Referat Abses Hepar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat



Abses Hepar



Oleh Oktavia Putri Masnaly, S.Ked 21704101079



Pembimbing dr. Deddy Setyo N., Sp.B



KEPANITERAAN KLINIK MADYA LABORATORIUM ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2019



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan referat dengan judul “Abses Hepar”. Referat ini berisi pendahuluan, definisi abses hepar, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis abses hepar, serta daftar pustaka. Terima kasih kami sampaikan kepada Dosen pembimbing lapangan serta semua pihak yang telah membantu menyelesaikan referat ini. Kami menyadari dalam penyusunan referat ini masih jauh dari kata sempurna. Dengan segala kerendahan hati kami menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan pada referat berikutnya. Kami berharap referat ini dapat berguna bagi kami para mahasiswa dan juga para pembaca.



Kepanjen, 6 Februari 2019



Penulis



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, maupun jamur yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati. Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara yang berkembang seperti di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi biasanya berhubungan dengan sanitasi yang buruk, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan. Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400 SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936. Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan. Di negara yang sedang berkembang abses hati amuba lebih sering didapatkan secara endemik dibandingkan dengan abses hati piogenik. Dalam beberapa dekade terakhir ini telah banyak perubahan mengenai aspek epidemiologis, etiologi, bakteriologi, cara diagnostik maupun mengenai pengelolaan serta prognosisnya. Penatalaksanaan abses hepar dapat dilakukan secara konvensional dengan pemberian antibiotika spektrum luas ataupun dengan aspirasi cairan abses, drainase perkutan dan operasi reseksi hati.



1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Mampu mendiagnosa dan melakukan penatalaksanaan awal pada kasus abses hepar. 1.2.2 Tujuan Khusus Mengetahui dasar penegakan diagnosa serta rencana penatalaksanaan pada kasus abses hepar. 1.3 Manfaat Diharapkan referat ini dapat bermanfaat sebagai sarana ilmu pengetahuan medis dan dapat dijadikan sebagai bahan literatur tentang abses hepar.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Hepar



Gambar 1. Permukaan Anterior Hepar Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rat-rata sekitar 1.500 gr. 2 % berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan tercetak oleh struktur sekitar. Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan terletak di bawah kubah merupakan atap dari ginjal, lambung, pankreas dan usus. Hati memiliki dua lobus yaitu kiri dan kanan. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut lobulus, yang merupakan unit mikroskopi dan fungsional organ. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura segmentalis yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang



merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati. Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini melapisi mulai dari hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu.



Gambar 2. Permukaan Posterior Hepar Hati manusia memiliki maksimal 100.000 lobulus. Di antara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai sinusoid. Sinusoid dibatasi oleh sel fagostik dan sel kupffer. Sel kupffer fungsinya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. (Sylvia a. Price, 2006). Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteri dan dua pertiganya adalah darah vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 ml. Hati dipersarafi oleh dua saraf yaitu, Nervus simpatikus dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh darah pada lig. hepatogastrika dan masuk porta hepatis serta oleh Nervus vagus dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis menyusuri kurvatura minor gaster dalam omentum (Sylvia a. Price, 2006).



Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting dalam tubuh. Organ ini melakukan berbagai fungsi, mencakup hal-hal berikut (Sherwood, 2001): 1. Pengolahan metabolik kategori nutrient utama (karbohidrat, lemak, protein) setelah penyerapan mereka adalah saluran pencernaan. 2. Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing lainnya. 3. Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein yang penting untuk pembekuan darah, serta untuk mengangkut hormon tiroid, steroid dan kolesterol dalam darah. 4. Penyimpangan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin. 5. Pengaktifan vitamin D. 6. Pengeluaran bakteri dari sel-sel darah merah yang usang berkat adanya makrofag residen. 7. Ekskresi Kolesterol dan bilirubin.



2.2 Histologi Hepar Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang dinamakan lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal dengan diameter antara 0,8-2 mm yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti kapiler lain, sinosoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer.



Gambar 3. Histologi Lobulus Hepar



Sel



Kupffer



merupakan



sistem monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda



asing lain dalam darah. Hanya sumsum tulang yang mempunyai massa sel monosit-makrofag yang lebih banyak daripada yang terdapat dalam hati, jadi hati merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan terhadap invasi bakteri dan organ toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteria hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang dinamakan kanalikuli, berjalan ditengah-tengah lempengan sel hati. Empedu yang dibentuk dalam hepatosit diekskresi ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yang semakin lama semakin besar (duktus koledokus).



Gambar 4. Pola Lobular Hepar Normal Hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hati, sisanya adalah sel-sel epitelial sistem empedu dan sel-sel non parenkim yang termasuk di dalamnya endotelium, sel kupffler, dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang. Hepatosit dipisahkan oleh sinusoid yang melingkari eferen vena hepatika dan duktus hepatikus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan



sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung dan desmosom yang saling bertautan dengan sebelahnya. Sinusoid hati merupakan lapisan endotelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal).



2.3 Definisi Abses Hepar Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang sebelumnya tidak ada akibat kerusakan jaringan, Hepar adalah hati (Dorland, 1996). Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi. Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati (Aru W Sudoyo, 2006).



2.5 Etiologi Abses Hepar Abses hati dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem porta dan hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari abdomen dapat mencapai hati melalui embolisasi melalui vena porta. Infeksi intra-abdomen ini biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis, inflammatory bowel disease dan pylephlebitis. Sementara itu infeksi secara hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari endokarditis, sepsis urinarius, dan intravenous drug abuse. Abses piogenik disebabkan oleh Enterobactericeae, Microaerophilic streptococci, Anaerobic streptococci, Klebsiella pneumoniae, Bacteriodes, Fusobacterium, Staphilococcus aereus, Staphilococcus milleri, Candida albicans, Aspergillus, Eikenella corrodens, Yersinis enterolitica, Salmonella thypii, Brucella melitensis dan fungal. Dilaporkan 21-30% dari abses hepar berasal dari penyakit biliaris yaitu obstruksi ekstrahepatik, kolangitis, koledolitiasis, tumor jinak atau ganas biliaris. Anastomosis



anterobiliaris



(choledochoduodenostomy



atau



choledochojejunostomy) juga dilaporkan sebagai penyebab abses hepar di



samping komplikasi biliaris dan transplantasi hati. Trauma tumpul dan nekrosis hati yang berasal dari vascular injury selama laparaskopi cholecystectomy juga merupakan penyebab abses hepar.



2.6 Klasifikasi Abses Hepar Abses hati dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hati amoeba dan abses hati pyogenik : 1. Abses hati amoeba Abses hati amebik disebabkan oleh strain virulen Entamoeba hystolitica yang tinggi. Hanya sebagian individu yang terinfeksi Enteremoeba histolytica yang memberi gejala invasif, sehingga di duga ada dua jenis E. Histolytica yaitu starin patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hepar. Infeksi biasanya terjadi setelah meminum air atau memakan makanan yang terkontaminasi kotoran yang mengandung tropozoit atau kista tersebut (Aru W Sudoyo, 2006). Dinding kista akan dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa tinggal di usus besar terutama sekum. Strain Entamoeba hystolitica tertentu dapat menginvasi dinding kolon. Strain ini berbentuk tropozoit besar yang mana di bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif. Amubiasis invasif dapat disebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya dari daerah sekum infeksi amuba invasif pada tempat-tempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar. Abses pada hepar diduga berasal dari invasi sistem vena porta, pembuluh limfe mesenterium, atau penjalaran melalui intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat mikroskopis terutama terjadi trombosis, sitolisis, dan pencairan, suatu proses yang disebut hepatitis amuba. Bila tempat-tempat tersebut bergabung maka terjadilah abses amuba. 2. Abses hati piogenik



Abses hati pyogenik dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem porta dan hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari abdomen dapat mencapai hati melalui embolisasi melalui vena porta. Infeksi intraabdomen ini biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis, inflammatory bowel disease dan pylephlebitis. Sementara itu infeksi secara hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari endokarditis, sepsis urinarius, dan intravenous drug abuse. Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak adalah E.coli. Selain itu, penyebabnya juga adalah streptococcus faecalis, Proteus vulgaris, dan Salmonellla Typhi. Dapat pula bakteri anaerob seperti bakteroides, aerobakteria, aktinomesis, dan streptococcus anaerob. Untuk penetapannya perlu dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab secara anaerob maupun aerob (Aru W Sudoyo, 2006).



2.7 Patofisiologi Abses Hepar



Gambar 5. Patofisiologi Abses Hepar



Penjelasan :



1. Amuba



yang



masuk



menyebabkan



peradangan



hepar



sehingga



mengakibatkan infeksi 2. Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri 3. Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan tidur atas pola tidur. 4. Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan. 5. Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisik.



A. Abses hati amoeba Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahi secara pasti. Ada beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated (Arief Mansjoer, 2001). Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri amebiasis. (Aru W Sudoyo, 2006) Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme (Arief Mansjoer, 2001): a. Strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen. b. Secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama pada flora bakteri. Mekanisme terjadinya amebiasis hati: 1) Penempelan E.hystolitica pada mukus usus. 2) Pengerusakan sawar intestinal. 3) Lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun cellmediated yand disebabkan enzim atau toksin parasit, juga dapat karena penyakit tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll. 4) Penyebaran amoeba ke hati. Penyebaran amoeba dari usus ke hati sebagian besar melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang



disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.



Gambar 6. Patofisiologi Abses Hepar Amoeba



B. Abses hati piogenik Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari (Aru W Sudoyo, 2006): a.



Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa menyebabkan pielflebitis porta atau emboli septik.



b.



Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering. Kolangitis septik dapat menyebabkan penyumbatan saluran empedu seperti juga batu empedu, kanker, striktura saluran empedu ataupun anomali saluran empedu kongenital.



c.



Infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan seperti abses perinefrik, kecelakaan lau lintas.



d.



Septisemia atau bakterimia akibat infeksi di tempat lain.



e.



Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada organ lanjut usia.



2.8 Manifestasi Klinis Abses Hepar Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan proses yang disebut peradangan. Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi: a. Darah mengalir ke daerah hepar dengan abses meningkat. b. Suhu daerah hepar dengan abses meningkat karena meningkatnya pasokan darah. c. Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya. d. Kemerahan setempat daerah hepar dengan abses. e. Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia. f. Tanda peradangan : panas, bengkak, kemerahan, dan sakit



Manifestasi sistemik abses hati piogenik biasanya lebih berat daripada abses hati amubik. Sindrom klinis abses hati piogenik berupa: a. Nyeri spontan perut kanan atas, ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan ditaruh diatasnya, b. Demam tinggi disertai keadaan syok Sedangkan pada abses hati amubik berupa: a. Malaise b. Demam tidak terlalu tinggi c. Nyeri tumpul pada abdomen memberat jika terdapat pergerakan. d. Iritasi diafragma muncul gejala seperti nyeri bahu kanan, batuk, ataupun atelektasis e. Gejala sitemik lainnya seperti mual, muntah, anoreksia, berat badan yang turun untentional, badan lemah, ikterus, BAB seperti kapur, dan urine berwarna gelap. 2.9 Diagnosis Abses Hepar



Penegakan diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, serta pemeriksaan penunjang. Terkadang diagnosis abses hepar sulit ditegakkan karena gejalanya yang kurang spesifik. Diagnosis dini memberikan arti yang sangat penting dalam pengelolaannya karena penyakit ini sebenarnya dapat disembuhkan. Diagnosis yang terlambat akan meningkatkan morbiditas dan mortalitasnya.



Anamnesis Keluhan awal abses hati dapat berupa: 1. Demam/menggigil suhu > 38oC, 2. Nyeri abdomen seperti tertusuk dan ditekan kadang didapatkan penjalaran ke bahu dan lengan kanan, 3. Anokresia/malaise, 4. Batuk disertai rasa sakit pada diafragma, 5. Mual/muntah, 6. Penurunan berat badan, 7. Keringat malam, 8. Diare maupun riwayat disentri beberapa bulan sebelumnya.



Dicurigai adanya abses hati pyogenik apabila ditemukan sindrom klinis klisik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Apabila abses hati pyogenik letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan. Hal lainnya yang perlu dinilai dalam anamnesis abses hati adalah riwayat hepatitis sebelumnya dan riwayat keluarnya proglottid (lembaran putih di pakaian dalam) dengan tujuan menyingkirkan diagnosa banding.



Pemeriksaan Fisik







Inspeksi



Pada beberapa pasien mungkin ditemukan abses yang telah menembus kulit.



Palpasi







Anemis dan ikterus (jarang) 25% kasus







Ludwig sign (+)







Nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen







Nyeri tekan regio epigastrium bila abses di lobus kiri, hati-hati efusi perikardium







Nyeri tekan menjalar ke lumbal kanan abses di postoinferior lobus kanan hati







Nyeri pada bahu sebelah kanan







Hepatomegali teraba sebesar 3 jari sampai 6 jari di bawah arcus-costa, permukaan hepar licin dan tidak jarang teraba fluktuasi







Perkusi



Peningkatan



batas



paru-hati



relatif/absolut



tanpa



peranjakan Auskultasi







Friction rub bila ruptur abses ke perikardium







Bising usus menghilang kemungkinan perforasi ke peritoneum



Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang seperti foto toraks dan foto polos abdomen digunakan untuk mendeteksi kelainan atau komplikasi yang ditimbulkan oleh amebiasis hati. Diagnosa pasti adalah melalui USG dan CT Scan yang sensitivitasnya sekitar 85-95%. 1. Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium yang diperiksa adalah darah rutin yaitu kadar Hb darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan percobaan fungsi hati, termasuk kadar bilirubin total, total protein dan kadar albumin dan glubulin dalam darah. Banyak penderita abses hepar tidak mengalami perubahan bermakna pada tes laboratoriumnya. Pada penderita akut anemia tidak terlalu tampak tetapi menunjukkan leukositosis yang bermakna sementara penderita abses hepar kronis justru sebaliknya.



Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan abses hati.



Gambar 7. Hasil Laboratorium Abnormal pada Abses Hepar 2. Pemeriksaan Fungsi Hati Abnormalitas tes fungsi hati lebih jarang terjadi dan lebih ringan pada abses hati amebik dibanding abses hati piogenik. Hiperbilirubinemia didapatkan hanya pada 10 % penderita abses hepar. Karena pada abses hepar amebik terjadi proses destruksi parenkim hati, maka PPT (plasma protrombin time) meningkat. 3. Pemeriksaan Serologis Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent



Assay),



counterimmunelectrophoresis,



indirect



immunofluorescence, dan complement fixation. IHA dan GDP merupakan prosedur yang paling sering digunakan. a. IHA dianggap positif jika pengenceran melampaui 1 : 128. Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut diulang, sensitivitasnya dapat mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk amubiasis invasif. Tetapi, hasil yang positif bisa didapatkan sampai 20 tahun setelah infeksi mereda.



b. GDP meskipun dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba. Juga mendeteksi colitis karena amuba yang non-invasif. Jadi, tes ini sensitif, tetapi tidak spesifik untuk abses amuba hepar. Namun demikian, GDP mudah dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif sampai 6 bulan setelah sembuhnya abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi ditemukan lesi "space occupying" di hepar, GDP sangat membantu untuk memastikan apakah kelainan tersebut disebabkan amuba. 4. Pemeriksaan radiologis USG memiliki sensitivitas yang sama dengan CT scan dalam mengidentifikasi abses hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi membuat USG menjadi pilihan untuk mendiagnosis abses hepar. Abses hepar amebik biasanya besar dan multipel. Menurut Middlemiss (I964) gambaran radiologis dari abses hati adalah sebagai berikut : a. Peninggian dome dari diafragma kanan. b. Berkurangnya gerak dari dome diafragma kanan. c. Pleural efusion. d. Kolaps paru. e. Abses paru.



1. CT Scan :



Gambar 8. Hasil CT Scan pasien dengan Abses Hepar Hipoekoik, massa oval dengan batas tegas, non-homogen. 2. USG



Gambar 9. Hasil USG pasien dengan Abses Hepar Bentuk bulat atau oval, tidak ada gema dinding yang berarti, ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal, bersentuhan dengan kapsul hati, peninggian sonik distal (distal enhancement). 3. MRI



Gambar 10. Hasil MRI Pasien dengan Abses Hepar Hiperintens pada bagian abses Kriteria diagnostik untuk hepatic amoebiasis menurut Lamont dan Pooler : a. Pembesaran hati yang nyeri tekan pada orang dewasa. b. Respons yang baik terhadap obat anti amoeba. c. Hasil pemeriksaan hematologis yang menyokong : leukositosis d. Pemeriksaan Rontgen (PA Lateral) yang menyokong. e. Trophozoit E. histolytica positif dalam pus hasil aspirasi. f. "Scintiscanning" hati adanya "filling defect". g. "Amoeba Hemaglutination" test positif



Berikut dibawah ini merupakan kriteria diagnosis abses hati, antara lain:



Kriteria Sherlock



Kriteria Ramachandran



1. Hepatomegali dengan nyeri tekan 2. Respon



yang



1. Hepatomegali disertai



baik



terhadap obat amebisid



Kriteria Lamont & Pooler 1. Hepatomegali



dengan



nyeri



disertai dengan nyeri 2. Kelainan



2. Riwayat disentri



hematologis



3. Leukositosis



3. Leukositosis



3. Kelainan radiologis



4. Peninggian diafragma



4. Kelainan



4. Pus amebic



kanan 5. Pada USG didapatkan rongga di dalam hati



radiologis 5. Respon



5. Tes serologis (+) terhadap



6. Respon



obat amebisid



terhadap



obat amebisid (+)



6. Tes hemaglutinasi (+) Bila terdapat 3 atau lebih Bila terdapat 3 atau Bila terdapat 3 atau lebih dari gejala di atas.



lebih dari gejala di atas.



dari gejala di atas.



2.10 Diagnosis Banding Abses Hepar Differential Diagnosis



Manifestasi Klinis



Hepatoma



Anamnesis :



Merupakan tumor ganas hati primer



1. Penurunan berat badan, 2. Nyeri perut kanan atas 3. Anoreksia 4. Malaise 5. Benjolan perut kanan atas Pemeriksaan fisik : 1. Hepatomegali berbenjol-benjol 2. Stigmata penyakit hati kronik Laboratorium : 1. Peningkatan AFP 2. PIVKA II 3. Alkali fosfatase USG : lesi lokal/difus di hati



Kolesistitis Akut



Anamnesis :



Merupakan reaksi inflamasi kandung



1. Nyeri epigastrium atau perut



empedu akibat infeksi bakterial akut



kanan atas yang dapat menjalar



yang disertai keluhan nyeri perut



ke daerah skapula kanan



kanan atas, nyeri tekan, dan rasa panas.



2. Demam Pemeriksaan fisik : 1. Teraba massa kandung empedu 2. Nyeri tekan disertai tanda-tanda peritotis lokal 3. Murphy sign (+) 4. Ikterik



biasanya



menunjukkan



adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik Laboratorium : leukositosis USG : penebalan dinding kandung empedu, sering pula ditemukan sludge atau batu.



2.11 Penatalaksanaan Abses Hati Penatalaksanaan secara konvensional adalah dengan drainase terbuka secara operasi dan antibiotika spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat di dalam cairan abses yang sulit dicapai dengan antibiotika tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntutan abdomen ultrasound atau tomografi komputer, komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan, perforasi organ intra abdominal dan infeksi, atau malah terjadi kesalahan dalam penempatan kateter drainase. Kadang pada abses hati piogenik multipel diperlukan reseksi hati. Terapi Non-Farmakologi 1. Makan makanan tinggi kalori dan tinggi protein 



Karbohidrat 40-50 kkal/kgBB







Protein 1-1,5 g/kgBB



2. Makanan dalam bentuk lunak



3. Bed rest 4. Menghindari faktor risiko yang dapat memperberat, misalnya konsumsi alkohol.



Terapi Farmakologi Terapi pada pasien dengan abses hati, dapat diberikan: 1. Pemberian antibiotik Tabel Farmakoterapi Abses Hepar pada Dewasa dan Anak Jenis Obat



Dosis Dewasa



Dosis Anak-anak



Efek Samping



PO 750 mg 3x1



PO 30-50



Psikosis, kejang,



selama 5-10 hari



mg/kg/hari



Agen amoebisid Metronidazole



3x1



neuropati perifer



selama 5-10 hari IV 500 mg 4x1 selama 5-10 hari



IV 15 mg/kg diikuti dengan 7,5 mg/kg 4x1 (dosis maksimum 2250 mg/hari)



Chloroquine



PO 600 mg/hari



10 mg/kg



Diare, kram



(terapi adjuvan)



selama 2 hari, 300



abdomen



mg/hari selama 14



cardiotoxicity,



hari



kejang, dan hipotensi



Tinidazole



2 mg/hari selama 3-5 hari



Agen luminal Paromomycin



PO 25-30



PO 25 mg/kg/hari Diare



mg/kg/hari 3x1



3x1 selama 7 hari



selama 7 hari



(dosis maksimum 2 gr/hari)



Iodoquinol



PO 650 mg 3x1



PO 30-40



Kontraindikasi



selama 20 hari



mg/kg/hari 3x1



pada pasien dengan



(dosis maksimum



insufisiensi hepatik



2 gr/hari)



atau hipersensitif terhadap iodine



Diloxanide furoate



PO 500 mg 3x1



PO 20 mg/kg/hari



(indikasi mutlak



selama 10 hari



3x1



Meropenem



IV 500-1000 mg



IV 10-40 mg/kg



Nyeri lokasi



(Merrem)



3 x 1 pada



3x1



injeksi, gangguan



pada pasien yang tidak respon iodoquinol dan paromomycin) Antibiotik



keadaan berat



gastrointestinal,



dosis dapat



gangguan liver,



ditingkatkan



pusing, kejang



hingga 2000 mg Iminipenem dan



IV 500-1000 mg



IV 15-25 mg/kg



Nyeri lokasi



cilastatin na



3-4 x 1



2-4 x 1



injeksi, gangguan



(Primaxin)



(dosis maksimum



gastrointestinal,



4 gr/hari)



gangguan liver, gangguan renal, gangguan hematologi



Cefuroxime



PO 250-500



IV/IM 50-100



Gangguan



(Ceftin)



mg/hari pada



mg/kg/hari 3x1



hematologi,



keadaan berat



gangguan



dapat



gastrointestinal,



ditingkatkan



reaksi lokal injeksi



hingga 1000 mg 2x1 IV/IM 750 mg



3x1 Cefaclor (Ceclor)



PO 750 mg/hari



PO 10-15 mg/kg/



Gangguan



2-3 x 1



gastrointestinal, gangguan hematologi



Klindamisin



PO 150-300 mg



PO 8-16



Gangguan



(Cleocin)



4x1 pada infeksi



mg/kg/hari 3-4



gastrointestinal,



serius PO



x1 pada infeksi



gangguan liver,



300-450 mg 4x1



serius



gangguan renal,



PO 16-20



gangguan



mg/kg/hari 3-4



hematologi



x1 Agen Anti-jamur Amfoterisin B



PO 0,3-0,5 mg/kg



Demam, menggigil,



(AmBisome)



selama 6 minggu



toksik pada ginjal



atau dapat dilanjutkan hingga 3-4 bulan Flukonazol



PO 150 mg dosis



IV 3-12



Hepatotoksisitas,



(Diflucan)



tunggal



mg/kg/hari (dosis



gangguan



(dosis maksimum



maksimum 600



gastrointestinal,



600 mg/hari)



mg/hari)



gangguan hematologi



2. Pemberian antibiotik dengan kombinasi: a. Aspirasi tertutup, dengan indikasi: - Abses dikhawatirkan akan pecah (bila diameter > 5 cm untuk abses tunggal, dan > 3 cm untuk abses multipel) - Respon terhadap medikamentosa setelah 7 hari tidak ada - Abses di lobus kiri, warning pecah dan menyebar ke rongga perikardium maupun peritoneum



Aspirasi berguna untuk mengurangi gejala-gejala penekanan dan menyingkirkan



adanya



infeksi



bakteri



sekunder.



Aspirasi



juga



mengurangi risiko ruptur pada abses yang volumenya lebih dari 250 ml, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma. Aspirasi juga



bermanfaat



bila



terapi



dengan



metronidazol



merupakan



kontraindikasi seperti pada kehamilan. Aspirasi bisa dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan dengan tuntunan ultrasonografi sehingga dapat mencapai ssaran yang tepat. Aspirasi dapat dilakukan secara



berulang-ulang



secara



tertutup



atau



dilanjutkan



dengan



pemasangan kateter penyalir. Pada semua tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik untuk mencegah infeksi sekunder.



b. Drainase kateter perkutan Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan diameter yang besar untuk drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah dilakukan drainase perkutan dapat terjadi. c. Drainase pembedahan – laparoskopi, dengan indikasi: - Abses disertai komplikasi infeksi sekunder - Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal - Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil - Ruptur abses ke dalam rongga intra-peritoneal/pleural/perikardial



Kontraindikasi operasi pada abses hepar antara lain: - Abses multipel - Infeksi poli-mikrobakteri - Immunocompromise disease d. Hepatektomi Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati yang terkena abses. Hepatektomi dapat dilakukan pada abses tunggal atau



multipel, lobus kanan atau kiri, juga pada pasien dengan penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi tergantung dari luas daerah hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan perdarahan lobus hati.



2.12 Komplikasi Abses Hati Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5-15,6%, perforasi abses ke berbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase (Julius, 1998). Dapat juga komplikasi seperti: 1. Infeksi sekunder Merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus. Kuman penyebab terserung staphylococcus dan streptococcus. 2. Ruptur akut dengan penjalaran langsung Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi paling sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum (terutama amubiasis hati di lobus kiri), selanjutnya pericardium dan amubiasis kutis maupun organ-organ lain. 3. Komplikasi vaskuler Ruptur ke dalam v. porta (trombosis vena porta), saluran empedu (trombosis vena hepatica) atau traktus gastrointestinal jarang terjadi. 4. Parasitemia, amoebiasis serebral E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial. 5. Ileus obstruktif. 6. Koma hepatikum.



2.13 Prognosis Abses Hati Prognosis dari abses hepar tergantung: 1. Virulensi parasit 2. Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita



3. Usia penderita, lebih buruk pada usia tua 4. Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih buruk letak dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau multiple. Sejak digunakan pemberian obat seperti emetine, metronidazole, dan kloroquin, mortalitas menurun secara tajam.Sebab kematian biasanya karena sepsis atau sindrom hepatorenal.



Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab bakterial organisme multipel, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleura atau adanya penyakit lain



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal



yang



ditandai



dengan



adanya



proses



supurasi



dengan



pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati. Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400 SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936. Hampir 10 % penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi E.histolytica tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Penelitian di Indonesia menunjukkan perbandingan pria dan wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang tersering pada dekade keempat. Penularan umumnya melalui jalur oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal. Kebanyakan yang menderita amubiasis hati adalah pria dengan rasio 3,4-8,5 kali lebih sering dari wanita. Usia yang sering dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak. Infeksi E.histolytica memiliki prevalensi yang tinggi di daerah subtropikal dan tropikal dengan kondisi yang padat penduduk, sanitasi serta gizi yang buruk.



3.2 Saran Sebagai dokter muda diharapkan dapat mengerti dan memahami bagaimana gejala yang ditimbulkan dari abses hepar agar dapat membedakannya dari diagnosis banding yang ada. Dengan adanya referat ini semoga dapat membantu dokter muda dalam mendapatkan sarana ilmu pengetahuan tentang abses hepar, tetapi tetap mencari sumber literatur lain yang lebih akurat atau terbaru.



DAFTAR PUSTAKA 1. Aru, W. Sudoyo, dkk. 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi Empat.Jakarta : Balai Penerbitan FK-UI. 2. Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2008. Hati sebagai suatu organ. Dalam : Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC. Hal 902-906. 3. Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi Umum dan Muskuloskeletal. Penerjemah Brahm U. Penerbit EGC : Jakarta. 4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta ; 462 – 463. 5. Sofwanhadi, Rio. Widjaja, Patricia. Koan, Tan Siaw. Julius. Zubir, Nasrul. 2007. Anatomi hati. Gambar tomografi dikomputerisasi (CT SCAN). Magnetic resonance imaging (MRI) hati. Abses hati. Penyakit hati parasit. Dalam : Sulaiman, Ali. Akbar, Nurul. Lesmana, Laurentius A. Noer, Sjaifoellah M. Buku ajar ilmu penyakit hati edisi pertama. Jakarta : Jayabadi. Hal 1, 80-83, 93-94, 487-491, 513-514. 6. Sylvia a. Price. 2006. Gangguan System Gastro Intestinal, dalam buku Patofiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteranm EGC. Halaman 472-474. 7. Sherwood, Lauralee. 2001. Sistem Pencernaan. Dalam: Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2. Jakarta : EGC. Hal 565. 8. Wenas, Nelly Tandean. Wa;e;eng, B.J. Abses hati piogenik. Dalam : Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata, Marcellus. Setiati, Siti. 2007. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 460-461