(PU-Pendapat Atas Eksepsi) PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEJAKSAAN NEGERI DEPOK Jalan Boulevard Raya, Kota Kembang, Pancoran Mas, Depok, Jatimulya, Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat 16431



“UNTUK KEADILAN”



PENDAPAT ATAS NAMA TERDAKWA SYAIFUL BAHRI ALS BAPUNG BIN MUH SUBAN



JAKSA PENUNTUT UMUM Nindya Noviani, S.H Nidya Ari Andini, S.H. Gerlien Tampilang, S.H Safina Rahmaniar Wanaputri, S.H.



DAFTAR ISI



I. II.



PENDAHULUAN PENDAPAT JAKSA PENUNTUT UMUM 1. SURAT DAKWAAN BATAL DEMI HUKUM a. Surat Dakwaan Tidak Cermat b. Surat Dakwaan Tidak Jelas c. Surat Dakwaan Tidak Lengkap



III.



KESIMPULAN



BAB I PENDAHULUAN



Majelis Hakim yang mulia, Tim Penasehat Hukum, Dan TERDAKWA yang kami hormati Serta peserta sidang yang kami muliakan.



Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga persidangan perkara atas nama TERDAKWA SYAIFUL BAHRI sampai hari ini terlaksana dengan baik dan tertib, tanpa kendala suatu apapun. Semoga ini dapat berlangsung sampai selesainya persidangan.



Telah menjadi bukti nyata di persidangan ini bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dengan menempatkan Hak Asasi Manusia secara layak sebagaimana lazimnya dalam Negara Hukum.



Kami sampaikan ucapan terima kasih kepada Majelis Hakim yang telah memberi kesempatan melaksanakan kewenangan untuk mengajukan pendapat sebagaimana diatur dalam pasal 156 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 kepada kami, Penuntut Umum, untuk menanggapi Nota Keberatan atau Eksepsi yang diajukan oleh Penasihat Hukum TERDAKWA. Terima kasih pula kami sampaikan kepada Penasihat Hukum TERDAKWA yang telah menanggapi Dakwaan dengan Nota Keberatan tertanggal 11 Februari 2019.



Kesempatan itu telah dimanfaatkan oleh TERDAKWA melalui Penasihat Hukum TERDAKWA dan kini kesempatan yang sama telah pula diberikan kepada kami guna menyampaikan pendapat dalam rangka menanggapi nota keberatan (eksepsi) tersebut.



Sebagai bahan yang diperlukan guna menanggapi nota keberatan (eksepsi) tersebut, perlu kiranya menguraikan secara singkat beberapa hal yang berkaitan erat dengan syarat dan kewenangan penuntutan, dakwaan, serta eksepsi sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan perundang-undangan lainnya, dengan maksud dan tujuan agar kita semua selaku aparat penegak hukum senantiasa bertindak diatas landasan hukum yang tepat.



Menurut Asas Dominus Litis, bahwa Penuntut Umum adalah satu-satunya aparat yang oleh undang-undang diberikan wewenang untuk melakukan penuntutan sesuai dengan : 1. Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia: a. Pasal 8 ayat (2) berbunyi : “Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Jaksa bertindak untuk dan atas nama Negara serta bertanggung jawab menurut saluran hierarki”; b. Pasal 8 ayat (3) berbunyi : “Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Jaksa melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah”. 2. Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana: a. Pasal 1 angka 6 huruf b; b. Pasal 14 huruf g; c. Pasal 137; d. Pasal 140 ayat (1); e. Pasal 143 ayat (1) dan (2) Telah mengatur secara lengkap mengenai kewenangan Penuntut Umum. 3. Putusan Mahkamah Agung Nomor : 96/K/Kr/1960 tanggal 3 Januari 1961, menyatakan : “Siapakah yang harus dituntut tergantung dari Jaksa yang bersangkutan, hal



mana



merupakan



suatu



kebijaksanaan



penuntutan,



yang



dipertanggungjawabkan kepada atasannya oleh Jaksa tersebut”. 4. Putusan Mahkamah Agung Nomor : 241/K/Kr/1957 tanggal 14 Januari 1958 menyatakan :



“Tentang mengajukan seseorang di muka pengadilan atau tidak adalah melulu tergantung kepada kebijaksanaan Penuntut Umum.”



Pendapat yang kami sampaikan ini tidak akan menanggapi Nota Keberatan atau Eksepsi Penasihat Hukum yang menulis tentang opini, karena suatu opini tidak mempunyai nilai yuridis untuk dibahas dalam perkara ini. Sebelum menanggapi Nota Keberatan Penasihat Hukum TERDAKWA, kami kemukakan terlebih dahulu ketentuan yang mengatur keberatan terhadap suatu dakwaan sesuai pasal 156 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang mengatur: “Dalam hal TERDAKWA atau Penasihat Hukum mengajukan keberatan bahwa Pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya, Hakim



mempertimbangkan



keberatan



tersebut



untuk



selanjutnya



mengambil keputusan.”



Berdasarkan pasal 156 ayat (1) di atas, Penasihat Hukum dapat mengajukan poin - poin keberatan terkait hal- hal sebagai berikut : 1. Bahwa surat dakwaan batal demi hukum ketika tidak sesuai dengan ketentuan pasal 143 ayat (2) huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengenai syarat materiil yang meliputi: a. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai Unsur Tindak Pidana yang didakwakan; b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai isi Surat Dakwaan tersebut



Bahwa keberatan-keberatan dalam Nota Keberatan Penasihat Hukum telah ditentukan secara limitatif, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana selain dari alasan-alasan di atas bukan merupakan alasan keberatan.



BAB II TANGGAPAN JAKSA PENUNTUT UMUM



Majelis Hakim yang mulia, Yang Terhormat Sdr. TERDAKWA dan Penasihat Hukum yang kami hormati, Serta sidang yang kami muliakan.



Setelah membaca uraian Nota Keberatan Penasihat Hukum TERDAKWA dengan seksama, kami, Penuntut Umum, mengajukan pendapat atas Nota Keberatan Penasihat Hukum TERDAKWA. Kemudian, untuk kemudahan seluruh pihak dalam membaca dan memahami dengan baik Pendapat atas Nota Keberatan, maka kami membagi pendapat ini ke dalam bentuk dan susunan sebagai berikut :



1. SURAT



DAKWAAN



BATAL



DEMI



HUKUM



(OBSCUURUM



LIBELLUM): A. TIDAK CERMAT; B. TIDAK JELAS; dan C. TIDAK LENGKAP.



Setelah membaca uraian Nota Keberatan Penasihat Hukum Terdakwa dengan seksama, kami, Penuntut Umum, mengajukan pendapat sebagai berikut:



1. SURAT DAKWAAN TIDAK DAPAT DITERIMA



SURAT DAKWAAN BATAL DEMI HUKUM (Obscuurum Libellum)



Bahwa sebelum menanggapi keberatan yang diajukan oleh Penasihat Hukum TERDAKWA mengenai surat dakwaan tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap, maka perlu diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan surat dakwaan yang cermat, jelas, dan lengkap. Berdasarkan Pasal 143 ayat (2) huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), surat dakwaan haruslah berisi:



“Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.” Bahwa berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/J.A/11/1993 tanggal 16 November 1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan yang dimaksud dengan surat dakwaan yang cermat, jelas, dan lengkap adalah: “Uraian secara cermat, berarti menuntut ketelitian Penuntut Umum dalam mempersiapkan Surat Dakwaan yang akan diterapkan bagi TERDAKWA. Dengan menempatkan kata "cermat" paling depan dari rumusan pasal 143 (2) huruf b KUHAP, pembuat Undang-Undang menghendaki agar Jaksa Penuntut Umum dalam membuat Surat Dakwaan selalu bersikap korek dan teliti. Uraian secara jelas, berarti uraian kejadian atau fakta kejadian yang jelas dalam Surat Dakwaan, sehingga TERDAKWA dengan mudah memahami apa yang didakwakan terhadap dirinya dan dapat mempersiapkan pembelaan dengan sebaik-baiknya. Uraian secara lengkap, berarti Surat Dakwaan itu memuat semua unsur (elemen) Tindak Pidana yang didakwakan. Unsur-unsur tersebut harus terlukis di dalam uraian fakta kejadian yang dituangkan dalam Surat Dakwaan. Secara materiil suatu Surat Dakwaan dipandang telah memenuhi syarat apabila Surat Dakwaan tersebut telah memberi gambaran secara bulat dan utuh tentang: 1) Tindak Pidana yang dilakukan, 2) Siapa yang melakukan Tindak Pidana tersebut; 3) Dimana Tindak Pidana dilakukan; 4) Bilamana/kapan Tindak Pidana dilakukan; 5) Bagaimana Tindak Pidana tersebut dilakukan; 6) Akibat apa yang ditimbulkan Tindak Pidana tersebut (delik materiil);



7) Apakah yang mendorong TERDAKWA melakukan Tindak Pidana tersebut (delik-delik materiil); 8) Ketentuan-ketentuan Pidana yang diterapkan” Sedangkan menurut pendapat Lilik Mulyadi S.H, M.H. di dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Pidana, Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan Peradilan, surat dakwaan yang tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu : “Pertama, apabila ditinjau dari pendapat/doktrin maka pengertian cermat dimaksudkan



surat



dakwaan



dibuat



dengan



penuh



ketelitian



dan



ketidaksembarangan serta hati-hati disertai suatu ketajaman dan keteguhan, kemudian jelas berarti tidak menimbulkan kekaburan atau keraguan-raguan serta serba terang dan tidak perlu ditafsirkan lagi, sedangkan lengkap berarti komplit atau cukup yang dimaksudkan tidak ada fakta-fakta yang tertinggal.” (Lilik M : 1996) Kemudian apabila kita mengkaji menurut makna gramatikal dari kamus umum bahasa Indonesia yang disusun oleh W.J.S. Poerwadarminta, hlm. 202, 410 dan 587, yang dimaksudkan dengan kata cermat, jelas dan lengkap, yaitu: a. Cermat berarti seksama, teliti, dan dengan penuh perhatian. b. Jelas berarti terang, nyata, dan tegas. c.



Lengkap berarti genap (tidak ada kekurangan dalam arti komplit).



A.



SURAT DAKWAAN TIDAK CERMAT Bahwa dalam nota keberatannya, Penasihat Hukum mengartikan syarat



"cermat" surat dakwaan adalah ketelitian Penuntut Umum dalam mempersiapkan Surat Dakwaan dengan memuat uraian yang didasarkan pada ketentuan pidana terkait, tanpa adanya kekurangan atau kekeliruan yang menyebabkan Surat



Dakwaan batal demi hukum atau dapat dibatalkan atau dinyatakan tidak dapat diterima.



Mengenai keberatan Penasihat Hukum bahwa Penuntut Umum telah tidak cermat dalam menyusun Surat Dakwaan dengan alasan sebagai berikut : “Yang kami maksud dengan ketidakcermatan Saudara Penuntut Umum adalah dalam menerapkan ajaran penyertaan terhadap Daderschap atau Pelaku yang dalam Surat Dakwaan ini teruntuk kepada Saudara SYAIFUL BAHRI. Daderschap tidak memerlukan ajaran penyertaan, karena seorang tersebut memiliki kualitas pelaku. Ajaran penyertaan hanya dapat diterapkan kepada seorang yang justru tidak mempunyai kualitas pelaku (Daderschap) agar seorang tersebut dapat dipertanggungjawabkan pidana. Sehingga daripada itu Saudara Penuntut Umum telah tidak cermat menjunctokan pasal 351 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan pasal 55 ayat (1) Kitab UndangUndang Hukum Pidana dalam Surat Dakwaan kepada Saudara SYAIFUL BAHRI yang sebenarnya tidak memerlukan ajaran penyertaan untuk dimintai pertanggungjawaban pidana.” “Berdasarkan uraian fakta dan penjelasan dari beberapa teori tersebut di atas, Saudara Penuntut Umum telah keliru dalam memahami konsep penyertaan sebagai strafausdehnungsgrund (dasar perluasan pertanggungjawaban pidana). Maka dapat diketahui bahwa Pasal 55 ayat (1) ke-1 tidak perlu digunakan dalam mendakwa Saudara SYAIFUL BAHRI. Karena apabila seseorang sudah memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam anasir pasal tindak pidana tersebut, seseorang telah memenuhi kualitas sebagai pelaku atau daderschap. Maka tidak diperlukan lagi ajaran penyertaan dalam meminta pertanggung jawaban pidana seorang daderschap, hal ini sejalan dengan Noyon-Langemeijer dan Utrecht. Sehingga terdapat ketidakcermatan oleh Saudara Penuntut Umum dalam menyusun Surat Dakwaan terhadap Saudara SYAIFUL BAHRI.”



Mengenai keberatan penasihat hukum tentang Penuntut Umum Tidak Cermat dalam mendakwakan TERDAKWA, senyatanya Tim Penasehat Hukum menurut pandangan Penuntut Umum belum memiliki kemampuan untuk memahami teori penyertaan dalam tindak pidana.



Sebelum membahas mengenai penyertaan disini kami selaku Penuntut Umum yang merupakan bagian dari pemerintahan merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (1) menyatakan “Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan”. Sehingga disini Penuntut Umum akan menjelaskan kembali mengenai Syarat Cermat Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SEJA NO.004/11/1993 tanggal 16 Nopember 1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan diterangkan mengenai Syarat Materiil Surat Dakwaan, sebagai berikut : “1) Cermat Uraian yang didasarkan kepada ketentuan pidana terkait, tanpa adanya kekurangan/kekeliruan yang menyebabkan Surat Dakwaan batal demi hukum atau dapat dibatalkan atau dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvanklijk verklaard). Dalam hal ini dituntut sikap yang korek terhadap keseluruhan materi Surat Dakwaan.



Kecermatan, kejelasan dan kelengkapan uraian waktu dan tempat Tindak Pidana guna memenuhi syarat-syarat yang berhubungan dengan waktu : 1. Berlakunya ketentuan perundang-undangan pidana (pasal 1 KUHP); 2. Ketentuan tentang recidive (pasal 486 s/d 488 KUHP); 3. Pengajuan alibi oleh terdakwa/penasehat hukum; 4. Kepastian tentang batas usia (dewasa/belum); 5. Keadaan-keadaan yang memberatkan (misalnya malam hari, pasal 363 KUHP); 6. Dapat tidaknya terdakwa dipidana (misalnya keadaan perang, pasal 123 KUHP);



Selanjutnya yang berhubungan dengan tempat: 1. Kompetensi relatif pengadilan (pasal 137, 148 dan 84 KUHAP);



2. Ruang lingkup berlakunya Undang-undang Pidana (pasal 2 s/d 9 KUHP); 3. Unsur delik, seperti dimuka umum (pasal 154, 156,156a, 160 KUHP).



Secara materiil suatu Surat Dakwaan dipandang telah memenuhi syarat apabila Surat Dakwaan tersebut telah memberi gambaran secara bulat dan utuh tentang: 1) Tindak Pidana yang dilakukan, 2) Siapa yang melakukan Tindak Pidana tersebut; 3) Dimana Tindak Pidana dilakukan; 4) Bilamana/kapan Tindak Pidana dilakukan; 5) Bagaimana Tindak Pidana tersebut dilakukan; 6) Akibat apa yang ditimbulkan Tindak Pidana tersebut (delik materiil); 7) Apakah yang mendorong TERDAKWA melakukan Tindak Pidana tersebut (delik-delik materiil); 8) Ketentuan-ketentuan Pidana yang diterapkan”



Bahwa mengenai Keberatan Penasihat Hukum tentang Tidak Cermat-nya Surat Dakwaan yang Penuntut Umum susun, Penuntut Umum berpendapat sebagai berikut :



Menurut Kanter yang dimaksudkan dengan istilah penyertaan ialah bahwa ada dua orang atau lebih melakukan suatu tindak pidana atau dengan lain perkataan ada dua atau lebih mengambil bahagian untuk mewujudkan suatu tindak pidana. Secara luas dapat disebutkan bahwa seseorang turut serta ambil dalam hubungannya dengan orang lain, untuk mewujudkan suatu tindak pidana, mungkin jauh sebelum terjadinya (misalnya: merencanakan), sebelum terjadinya (misalnya: menyuruh atau menggerakan untuk melakukan, memberikan keterangan dan sebagainya), pada saat terjadinya (misalnya: turut serta, bersama-sama melakukan atau seseorang itu dibantu oleh orang lain) atau setelah terjadinya suatu tindak pidana (menyembunyikan perilaku atau hasil tindak pidana pelaku).



Menurut Van Hamel dianggap ada persoalan pelaku peserta (turut serta melakukan) bilamana tiap-tiap pelaku serta adalah petindak sesuai dengan rumusan delik. Bahwa selanjutnya Van Hamel berpendapat, pelaku turut serta itu tidak perlulah merupakan pembuat yang melakukan suatu perbuatan yang penuh.



Menurut Hoge Raad, mengenai penyertaan ialah walaupun pada seseorang (yang sudah turut melakukan tindakan pelaksanaan) tiada memenuhi unsur keadaan pribadi dari pelaku tetapi di dalam bekerjasama ia mengetahui adanya keadaan pribadi tersebut pada pelaku dengan siapa ia bekerjasama, maka orang itu adalah seorang pelaku peserta (Arrest HR 21 Juni 1926 W. 11541)



Bahwa menurut Arrest Hoge Raad tertanggal 29 Oktober 1934, ditentukan ukuran untuk dapat mengatakan bahwa bentuk turut-serta yang bersangkutan adalah “turut melakukan”, yaitu terdapat dua unsur-unsur turut melakukan yaitu, adanya kerjasama yang diinsyafi (bewuste samenwerking) antara para peserta dan para peserta telah bersama melaksanakan (gezamenlijke uitvoering)



Bahwa menurut Hazewinkel-Suringa, kerjasama yang begitu sempurna dan erat itu tidak perlu dijanjikan atau direncanakan para peserta terlebih dahulu, cukuplah ada saling mengerti, yaitu pada saat perbuatan-perbuatan tersebut dilakukan ada kerjasama yang sempurna dan erat yang ditujukan pada satu tujuan yang sama. Yang mana jika kerjasama tersebut diwujudkan secara diam-diam, lalu terwujud, maka harus disimpulkan telah adanya keturutsertaan secara diam-diam atau sukzessive mittaterschaft.



Bahwa sebagaimana yang dikatakan Jan Remmelink, bahwa tidak adanya ‘Kualifikasi Tertentu’ pada seorang yang turut melakukan. Selanjutnya beliau mengatakan, seorang medepleger tidak disyaratkan untuk secara tuntas memenuhi semua unsur delik. Tindak pelaksanaan delik tidak seluruhnya harus diwujudkan oleh turut pelaku (medepleger)



Selain itu, Pasal 55 ayat 1 ke-l KUHP merumuskan "dihukum sebagai pelaku tindak pidana, orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan.” Dari elemen pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tersebut, yang dibahas hanyalah elemen yang relevan dengan surat dakwaan, yaitu elemen "turut serta" yang di dalam surat dakwaan dikonstruksikan dengan istilah bersamasama.



Bahwa dengan konstruksi dakwaan bersama-sama, maka TERDAKWA dengan pihak SYAIFUL BAHRI termasuk dalam elemen "turut serta" melakukan perbuatan, karena terdapat kerjasama antara pelaku peserta yang satu dengan pelaku peserta yang lain sampai selesainya perbuatan. Dalam hal ini, TERDAKWA SYAIFUL BAHRI bekerja sama dengan SAKSI MUHAMMAD FIKRI dan SAKSI ANAK NUGROHO RAMADHAN. Sehingga di sini Penuntut Umum telah cermat dalam men-junctokan pasal dakwaan TERDAKWA dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.



Bahwa di dalam surat dakwaan yang Penuntut Umum susun, telah kami uraikan secara cermat uraian kejadian yang menunjukkan keturutsertaan TERDAKWA dalam peristiwa pidana yang terjadi, yang kami uraikan beberapa bagiannya sebagai berikut : -



Bahwa kemudian TERDAKWA SYAIFUL BAHRI, Saksi MUHAMMAD FIKRI, dan Saksi anak NUGROHO RAMADHAN berkumpul di Warung Kopi Kuburan Jabon Parung, Jawa Barat, pada hari Jumat tanggal 7 Desember 2018 dan berencana untuk melakukan balas dendam dengan menyerang balik anggota gangster Sugutamu.



-



Bahwa TERDAKWA SYAIFUL BAHRI, Saksi MUHAMMAD FIKRI, dan Saksi anak NUGROHO RAMADHAN berinisiatif memantau gerak gerik gangster Sugutamu dengan berpatroli menggunakan motor ke daerah kekuasaan gangster Sugutamu di Jalan Juanda guna mengetahui waktu yang tepat untuk melakukan penyerangan terhadap gangster Sugutamu.



-



Bahwa dari hasil pemantauan tersebut, akhirnya TERDAKWA SYAIFUL BAHRI, Saksi MUHAMMAD FIKRI, dan Saksi anak NUGROHO



RAMADHAN memutuskan untuk melakukan penyerangan terhadap gangster Sugutamu pada hari Minggu tanggal 15 Desember 2018 jam 22.00 WIB di “Bengkel Bang Utrecht” yang berlokasi di Jl. Ir H. Juanda, Bakti Jaya, Sukmajaya, Depok yang merupakan markas gangster Sugutamu. -



Bahwa pada hari Rabu tanggal 12 Desember 2018, TERDAKWA SYAIFUL BAHRI, Saksi MUHAMMAD FIKRI, dan Saksi anak NUGROHO RAMADHAN berkumpul di Warung Kopi Kuburan Jabon untuk menyusun rencana penyerbuan terhadap gangster Sugutamu.



-



Bahwa pada hari Kamis tanggal 13 Desember 2018, TERDAKWA SYAIFUL BAHRI, Saksi MUHAMMAD FIKRI, dan Saksi anak NUGROHO RAMADHAN kembali berkumpul di Warung Kopi Kuburan Jabon untuk meminjam 2 (dua) buah celurit dari ANDI seorang penjaga kuburan di TPU Kampung Jabon.



-



Bahwa TERDAKWA SYAIFUL BAHRI, Saksi MUHAMMAD FIKRI, dan Saksi anak NUGROHO mengetahui bahwa ANDI penjaga kuburan di TPU Kampung Jabon memiliki celurit yang biasa digunakan untuk memotong rumput-rumput di sekitar kuburan di TPU Kampung Jabon.



-



Bahwa ketika meminjam 2 (dua) buah celurit tersebut, TERDAKWA SYAIFUL BAHRI, Saksi MUHAMMAD FIKRI, dan Saksi anak NUGROHO berkata kepada ANDI bahwa mereka akan menggunakan celurit tersebut untuk memotong rumput kuburan milik nenek dari TERDAKWA SYAIFUL BAHRI.



-



Bahwa karena ANDI sudah mengenal TERDAKWA SYAIFUL BAHRI, Saksi MUHAMMAD FIKRI, dan Saksi anak NUGROHO, maka ANDI kemudian memberikan 2 (dua) buah celurit kepada mereka dengan pesan untuk mengembalikan celurit tersebut di gudang TPU Kampung Jabon.



-



Bahwa TERDAKWA SYAIFUL BAHRI, Saksi MUHAMMAD FIKRI, dan Saksi anak NUGROHO pada hari Jumat tanggal 14 Desember 2018 sekitar pukul 21.30 WIB mengendarai motor mengelilingi daerah Beji, Depok untuk mencari bambu dan memotong salah satu batang pohon bambu yang ditemukan di pinggir Jl. Sawo I, Beji, Depok.



-



Bahwa TERDAKWA SYAIFUL BAHRI, Saksi MUHAMMAD FIKRI, dan Saksi anak NUGROHO sudah terlebih dahulu mengetahui bahwa di daerah Beji, Depok terdapat beberapa lokasi yang memiliki pohon bambu yang dapat secara diam-diam dipotong. Kemudian salah satu ujung batang bambu diasah oleh Saksi MUHAMMAD FIKRI hingga menjadi tajam.



-



Bahwa bambu tersebut kemudian dibawa dan disimpan di rumah Saksi MUHAMMAD FIKRI di Jl. Cengkeh No. 7A, Beji, Depok untuk digunakan sebagai salah satu senjata dalam rencana penyerangan balik terhadap gangster Sugutamu.



-



Bahwa pada hari Sabtu tanggal 15 Desember 2018, pukul 18.00 WIB, terjadi komunikasi melalui telepon genggam antara TERDAKWA dengan nomor telepon +628121404555, MUHAMMAD FIKRI dengan nomor telepon +6281309870987, dan NUGROHO RAMADHAN dengan nomor telepon +6281300997875 pada group chat “Geng Jabon”. Bahwa TERDAKWA mengirimkan pesan singkat dengan telepon genggam miliknya yang isinya sebagai berikut: TERDAKWA



“Oi, ntr malem jgn lupa coeg”



+628121404555 Pukul 18.00 MUHAMMAD FIKRI



“nyerang kmn”



+6281309870987 Pukul 18.01 TERDAKWA



“Pura-pura lupa bocah”



+628121404555 Pukul 18.02 MUHAMMAD FIKRI



“iye”



+6281309870987 Pukul 18.03 TERDAKWA



“Jamber ye enaknye?”



+628121404555 Pukul 18.04 MUHAMMAD FIKRI



“ngumpul jam 9an aja dah kata gw”



+6281309870987 Pukul 18.05 TERDAKWA



“Yauy jam 9an tempat biasa ye”



+628121404555 Pukul 18.06 MUHAMMAD FIKRI



“bawa apaan ni gw bang??”



+6281309870987 Pukul 18.07 TERDAKWA



“Udh dtng ae ,,gue siapin semuanya”



+628121404555 Pukul 18.08 MUHAMMAD FIKRI



“asiaap”



+6281309870987 Pukul 18.09 TERDAKWA



“Yg laen mana si”



+628121404555 Pukul 18.10 NUGROHO RAMADHAN



“maap bang abis pabji an, gw ikut ajh ,,”



+6281300997875 Pukul 18.11 TERDAKWA



“Ye maen bae lu, awas lu jgn lupa bambu”



+628121404555 Pukul 18.12 NUGROHO RAMADHAN



“iyak bang selau”



+6281300997875 Pukul 18.13



-



Bahwa TERDAKWA SYAIFUL BAHRI, Saksi MUHAMMAD FIKRI, dan Saksi anak NUGROHO kemudian pada hari yang sama sekitar pukul 21.00 WIB berkumpul di TPU Kampung Jabon di Jalan Jabon, Bedahan, Sawangan, Depok untuk mempersiapkan penyerangan dan membagibagikan senjata berupa 2 (dua) buah celurit dan 1 (satu) buah bambu yang telah dipersiapkan sebelumnya.



-



Bahwa pada pukul 21.15 WIB, TERDAKWA SYAIFUL BAHRI, Saksi MUHAMMAD FIKRI, dan Saksi anak NUGROHO pergi berboncengan menggunakan 2 (dua) buah sepeda motor milik TERDAKWA SYAIFUL BAHRI dan Saksi MUHAMMAD FIKRI menuju “Bengkel Bang Utrecht” yang berlokasi di Jl. Ir. H. Juanda, Bakti Jaya, Sukmajaya, Depok.



-



Bahwa sesampainya di “Bengkel Bang Utrecht” di Jl. Ir. H. Juanda, Bakti Jaya, Sukmajaya, Depok pada pukul 22.00 WIB, TERDAKWA SYAIFUL BAHRI melihat sudah ada gangster Sugutamu yang berjumlah 5 (lima) orang yang termasuk di dalamnya Saksi Korban AHMAD NOUVAL yang sedang duduk di atas sepeda motor.



-



Bahwa TERDAKWA SYAIFUL BAHRI, Saksi MUHAMMAD FIKRI, dan Saksi anak NUGROHO turun dari atas sepeda motor dan kemudian melakukan penyerangan dengan membawa senjata tajam di tangan masingmasing, yakni 2 (dua) buah celurit dan 1 (satu) buah bambu, sehingga kelima anggota gangster Sugutamu tersebut berlarian menghindari serangan tersebut.



-



Bahwa TERDAKWA SYAIFUL BAHRI mengincar Saksi Korban AHMAD NOUVAL yang sedang berlari karena posisinya yang paling berdekatan diantara anggota gangster Sugutamu yang lainnya.



-



Bahwa TERDAKWA SYAIFUL BAHRI dengan cekatan segera menarik baju Saksi Korban AHMAD NOUVAL.



-



Bahwa karena Saksi Korban AHMAD NOUVAL sempat memberontak dan lepas



dari



genggaman



TERDAKWA



SYAIFUL



BAHRI,



maka



TERDAKWA SYAIFUL BAHRI pun langsung melakukan penyerangan dengan mengayunkan celurit ukuran 0,1 cm warna hitam yang telah ia genggam ke arah punggung Saksi Korban AHMAD NOUVAL yang dilakukan sebanyak dua kali;



Maka dengan ini kami selaku Penuntut Umum menyatakan bahwa Penuntut Umum telah cermat dalam menyusun surat dakwaan.



B. SURAT DAKWAAN TIDAK JELAS



Bahwa mengenai keberatan dari tim Penasihat Hukum yang menyebutkan bahwa, Penuntut Umum tidak menjelaskan secara jelas mengenai luka berat yang ditimbulkan akibat dari perbuatan TERDAKWA, berikut ini adalah kutipan eksepsi dari Penasihat Hukum: “Penuntut Umum Tidak Jelas Dalam Menjelaskan Mengenai Luka Berat yang Ditimbulkan Akibat Perbuatan Klien Kami, dalam Surat Dakwaan tidak dijelaskan dengan rinci mengenai luka yang ditimbulkan akibat perbuatan Saudara SYAIFUL BAHRI. Dalam hal ini, luka berat diatur dalam Pasal 90 KUHP. Luka berat merupakan luka yang dapat mengakibatkan: 1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberikan harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut; 2. Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian; 3. Kehilangan salah satu pancaindera; 4. Mendapat cacat berat; 5. Menderita sakit lumpuh; 6. Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih; dan 7. Gugur atau matinya kandungan seseorang perempuan



Bahwa dalam hal ini Penuntut Umum tidak menjelaskan luka dan akibat yang ditimbulkan oleh luka tersebut. Hal ini memungkinkan luka yang ditimbulkan oleh perbuatan Saudara SYAIFUL BAHRI bukan termasuk luka berat. Luka yang



ditimbulkan tidak mengakibatkan hal-hal seperti yang telah diatur dalam Pasal 90 KUHP tentang luka berat. Sebab, setelah mendapatkan luka dan menjalani pengobatan, Saudara AHMAD NOUVAL masih dapat menjalankan pekerjaannya sehari-hari. Bahwa luka tersebut juga tidak membuat Saudara AHMAD NOUVAL kehilangan panca inderanya. Luka yang ditimbulkan pun bukan merupakan cacat berat serta sakit lumpuh. Selain itu, luka tersebut juga masih menimbulkan harapan untuk sembuh bagi Saudara AHMAD NOUVAL.”



Maka dengan ini kami selaku Penuntut Umum menyatakan bahwa eksepsi yang diajukan oleh Penasihat Hukum tersebut telah masuk ke dalam pokok perkara. Sebuah eksepsi seharusnya hanya mengenai syarat formil dalam sebuah surat dakwaan. Sehingga eksepsi yang diajukan oleh Penuntut Umum tidak dapat diterima.



Selanjutnya, mengenai keberatan dari tim Penasihat Hukum yang menyebutkan bahwa, Penuntut Umum Tidak Jelas Dalam Menjelaskan Mengenai Alat Bukti Informasi Elektronik yang Memberatkan Klien Kami, berikut ini adalah kutipan eksepsi dari Penasihat Hukum: Maka dari penguraian mengenai alat bukti yang sah berbentuk informasi elektronik, maka Jaksa Penuntut Umum tidak menjelaskan legalitas alat bukti yang diajukan, bahwa alat bukti informasi elektronik tersebut telah dilakukan audit dan mendapatkan legalitas dari biro hukum atau belum; yang mana seharusnya Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan menguraikan secara jelas agar alat bukti informasi elektronik tersebut dapat dikatakan sah menurut hukum. Maka Jaksa Penuntut Umum telah secara tidak jelas menguraikan fakta kejadian yang jelas dalam Surat Dakwaan, sehingga dakwaan terhadap Saudara SYAIFUL BAHRI tidak jelas.



Bahwa, berdasarkan keberatan yang diajukan oleh Penasihat Hukum, tercantum bahwa Penasihat Hukum menguraikan informasi elektronik, yang mana dilakukan oleh TERDAKWA melalui aplikasi Whatsapp, adalah alat bukti dalam dugaan tindak pidana TERDAKWA. Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-



Undang Hukum Acara Pidana (”KUHAP”) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dalam sistem pembuktian hukum acara pidana yang menganut stelsel negatief wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian. Selanjutnya, di dalam surat dakwaan, Penuntut Umum tidak mengkategorikan pesan elektronik tersebut sebagai alat bukti.



Bahwa barang bukti berbentuk informasi elektronik berupa screenshot dari percakapan yang diambil melalui aplikasi WhatsApp diserahkan oleh Saksi anak NUGROHO RAMADHAN sebagai barang bukti kepolisian. Dengan demikian, jelaslah bahwa barang bukti ini memiliki legalitas karena diajukan oleh seorang saksi sebagai sebuah barang bukti.



Dengan demikian Penuntut Umum menyatakan Bahwa Penuntut Umum telah jelas dalam menyusun surat dakwaan.



C.



SURAT DAKWAAN TIDAK LENGKAP Bahwa mengenai poin keberatan Tim Penasihat Hukum mengenai



penuntut umum tidak lengkap dalam menguraikan unsur-unsur



tindak



pidana dalam Pasal 170 ayat (2) ke-1 yang dituduhkan: “Surat Dakwaan Penuntut Umum tidak menjelaskan secara lengkap seluruh unsur-unsur delik yang dituduhkan kepada Terdakwa. Di dalam Surat Dakwaan, Terdakwa didakwa telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 170 ayat (2) ke-2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana”



Mengenai keberatan Penasihat Hukum tentang Penuntut Umum Tidak Lengkap menguraikan unsur-unsur tindak pidana dalam pasal yang didakwakan. Kami mengakui unsur-unsur dalam pasal yang didakwakan tersebut belum dijelaskan secara konkrit, namun unsur-unsur tersebut dapat dipahami dari keseluruhan surat dakwaan yang kami sampaikan.



Dengan demikian Penuntut Umum menyatakan bahwa Penuntut telah jelas lengkap dalam menyusun surat dakwaan. “Penuntut Umum Tidak Lengkap Dalam Menguraikan Fakta Mengenai Kejadian Kekerasan yang dilakukan oleh Terdakwa, dalam Surat Dakwaan, Penuntut Umum tidak lengkap dalam menguraikan fakta - fakta mengenai proses penyerangan yang dilakukan oleh TERDAKWA, Saksi MUHAMMAD FIKRI, dan Saksi anak NUGROHO.”



Dalam menanggapi keberatan Penasihat Hukum TERDAKWA dalam menyatakan bahwa Surat Dakwaan Penuntut Umum tidak lengkap, disini kami berpendapat sebagai berikut :



Bahwa kami telah menguraikan dalam Surat



Dakwaan perkara



TERDAKWA sebagai berikut: -



Bahwa karena Saksi Korban AHMAD NOUVAL sempat memberontak dan lepas dari genggaman Terdakwa SYAIFUL BAHRI maka Terdakwa SYAIFUL BAHRI pun langsung melakukan penyerangan dengan mengayunkan celurit ukuran 0,1 cm warna hitam yang telah ia genggam ke arah punggung korban AHMAD NOUVAL yang dilakukan sebanyak dua kali;



-



Bahwa disaat yang bersamaan Saksi anak NUGROHO mengayunkan bambu yang sudah dibawa ke motor milik korban AHMAD NOUVAL sehingga kaca depan dan spion motor milik korban pecah.



Bahwa dalam poin tersebut telah dijelaskan secara eksplisit bahwa TERDAKWA adalah orang yang memegang celurit karena TERDAKWA yang mengayunkan senjata tersebut ke punggung korban. Bahwa telah disebutkan pula dalam poin berikutnya bahwa Saksi anak NUGROHO merupakan pelaku perusakan motor dengan memegang senjata bambu. Bahwa karena dua senjata telah dipegang oleh TERDAKWA dan Saksi anak NUGROHO, maka satu senjata celurit lainnya dipegang oleh Saksi MUHAMMAD FIKRI.



“Penuntut Umum Tidak Lengkap Dalam Menyusun Surat Dakwaan Dengan Mengabaikan Beberapa Bukti, Berdasarkan uraian Surat Dakwaan, dapat dilihat kalau Saudara Penuntut Umum tidak lengkap dalam menguraikan fakta - fakta yuridis yang terjadi, bahkan cenderung sengaja menyembunyikan fakta-fakta yang sesungguhnya, padahal fakta-fakta tersebut seharusnya diuraikan secara lengkap oleh Saudara Penuntut Umum. Penuntut Umum dalam dakwannya melewatkan suatu hal krusial yang seharusnya tidak diabaikan begitu saja oleh Penuntut Umum semata-mata karena hal tersebut dapat menciderai pemidanaan yang sedang diupayakan oleh Penuntut Umum, yakni Saudara Penuntut Umum tidak



mencantumkan



hasil



Visum



Et



Repertum



Psikiatrikum



Nomor



R/04/VER/Psychiatricum/I/2019 yang menunjukan hasil bahwa Saudara Syaiful Bahri menderita penyakit mental Bipolar.”



Atas keberatan Penasihat Hukum tersebut menurut Penuntut Umum, penyakit bipolar tidak dapat menjadi alasan dasar pembenar, pemaaf, dan peringan untuk terdakwa sehingga kami merasa fakta tersebut tidaklah perlu dimasukkan ke dalam surat dakwaan.



Dengan demikian Penuntut Umum menyatakan Bahwa Penuntut Umum telah lengkap dalam menyusun surat dakwaan.



Berdasarkan pertimbangan di atas, Surat Dakwaan Penuntut Umum telah disusun dengan cermat, jelas, dan lengkap, sehingga telah memenuhi syarat formil maupun materiil Surat Dakwaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Sehingga Keberatan Penasihat Hukum TERDAKWA harus ditolak.



BAB III KESIMPULAN



Majelis Hakim yang mulia, Tim Penasihat Hukum, TERDAKWA yang kami hormati, Serta peserta sidang yang kami muliakan.



Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka kami selaku Penuntut Umum memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok, yang mengadili perkara ini untuk memutuskan: 1. Menyatakan



menolak



Nota



Keberatan



Tim



Penasihat



Hukum



TERDAKWA; 2. Menyatakan bahwa surat dakwaan Penuntut Umum dengan Nomor Register Perkara : Nomor Register Perkara: PDM-08/Depok/02/2019 telah memenuhi syarat formil dan materiil Surat Dakwaan sebagaimana diatur dalam pasal 143 ayat (2) KUHAP; 3. Menyatakan menerima surat dakwaan Penuntut Umum dengan Nomor Register Perkara : PDM-08/Depok/02/2019 dengan TERDAKWA SYAIFUL BAHRI sebagai dasar pemeriksaan perkara; 4. Melanjutkan persidangan untuk memeriksa dan mengadili perkara ini; 5. Menangguhkan biaya perkara pada putusan akhir. Atau apabila Yang Mulia berpendapat lain, maka kami mohon putusan yang seadil-adilnya. “Lex Dura, Sed Tamen Scripta” “Hukum itu terlihat kejam, namun memang begitulah bunyinya dan harus dilaksanakan”



Demikian pendapat kami atas Keberatan Penasihat Hukum TERDAKWA, tidak lupa kami berterimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, Majelis Hakim



Yang Mulia, dan rekan Penasihat Hukum. Dengan ini kami selaku Penuntut Umum sangat yakin bahwa dengan bantuan Tuhan Yang Maha Esa pastilah akan menuntun Majelis Hakim Yang Mulia sehingga dapat memberikan keputusan yang bijaksana dan seadil-adilnya.



Depok, 14 Februari 2019



JAKSA PENUNTUT UMUM



JAKSA PENUNTUT UMUM I



JAKSA PENUNTUT UMUM II



Nindya Noviani,S.H



Nidya Ari,S.H



NIK. 1916068371712343



NIK.1964509041992032004



JAKSA PENUNTUT UMUM III



JAKSA PENUNTUT UMUM IV



Gerlien Tampilang,S.H



Safina Rahmaniar Wanaputri,S.H.



NIK. 196509041992031234



NIK. 1960683717134567