Referat Out of Hospital Cardiac Arrest [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT HENTI JANTUNG DI LUAR RUMAH SAKIT (Out of Hospital Cardiac Arrest)



Disusun oleh : Puti Shahnaz 030.14.158



Pembimbing: dr. Eko Budi, Sp.An



KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI PERIODE 28 OKTOBER – 29 NOVEMBER 2019 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI RSAL DR. MINTOHARDJO



LEMBAR PENGESAHAN



Presentasi referat dengan judul



HENTI JANTUNG DI LUAR RUMAH SAKIT (Out of Hospital Cardiac Arrest)



Telah diterima, disetujui dan disahkan oleh pembimbing, sebagai syarat untuk



menyelesaikan



kepaniteraan



klinik



Ilmu



Anestesi



di



RSAL



DR.MINTOHARDJO periode 28 Oktober – 29 November 2019.



Jakarta,



November 2019



Dokter Pembimbing Dr. Eko Budi, Sp.An



i



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karuniaNya penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan judul “Henti Jantung di Luar Rumah Sakit”. Referat ini disusun untuk memenuhi tugas dari syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu anestesi di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo.



Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama penyusunan referat ini kepada dr. Eko Budi, Sp.An selaku dokter pembimbing, dokter, dan staf ilmu anestesi di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo, serta teman – teman sesama Co – Asissten ilmu anestesi.



Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini, oleh karena itu penulis memohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan referat. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca penulis hargai demi membuat referat ini menjadi lebih baik.



Jakarta,



November 2019



Penulis Puti Shahnaz



ii



DAFTAR ISI



LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 2.1LATAR BELAKANG ................................................................................... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3 2.1 Definisi .......................................................................................................... 3 2.2 Epidemiologi ................................................................................................. 3 2.3 Tatalaksana.................................................................................................... 6 BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 11 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12



iii



BAB I PENDAHULUAN 2.1 LATAR BELAKANG Kejadian henti jantung di luar rumah sakit merupakan salah satu fokus permasalahan kesehatan di dunia. Kejadian henti jantung di luar rumah sakit memiliki angka kejadian yang cukup tinggi tetapi bertolak belakang dengan angka kelangsungan hidupnya, angka kelangsungan hidup dari kejadian henti jantung terutama yang terjadi di luar rumah sakit cukup rendah.(1)



Henti jantung adalah suatu keadaan dimana terjadi hilangnya aktivitas mekanik jantung yang ditandai dengan tidak adanya tanda – tanda sirkulasi.(2) Tanda henti jantung antara lain adalah tidak terdapat pulsasi karotis, penurunan kesadaran, hingga henti nafas. Henti jantung di luar rumah sakit (Out of Hospital Cardiac Arrest/OHCA) merupakan kejadian henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit dan merupakan kondisi yang seringkali mengancam nyawa seseorang.(3,4) Henti jantung dapat terjadi secara tiba – tiba dan terjadi pada siapa saja, baik pada seseorang yang sebelumnya didiagnosa penyakit jantung maupun tidak pernah didiagnosa penyakit jantung.(5) Tiap tahunnya terdapat kurang lebih 356.461 orang penduduk di Amerika Serikat yang mengalami OHCA. Sepertiga dari kasus tersebut terjadi pada seseorang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung sedangkan kurang lebih setengahnya tidak mengalami gejala prodromal.(2)



Angka kejadian OHCA cukup tinggi, secara global, pertahunnya diperkirakan mencapai 50 hingga 60 kasus per 100.000 orang. Angka kejadian OHCA di Indonesia diperkirakan mencapai 10.000 kasus pertahun atau sekitar



1



30 kejadian OHCA perharinya. Tingginya angka kejadian OHCA tidak disertai dengan angka kelangsungan hidup yang tinggi. Angka kelangsungan hidup penderita OHCA sangat kecil sekitar 12%, hal tersebut disebabkan terutama oleh karena terlambatnya pelaporan dan pemberian tindakan penanganan awal seperti resusitasi.(1) Kejadian henti jantung di luar rumah sakit seringkali terjadi di rumah.(5) Sekitar 80% kasus OHCA di Inggris terjadi di rumah sedangkan 20% lainnya di tempat umum. Emergency Medical Services (EMS) di London menyatakan bahwa pada tahun 2013 di Inggris terdapat 28.000 kasus OHCA yang dapat mereka berikan bantuan resusitasi. EMS mengakui terdapat banyak kasus OHCA yang tidak dapat ditangani karena berbagai macam faktor antara lain adalah orang sekitar yang terlambat memberikan penanganan segera seperti menghubungi pihak medis ataupun memberikan bantuan awal sehingga saat EMS hadir, pasien telah meninggal dunia.(6)



American Heart Association (AHA) mempublikasikan the Heart Disease and Stroke Statistics pada tahun 2013, yang menyebutkan bahwa insiden OHCA di Amerika mencapai 359.400 orang dan 40,1% diantaranya mendapatkan tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) oleh orang – orang yang saat itu berada di sekitar korban. AHA menyatakan bahwa angka keberlangsungan hidup dari korban yang mendapatkan penanganan RJP secara dini di lokasi kejadian mencapai 9,5%. Hal tersebut menunjukan bahwa orang – orang yang berada di sekitar korban berperan besar dalam meningkatkan keberlangsungan hidup seseorang yang mengalami henti jantung terutama yang mengalaminya di luar rumah sakit. Namun, keberadaan serta jumlah masyarakat yang mampu memberikan pertolongan RJP kepada orang yang membutuhkan masih tergolong rendah.(4)



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Henti jantung adalah suatu keadaan dimana terjadi hilangnya aktivitas mekanik jantung yang ditandai dengan tidak adanya tanda – tanda sirkulasi.(2) Tanda henti jantung antara lain adalah tidak terdapat pulsasi karotis, penurunan kesadaran, hingga henti nafas. Henti jantung di luar rumah sakit (Out of Hospital Cardiac Arrest/OHCA) merupakan kejadian henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit.(3)



2.2 Epidemiologi OHCA memiliki angka kejadian yang tinggi sehingga OHCA menjadi salah satu fokus permasalahan kesehatan dunia. Angka kejadian OHCA secara global mencapai 50 hingga 60 kasus per 100.000 orang per tahun. Benua Eropa memiliki angka kejadian OHCA sebanyak 300.000 dan Amerika Serikat memiliki angka yang lebih tinggi hingga 420.000 kasus.(7) Angka kejadian OHCA di Indonesia berdasarkan data Departemen Kesehatan RI pada tahun 2006 adalah 10.000 kasus per tahun atau sama dengan sekitar 30 kejadian per harinya.(1) Henti jantung dapat terjadi secara tiba – tiba dan terjadi pada siapa saja, baik pada seseorang yang sebelumnya didiagnosa penyakit jantung maupun tidak pernah didiagnosa penyakit jantung.(5) Penyebab paling sering dari terjadinya OHCA adalah penyakit jantung terutama penyakit jantung koroner (PJK) dan kardiomiopati. Henti jantung dapat menjadi manifestasi awal dari suatu penyakit jantung pada lebih dari setengah pasien yang mengalami kelainan kardiovaskular.(8). Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung yang terjadi secara nasional mencapai 7,2% dan berpotensi mengalami henti jantung hingga



3



kematian mendadak apabila tidak ditangani dengan cermat.(9) The American Heart Association (AHA) pada tahun 2018 menyatakan bahwa Amerika Serikat memiliki jumlah kasus OHCA sebesar 356.461 orang per tahunnya. Sepertiga dari kasus tersebut terjadi pada seseorang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung sedangkan kurang lebih setengahnya tidak mengalami gejala prodromal.(2)



St John West Australia, suatu layanan yang menyediakan layanan ambulans darurat di Australia Barat, mencatat bahwa sepanjang tahun 2016 terdapat 2.451 kasus OHCA dimana 2.407 kasus (98%) terjadi pada orang dewasa sedangkan 44 kasus (2%) terjadi pada anak – anak. Kisaran angka kejadian OHCA berdasarkan jumlah populasinya adalah 115.6 per 100.000 populasi dimana kisaran angka kejadian tersebut hampir sama dengan angka kejadian yang telah dilaporkan oleh St John New Zealand di Selandia Baru yaitu sebesar 128.9 dan laporan dari the London Ambulance di London adalah 118.0 pada tahun 2014.(3)



Berdasarkan laporan kejadian OHCA, didapatkan adanya predominan terjadinya kejadian yaitu pada laki – laki dibandingkan perempuan. Kejadian OHCA pada laki – laki mencapai 67% kasus sedangkan pada perempuan 33% kasus. Rata – rata usia laki – laki yang mengalami OHCA cenderung lebih muda dibandingkan rata – rata usia pada perempuan yaitu pada laki – laki berkisar pada usia 63 tahun sedangkan pada perempuan berusia 69 tahun.(3)



Henti jantung dapat terjadi baik didalam ataupun di luar rumah sakit. Henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit dapat terjadi pada sekitar 1.000 penduduk Amerika setiap harinya, sedangkan angka kejadian henti jantung di rumah sakit mencapai kisaran 500.000 orang dewasa tiap tahunnya.(8) Lokasi terjadinya OHCA memiliki peranan cukup penting dalam menentukan hasil akhir dari keadaan pasien. Kejadian yang terjadi di tempat umum seperti kantor, pertokoan, area olahraga, dan tempat rekreasi memiliki hasil akhir yang



4



lebih baik dibandingkan kejadian yang terjadi di lingkungan tempat tinggal. Tempat umum cenderung memiliki hasil akhir yang lebih baik karena kejadian henti jantung lebih mungkin untuk disaksikan oleh banyak orang sehingga kemungkinan untuk diberikan penanganan segara seperti menghubungi pihak medis dan melakukan resusitasi dapat lebih cepat dilakukan selain itu tempat umum pada umumnya memiliki peralatan untuk keadaan medis darurat. Walaupun begitu pada kenyataannya OHCA lebih sering terjadi di rumah dibandingkan di tempat umum. Angka kejadian terjadinya henti jantung di lingkungan perumahan adalah sebesar 72% sedangkan ditempat umum hanya 20%.(3)



AHA mempublikasikan the Heart Disease and Stroke Statistics pada tahun 2013, yang menyebutkan bahwa insiden OHCA di Amerika mencapai 359.400 orang dan 40,1% diantaranya mendapatkan tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) oleh orang – orang yang saat itu berada di sekitar korban. AHA menyatakan bahwa angka kelangsungan hidup dari korban yang mendapatkan penanganan RJP secara dini di lokasi kejadian mencapai 9,5%. Hal tersebut menunjukan bahwa orang – orang yang berada di sekitar korban berperan besar dalam meningkatkan keberlangsungan hidup seseorang yang mengalami henti jantung terutama yang mengalaminya di luar rumah sakit. Namun, keberadaan serta jumlah masyarakat yang mampu memberikan pertolongan RJP kepada orang yang membutuhkan masih tergolong rendah.(4)



Faktor yang menyebabkan rendahnya jumlah masyarakat yang memberikan tindakan RJP ketika terdapat seseorang yang mengalami henti jantung secara mendadak antara lain adalah kepedulian dari masyarakat yang masih cukup rendah serta kemampuan intelektual untuk melakukan RJP yang cenderung kurang. RJP berperan penting dalam menentukan kelangsungan hidup seseorang yang mengalami henti jantung sehingga penting untuk adanya peningkatan jumlah masyarakat sekitar yang mampu melakukan RJP. Di



5



Indonesia, hingga tahun 2017 belum didapatkan data laporan keberadaan ataupun jumlah orang yang telah memberikan tindakan RJP kepada orang sekitar yang mengalami henti jantung mendadak.(4)



2.3 Tatalaksana Henti jantung atau cardiac arrest adalah suatu kondisi dimana jantung berhenti bekerja secara tiba – tiba, sehingga jantung kehilangan fungsinya untuk memompa darah, yang kemudian dapat mengakibatkan tidak tercukupinya pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh organ – organ vital.(10) Organ vital yang tidak mendapatkan oksigen sesuai yang dibutuhkannya dalam lebih dari 4 menit, dapat menyebabkan kematian pada sel otak – otak dan dalam 10 menit dapat menyebabkan kematian pada seluruh organ vital.(11)



OHCA merupakan kejadian henti jantung yang ditandai dengan tidak adanya tanda sirkulasi, terjadi diluar area rumah sakit dan merupakan kejadian yang mengancam nyawa.(4, 11) Penanganan henti jantung yang segera dan tepat diperlukan untuk meningkatkan angka kelangsungan hidup dari OHCA. Penanganan henti jantung pada fase pre – hospital dapat mencegah kematian pada pasien OHCA, penanganan tersebut dikenal dengan Rantai Kelangsungan Hidup (Chain of Survival).(11)



AHA pada tahun 2015 telah melakukan revisi dalam hal tatalaksana henti jantung dimana salah satunya adalah memisahkan penatalaksanaan antara henti jantung di dalam rumah sakit (In Hospital Cardiac Arrest/IHCA) dan OHCA. Rantai kelangsungan hidup memiliki fungsi mengidentifikasi jalur penawaran yang berbeda antara pasien yang mengalami henti jantung di dalam dan di luar rumah sakit. Perawatan yang diberikan untuk pasien setelah mengalami henti jantung berpusat di rumah sakit. Pasien dengan OHCA sangat bergantung terhadap masyarakat sekitar untuk memberikan dukungan. Masyarakat sekitar dapat menolong dengan cara mengenali serangan, meminta



6



bantuan, memulai RJP, serta memberikan defibrilasi hingga tim EMS yang terlatih secara professional datang dan siap mengambil alih tanggung jawab, lalu memindahkan pasien ke Unit Gawat Darurat (UGD) dan/atau laboratorium kateterisasi jantung. Setelah pasien mendapatkan penanganan, pasien dapat dipindahkan ke unit perawatan kritis (Intensive Care Unit/ICU) untuk perawatan lebih lanjut.(12) Seluruh komponen tersebut merupakan mata rantai yang penting untuk mencapai tujuan mengembalikan peredaran darah secara spontan (Return of Spontaneous Circulation/ROSC).(11) Efektivitas antar rantai diperlukan untuk mencapai keberhasilan satu rantai, sehingga diperlukan suatu sistem yang berkesinambungan yang efektif antara pra – rumah sakit dan rumah sakit, dimana hal tersebut bergantung terhadap sistem pelayanan kesehatan masyarakat yang berlaku.(13)



Gambar 1. Rantai Kelangsungan Hidup AHA 2015



7



Rantai Kelangsungan Hidup – OHCA(4) 1. Deteksi dini dari henti jantung dan aktivasi Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) 2. Melakukan RJP secara dini dengan teknik penekanan yang tepat 3. Melakukan kejut jantung secara dini 4. Melakukan bantuan hidup lanjut yang efektif 5. Melakukan resusitasi setelah henti jantung secara terintegrasi Standarisasi yang ditetapkan dalam tatalaksana pasien OHCA(14) 1. Penolong awam yang tidak terlatih hanya memberikan kompresi saja dipandu oleh EMS melalui telepon 2. Penolong awam terlatih dapat memberikan ventilasi dari mulut ke mulut jika mungkin dilakukan 3. Pada saat tim medis tiba di lokasi dapat diaplikasikan berbagai jenis teknik airway dan ventilasi sesuai protokol masing – masing. Dapat hanya berupa compression only-CPR, RJP dengan oksigen aliran tinggi melalui face mask, serta memasukan satu dari beberapa tipe supraglorric airway (SGA) dan endotracheal intubation (ETI) pada jalan napas.



AHA



juga



memanfaatkan



perkembangan



teknologi



dengan



menerapkan bahwa memanfaatkan teknologi media sosial untuk memanggil penolong yang sedang berada dalam jarak dekat dengan korban dugaan OHCA serta penolong bersedia dan mampu melakukan RJP merupakan suatu tindakan yang wajar untuk dilakukan masyarakat umum yang sedang berada di sekitar korban OHCA. Hal ini diterapkan karena laporan yang mendukung penggunaan media sosial oleh operator untuk memberi informasi adanya korban OHCA kepada penolong korban OHCA terdekat masih minim.(12)



Kasus OHCA dapat diberikan pertolongan oleh masyarakat awam dengan RJP sampai petugas EMS datang. Dalam hal ini, pasien dapat dibawa ke layanan kesehatan umum (public health center) sebagai fasilitas pelayanan



8



kesehatan primer karena lokasinya mudah dijangkau.(15) Pertolongan pada pasien OHCA yang dimulai pada fase pre – hospital dapat meningkatkan kelangsungan hidup korban henti jantung.(11) Pertolongan terhadap korban henti jantung pada fase pre – hospital dapat dilakukan di Puskesmas. Dalam penatalaksanaan



OHCA,



Puskesmas



merupakan



salah



satu



aspek



penyelenggara yang memiliki peranan penting selama proses resusitasi berlangsung. Hasil dari penatalaksanaan OHCA akan sangat dipengaruhi oleh pengenalan awal dari tanda-tanda henti jantung serta penanganan resusitasi yang dapat diberikan oleh petugas Puskesmas.(15)



Saat pasien mengalami henti jantung ataupun datang ke Puskesmas dalam keadaan henti jantung, maka keadaan tersebut merupakan indikasi untuk dilakukannya RJP dengan tujuan untuk mengalirkan sirkulasi darah ke organ – organ vital. RJP dapat dilakukan dengan memberikan 30 kali kompresi dada dan dua kali ventilasi dengan memperhatikan kedalaman, kecepatan, dan memfasilitasi kembalinya dinding dada agar ruang jantung dapat terisi kembali oleh darah. RJP baiknya dilakukan terus menerus hingga pasien menunjukan tanda – tanda ROSC, atau hingga pasien tidak memberikan respon sirkulasi setelah tindakan dilakukan terus – menerus dalam waktu 30 menit, atau jika penolong telah merasa kelelahan.(15)



Penyebab utama dari rendahnya angka kelangsungan hidup korban OHCA antara lain disebabkan terlambatnya pelaporan dan pemberian tindakan resusitasi paru. Meningkatkan peran setiap orang di komunitas untuk menjadi seorang bystander RJP merupakan solusi yang direkomendasikan oleh AHA (2015). RJP yang dilakukan segera setelah kejadian henti jantung terjadi dan dilakukan dengan tepat dapat meningkatkan angka kelangsungan hidup korban OHCA sebanyak dua hingga tiga kali lipat. Jumlah bystander RJP pada berbagai negara, terutama di negara – negara berkembang seperti di Asia Tenggara cenderung masih sangat sedikit. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan jumlah bystander RJP antara lain adalah dengan cara



9



memberikan pelatihan pada komunitas tentang cara melakukan tindakan RJP yang tepat. Organisasi kesehatan dunia seperti European Resuscitation Council dan World Health Organization menyarankan agar anak sekolah sebaiknya sudah bisa mendapatkan pelatihan RJP sejak usia dini yaitu sejak usia 12 tahun dan materi RJP dimasukan sebagai salah satu kurikulum pendidikan.(1)



Tindakan lain yang perlu dilakukan untuk menolong pasien henti jantung adalah memberikan terapi defibrilasi dengan alat DC shock atau Automated External Defibrillator (AED). Defibrilasi merupakan terapi yang dilakukan dengan cara memberikan aliran listrik yang kuat dengan metode ansikron ke jantung pasien melalui elektroda yang ditempatkan pada permukaan



dada



pasien.



Tujuan



dari



terapi



ini



adalah



untuk



mengkoordinasikan aktivitas listrik jantung dan mekanisme pemompaan, ditunjukkan dengan membaiknya cardiac output, perfusi jaringan, dan oksigenasi.(12,15)



AHA



defibrilasi dilakukan



(2015)



merekomendasikan



untuk



penggunaan



secepat mungkin yaitu 3 menit atau kurang untuk



keadaan di lingkungan di rumah sakit dan dalam waktu 5 menit atau kurang dalam keadaan di luar rumah sakit.(12) Alat AED dapat ditemukan di lokasi terjadinya OHCA jika lokasi kejadian berada di tempat umum ataupun saat pasien dibawa ke Puskesmas. Di Indonesia, alat AED dapat tidak selalu ditemukan bahkan di UGD Puskesmas.(15) Keadaan serupa ditemukan pula dapat ditemukan pula di negara lain contohnya di Mesir berdasarkan suatu penelitian tentang henti jantung di rumah sakit di Mesir(16). Ketiadaan AED ini dapat menyebabkan hambatan dalam upaya melakukan penatalaksanaan yang maksimal pada pasien henti jantung terutama yang terjadi di luar rumah sakit.(15)



10



BAB III KESIMPULAN Henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit merupakan suatu permasalahan di bidang yang cukup serius karena henti jantung dapat mengancam nyawa. Kelangsungan hidup dari seseorang yang mengalami henti jantung di luar rumah sakit sangat bergantung terhadap masyarakat sekitar yang berada di sekitar pasien saat kejadian tersebut terjadi. Hal tersebut disebabkan karena kelangsungan hidup seseorang yang mengalami henti jantung sangat dipengaruhi dengan kecepatan dan ketepatan penatalaksanaan yang didapatkan. Oleh sebab itu, masyarakat sekitar serta pelayanan kesehatan primer seperti Puskesmas memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya menolong pasien OHCA. Penanganan OHCA yang tepat disebut pula sebagai Rantai Kelangsungan Hidup yang terdiri dari :



1. Deteksi dini dari henti jantung dan aktivasi Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) 2. Melakukan RJP secara dini dengan teknik penekanan yang tepat 3. Melakukan kejut jantung secara dini 4. Melakukan bantuan hidup lanjut yang efektif 5. Melakukan resusitasi setelah henti jantung secara terintegrasi



11



DAFTAR PUSTAKA 1. Yunanto RA, Wihastuti TA, Rachmawati SD. Perbandingan Pelatihan RJP dengan Mobile Application dan Simulasi Terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Melakukan RJP. Nursline J. 2017;2(2). 2. McCarthy JJ, Carr B, Sasson C, et al. Out of Hospital Cardiac Arrest Resuscitation Systems of Care : a Scientific Statement from the American Heart Association. AHA J. 2018;137:e645-e660 3. St John WA. Cardiac Arrest Report 2016. Australia : St John WA. 2016. 4. Sentana AD. Peran Masyarakat dalam Penanganan Henti Jantung dengan Melakukan Resusitasi Jantung Paru yang Terjadi di Luar Rumah Sakit. J Kes Prima. 2017;11(2):111-7 5. Kementrian Kesehatan RI. Resusitasi Jantung Dini Upaya Pertolongan Pertama pada Henti Jantung. Jakarta : DEPKES RI. 2012. 6. British Heart Foundation. Consensus Paper on Out of Hospital Cardiac Arrest in England. London. 2014. 7. Go AS, Mozaffarian D, Roger VL, & et al. Excecutive Summary: Heart Disease and Stroke Statistics – 2014 Update: a Report from the American Heart Association. Circulation. 2014;129(3): 399-410. 8. Brown DL. Cardiac Intensive Care 3rd ed. Elsevier Inc. 2019. ISBN : 978-0323-52993-8 9. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan RI. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta : DEPKES RI. 2018. 10. Hall JE. Guyton and Hall : Physiology Review 13th ed. Philadelphia : Elsevier Inc. 2016. 11. Kronick SL, Lin S, Kurz MC, Edelson DP, et al.Part 4 Systems of Care and Continuous Quality Improvement : 2015 American Heart Association Guidelines Update for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2015;132:S397-S413.



12



12. American Heart Association. Fokus Utama : Pembaruan Pedoman American Heart Association 2015 untuk CPR dan ECC. Texas : American Heart Association. 2015. 13. Bobrow BJ, Clark LL, Ewy GA, et al. Minimally Interrupted Cardiac Resuscitation by Emergency Medical Services for Out – of – Hospital – Cardiac - Arrest. J of American Med Ass. 2008;299(10):1158–1165. 14. Alfan F. Kontroversi dan Pendekatan Manajemen Jalan Napas Pasien Out of Hospital Cardiac Arrest. CDK. 2018;45(3). 15. Mumpuni RY, Winarni I, Haedar A. Pengalaman Perawat Puskesmas Kota Malang dalam Penatalaksanaan Henti Jantung (Out-of-Hospital Cardiac Arrest). Malang: Medica Majapahit. 2017;9(1). 16. Taha HS, Bakhoum SWG, Kasem HH, Fahim MAS. Quality of Cardiopulmonary Resuscitation of in-Hospital Cardiac Arrest and its Relation to clinical outcome: An Egyptian University Hospital Experience. The Egyptian Heart J. 2015;67(2),137–43.



13