Referat DD Albinisme (Desy Amelia) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT ALBINISME Referat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti kepaniteraan klinik senior (KKS) dibagian Ilmu Kedokteran Kulit dan Kelamin di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai



Disusun Oleh: Desy Amelia 18360191 Pembimbing: dr. Hj. Hervina, Sp.KK, FINDSV, MKM KKS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUD. Dr.R.M. DJOELHAM BINJAI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI TAHUN 2020



KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat tentang “Albinisme”. Referat ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior bagian Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD DR. R.M. Djoelham Binjai. Penulis menyadari bahwa, referat ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa adanya arahan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj. Hervina, Sp.KK, FINSDV, MKM selaku pembimbing dan rekan-rekan sejawat seperjuangan yang telah memberikan dukungan kepada penulis. Semoga arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal ibadah pembimbing dan rekan-rekan sehingga memperoleh balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Mengingat keterbatasan pengetahuan serta pengalaman penulis, penulis menyadari bahwa referat ini tidak luput dari kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran untuk perkembangan pendidikan khususnya pendidikan kedokteran.



Binjai, November 2020



Penulis



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i KATA PENGANTAR........................................................................................... ii DAFTAR ISI



........................................................................................................ iii



BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 1.1 Latar Belakang......................................................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................2 ALBINISME 2.1 Definisi.................................................................................................................................2 2.1.1 Klasifikasi...................................................................................................................2 2.2 Etiologi ................................................................................................................................4 2.3 Epidemiologi .......................................................................................................................5 2.4 Faktor resiko.........................................................................................................................6 2.5 Diagnosis..............................................................................................................................7 2.6 Patofisiologi..........................................................................................................................8 2.7 Diagnosis banding................................................................................................................8 2.7.1 Sindrom Hermansky-Pudlak......................................................................................8 2.7.2 Sindrom Chediak Higashi...........................................................................................9 2.8 Penatalaksanaan....................................................................................................................9 2.9 Komunikasi dan Edukasi....................................................................................................10 2.10 Komplikasi .......................................................................................................................10 2.11 Prognosis..........................................................................................................................11 2.12 Profesionalisme ...............................................................................................................12 BAB III KESIMPULAN......................................................................................14 DAFTAR PUSTAKA



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Albinisme terdiri dari sekelompok kelainan sintesis melanin yang diwariskan dan biasanya ditandai dengan pengurangan bawaan atau tidak adanya pigmen melanin. Albinisme hasil dari produksi melanin yang rusak dari kerosin melalui jalur reaksi metabolisme yang kompleks. Beberapa jenis



albinisme diakui. Heterogenitas



fenotipik albinisme



disebabkan oleh mutasi gen yang berbeda yang mempengaruhi berbagai titik di sepanjang jalur melanin, menghasilkan berbagai tingkat penurunan produksi melanin. Selain itu, perubahan perkembangan terkait terjadi dalam sistem optik sebagai akibat dari hipopigmentasi ini (Mounir, 2020). Karena pengurangan atau tidak adanya melanin, albino sangat rentan terhadap efek berbahaya dari radiasi ultraviolet dan berisiko meningkatnya kerusakan aktinik dan kanker kulit. Di Brasil, seperti di belahan dunia lain, albinisme tetap sedikit diketahui gangguan, baik dalam kaitannya dengan data epidemiologi maupun variasi fenotipik dan genotypic. Di beberapa wilayah di negara ini, individu dengan albinisme tidak memiliki akses ke sumber daya atau perawatan medis khusus, dan sering diabaikan dan dirampas inklusi sosial (Caroline, 2019).



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Albinisme adalah penyakit resesif autosomal yang disebabkan oleh ketidakhadiran total atau penurunan biosintesis melanin pada melanosit. Karena pengurangan atau tidak adanya melanin, albino sangat rentan terhadap efek berbahaya dari radiasi ultraviolet dan berisiko meningkatnya kerusakan aktinik dan kanker kulit (Mounir, 2020). 2.1.1



Klasifikasi Secara tradisional, albinisme telah diklasifikasikan menurut fenotipe



klinis, dan 2 kategori utama adalah albinisme oculocutaneous (OCA) dan albinisme okular (OA). Subtipe albinisme direklasifikasi pada tahun 2009. Dengan ketersediaan studi genetik molekuler baru, klasifikasi albinisme telah bergeser penekanan ke genotipe dibandingkan dengan fenotipe saja. Oleh karena itu, ini telah menyebabkan mendefinisikan kembali kategori fenotipik yang ada dan penambahan subtipe baru berdasarkan mutasi genetik tertentu. Berikut ini adalah ikhtisar singkat tentang klasifikasi albinisme saat ini. OCA ditandai dengan pengurangan atau tidak adanya melanin di kulit, rambut, dan sistem optik (termasuk mata dan saraf optik). Kurangnya pigmen kulit



2



3



menghasilkan penampilan kulit pucat dan peningkatan risiko kanker kulit (Mounir, 2020). Tabel 2.1 Klasifikasi Albinisme Okulokutaneus (Mounir, 2020).



Subtipe OCA OCA 1 



Posisi gen 11q14-21



Protein yang terkena Tyrosinase



15q11-13



P Protein



9p23



Tyrosinase-related



OCA 1A (tyrosinasenegative OCA)







OCA



1B



(yellow-



mutant/Amish/xanthous , temperature-sensitive) 



OCA



1A/1B



heterozygote OCA 2 (tyrosinase-positive brown OCA) OCA 3



OCA,



protein



Tabel 2.2 Tipe Albinisme Okular (Mounir, 2020).



4



Subtipe OA



Posisi Gen



OA 1 (X-linked recessive



X p22.3-22.2



OA/Nettleshop-Falls type)



Protein yang Terkena Produk protein dari gen OA 1 bernama



OA



1



(dan



juga



diidentifikasi sebagai GPR143 di AROA



X p22.3-22.2



GenBank) Tyrosinase dalam beberapa kasus; Protein P dalam beberapa kasus



2.2 Etiologi Penyebab penyakit ini adalah mutasi pada gen tertentu. Albinisme oculocutaneous tipe 1 hasil dari mutasi pada gen tyrosinase, yang memetakan ke band 11q14-3 dan diwarisi sebagai sifat resesif autosomal. Gen tyrosinase mengkodekan enzim yang memulai sintesis melanin menggunakan tyrosine



substrat.



Secara



khusus,



tyrosinase



hydroxylates



tyrosine



to



dihydroxyphenylalanine (DOPA) dan kemudian dehydroxylates DOPA ke DOPA-oxidase. Lebih dari 70 mutasi telah diidentifikasi dalam tyrosinase yang mengakibatkan disfungsi atau kurangnya sintesis enzim ini. Sebagian besar pasien dengan albinisme oculocutaneous tipe 1 memiliki senyawa heterozygositas untuk mutasi pada gen tyrosinase. Albinisme oculocutaneous tipe 2 hasil dari mutasi pada gen P, yang memetakan ke band 15q12 dan diwarisi sebagai sifat resesif autosomal. Gen P mengkodekan protein 110 kd dengan 12 domain transmembran putatif yang dipadalkan ke membran yang membatasi butiran pigmen (ie, melanosome). Fungsi protein P dalam sintesis melanin belum ditentukan.



5



Albinisme oculocutaneous tipe 3 hasil dari mutasi pada gen protein-1 (Tyrp1) terkait tyrosinase, yang memetakan ke band 9p23 dan diwarisi sebagai sifat resesif autosomal. [12] Gen Tyrp1 mengkodekan protein yang telah terbukti memiliki aktivitas oksidase asam karboxylic dihydroxyindole (DHICA) dalam sistem murine. DHICA oxidase adalah langkah katalisis hilir dari tyrosinase dalam biosintesis melanin dari tyrosine. Fungsi Tyrp1 dalam melanogenesis manusia dapat terlibat sebagai (1) transporter ionik, (2) pendamping, dan / atau (3) stabilizer kompleks melanosome. Albinisme okular menghasilkan mutasi pada gen pada kromosom X, yang memetakan ke band Xp22.3-22.2 dan diwarisi sebagai sifat resesif yang terkait dengan X. Fungsi produk gen albinisme okular tidak diketahui (Raymond, 2019). 2.3 Epidemiologi Albinisme dapat mempengaruhi orang-orang dari semua latar belakang etnis dan telah dipelajari secara luas. Sekitar satu dari 17.000 orang memiliki salah satu jenis albinisme. Ini menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 70 orang membawa gen untuk OCA. Prevalensi berbagai bentuk albinisme sangat bervariasi di seluruh dunia, sebagian dijelaskan oleh mutasi pendiri yang berbeda dalam gen yang berbeda dan fakta bahwa mungkin sulit secara klinis untuk membedakan antara berbagai subtipe albinisme di antara spektrum normal pigmentasi yang besar. OCA2 adalah bentuk yang paling umum di seluruh dunia. 



OCA1 memiliki prevalensi sekitar 1 per 40.000 pada sebagian besar populasi tetapi sangat jarang di antara orang Afrika-Amerika.



6







Sebaliknya, OCA2 adalah jenis albinisme yang paling umum pada pasien OCA Hitam Afrika. Prevalensi keseluruhan OCA2 diperkirakan 1:36.000 di AS, tetapi sekitar 1:10.000 di antara orang-orang Afrika Amerika. Ini mempengaruhi 1 dari 3.900 populasi di beberapa bagian selatan Afrika.







OCA3



atau



albinisme



oculocutaneous



rufous



telah



dilaporkan



mempengaruhi 1:8.500 individu di Afrika, sedangkan itu sangat jarang terjadi pada populasi Kaukasia dan Asia. 



Baru-baru ini, mutasi pada gen keempat terbukti menjadi penyebab albinisme, OCA4, dan dilaporkan menjelaskan penyakit ini pada sekitar 58% pasien Jerman dengan albinisme tetapi 18% pasien Jepang (Karen, 2007).



2.4 Faktor Resiko Albinisme diwariskan sebagai sifat genetik resesif autosomal. Kondisi ini diwariskan dalam pola resesif autosomal, yang berarti kedua salinan gen di setiap sel memiliki mutasi. Orang tua dari individu dengan kondisi resesif autosomal masing-masing membawa satu salinan gen bermutasi, tetapi mereka biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda dan gejala kondisi. Ada tujuh jenis OCA non-syndromic yang diidentifikasi hingga saat ini; dari jumlah tersebut, Tipe 1 OCA (OCA1) dan Tipe 2 OCA (OCA2) adalah yang paling umum (US National Library of Medicine).



2.5 Diagnosis



7



Albinisme didiagnosis berdasarkan pengamatan klinis dan analisis genetik molekuler mengingat faktor-faktor berikut: 



Ujian fisik penuh, termasuk memeriksa pigmentasi kulit, rambut, dan mata







Ujian okular menyeluruh, termasuk penilaian kemungkinan nystagmus, strabismus, defisit refraktif, fotofobia, dan transilluminasi iris. Inspeksi visual retina juga dilakukan untuk menentukan apakah ada tanda-tanda perkembangan abnormal.







Perbandingan pigmentasi pasien albino terhadap anggota keluarga lainnya;







Tinjauan riwayat keluarga dan pribadi, termasuk adanya pendarahan berkepanjangan, memar berlebihan, kelainan usus, paru, atau neurologis, atau infeksi berulang. Hair bulb tyrosinase assay telah digunakan untuk membedakan antara



albinisme oculocutaneous tipe 1 dan bentuk albinisme lainnya. Dalam alat tes ini, akar rambut kulit kepala dipetik dengan lembut dari pasien dan ditempatkan dalam larutan L-dihydroxyphenylalanine (L-DOPA) hingga 4 jam. Jika sampel berasal dari pasien dengan albinisme oculocutaneous tipe 1 dengan mutasi yang mempengaruhi fungsi sintesis atau katalolitik tyrosinase, umbi rambut tetap putih. Sebaliknya, sampel dari semua bentuk albinisme lainnya berubah menjadi gelap selama masa inkubasi (Raymond, 2019).



2.6 Patofisiologi



8



Penyakit-penyakit ini hadir dengan kehilangan pigmentasi total atau Sebagian padakulit dan rambut. Mutasi pada gen yang mengatur proses multistep sintesis melanin, distribusi pigmen oleh melanosinat, dan / atau melanosom biogenesis adalah dasar untuk penyakit ini. Produk protein/gen (dan gen masingmasing) yang terpengaruh dalam setiap bentuk albinisme oculocutaneous adalah sebagai berikut: 



Albinisme oculocutaneous tipe 1 - Enzim Tyrosinase [11q14-21]







Albinisme oculocutaneous tipe 2 - Protein P [15q11-13]







Albinisme oculocutaneous tipe 3 - Tyrosinase terkait protein-1 enzim (TYRP1) [9p23]







Albinisme oculocutaneous tipe 4 - Protein transportasi terkait membran (MATP/SLC24A2) [5p13.3]







Albinisme oculocutaneous tipe 5 - Protein tidak diketahui [4q24]







Albinisme oculocutaneous tipe 6 - Protein transportasi terkait membran (SLC24A5) [15q21.1]







Albinisme oculocutaneous tipe 7 - Protein tidak diketahui (Raymond, 2019).



2.7 Diagnosa Banding 2.7.1 Sindrom Helmansky-Pudlak Sindrom Hermansky-Pudlak (HPS) ditandai oleh OCA dan diatesesis berdarah sekunder untuk tidak ada tubuh padat trombosit. Dari setidaknya



9



sembilan subtipe HPS, HPS2 (disebabkan oleh varian patogen dalam AP3B1) paling mirip CHS (Roman, 2009). 2.7.2 Chediak-Higashi syndrome Disebabkan oleh varian patogen biallelik dalam LYST. Individu yang terkena memiliki frekuensi infeksi yang meningkat secara signifikan pada masa kanak-kanak, albinisme oculocutaneous ringan, dan diatesisme berdarah. Entitas ini ditandai dengan lysosomes dan makromelanosomes yang besar, menyatu, dan disfungsional. Individu dengan CHS selalu memiliki butiran intraseluler raksasa dalam neutrofil mereka pada noda darah perifer; individu dengan HPS tidak pernah memamerkan temuan ini. Orang dengan CHS juga sering mengembangkan limfosiocytosis fatal atau fase dipercepat CHS, temuan yang juga secara sporadis terjadi di HPS terkait AP3B1. Tanpa transplantasi sumsum tulang, individu dengan sindrom Chediak-Higashi klasik mati di masa kanak-kanak (Ahmed, 2020). 2.8 Penatalaksanaan Mengingat bahwa kondisi tersebut adalah kelainan genetik, albinisme tidak memiliki obat. Pusat perawatan pada pemberian perawatan dokter mata yang tepat dan pada pemantauan kulit untuk tanda-tanda kelainan dan pencegahan kerusakan akibat sinar matahari. Perawatan umumnya mencakup hal-hal berikut: 



Perawatan mata: penilaian ophthalmologic pada bulan-bulan pertama kehidupan, ujian ophthalmologic reguler, lensa korektif, fisioterapi okular, intervensi bedah bila perlu, panduan untuk belajar - alat bantu belajar dan



10



pertimbangan khusus di kelas (bahan bacaan kontras tinggi, teks cetak dan spreadsheet, pengaturan tampilan skala besar di komputer, antara lain). Pendekatan ini membantu mengatasi ketidakmampuan belajar yang terkait dengan defisit visual 



Perawatan kulit dan pencegahan kanker kulit: panduan tentang pencegahan kerusakan aktinik dan penilaian dermatoskopi klinis dan kulit secara teratur untuk mendeteksi kanker kulit atau lesi prekursor. Intervensi seperti penerapan nitrogen cair, kemoterapi topikal, kuret, elektrocauterisasi, dan operasi dilakukan ketika diperlukan (Carolina, 2019).



2.9 Edukasi Pasien harus menggunakan tabir surya spektrum luas dan harus mengenakan pakaian yang sesuai untuk mencegah kerusakan yang diinduksi ultraviolet pada kulit. Gangguan penglihatan dapat ditingkatkan dengan menggunakan lensa korektif (Raymond,2019). 2.10 Komplikasi Komplikasi albinisme oculocutaneous tipe 1 termasuk fobia, ketajaman visual berkurang parah hingga sedang, dan nystagmus. Komplikasi okular dalam albinisme oculocutaneous tipe 2, albinisme oculocutaneous tipe 3, dan albinisme oculocutaneous tipe 4 mirip dengan yang ada di albinisme oculocutaneous tipe 1, tetapi, dalam albinisme oculocutaneous tipe 3, mereka tidak separah albinisme oculocutaneous tipe 2 (Raymond, 2019).



11



Komplikasi lainnya ialah kanker kulit salah satu penyebab utama morbiditas dan kematian di antara albino yang mengembangkan lesi premalignant dan ganas pada usia yang lebih muda dan yang memiliki kanker kulit stadium lanjut oleh dekade ketiga dan keempat kehidupan (Carolina, 2019).



Gambar 2.1 Kanker kulit pada Albino (Carolina, 2019).



Gambar 2.2 Kanker kulit pada Albino (Carolina, 2019).



2.11 Prognosis



12



Harapan hidup penduduk dengan OCA non-syndromic mirip dengan populasi umum. Ada peningkatan risiko kematian karena kanker kulit. Risiko ini berubah berdasarkan jumlah paparan sinar matahari relatif di wilayah geografis tertentu dan masalah sosial ekonomi tertentu. Masalah sosial ekonomi termasuk akses terbatas ke tabir surya; pendidikan terbatas tentang langkah-langkah perlindungan matahari; perbedaan budaya dalam pakaian; akses terbatas ke profesional kesehatan untuk pemantauan, yang mengarah ke presentasi terlambat dan perawatan yang tertunda; serta ketidakmampuan untuk mematuhi atau menyimpulkan pengobatan. Di daerah dengan masalah sosial ekonomi, seringkali ada stigma gamba yang terkait dengan albinisme, dan individu dengan gangguan genetik dapat menjadi korban penganiayaan, prasangka, kekerasan, dan pengucilan sosial. Albino memiliki kecerdasan normal dibandingkan dengan populasi umum. Ada beberapa keterlambatan dalam pematangan visual, dan ini dapat menyebabkan ketidakmampuan belajar jika masalah okular tidak ditangani secara tepat waktu. Selain itu, rendahnya harga diri dan alienasi sosial dapat menyebabkan perasaan terisolasi dan depresi. Albino memiliki tingkat gangguan defisit perhatian yang tinggi (Carolina, 2019). 2.12 Profesionalisme Langkah-langkah untuk mencegah dan mengendalikan kanker kulit pada albino harus mencakup pelaksanaan program pemeriksaan medis untuk mengidentifikasi lesi kulit aktinik yang berpotensi ganas dan memungkinkan



13



deteksi dini kanker, dan juga untuk menyediakan langkah-langkah pengobatan psikologis dan dermatologis yang efektif dan segera. Meskipun kanker kulit adalah penyebab paling umum kematian dini pada albino, pasien yang terkena dampak dapat memiliki harapan hidup normal dengan penyediaan perawatan kulit yang memadai (Caroline, 2019).



BAB III KESIMPULAN Albinisme adalah penyakit resesif autosomal yang disebabkan oleh ketidakhadiran total atau penurunan biosintesis melanin pada melanosit. Karena pengurangan atau tidak adanya melanin, albino sangat rentan terhadap efek berbahaya dari radiasi ultraviolet dan berisiko meningkatnya kerusakan aktinik dan kanker kulit (Mounir, 2020). Karakteristik hippigmentasi albinisme terlihat saat lahir. Peningkatan pigmentasi kulit dan / atau rambut dapat terjadi seiring bertambahnya usia, terutama pada individu yang sedikit terpengaruh secara khusus dengan subtipe albinisme non-oculocutaneous tipe 1 (Raymond, 2019). Mengingat bahwa kondisi tersebut adalah kelainan genetik, albinisme tidak memiliki obat. Pusat perawatan pada pemberian perawatan dokter mata yang tepat dan pada pemantauan kulit untuk tanda-tanda kelainan dan pencegahan kerusakan akibat sinar matahari (Carolina, 2019). Pasien harus menggunakan tabir surya spektrum luas dan harus mengenakan pakaian yang sesuai untuk mencegah kerusakan yang diinduksi ultraviolet pada kulit. Gangguan penglihatan dapat ditingkatkan dengan menggunakan lensa korektif (Raymond,2019). Komplikasi lainnya ialah kanker kulit salah satu penyebab utama morbiditas dan kematian di antara albino yang mengembangkan lesi premalignant



14



15



dan ganas pada usia yang lebih muda dan yang memiliki kanker kulit stadium lanjut oleh dekade ketiga dan keempat kehidupan. Harapan hidup penduduk dengan OCA non-syndromic mirip dengan populasi umum. Ada peningkatan risiko kematian karena kanker kulit. Risiko ini berubah berdasarkan jumlah paparan sinar matahari relatif di wilayah geografis tertentu dan masalah sosial ekonomi tertentu. Masalah sosial ekonomi termasuk akses terbatas ke tabir surya; pendidikan terbatas tentang langkah-langkah perlindungan matahari; perbedaan budaya dalam pakaian; akses terbatas ke profesional kesehatan untuk pemantauan, yang mengarah ke presentasi terlambat dan perawatan yang tertunda; serta ketidakmampuan untuk mematuhi atau menyimpulkan pengobatan (Carolina, 2019).



DAFTAR PUSTAKA



1. Raymond E Boissy, PhD. 2019. Dermatologic Manifestations of Albinism Clinical Presentation. https://emedicine.medscape.com/article/1068184clinical. Cincinnati. Diakses tanggal (4 Oktober 2020). 2. Mounir Bashour, MD, PhD, CM, FRCSC, FACS. 2020. Albinism.



https://emedicine.medscape.com/article/1200472.



Diakses



tanggal



(4



Oktober 2020). 3. Carolina ReatoMarçona, MarcusMaia. 2019. Albinism: epidemiology,



genetics,



cutaneous



characterization,



psychosocial



factors.



https://doi.org/10.1016/j.abd.2019.09.023. Diakses tanggal (4 Oktober 2020). 4. S



Biswas,



I



C



Lloyd.



1999.



Oculocutaneous



Albinism.



http://dx.doi.org/10.1136/adc.80.6.565. Diakses tanggal (4 Desember 2020). 5. Karen



Grønskov,



Jakob



Ek



&



Karen



Brondum-Nielsen.



Oculocutaneous



2007.



Albinism.



https://ojrd.biomedcentral.com/articles/10.1186/1750-1172-2-43. Diakses tanggal (4 Oktober 2020). 6. Anitha Ajitkumar1; Siva Naga S. Yarrarapu2; Kamleshun Ramphul3. 2020. Chediak Higashi Syndrome. NCBI Bookshelf. A service of the National Library



of



Medicine,



National



16



Institutes



of



Health.



17



https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507881/?report=printable.



(2



Oktober 2020). 7. Sarah Tomer. 2015. Chediak Higashi Syndrome. National Organization oof Rare Disorder. https://rarediseases.org/rare-diseases/chediak-higashisyndrome/. Diakses tanggal (2 Oktober 2020). 8. US National Libarary of Medicine. 2014. Chediak Higashi Syndrome.



https://medlineplus.gov/genetics/condition/chediak-higashisyndrome/#resources. Diakses pada (2 Oktober 2020). 9. Roman J Nowicki, MD, PhD Professor and Chairman. 2009. Department



of Dermatology, Venereology and Allergology, Medical University of Gdansk,



Poland.



Chediak-Higashi



Syndrome



https://emedicine.medscape.com/article/1114607.



Diakses



Medication. tanggal



(3



Oktober 2020). 10. Rashmi Sriram, H Harshavardhan Gowda, Rajendra Okade, Mouryabha



Shale, Kranthi Varma. 2020. Chediak–Higashi syndrome – A Rare Case Report. https://doi.org/10.46347/jmsh.2020.v06i01.007. Diakses tanggal (3 Oktober 2020).