objektif lapangan, hasil-hasil kajian literatur yang relevan, dan analisis kebijakan pemerintah. Perancangan model CCLab difokuskan 33



pada perancangan tahapan (sintaks) dan isi model CCLab. Tahapan (sintaks) model CCLab akan dirancang dengan berdasarkan pada empat kondisi untuk terjadi perubahan konsepsi dan dipadukan pendekatan conceptual change dan strategi konflik kognitif. Perancangan aktivitas kegiatan CCLab akan difokuskan pada perancangan lembar kerja peserta didik (LKPD) yang dapat memfasilitasi terjadinya pengubahan konsepsi melalui kegiatan praktikum. Sedangkan rancangan konten untuk kegiatan CCLab adalah konten-konten fisika yang mengandung fenomena mikroskopis yang sering dipahami secara keliru oleh para siswa. Tahap pembuatan produk model CCLab difokuskan pada realisasi rancangan produk model CCLab beserta LKPDnya yang telah dibuat. Jumlah LKPD yang dibuat disesuaikan dengan jumlah konsep yang akan ditinjau. Di samping itu juga dilakukan pembuatan perangkat pendukung aktivitas laboratorium lainnya untuk menunjang kelancaran kegiatan laboratorium yang akan dilaksanakan. Tahap validasi produk model CCLab difokuskan pada penilaian untuk mendapatkan saran perbaikan produk model CClab yang telah dibuat dari para ahli. Obyek penilaian meliputi berbagai aspek, baik aspek sintaks, konten maupun aktivitasnya, serta LKPD, terutatama kesesuaian dengan tujuan kegiatan yaitu pengubahan konsepsi peserta didik. Validasi produk akan dilakukan oleh minimal tiga orang validator ahli yang berasal dari perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi pendidikan Fisika. Validasi juga dilakukan terhadap instrumen penelitian. 3. Tahap Uji coba Lapangan Produk Model CCLab Tahap ujicoba lapangan dari produk model CCLab dan LKPD yang telah dibuat dan divalidasi akan dilakukan dalam skala terbatas. Uji terbatas akan dilakukan terhadap subyek sejumlah peserta didik SMA pada salah satu SMA di Jawa Barat, yang mengalami miskonsepsi dalam konsep-konsep Fisika. Dari ujicoba lapangan



ini



diharapkan diperoleh gambaran efektivitas model CCLab yang dikembangkan dalam memfasilitasi terjadinya remediasi miskonsepsi. Pelaksanaan ujicoba lapangan terbatas penggunaan produk model CCLab akan dilakukan dengan menggunakan metode pre-eksperiment dengan desain one group pretest-posttest. Dengan desain ini, pada saat sebelum Merencakan Buku guru



fisika hasil Digunakan pengembang- untuk memandu guru an



proses pembelajaran fisika



Digunakan untuk memandu 34 guru



Penanaman dan sesudah diberikan perlakuansikap/nilai Melaksanakan religi, proses pembekalan berorientasi pembelajaran literasi saintifik fisika dan pelatihan keterampilan abad 21



(intervensi) berupa kegiatan laboratorium dengan model CCLab yang dikembangkan, terhadap subyek dilakukan tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) untuk mengidentifikasi



keadaan konsepsi peserta didik pada saat sebelum dan sesudah



mengikuti aktivitas CCLab.



Desain one group pretest-posttest ditunjukkan pada



Gambar 4.2.



Pre test



Perlakuan



O1



X



Posttest O1, O2



Gambar 4.2. Desain ujicoba lapangan terbatas penggunaan model CCLab Hasil pengembangan Disini O1 adalah tes konsepsi, O2 adalah identifikasi sikap peserta didik terhadap penggunaan CCLab dan X adalah perlakuan berupa aktivitas model CCLab.



B. Prosedur dan Tahapan Penelitian Secara garis besar prosedur penelitian terdiri dari analsisis kebutuhan, pengembangan produk model CCLab, ujicoba lapangan penggunaan model CCLab, dan revisi model CCLab atas dasar feedback hasil ujicoba lapangan. Prosedur penelitian ditunjukkan pada Gambar 4.3.



35



Prosedur Analsisis Kebutuhan



Pengembang an produk model CCLab



Ujicoba lapangan penggunaan model CCLab



Revisi/ penyempur naan model CCLab



Output



Lokasi



Data relevansi RPP dengan kur 2013, implementasi kur 2013, ketersediaan buku guru, kualitas buku guru, tuntutan standar isi, proses dan kompetensi kur 2013



SMA di Jabar, SPs UPI



Produk model CCLab yang telah divalidasi oleh ahli dan disempurnakan berdasarkan masukan para ahli



SMA di Jabar, SPs UPI



Gambaran efektivitas model CCLab dalam memfasilitasi pengubahan konsepsi di kalangan peserta didik



SMA di Jawa Barat, SPs UPI



Produk model CCLab yang telah direvisi, valid dan teruji



SPs UPI



Indikator capaian Diperoleh data obyektif terkait output analisis kebutuhan



Diperoleh data obyektif tentang produk CCLab dan hasil validasi ahli serta revisi produk model CCLab berdasar masukan para ahli



Diperoleh data komprehensif terkait output ujicoba lapangan model CCLab, artikelartikel untuk publikasi ilmiah internasional



Dihasilkan produk model CCLab dan terdaftar di HKI



Gambar 4.3. Diagram Alir Penelitian



C. Instrumen Penelitian Teknik pengumpulan data dan instrumen yang digunakan dalam keseluruhan kegiatan penelitian dan pengembangan ditunjukkan pada Tabel 4.1. Jenis instrumen dan teknik pengumpulan data dikembangkan mengacu pada desain penelitian dan pengembangan.



36



Tabel 4.1. Jenis data, sumber data dan bentuk instrumen yang akan digunakan No 1



2



2



Tahap penelitian Analsis Kebutuhan)



Perancangan dan pembuatan model CCLab dan perangkatnya uji coba lapangan skala terbatas/ penyempurnaa n produk CCLab



Jenis data



Sumber data



Bentuk instrumen



Keadaan konsepsi peserta didik SMA



Peserta didik



Tes konsepsi fisika dalam format four tier test Lembar observasi kegaiatan pembelajaran



Proses pembelajaran fisika di SMA



Guru dan peserta didik



Hasil validasi ahli



Ahli



Lembar validasi produk CCLab beserta perangkatnya



Keterlaksanaan model CCLab



Guru dan Peserta didik



Lembar observasi keterlaksanaan model CCLab



Tanggapan peserta didik terhadap penggunaan produk model CCLab Remediasi miskonsepsi



Peserta didik



Skala sikap



Peserta didik



Kemajuan konsepsi



Peserta didik



Level conceptual change



Peserta didik



Tes konsepsi dalam format four tier test Tes konsepsi four tier test Tes konsepsi four tier test



D. Teknik Pengolahan dan Analsis Data Data yang diperoleh dari ujicoba implementasi produk CCLab meliputi data hasil tes konsepsi fisika peserta didik serta data tanggapan peserta didik terhadap penggunaan model CCLab yang dikembangkan. Sebagian besar data yang diperoleh berupa data kuantitatif. 1. Penentuan Keadaan Konsepsi Peserta Didik Berdasarkan Data Hasil Tes Konsepsi Keadaan konsepsi peserta didik akan ditentukan berdasarkan data hasil tes konsepsi dalam format four tier test dengan ketentuan seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 4.2 (Gurel et al., 2017) . 37



Tier 1



Tabel 4.2. Kategori konsepsi peserta didik berdasarkan data hasil four-tier test Tier 2 Tier 3 Tier 4 Keadaan Konsepsi



Benar



Yakin



Benar



Yakin



Konsepsi ilmiah



Benar



Yakin



Benar



TidakYakin



Tidak memiliki Konsepsi



Benar



Tidak Yakin



Benar



Yakin



Tidak memiliki Konsepsi



Benar



Tidak Yakin



Benar



Tidak Yakin



Tidak memiliki Konsepsi



Benar



Yakin



Salah



Yakin



Miskonsepsi



Benar



Yakin



Salah



Tidak Yakin



Tidak memiliki Konsepsi



Benar



Tidak Yakin



Salah



Yakin



Tidak memiliki Konsepsi



Benar



Tidak Yakin



Salah



Tidak Yakin



Tidak memiliki Konsepsi



Salah



Yakin



Benar



Yakin



Miskonsepsi



Salah



Yakin



Benar



TidakYakin



Tidak memiliki Konsepsi



Salah



Tidak Yakin



Benar



Yakin



Tidak memiliki Konsepsi



Salah



Tidak Yakin



Benar



Tidak Yakin



Tidak memiliki Konsepsi



Salah



Yakin



Salah



Yakin



Miskonsepsi



Salah



Yakin



Salah



Tidak Yakin



Tidak memiliki Konsepsi



Salah



Tidak Yakin



Salah



Yakin



Tidak memiliki Konsepsi



Salah



Tidak Yakin



Salah



Tidak Yakin



Tidak memiliki Konsepsi



2. Analisis Data Efektivitas Penggunaan Model CCLab dalam Memfasilitasi Perubahan Konsepsi Pada Para Peserta Didik SMA Efektivitas penggunaan model CCLab dalam memfasilitasi perubahan konsepsi di kalangan para peserta didik SMA akan ditinjau dari tiga aspek perubahan konsepsi yaitu: 1) efektivitas model CCLab dalam meremediasi miskonsepsi, 2) efektivitas model CCLab dalam memfasilitasi pencapaian kemajuan konsepsi tipe berprogres dengan baik, dan 3) efektivitas model CCLab dalam memfasilitasi pencapaian perubahan konsepsi level konstruksi dan rekonstruksi. Efektivitas model CCLab dalam meremediasi miskonsepsi peserta didik ditentukan berdasarkan jumlah siswa yang remediasinya teremediasi setelah mengikuti aktivitas CCLab yang diselenggarakan guru dengan ketentuan seperti pada Tabel 4.3. (Suhandi dan Wibowo, 2012) 38



Tabel 4.3. Kriteria efektivitas penggunaan CCLab dalam meremediasi Miskonsepsi para peserta didik SMA Kriteria Efektivitas Tinggi



Jumlah peserta didik (N) yang miskonsepsinya teremediasi N75%



Sedang



50% N