Referat Pendarahan Retina Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT



PERDARAHAN RETINA



Pembimbing : Dr. Hari Indra Pandji Soediro, Sp.M



Penyusun: Franky Cristia Wijaya 030.12.112



KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA RSUD BUDHI ASIH PERIODE 26 MARET – 28 APRIL 2018 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2018



LEMBAR PENGESAHAN Referat dengan judul : “Perdarahan retina” Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Mata RSUD Budhi Asih periode 26 Maret – 28 April 2018



Disusun oleh : Franky Cristia Wijaya 030.12.112



Jakarta, April 2018 Mengetahui



Korpanit Mata RSUD Budhi Asih



i



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Perdarahan retina” tepat pada waktunya. Penyusunan referat ini ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUD Budhi Asih. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada: 1. Dr. Hari Indra Pandji Soediro, Sp.M selaku pembimbing dalam penyusunan referat. 2. Seluruh staff SMF Mata RSUD Bushi Asih. 3. Rekan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Mata RSUD Bushi Asih.



Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, hal tersebut tidak lepas dari segala keterbatasan kemampuan yang peneliti miliki. Oleh karena itu bimbingan dan kritik yang membangun dari semua pihak sangatlah diharapkan.



Jakarta,



April 2018



Penulis



DAFTAR ISI



ii



LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................i KATA PENGANTAR...........................................................................................ii DAFTAR ISI .......................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3 2.1 Anatomi dan Histologi ...................................................................................3 2.1.1 Letak retina........................................................................................... 3 2.1.2 Lapisan retina........................................................................................ 4 2.1.3 Bagian-bagian retina .............................................................................5 2.1.4 Vaskularisasi retina................................................................................7 2.2 Fisiologi retina...............................................................................................7 2.2.1 Fisiologi Visual Pathway.......................................................................8 BAB III PERDARAHAN RETINA..................................................................10 3.1 Oklusi Arteri Sentralis Retina.......................................................................10 3.1.1 Epidemiologi........................................................................................10 3.1.2 Etiologi ................................................................................................10 3.2 Patofisiologi..................................................................................................12 3.3 Gambaran Klinis ..........................................................................................13 3.4 Diagnosis .....................................................................................................15 3.5 Penatalaksanaan ...........................................................................................16 3.6 Prognosis .....................................................................................................17 3.6.1 Definisi Oklusi Vena Retina Sentral (CRVO)....................................17 3.6.2 Epidemiologi .......................................................................................18 3.6.3 Klasifikasi ...........................................................................................18 3.7 Etiologi .........................................................................................................19 3.8 Patofisiologi .................................................................................................19 3.9 Manifestasi Klinis ........................................................................................20 3.10 Diagnosis ...................................................................................................20 3.11 Diagnosis Banding.................................................................................... 22 3.12 Penatalaksanaan .........................................................................................22 3.13 Komplikasi..................................................................................................24 3.14 Prognosis.....................................................................................................24 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................43



iii



iv



BAB I PENDAHULUAN Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisasi, dengan kemampuan untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi tersebut ditransmisikan melalui nervus opticus ke korteks visual. Retina adalah jaringan mata yang paing kompleks.1 Visus turun mendadak pada



mata tenang akan sangat mengganggu



penderita. Kelainan yang dapat dijumpai dapat berupa : oklusi arteri retina sentral, oklusi vena retina sentral, penyakit eales, amourosis fugaks, retinopati diabetik dan retinopati hipertensi. Penyakit yang termasuk dalam kelompok ini tidak menyebabkan sakit maupun nyeri pada mata, tidak menunjukaan tanda radang seperti pembengkakan, penonjolan bola mata, perubahan kedudukan bola mata maupun mata merah. Salah satu gangguan visus pada mata tenang yang sering ditemui adalah retinopati diabetik.1 Oklusi arteri retina sentralis merupakan keadaan terjadinya iskemia pada arteri retina karena terjadinya penyumbatan. Oklusi vena retina sentralis merupakan penyumbatan vena retina yang mengakibatkan gangguan perdarahan didalam bola mata. Penyumbatan ini dapat terjadi pada suatu cabang kecil ataupun pembuluh vena utama (vena retina sentral). Amaurosis Fugaks atau Transient Monocular Visual Loss (TMVL) merupakan hilangnya penglihatan pada satu mata secara akut dan bersifat sementara. Penyakit Eales adalah suatu kelainan yang ditandai dengan perdarahan retina dan badan kaca yang terjadi beulang yang terutama mengenai pembuluh vena retina perifer akibat suatu peradangan pembuluh darah. Optic neuropati adalah keadaan dimana terjadi penurunan daya penglihatandan defek lapang pandang yang disertai pembengakakan diskus optikus.2 Gangguan penglihatan dan kebutaan masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Survey Kesehatan Indera tahun 1993-1996 menunjukkan 1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan disebabkan oleh katarak (52%), 1



glaukoma (13,4%), kelainan refraksi (9,5%), gangguan retina (8,5%), kelainan kornea (8,4%) dan penyakit mata lain.3



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANATOMI DAN HISTOLOGI 2.1.1 Letak Retina Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Bagian mata ini mengandung reseptor yang menerima cahaya. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang di hantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan oksipital. Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus siliaris dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm pada kutub posterior, di tengah retina posterior terdapat macula dengan diameter 5,5-6 mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah dibatasi oleh cabang pembuluh retina temporal. Daerah ini di tetapkan sebagai area sentralis, yang secara histologis merupakan bagian retina yang ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari satu lapis sel. Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga terhubung dengan membrane Bruch, koroid, dan sklera. 4



Gambar 1. Anatomi letak retina pada mata 2.1.2



Lapisan Retina Terdapat 10 lapisan yang dapat dibedakan secara histologis dari luar 3



ke dalam: 1. Lapisan pigmen epitel kornea 2. Lapisan fotoreseptor Merupakan lapis retina yang terdiri atas sel batang dan sel kerucut 3. Membran limitan eksterna Merupakan membrane ilusi 4. Lapis inti luar Merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang. Ketiga lapis diatas avascular dan mendapat metabolism dari lapisan koroid 5. Lapisan pleksiform luar Merupakan lapis susunan lapis aseluler dan merupakan tempat sinaps sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal 6. Lapisan inti dalam Merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel mulller lapis ini mendapatkan metabolisme dari arteri retina sentral 7. Lapisam pleksiform dalam Merupakan lapis aseluler merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion. 8. Lapisan sel ganglion Merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua 9. Lapisan serat saraf Merupakan lapis akson sel ganglion menuju kea rah saraf optik. Di lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina 10. Membrane limitan interna Merupakan membrane hialin antara retina dan badan kaca



4



GaGambar 2. Histologi lapisan retina 2.1.3



Bagian-bagian retina Terdiri dari bagian perifer yaitu daerah antara ora serata dan garis ekuator retina dan bagian posterior : a) Diskus optic Berwarna pink, lingkaran berbatas tegas, diameter 1,5 mm. Pada diskus optik semua lapisan retina berakhir kecuali serabut saraf yang melewati lamina kribosa menuju nervus optik. Daerah cekung di diskus optik disebut cup fisiologis dimana arteri sentralis dan vena berakhir di tengah cup. b) Fovea Merupakan daerah cekung di tengah makula dengan kepadatan sel kerucut terbesar. Di tengah fovea terdapat daerah yang bersinar disebut foveola. Foveola yang memiliki diameter 350µm dan ketebalan 150µm, kemudian terdapat parafovea, merupakan



5



struktur yang menyerupai sabuk dengan lebar 0,5mm dan mengelilingi tepi fovea. Paravovea ini dikelilingi oleh perifovea, dengan lebar 1,5mm, daerah ini ditandai dengan beberapa lapisan sel ganglion dan 6 lapis sel bipolar. c) Makula lutea Terletak dengan jarak 2,5 diameter papil di bagian temporal papil. Macula bebas pembuluh darah dengan sedikit lebih berpigmen dibanding daerah retina lainnya. Pusat makula (umbo), memiliki fotoreseptor utama yaitu sel kerucut. Dimana dengan diameter umbo 150-200 µm memiliki kepadatan sekitar 385.000 sel kerucut/mm2. Bagian sentral macula sedikit tergaung akibat lapisannya yang kurang dan memberi refleks macula bila disinari. Daerah ini dapat dibedakan dari daerah luarnya dengan membandingkan lapisan sel ganglionnya. Pada macula, sel ganglion terdiri dari beberapa lapis, sedangkan pada daerah luarnya hanya terdiri dari satu lapisan. d) Papil nervus optic.



Gambar 3. Bagian posterior retina



6



2.1.4



Vaskularisasi retina Retina menerima darah dari dua sumber yaitu arteri sentralis retina dan arteri koriokapilaris. Arteri sentralis retina memperdarahi 2/3 daerah retina bagian dalam, sementara 1/3 daerah retina bagian luar diperdarahi oleh arteri koriokapilaris. Fovea sentralis sendiri diperdarahi hanya oleh arteri koriokapilaris dan rentan untuk mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang, sehingga membentuk sawar darah-retina. Arteri sentralis retina terbagi menjadi 4 cabang yang tidak beranastomose satu sama lain, yaitu : superior-nasal, superior-temporal, inferior-nasal, dan inferior-temporal. Vena retina mengikuti pola arteri, vena sentralis retina berdrainase ke sinus kavernosa secara langsung atau ke vena oftalmika superior.5



Gambar 4. Vakularisasi retina 2.2



Fisiologi Retina Retina merupakan jaringan yang paling kompleks di mata. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan di bagian oksipital otak. Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut meningkat di pusat macula (fovea), semakin berkurang di perifer, dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer.



7



Makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (fotopik) sedangkan bagian retina lainnya sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).5 Dua sel pada retina, yaitu sel batang dan sel kerucut mempunyai kerja yang berbeda. Sel kerucut berfungsi menangkap bermacam-macam warna cahaya yang masuk ke mata, sedangkan sel batang hanya menangkap cahaya yang berwarna hitam putih saja. Sel kerucut lebih banyak digunakan pada siang hari dan pada tempat-tempat yang terang, sedangkan pada malam hari dan di tempat-tempat yang gelap, sel batang lebih banyak digunakan. 5 Penelitian-penelitian



sensitivitas



spektrum



fotopigmen



kerucut



memperlihatkan puncak penyerapan panjang gelombang berturut turut untuk sel kerucut sensitive pada – biru, -hijau, dan –merah pada 430, 540, dan 575 nm. Selain itu, kerusakan pada sel kerucut, akan menyebabkan gangguan pada mata seperti buta warna, dan hanya bisa melihat hitam putih saja. Ataupun buta warna parsial (buta warna sebagian), jika terjadi kerusakan hanya bagianbagian tertentu saja pada reseptor sel kerucut ini. 6 2.2.1 Fisiologi Visual Pathway Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rhodopsin, suatu pigmen pengihatan yang fotosensitif. Pigmen ini tersusun atas dua komponen, sebuah protein opsin dan kromofor. Opsin dalam rhodopsin adalah scotopin yang terbentuk dari 7 heliks transmembran. Saat rhodopsin menyerap foton cahaya, 11-cis – retinal akan mengalami isomerasi menjadi all-trans-retinal dan akhirnya menjadi all-trans-retinol kemudian membebaskan dan mengaktifkan sejumlah opsin. Opsin yang bebas kemudian berperan dalam mengkatalisasi aktivasi transdusin dari G-protein. Transdusin mengkatalisasi aktivasi dari enzim fosfodiesterase (PDE). 6 PDE menghidrolisis cGMP menjadi GMP dan melepaskannya. Keadaan cGMP yang menurun merangsang penutupan dari kanal natrium sehingga membran mengalami hiperpolarisasi dan neurotransmitter tidak bisa keluar. 6



8



Hal ini menyebabkan kanal kalsium tertutup dan pengeluaran inhibitory neurotransmitter jadi menurun. Sel bipolar mengalami kenaikan aksi potensial yang diikuti oleh sel ganglion. Impuls ini kemudian dihantarkan ke korteks visual bagian oksipital (area 17 dan 18) dan dipersepsikan sebagai informasi visual. 6



Gambar 5. Visual Pathway



9



BAB III PERDARAHAN RETINA 3.1 Oklusi Arteri Sentralis Retina Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) merupakan suatu penyumbatan pada pembuluh arteri retina sentral yang umumnya disebabkan oleh emboli. Keadaan ini berlangsung secara akut dan merupakan emergensi oftamologi yang dapat menyebabkan kebutaan.7 3.1.1



Epidemiologi Data pada studi di Amerika, menunjukkan bahwa CRAO ditemukan tiap



1:10.000. Bahkan pada 1-2% penderita, ditemukan ganguan mata bilateral. Umumnya penderita laki-laki lebih tinggi dari pada wanita. Kebanyakan penderita berusia sekitar 60 tahun, namun pada beberapa kasus dijumpai mengenai penderita yang lebih muda hingga usia 30 tahun. Umumnya insiden pada kelompok usia yang berbeda disebakan penyebab yang berbeda pula.7 Insidensi dijumpai meningkat pada penderita hipertensi, diabetes, systemic heart disease, penyakit kardiovaskular, perokok, obesitas, subakut bacterial endocarditis, tumor, leukemia, pengguna kortikosteroid suntikan, polyarteritis nodosa, syphilis, trauma tumpul, paparan radiasi, dan pengguna kokkain.8 3.1.2



Etiologi CRAO bukan suatu penyakit yang berdiri sendiri. Penyebab dari CRAO



dianggap sebagai proses multifaktorial, yang disebabkan oleh kelainan-kelainan sistemik yang lain. CRAO dapat diakibatkan oleh: 1. Proses aterosklerosis dan trombosis yang terjadi pada lamina cribosa.9 2 Emboli yang berasal dari arteri karotis atau proses lain di jantung. Emboli dianggap sebagai penyebab CRAO yang tersering.



Emboli dapat terbentuk dari berbacam sumber di tubuh. Jenis emboli yang dapat menyebkan obstruksi pada arteri retina adalah:



Jenis Emboli Calcium emboli



Sumber Plak atheromatous yang berasal dari arteri karotis ataupun katup jantung



10



Cholesterol emboli



Plak atheromatous yang berasal dari



Thrombocyte-fibrin



arteri carotid Pada atrial fibrillation, myocardial



emboli (gray) Myxoma emboli



infarction, ataupun pada operasi jantung Pada atrialmyxoma (umumnya usia



Bacterial ataupun



muda) Pada endocarditis dan septicemia



mycotic emboli (Roth spots) 1



Obliterasi arteri retina yang berkaitan dengan peradangan pada arteritis maupun periarteritis. Proses inflamasi yang mencetuskan oklusi seperti



2



pada arteritis temporal merupakan penyebab yang jarang terjadi. Angiospasme merupakan penyebab yang jarang. Penyebab terjadinya spasme pada pembuluh antara lain pada migren, keracunan alkohol,



3



tembakau, kina, atau timah hitam. Peningkatan tekanan intra okular yang sangat tinggi juga dikaitkan dengan kejadian obstruksi pada arteri retina, seperti yang terjadi pada akut



4



glaukoma sudut tertutup. Gangguan trombofilia, dimana hal ini berkaitan dengan CRAO yang terjadi pada usia muda.



3.2



Patofisiologi Pada umumnya, oklusi arteri retina terjadi karena emboli. Emboli biasanya



berasal dari trombus pembuluh darah dari aliran pusat yang terlepas kemudian masuk ke dalam sistem sirkulasi dan berhenti pada pembuluh darah dengan lumen yang lebih kecil. Etiologi trombosis adalah kompleks dan bersifat multifaktorial.10 1. Konsep trombosis pertama kali diperkenalkan oleh Virchow pada tahun 1856 dengan diajukamya uraian patofisiologi yang terkenal sebagai Triad of Virchow, yaitu terdiri: 11



1. Kondisi dinding pembuluh darah (endotel). 2. Aliran darah yang melambat/ statis. 3. Komponen yang terdapat dalam darah sendiri berupa peningkatan 2. Koagulabilitas. 3. Arteri dan vena retina sentral berjalan bersama-sama pada jalur keluar dari nervus optikus dan melewati pembukaan lamina kribrosa yang sempit. Karena tempat yang sempit tersebut mengakibatkan hanya ada keterbatasan tempat bila terjadi displacement.



Jadi,



anatomi



yang



seperti



ini



merupakan



predisposisi terbentuknya trombus pada arteri retina sentral dengan berbagai faktor, di antaranya perlambatan aliran darah, perubahan pada dinding pembuluh darah, dan perubahan dari darah itu sendiri. 4. Selain itu, perubahan arterioskelerotik pada arteri retina sentral mengubah struktur arteri menjadi kaku dan mengenai atau bergeser dengan vena sentral yang lunak, hal ini menyebabkan terjadinya disturbansi hemodinamik, kerusakan endotelial, dan pembentukan trombus. Mekanisme ini menjelaskan adanya hubungan antara penyakit arteri dengan CRVO, tapi hubungan tersebut masih belum bisa dibuktikan secara konsisten.



5. Oklusi pada arteri menyebabkan iskemia dari bagian yang diperdarahinya. Iskemia dari lapisan dalam retina menyebabkan terjadinya edema intraselular sebagai akibat dari kerusakan selular dan nekrosis. Edema intraselular ini terlihat dalam pemeriksaan funduskopi sebagai gambaran putih keabu-abuan pada permukaan retina. Cherry red spot pada macula yang diakibatkan oleh obstruksi dari aliran darah ke retina dari arteri retina, menyebabkab pucat dan tetap menyuplai darah ke coroid dari arteri ciliari, yang berakibat sinar berwarna merah pada bagian retina yaitu macula. 6. Suplai darah ke retina berasal dari arteri optalmika, cabang pertama dari arteri carotis internal, arteri tersebut menyuplai mata melalui 12



arteri retina central dan arteri siliar. Arteri retina sentral dan cabang menjadi segmen-segmen yang lebih kecil keluar dari disk optic. Arteri silia memasok choroid dan bagian anterior melalui otot-otot rektus (rektus otot masing-masing memiliki dua arteri silia kecuali rektus lateral, yang memiliki salah satu). Variasi anatomis antara cabang-cabang



arteri



posterior



pendek



cilioretinal



silia,



menyediakan pasokan tambahan untuk bagian dari makula retina. arteri Cilioretinal terjadi pada sekitar 14% dari populasi. 3.3



Gambaran Klinis Umumnya pasien akan mengeluhkan penurunan penglihatan yang terjadi



secara tiba-tiba, tanpa disertai rasa nyeri dan menetap pada salah satu mata. Pada 90% penderita, kemampuan visus menurun hingga menghitung jari, persepsi cahaya, bahkan kebutaan.10 Keluhan nyeri pada pesien lebih mengarahkan pada proses iskemik okular yang sedang berlangsung. Hal ini umumnya disebabkan oleh gangguan sirkulasi pada arteri karotis dan bukan disebabkan suatu oklusi arteri retina.10 Pada beberapa pasien dapat dijumpai amaurosis fugax, merupakan proses penurunan penglihatan secara transien yang dapat terjadi selama beberapa detik hingga beberapa menit, namun dapat pula bertahan hingga 2 jam. Umumnya penglihatan dapat kembali seperti sebelumnya setelah serangan amaurosis fugax berakhir. 10 Monokular amaurosis fugax dapat pula terjadi akibat hipotensi ortostatik, spasme pembuluh darah, aritmia, migren retina, anemia, arteritis dan koagulopati. Hilangnya penglihatan jarang mencapai total dan dapat merupakan gejala awal dari obstruksi dini arteri sentral. Amaurosis fugax merupakan tanda yang paling sering dijumpai pada insufisiensi arteri karotis atau terdapatnya emboli pada arteri oftalmika retina.10 1. Pada ameurosis fugax umumnya tidak dijumpai kelainan fundus karena pendeknya serangan. Kadang-kadang terlihat adanya plaque putih atau cerah atau suatu embolus di dalam arteriol.11



13



Penting untuk menanyakan riwayat penyakit penderita yang dapat menjadi predisposisi pembentukan trombus, seperti atrial fibrilasi, endokarditis, penyakitpenyakit atherosklerosis, keadaan koagulopati ataupun hiperkogulasi. Begitu pula dengan riwayat pengobatan.11 Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada penderita yang diduga mengami CRAO meliputi: -



Penilaian visus, umumnya menurun hingga menghintung jari, lambaian



-



tangan ataupun tanpa persepsi cahaya. Pemeriksaan reaksi pupil, menjadi lambat atau menghilang dan dapat



-



anisokor. Permeriksaan defek pada pembuluh retina dengan funduskopi, dapat



-



memberikan gambaran: Seluruh retina menjadi pucat akibat edema dan gangguan nutrisi. Gambaran cherry-red spot pada makula lutea. Hal ini muncul setelah terjadi infark pada lapisan retina yang menyebabkan terjadi edema. Akibatnya lapisan retina akan tampak pucat kecuali pada daerah makula yang tetap berwarna merah karena lapisannya yang tipis Tanda Boxcar dapat terlihat pada arteri maupun vena, dimana hal ini -



menunjukkan adanya obstruksi yang berat.12 Emboli dapat terlihat pada 20% kasus.



(Ophthalmology at a Glance) -



Lakukan pemeriksaan kardiovaskular untuk mendengar adanya murmur jantung ataupun bruit karotis.



14



2. Pemeriksaan menyeluruh untuk menilai kelemahan otot, demam, nyeri tekan pada temporal ataupun adanya arteri yang teraba, jaw claudication, untuk menyingkirkan adanya arteritis temporal.13 3.4 Diagnosis Dari uraian diatas, pada pasien CRAO umumnya pasien datang dengan keluhan utama penurunan penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba, tanpa disertai nyeri, dan umumnya unilateral. Pada pemeriksaan, dijumpai penurunan visus hingga menghitung jari ataupun persepsi cahaya maupun kebutaan. Pada funduskopi dapat ditemui: gambaran fundus menjadi pucat akibat edema retina, fovea tidak terlihat edema, dapat terlihat gamabaran cherry-red spot, arteriol menjadi dangkal dan irreguler, serta tanda boxcar pada bagian vena.13 Pemeriksaan EKG dapat dilakukan untuk menilai adanya kemungkan atrial fibrilasi. Pasien yang dicurigai aritmia yang tak didapati pada EKG serial dapat dilakukan EKG-holter (monitor 24 jam). 13 1



Proses pencitraan sangat membantu dalam menentukan proses primer yang menyebabkan CRAO. Ultrasoud pada karotis dapat mendeteksi penyakit atherosklerosis yang lebih sensitif dari pemeriksaan Dopler yang hanya menilai aliran. Pemeriksaan MRA dapat memberikan gambaran yang lebih jelas pada obstruksi yang terjadi.14



3.5



Penatalaksanaan 1. Menurunkan tekanan intraokular Dapat diberikan obat topikal (tetes mata) golongan β-blocker ataupun pemberian acetazolamide 4 X 500mg atau manitol secara intavena dapat mennyebabkan penurunan TIO yang segera. 2. Ocular massage Dilakukan dengan gerakan berputar selama 10 detik pada bola mata dan dilepas kemudian dilakukan berulang-ulang. Diharapankan terjadi perpindahan emboli ke distal menuju pembuluh darah dengan kaliber kecil dan menyelamatkan sebagian daerah retina. 3. Dilatasi arteri retina sentra Dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu a) Meningkatkan PO2 dipermukaa retina dengan cara ventilasi kembali karbon dioksida yang diekspirasi dengan bernafas 15



4. 5. 6. 7. 8.



menggunakan kantong kertas atau pun memberikan ventilasi karbogen dengan memberikan O2 95% dan CO2 5% secara inhalasi melalui masker selama 10 menit setiap 2 jam pada waktu pagi hingga sore hari dan setiap 4 jam pada malam hari selama 48 jam. b) Dapat juga dengan memberikan isosorbid dinitrat sublingual. Pemberian aspirin oral pada fase akut sangat membantu. Pemberian aspirin dilanjutkan selama 2 minggu. Pemberian antikoagulan sistemik tidak dianjurkan. Pemberian steroid hanya bila diduga terdapat peradangan. Mengontrol faktor risiko yang ada pada pasien. Konsul ke dokter spesialis mata untuk terapi selanjutnya secepat mungkin.



Tujuan dari pengobatan yang diberikan pada kasus CRAO adalah untuk: 



Menurunkan TIO, hal ini dapat dicapai dengan pemberian obat-obatan golongan



karbonik



anhidrase



inhibitor,



diuretik



hiperosmolar,



simpatomimetik dan timoptik, seperti yang diberikan pada penderita glaukoma. Penurunan TIO dapat pula dicapai dengan parasintesis camera 



okuli anterior, seperti yang dijelaskan di atas. Menambah perfusi pada retina, diperoleh melalui pemberian obat vasodilator, peningkatan pCO2, atau dengan pemberian agen trombolitik perifer untuk memindahkan trombus. Pendapat lain mengatakan







pemberian aspirin pada fase akut dapat beranfaat. Meningkatkan oxygen delivery pada daerah yang hipoxia, dicapai dengan memberikan oxygen konsentrasi tinggi maupun dengan Terapi Oxygen Hiperbarik. Hal ini hanya dapat bermanfaat bila diberikan dalam 2-12 jam







setelah onset. Pemberian oxygen dan peningkatan pCO2 umumnya dilakukan dengan pemberian bantuan nafas dengan campuran 5% CO2 dan 95% O2 selama 10 menit yang dilakukan setiap 2 jam selama 2 hari.15



3.6



Prognosis Umumnya pasien dengan CRAO akan mengalami penurunan tajam



penglihatan hingga menghitung jari maupun lambaian tangan. Namun pada 10% pasien dengan variasi pembuluh silioretinal tajam penglihatan meningkat menjadi sekitar 20/50.15 16







Dari data didapati bahwa pasien dengan emboli yang terlihat pada retinanya, baik menimbulkan obstruksi atau tidak memiliki mortality rate sebesar 56% dalam 9 tahun, dan 27% pada populasi seusia yang tidak memiliki gambaran emboli pada retinanya. Sedangkan pada pasien yang menderita CRAO, harapan hidup pasien adalah sekitar 5.5 tahun, dibandingkan 15,4 tahun pada penderita tanpa CRAO pada kelompok usia yang sama.16



3.6.1 Definisi Oklusi Vena Retina Sentral (CRVO) CRVO merupakan suatu keadaan di mana terjadi penyumbatan vena retina pada bagian sentral yang mengakibatkan gangguan perdarahan di dalam bola mata.16



3.6.2 Epidemiologi CRVO adalah penyebab penting morbiditas penglihatan pada lansia, terutama mereka yang mengidap hipertensi dan glaukoma.16 1. Insiden CRVO meningkat pada kondisi-kondisi sistemik tertentu, seperti hipertensi, hiperlipidemia, diabetes militus,penyakit kolagen vaskular, gagal ginjal kronik, dan sindrom hiperviskositas (misalnya,



mieloma



dan



makroglobulinemia



Wildenstrőm).



Merokok juga merupakan faktor resiko. CRVO berkaitan dengan peningkatan mortalitas penyakit jantung iskemik, termasuk infark miokardium.17 3.6.3 Klasifikasi CRVO dibagi dua berdasarkan jenis respon pada angiografi fluoresein: 1. Tipe non iskemik (Mild) Dicirikan oleh ketajaman penglihatan yang masih baik, defek pupil aferen ringan, dan perubahan lapangan pandang yang ringan. Pada pemeriksaan funduskopi ditemukan adanya dilatasi ringan dan cabang vena retina sentral



17



yang berkelok-kelok, serta dot-and-flame hemorrhages pada seluruh kuadran retina. Edema macula dengan penurunan ketajaman penglihatan dan pembengkakan optic disk dapat ada atau tidak.17 Gambar 4. CRVO non iskemik 2. Tipe iskemik 1. Biasanya dihubungkan dengan penglihatan yang buruk, defek pupil aferen, dan skotoma sentral. Terlihat dilatasi vena, perdarahan pada empat kuadran yang lebih luas, edema retina, dan ditemukan cotton wool spot. Visual prognosis pada tipe ini jelek, dengan rata-rata hanya kurang dari 10% CRVO tipe iskemik memiliki ketajaman penglihatan akhir lebih baik dari 20/400.18 3.7 Etiologi Sebab-sebab terjadinya penyumbatan vena retina sentral ialah: 1. Akibat kompresi dari luar terhadap vena tersebut seperti yang terdapat pada proses arteriosklerosis atau jaringan pada lamina kribrosa. 2. Akibat penyakit pada pembuluh darah vena sendiri seperti fibrosklerosis atau endoflebitis. 3. Akibat hambatan aliran darah dalam pembuluh vena tersebut seperti yang terdapat pada kelainan viskositas darah, diksrasia darah, atau spasme arteri retina yang berhubungan. 4. Abnormalitas darah itu sendiri (sindrom hiperviskositas dan abnormalitas koagulasi). 5. Abnormalitas dinding vena (inflamasi). 6. Peningkatan tekanan intraokular.19 3.8



Patofisiologi Patogenesis dari CRVO masih belum diketahui secara pasti. Ada banyak



faktor lokal dan sistemik yang berperan dalam penutupan patologis vena retina sentral.19



18



Arteri dan vena retina sentral berjalan bersama-sama pada jalur keluar dari nervus optikus dan melewati pembukaan lamina kribrosa yang sempit. Karena tempat yang sempit tersebut mengakibatkan hanya ada keterbatasan tempat bila terjadi displacement. Jadi, anatomi yang seperti ini merupakan predisposisi terbentuknya trombus pada vena retina sentral dengan berbagai faktor, di antaranya perlambatan aliran darah, perubahan pada dinding pembuluh darah, dan perubahan dari darah itu sendiri.19 Perubahan arterioskelerotik pada arteri retina sentral mengubah struktur arteri menjadi kaku dan mengenai/ bergeser dengan vena sentral yang lunak, hal ini menyebabkan terjadinya disturbansi hemodinamik, kerusakan endotelial, dan pembentukan trombus. Mekanisme ini menjelaskan



adanya hubungan antara



penyakit arteri dengan CRVO, tapi hubungan tersebut masih belum bisa dibuktikan secara konsisten.19 Oklusi trombosis vena retina sentral dapat terjadi karena berbagai kerusakan patologis, termasuk di antaranya kompresi vena , disturbansi hemodinamik dan perubahan pada darah. 19 1. Oklusi vena retina sentral menyebabkan akumulasi darah di sistem vena retina dan menyebabkan peningkatan resistensi aliran darah vena. Peningkatan resistensi ini menyebabkan stagnasi darah dan kerusakan iskemik pada retina. Hal ini akan menstimulasi peningkatan



produksi



faktor



pertumbuhan



dari



endotelial



vaskular(VEGF=vascular endothelial growth factor) pada kavitas vitreous. Peningkatan VEGF menstimulasi neovaskularisasi dari segmen anterior dan posterior. VEGF juga menyebabkan kebocoran kapiler yang mengakibatkan edema makula.20 3.9



Manifestasi Klinis Pasien mengeluhkan kehilangan penglihatan parsial atau seluruhnya



mendadak. Penurunan tajam penglihatan sentral ataupun perifer mendadak dapat



19



memburuk sampai hanya tinggal persepsi cahaya. Tidak terdapat rasa sakit. Dan hanya mengenai satu mata.20 3.10



Diagnosis



Pasien harus menjalani pemeriksaan mata lengkap, termasuk ketajaman penglihatan, reflex pupil, pemeriksaan slit lamp segmen anterior dan posterior mata, dan pemriksaan funduskopi.20 



Ketajaman penglihatan merupakan salah satu indicator penting pada prognosis penglihatan akhir sehingga usahakan untuk selalu mendapatkan ketajaman







penglihatan terkoreksi yang terbaik. Reflex pupil bisa normal dan mungkin ada dengan reflex pupil aferen relative.







Jika iris memiliki pembuluh darah abnormal maka pupil dapat tidak bereaksi. Konjungtiva: kongesti pembuluh darah konjungtiva dan siliar terdapat pada



 



fase lanjut. Iris dapat normal. Pada fase lanjut dapat terjadi neovaskularisasi. Pada pemeriksaan funduskopi terlihat vena berkelok-kelok, edema macula dan retina, dan perdarahan berupa titik terutama bila terdapat penyumbatan vena yang tidak sempurna. Perdarahan retina dapat terjadi pada keempat kuadran







retina. Perdarahan bisa superfisial, dot dan blot, dan atau dalam. Cotton wool spot umumnya ditemukan pada iskemik CRVO. Biasanya terkonsentrasi di sekitar kutub posterior. Cotton wool spot dapat menghilang







dalam 2-4 bulan. Neovaskularisasi disk (NVD): mengindikasikan iskemia berat dari retina dan







bisa mengarah pada perdarahan preretinal/vitreus. Perdarahan dapat terjadi di tempat lain (NVE: Neovascularization of



     



elsewhere) Perdarahan preretinal/vitreus. Edema macula dengan tanpa eksudat. Cystoid macular edema. Lamellar or full –thickness macular hole. Optic atrophy. Perubahan pigmen pada macula. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang rutin didindikasikan untuk



diagnosis CRVO. Pada pasien tua, pemeriksaan laboratorium diarahkan pada



20



identifikasi masalah sistemik vascular. Pada pasien muda, pemeriksaan laboratoriumnya tergantung pada temuan tiap pasien, termasuk di antaranya: hitung darah lengkap (complet blood cell count), tes toleransi glukosa, profil lipid, elektroforesis protein serum, tes hematologi, serologis sifilis.



Gambar 5. Oklusi vena sentral retina.



Gambar 6. Oklusi cabang vena retina. 3.11 Diagnosis Banding  Oklusi vena retina cabang  Sindrom iskemik ocular 3.12 Penatalaksanaan a. Evaluation and Management



21



Manajemen CRVO disesuaikan dengan kondisi medis terkait, misalnya hipertensi, diabetes mellitus, hiperhomosisteinemia, dan riwayat merokok. Jika hasil tes negatif pada faktor-faktor resiko CRVO di atas, maka dipertimbangkan untuk melakukan tes selektif pada pasien-pasien muda untuk menyingkirkan kemungkinan trombofilia, khususnya pada pasien-pasien dengan CRVO bilateral, riwayat trombosis sebelumnya, dan riwayat trombosis pada keluarga.20 Pengobatan terutama ditujukan kepada mencari penyebab dan mengobatinya, antikoagulasia, dan fotokoagulasi daerah retina yang mengalami hipoksia. Steroid diberi bila penyumbatan disebabkan flebitis.20 Pasien CRVO harus diperingatkan pentingnya melaporkan perburukan penglihatan karena pada beberapa kasus, dapat terjadi progresifitas penyakit dari noniskemik ke iskemik.20 b. Surgical and Farmacotherapy Dekompresi surgikal dari CRVO via radial optik neurotomi dan kanulasi vena retina dan pemasukan tissue-plasminogen activator (t-PA). Keefektifan dan resiko dari pengobatan ini tidak terbukti.20 Kortikosteroid dan terapi untuk mengurangi perlengketan platelet (aspirin) telah disarankan, tapi kemanjuran dan resikonya juga masih belum terbukti. Antikoagulasi sistemik tidak dianjurkan.20 Edema makula tidak merespon terhadap terapi laser. Penyuntikan intravitreal triancinolone memberikan sedikit efek. Uji coba dengan menyuntikkan depot steroid atau agen anti -VEGF memberi hasil yang menjanjikan.20 c. Iris Neovascularization Suatu studi penelitian menemukan bahwa faktor risiko paling penting pada iris neovaskularisasi adalah ketajaman visual yang jelek. Faktor risiko yang lain yang berhubungan dengan perkembangan neovaskularisasi iris termasuk di antaranya nonperfusi kapiler retina yang luas dan darah intraretinal. Bila terjadi neovaskularisasi iris, terapi bakunya adalah fotokoagulasi laser pan-retina (Laser



22



PRP). Neovaskularisasi juga dapat dikontrol dengan agen anti-VEGF intravitreal. Namun laser-PRP (Pan Retinal Photocoagulation) dapat menyebabkan skotoma perifer, berkemungkinan meninggalkan hanya sedikit retina yang dapat berfungsi dengan baik dan lapangan pandang yang menyempit.20 3.13



Komplikasi Penyulit oklusi vena retina sentral berupa perdarahan masif ke dalam retina



terutama pada lapis serabut sarah retina dan tanda iskemia retina. Pada penyumbatan vena retina sentral, perdarahan juga dapat terjadi di depan papila dan ini dapat memasuki badan kaca menjadi perdarahan badan kaca. Oklusi vena retina sentral dapat menimbulkan terjadinya pembuluh darah baru yang dapat ditemukan di sekitar papil, iris, dan retina (rubeosis iridis). Rubeosis iridis dapat mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder, dan hal ini dapat terjadi dalam waktu 1-3 bulan.20 Penyulit yang dapat terjadi adalah glaukoma hemoragik atau neovaskular. 3.14



Prognosis Penglihatan biasanya sangat berkurang pada oklusi vena sentral, dan sering



pada oklusi vena cabang, dan biasanya tidak membaik. Keadaan pasien yang berusia muda dapat lebih baik, dan mungkin terdapat perbaikan penglihatan.21 1. Amarousis Fugax a) Definisi Amaurosis Fugaks atau Transient Monocular Visual Loss (TMVL) merupakan hilangnya penglihatan pada satu mata secara akut dan bersifat sementara. Amaurosis Fugaks adalah buta sekejap atau hilangnya penglihatan secara mendadak selama 2-5 detik yang biasanya hanya mengenai satu mata pada saat serangan dan normal kembali sesudah beberapa menit atau jam, disertai dengan gangguan kampus segmental tanpa rasa sakit dan tidak terdapatnya gejala sisa. Penggunaan istilah “amaurosis fugax”, biasanya merujuk secara eksklusif pada iskemia transien pada retina. Amaurosis fugaks adalah istilah lama yang kurang disukai karena tidak spesifik menunjukkan hilangnya penglihatan sementara hanya pada satu atau pada dua mata. 23



2. Amaurosis fugax adalah hilangnya penglihatan secara tiba-tiba, sementara, parsial atau total akibat penyebab apa pun dimana kehilangan penglihatan biasanya berlangsung dari beberapa detik hingga beberapa menit sebelum kembali ke normal.22 a) Etiologi Faktor-faktor sistemik yang dapat menyebabkan TMVL diantaranya adalah: 1) Emboli: berasal dari jantung (penyakit katup jantung, endokarditis, trombus mural, mixoma atrium), pembuluh darah besar, atheroma karotis. 2) Vaskulitis (Giant cell arteritis) 3) Hipoperfusi 4) Vasospasme 5) Hiperviskositas 6) Hiperkoagulabilitas 7) Kehilangan penglihatan yang fungsional. Monokular Amarurosis Fugaks dapat terjadi akibat hipotensi ortostatik, spasme pembuluh darah, aritmia, migren retina, anemia, arteritis dan koagulopatia Etiologi paling umum diantaranya adalah stenosis carotid leher, hipotensi sistemik, idiopatik (kemungkinan vasospasme arteri retina),infark syaraf optik dan retina yang akan terjadi, papiledema. b) Patofisiologi 3. Pada sebagian besar kasus TMVL, penyebab dasarnya adalah terjadinya iskemi pada retina atau nervus optik. Namun, terdapat beberapa penyebab lainnya yang juga dapat menyebabkan episode hilangnya penglihatan hanya pada satu mata yang reversibel dan dapat dengan mudah disingkirkan dengan pemeriksaan status ophthalmikus yang seksama.23 4. Penyakit Eales a) Definisi Eales disease adalah suatu kelainan yang ditandai dengan perdarahan retina dan badan kaca yang terjadi beulang yang terutama mengenai pembuluh vena retina perifer akibat suatu peradangan pembuluh darah (vaskulitis). b) Etiologi 1) Gangguan non inflamasi dinding darah retina perifer 2) Reaksi autoimun autoantigen retina



24



3) Radikal bebas :  Antioksidan rendah ( vitamin A, C, E )  Penigkatan asam lemak bebas  Hipersensitifitas mycobacterium tuberculosis c) Etiopatogenesis Penyakit Eales merupakan reaksi imunologi yang mungkin dipicu oleh kuman eksogen. Retina S-antigen dan Interphotoreceptor Binding Protein retinoid berperan dalam etiopatogenesis. Agen asing dalam paparan antigen uveitopathogenic biasanya diasingkan dari sistem kekebalan tubuh, yang menyebabkan respon kekebalan mata memulai proses suatu penyakit. Stress oksidatif berperan penting dalam etiopathogenesis. Kekurangan antioksidan yaitu kadar vitamin E dan C juga akumulasi akibat radikal bebas oksigen dan lipid, atau sebaliknya dapat menjadi peradangan, neovaskularisasi dan patologi retina pada pasien penyakit Eales. Kekurangan vitamin A juga dapat memperburuk retina. Peningkatan lipid peroksida ditemukan pada tahap proliferatif, dimana menginduksi sintesis sitokin dan faktor pertumbuhan neovascularization retina.23 Penyakit Eales ditandai dengan adannya tahap peradangan serta tahap proliferasi. Sitokin memegang peranan penting dalam intraokular inflamasi. Multiple angiogenik sitokin yang diinduksi oleh beberapa kerusakan angiogenik oksidatif, yang berhubungan dengan jaringan hipoksia yang dapat berinteraksi untuk terbentuknnya neovascularisasi. Selama tahap inflamasi dan proliferasi tejadi peningkatan signifikan pada IL-1b, IL-6, IL-10 dan TNF-a.Kenaikan IL-1b dan TNF-a pada tahap inflamasi dimana berlangsung pada tahap proliferatif. Peningkatan IL-1b, dalam tahap inflamasi, terjadi penurunan secara signifikan dalam tahap proliferatif. Terjadi peningkatan TNF-a pada tahap inflamasi, meningkat secara signifikan pada tahap proliferatif,disini peradangan (periphlebitis) mereda, tetapi neovaskularisasi retina dan perdarahan vitreous dengan adannya hipoksia dan iskemia retina.23 Adannya hubungan erat antara proliferasi neovascular dalam penyakit Eales dan ekspresi VEGF intens telah ditemukan. Peningkatan ekspresi VEGF, dimana bila dibandingkan dengan kondisi lain mendorong neovaskularisasi, mungkin menjelaskan keparahan pertumbuhan dari neovaskularisasi dan perdarahan vitreous berulang pada penyakit Eales.23 d) Patofisiologi Patofisiologi penyakit ini sebagian besar tidak di ketahui. Penyakit ini diyakini merupakan gangguan primer, gangguan noninflamasi dari dinding pembuluh darah retina perifer, yang dikenal



25



shunt pembuluh darah. Hal ini mengarah kepada oklusi vaskular, neovaskularisasi perifer, dan perdarahan vitreus Kelainan mikrovaskular terlihat di pertautan zona perfusi dan nonperfusi retina. Meskipun keterkaitannya dengan tuberkulosis dan multipel sklerosis dihubungkan, namun temuan ini tidak terbukti pada penelitian lainnya. Kemungkinan adanya keterkaitan dari eales disease dengan peradangan pada mata dan kepekaan terhadap protein tuberkulin mungkin berhubungan dengan fenomena imunologi yang masih belum di ketahui mekanismenya.23 e) Gejala Klinis 5. Umumnya penyakit ini mengenai dewasa muda, terutama pria yang berumur 20-30 tahun. Sebagian besar memberikan gejala perdarahan pada vitreous, seperti bercak bintik kecil pada retina, cobweb, atau penurunan tajam penglihatan. Lainnya menunjukkan penurunan ringan tajam penglihatan namun tanpa adanya perdarahan pada vitreous. Meskipun pada sebagian besar pasien hanya mengeluhkan gejala tersebut pada satu mata saja, namun pada pemeriksaan fundus pada mata yang lain menunjukkan adanya tanda perubahan juga, seperti periphlebitis, vascular sheathing, atau non-perfusi perifer retina, yang dapat di deteksi dengan angiografi fluoresen. Pada akhirnya, 50 hingga 90 % dari pasien menunjukkan keterlibatan dari kedua bola mata.24 Tiga tanda utama dari Eales’ disease yaitu phlebitis retina, nonperfusi retina perifer, dan neovaskularisasi retina: 1) Phlebitis retina Ditandai dengan dilatasi vena mid-perifer, eksudat perivaskular di sekitar vena perifer, dan perdarahan retina superfisial 24 2) Non-perfusi retina perifer Kebanyakan pasien menunjukkan derajat dari avaskular perifer retina yang berbeda. Di temukannya garis putih yang padat mewakili sisa dari pembuluh-pembuluh darah besar yang umumnya dapat terlihat pada area yang avaskular. Garis-garis ini mempertahankan konfigurasi dari pembuuluh darah retina yang normal. Pertemuan antara retina perifer anterior yang avaskular dan retina posterior yang vaskular biasanya memperlihatkan batas-batas yang tegas. Kelainan vaskular di pertemuan antara area yang vaskular dan avaskular termasuk



26



mikro aneurisma,veno-venous shunt, dan kadang-kadang eksudat dan cotton-wool spots.24 3) Neovaskularisasi Neovaskularisasi retina terjadi hingga 80% dari pasien. Pembuluh-pembuluh darah baru ini terbentuk di daerah diskus optik atau pun di daerah lain di retina. Perdarahan dari neovaskularisasi ini umum terjadi, dan biasanya berulang, dan merupakan salah satu penyebab utama dari hilangnya penglihatan. Beberapa hari setelah terjadinya perdarahan vitreous, darah tersebut akan mengendap turun pada vitreous, dan gambaran fundus dapat terlihat kembali. Pada beberapa kasus tidak terjadi kekambuhan setelah terjadinya episode perdarahan yang pertama, meskipun pada banyak kasus lainnya terjadi kekambuhan untuk yang kedua atau ketiga kalinya. Pada perdarahan yang berulang, pada fundus akan memperlihatkan adanya darah lama, adanya jaringan fibrotik, retinitis proliferans, atau bahkan traksi pada retina 24 f) Diagnosis 1) Fundus Fluorescein Angiograph 6. Meskipun tidak secara rutin diperlukan untuk membedakan semua kasus Eales, fundus fluorescein angiografi (FFA) sangat bermanfaat pada stadium iskemik. Obstruksi vena dan stasis vena dapat divisualisasikan dengan baik oleh FFA, yang mana menunjukkan areanon-perfusi dengan lengkap, atau dilatasi relatif dan vena distal yang berkelok kestas Area kapiler yang menyempit, melebar dan berkelok, dan shunt vena juga dapat di lihat pada stadium iskemik penyakit14 Khurana, A.K, Comprehensive Opthalmology, 4th edition, 2007, New Age International. Hal 319. 1) Ultrasonografi Ultrasonografi (USG) diperlukan untuk menyingkirkan keterkaitan ablasi retina, baik berupa tarikan, rhegmatogenous, atau gabungan, dalam mata dengan media buram. Pembedahan vitreus dini diindikasikan jika hal-hal tersebut terlihat. USG biasanya memperlihatkan variasi kepadatan dari gema, tergantung pada kepadatan dari perdarahan di vitreous. Lepasnya vitreous posterior baik tidak lengkap dan lengkap dengan atau tanpa lepasnya retina dapat dilihat. Membran dalam rongga vitreous, vitreoschisis, dan proliferasi



27



fibrovascular dapat dibuktikan. Ablasi retina yang terkait, biasanya tarikan atau kombinasi, kadang-kadang terlihat. 24 g) Tatalaksana Pengobatan penyakit Eales bersifat simptomatik. Hal ini bertujuan untuk mengurangi perivaskulitis retina dan vitritis, menurunkan resiko perdarahan vitreous dari terbentuknya pembuluh darah baru pada retina dan atau serabut saraf optik oleh ablasi retina, dan pembedahan pengeluaran perdarahan vitreous yang tidak terabsorpsi dan atau membran vitreous. Sekarang ini modalitas dari pengobatan terbatas pada kortikosteroid, terapi antiVEGF, fotokoagulasi dengan atau tanpacryoablation retina anterior, dan vitrektomi pada berbagai stadium dari penyakit.24 1) Kortikosteroid Merupakan terapi utama dari penyakit Eales pada stadium perivaskulitis aktif. Kortikosteroid oral dan topikal di gunakan untuk mengontrol vaskulitis retina. Pada awalnya, kortikosteroid oral dosis tinggi, sebagai contoh, prednisolone (hingga 2 mg/ kgBB), diberikan dan secara bertahap di tapering saat vaskulitis mulai berkurang. Injeksi posterior sub-Tenon dapat di pertimbangkan pada retinal vaskulitis yang sangat aktif. Pada kasus-kasus tertentu triamcinolone intravitreal dapat di coba.24 2) Anti-VEGF (vascular endothelial growth factor) Terapi ini dipertimbangkan sebagai terapi definitif pada penyakit Eales, sebuah studi terbaru mengindikasikan terdapat hubungan erat antara proliferasi neovaskular yang mencolok dan ekspresi dari VEGF yang tinggi. Terdapat sebuah laporan yang mengutarakan keuntungan bevacizumab intravitreal dalam regresi pembuluh darah baru dan penurunan dari perdarahan vitreous pada 2 orang pasien dengan penyakit Eales. 3) Fotokoagulasi 7. Merupakan terapi utama pada stadium proliferatif dari penyakit Eales. Disarankan menggunakan kombinasi fotokoagulasi xenon



arc dengan anterior



retinal



cryopexy. Fotokoagulasi ini sangat bermanfaat untuk stadium II dan III.25 4) Vitrectomy



28



Episode pertama perdarahan vitreous biasanya tidak ada keluhan apa-apa tetapi perdarahan ulangan dapat mengarah kepada traksi pada membran vitreous atau retina. 22 Perdarahan vitreous cukup sering terjadi, dan pada kenyataannya, merupakan penyebab utama dari hilangnya atau menurunnya daya penglihatan pasien. Indikasi utama vitrectomy yaitu perdarahan pada vitreous yang tidak membaik dalam 2-3 bulan, traksi retina termasuk pada kutub posteriornya, dan kombinasi traksional 25 dan rhegmatogenous retina. 2) Prognosis



7.



Lebih dari 90% pasien dengan penyakit Eales tidak mengalami perbaikan tajam penglihatan. Gieser dan Murphy melaporkan 67% dari pasien memiliki tajam penglihatan 20/40, 24% dengan tajam penglihatan antara 20/50 hingga 20/200, dan sebanyak 9% dengan tajam penglihatan yang lebih buruk dari 20/250. Penelitian lain yang dilakukan di India, 72% pasien yang menjalani vitrektomi tajam penglihatannya hanya 20/200.25 Neuropati optic akut iskemik a) Definisi Optic neuropati adalah keadaan dimana terjadi penurunan daya penglihatandan defek lapang pandang yang disertai pembengakakan diskus optikus. Anterior Iskemik Optik Neuropati (AION) adalah penyebab utama akut optik neuropati pada penderita usia lanjut. Dapat dikategorikan sebagai non-arteritik atau arteritik yangkemudian dihubungkan degan giant cell arteritis. Mempunyai karakteristik penurunan kemampuan penglihatan yang disertai dengan pembengkakan diskus optikus yang menjadi pucat dan kadang terdapat perdarahan pada lapisan neuroretinal dan jugaterdapat eksudat. Kehilangan penglihatan biasanya terjadi secara mendadak danmenetap, mungkin dapat membaik pada beberapa minggu atau bulan setelah onset.25 b) Patofisiologi Anterior iskemik optic neuropati diperkirakan sebagai akibat dari prosesiskemik yang mempengaruhi sirkulasi peredaran pembuluh darah posterior yangmensuplai darah ke nervus optikus yang keluar dari mata. Hanya sel glial yangmenyusun diskus optikus di daerah tersebut dan hanya di situlah pembengkakandapat terjadi. Iskemik posterior juga menghasilkan kondisi serupa, tetapi tanpadisertai pembengkakan dan disebut posterior iskemik optik neuropati.26 c) Etiologi



29



Penyebab dan kondisi yang berhubungan dengan anterior iskemik optic neuropati berdasarkan Walsh dan Hoyt’s Clinical Neuro-opthalmology adalah 1) Vascular  Giant cell arteritis  Post imunisasi  Sifilis  Radiasi nekrosis  SLE  Vasculitis alergi 2) Sistemik vaskulopati  Hipertensi  Diabetes mellitus  Migraine  Atherosclerosis 3) Hematologi  Polisitemia vera  Defisiensi G-6-PD  Penyakit Sickle 4) Ocular  Post katarak  Glaucoma d) Gejala Klinis 1) Ketajaman penglihatan yang turun mendadak disertai dengan skotoma ( defek lapang pandang) sesuai dengan gambaran serat saraf retina / kadang-kadang altitudinal. 2) Bila disertai nyeri atau nyeri tekan kulit kepala maka diagnosis arteritis sel raksasa. 3) Serangan-serangan gelap yang berlangsung beberapa detik atau menit yang kemudian kembali menjadi normal (Amaurosis Fugaks). 4) Lempeng optik yang membengkak dan mengalami perdarahan dengan retina dan pembuluh darah retina normal. Pada ION arteritis, lempeng dapat terlihat pucat. 5) Lempeng pada mata kontralateral memiliki mangkuk optik yang kecil pada penyakit nonarteritis. 6) Pada arteritis biasanya selalu didahului oleh demam dan rasa sakit kepala yang sangat, lemah badan, disertai mialgia otototot, seperti: otot bahu,leher serta tungkai atas 7) Pada pemeriksaan didapatkan edema papil saraf optik yang sekoral/tidak menyeluruh, pada keadaan lanjut papil menjadi pucat dan edema berkurang.



30



e) Pemeriksaan penunjang Pada pasien dengan neuropati optik iskemik nonarteritis termasuk 1) Hitung darah lengkap untuk menyingkirkan anemia. 2) Pemeriksaan tekanan darah 3) Pemerisaan gula darah 4) Led dan protein reaktif-C untuk memeriksa arteritis sel raksasa f) Penatalaksaan Pada jenis non arteritik pengobatan ditujukan terhadap faktor dasar dan faktor pencetusnya kadang-kadang ditemukan adanya perdarahan peripapil tapi tidak pernahdikemukakan adanya eksudat pada retina. Jenis arteritis diberi kortikosteroid yangmempunyai efek anti-inflamasi dan memodifikasi respon imunitas tubuh.Methylprednisolone dapat menurunkan inflamasi dengan mesupresi migrasi darileukosit PMN dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Diberikan secara intravena dengan dosis 1 gram selama 3 hari dilanjutkan dengan prednisone 100 mg selama 10 hari. g) Prognosis Penglihatan jarang memburuk secara progresif pada neuropati optik iskemiknonarteritis dan keluaran penglihatan dalam hal lapang pandang serta tajam penglihatansangat bervariasi. Penglihatan tidak kembali pulih bila telah hilang. Mata kontralateral dapatterlibat dengan cepat pada pasien dengan arteritis sel raksasa yang tidak diterapi. Selain itu juga terdapat keterlibatan mata kontralateral yang bermakna pada bentuk nonarteritis. 8. Retinopathy Diabetik a) Definisi Retinopati diabetes adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus. Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan penurunan perisit. Retinopati diabtes non proliferatif adalah cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titiktitik yang disebut mikroaneurisma, sedangkan vena retina mengalama dilatasi dan berkelok-kelok.



31



b) Etiologi Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya terpapar pada hiperglikemia (kronis) menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain: 1) Adhesif platelet yang meningkat 2) Agregasi eritrosit yang meningkat 3) Abnormalitas lipid serum 4) Fibrinolisis yang tidak sempurna 5) Abnormalitas dari sekresi growth hormone 6) Abnormalitas serum dan viskositas darah. Retinopati diabetik dibagi menjadi : 1) Retinopati Diabetik Non Proliferatif, tau dikenal juga dengan retinopati diabetik dasar (BackgroundDiabetic Retinopathy). 2) Retinopati Diabetik Proliferatif c) Patofisiologi 1) Retinopati diabetik non proliferatif Retinopati diabetik non proliferatif merupakan bentuk yang paling umum dijumpai. Merupakan cerminan klinis dan hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena. Disebabkan oleh penyumbatan dan kebocoran kapiler, mekanisme perubahannya tidak diketahui tapi telah diteliti adanya perubahan endotel vaskuler (penebalan membrana basalis dan hilangnya perisit) dan gangguan hemodinamik (pada sel darah merah dan agregasi platelet). Disini perubahan mikrovaskular pada retina terbatas pada lapisan retina (intraretinal), terikat ke kutub posterior dan tidak melebihi membran internal.pat terjadi perdarahan-perdarahan di semua lapisan retina. Perdarahan akan berbentuk nyala api karena lokasi nya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal, sedangkan perdarahan berbentuk titik atau bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam, tempat sel-sel dan akson berorientasi vertikal.Edema makula adalah penyebab tersering gangguan penglihatan pada pasien retinopati diabetes non proliferatif. Edem terutama disebabkan oleh rusaknya sawar retina darah bagian dalam pada tingkat endotel kapiler retina sehingga terjadi kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina disekitarnya. Edem dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisme dan eksudat intraretina. Dapat



32



terbentuk zona-zona eksudat kuning kaya lemak berbentuk bundar disekitar kumpulan mikroaneurisma dan paling sering berpusat di bagian temporal makula. Walaupun prevalensi edem makula adalah 10% pada populasi diabetes sebagai suatu kesuluruhan, terdapat peningkatan mencolok prevalensi tersebut pada mata yang mengalami retinopati berat. 2) Retinopati Diabetik Proliferatif Merupakan penyulit mata yang paling parah pada diabetes melitus. Pada jenis ini iskemia yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluh-pembuluh halus (neovaskularisasi) yang sering terletak pada permukaan diskus dan di tepi posterior zona perifer, disamping itu neovaskularisasi iris atau rubeosis iridis juga dapat terjadi. Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh berproliferasi dan menjadi meninggi apabila korpus vitreum mulai berkontraksi menjauhi retina dan darah keluar dari pembuluh tersebut maka akan terjadi perdarahan masif dan dapat timbul penurunan penglihatan mendadak. Disamping itu jaringan neovaskularisasi yang meninggi ini dapat mengalami fibrosis dan membentuk pita-pita fibrovaskuler rapat yang menarik retina dan menimbulkan kontraksi terus menerus pada korpus vitreum. Ini dapat menyebabkan pelepasan retina akibat traksi progresif atau apabila terjadi robekan retina, terjadi ablasio retina regmatogenosa. Pelepasan retina dapat didahului atau ditutupi oleh perdarahan korpus vitreum. Apabila kontraksi korpus vitreum telah sempurna di mata tersebut, maka retinopati proliferatif cenderung masuk ke stadium involusional atau burnet-out. 27 d) Gejala Klinis 1) Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa :  Kesulitan membaca  Penglihatan kabur  Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata  Melihat lingkaran-lingkaran cahaya  Melihat bintik gelap dan cahaya kelap kelip. 2) Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa :  Mikroanaeurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior.



33



 Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior.  Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok.  Hard exudates merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu irregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.  Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.  Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak di permukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula-mula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.  Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah macula sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. e) Pemeriksan Penunjang Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema macula pada retinopati diabetic non proliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroscopicmenggunakan menggunakan lensa + 90 dioptri. Angiografi fluoresen sangat bermanfaat dalam mendefinisikan mikrovaskularisasi pada retinopati diabetes. Defek pengisian berukuran besar pada jaringan kapiler-non perfui kapilermemperlihatkan luas iskemia retina dan biasanya paling menonjol di mid perifer. Kebocoran zat warna fluoresen yang berkaitan dengan edema retina dapat mengambil konfigurasi petaloid edema makula sistoid atau mungkin difus. Kelainan fluoresen lainnya adalah lengkung-lengkung vaskuler dan pirau intraretina. f) Tatalaksana



34



Sejauh ini belum ada pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mencegah perkembangan retinopati diabetik. 1) Pencegahan Suatu fakta ditemukan bahwa insiden retinopati diabetik ini tergantung pada durasi menderita diabetes mellitus dan pengendaliannya. Hal sederhana yang terpenting yang dapat dilakukan oleh penderita dibetes untuk dapat mencegah terjadinya retinopati adalah dengan mengontrol gula darah, selain itu tekanan darah, masalah jantung, obesitas dan lainnya harus juga dikendalikan dan diperhatikan. 2) Pengobatan Fokus pengobatan pada pasien retinopati diabetes non proliferatif tanpa edema makula adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik lain yang menyertai. Suatu percobaan klinis terkontrol memperlhatkan bahwa terapi inhibitor aldosa reduktase tidak mencegah perkembangan retinopati diabetes. Beberapa percobaan klinis yang baru-baru ini dilakukan memberi bukti-bukti meyakinkan bahwa terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien yang secara klinis memperlihatkan edema bermakna memperkecil resiko penuruna penglihatan dan meningkatkan kemungkinan perbaikan fungsi penglihatan. Mata dengan edema makula diabetes yang secara klinis tidak bermakna biasanya hanya dipantau secara ketat tanpa terapi laser. Karena adanya edema makula dapat hanya sedikit atau bahkan tidak berkaitan dengan gangguan ketajaman penglihatan, para penyedia kesehatan primer harus menyadari pentingnya rujukan yang segera dan dini pasien diabetes ke ahli oftalmologi. g) Prognosis Meski terapi laser dan bedah telah sangat meningkatkan prognosis pasien dengan retinopati diabetik, penyakit ini masih menyebabkan kehilangan penglihatan berat pada beberapa pasien. 9. Retinopathy Hipertensi a) Definisi Retinopati hipertensif adalah kelainan-kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi. Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema dan perdarahan retina b) Etiologi 35



1. Essential hypertension (hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya) 2. Secondary hypertension (seperti pada preeklamsia / eklamsia, pheochromocytoma, kidney disease, adrenal disease, coarctation aorta). 28 c) Patofisiologi Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah. Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara generalisata. Ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada pemeriksaan funduskopi akan kelihatan penyempitan arterioles retina secara generalisata. Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hyalin. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan perubahan pada persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai ”arteriovenous nicking”. Terjadi juga perubahan pada refleks cahaya arteriolar yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang dikenal sebagai ”copper wiring”. Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat, yang akan menimbulkan kerusakan pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan iskemik retina. Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai gambaran mikroaneurisma, hemoragik, hard exudate dan infark pada lapisan serat saraf yang dikenal sebagai cotton-wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan biasanya meripakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat. Akan tetapi, perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik terhadap hipertensi saja, karena ia juga dapat terlihat pada pnyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain. Perubahan yang terjadi juga tidak bersifat sequential. Contohnya perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat langsung menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami perubahan-perubahan lain terlebih dulu.29 d) Klasifikasi Klasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh Keith et al. Sejak itu, timbul



36



bermacam-macam kritik yang mengkomentari sistem klasifikasi yang dibuat oleh Keith dkk tentang relevansi sistem klasifikasi ini dalam praktek sehari-hari. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat tediri atas empat kelompok retinopati hipertensi berdasarkan derajat keparahan. Namun kini terdapat tiga skema mayor yang disepakati digunakan dalam praktek sehari-hari. 30 Tabel 3. Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939) Stadium Karakteristik Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina; hipertensi ringan, asimptomatis Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa gejala dari hipertensi Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik); tekanan darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit kepala, vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan fungsi ginjal Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist, Elschig spot; peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit kepala, asthenia, penurunan berat badan, dyspnea, gangguan penglihatan, kerusakan organ jantung, otak dan fungsi ginjal WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati hipertensi dan stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi



Stadium III Stadium IV



Tabel 4. Klasifikasi Scheie (1953) Karakteristik Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina Penyempitan arteriolar difus, tiada konstriksi fokal, pelebaran refleks arterioler retina Penyempitan arteriolar yang lebih jelas disertai konstriksi fokal, tanda penyilangan arteriovenous Penyempitanfokal dan difusdisertaihemoragik, copper-wire arteries Edema retina, hard eksudat, papiledema, silver-wire arteries



Stadium Stadium 0 Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV



Tabel 5. Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology Karakteristik Tiada perubahan Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat Stadium III + papiledema



Stadium Stadium 0 Stadium I Stadium II



37



Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu table klasifikasi retinopati hipertensi tergantung dari berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada retina.31



Tabel 6. Klasifikasi Retinopati Hipertensi Tergantung Dari Berat Ringannya Tanda-Tanda Yang Kelihatan Pada Retina Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik Mild Satu atau lebih dari tanda berikut : Asosiasi ringan dengan Penyempitan arteioler menyeluruh ataupenyakit stroke, penyakit fokal, AV nicking, dinding arteriolerjantung koroner dan lebih padat (silver-wire) mortalitas kardiovaskuler Moderate Retinopati mild dengan satu atau lebihAsosiasi berat dengan tanda berikut : penyakit stroke, gagal Perdarahan retina (blot, dot atau flame-jantung, disfungsi renal dan shape), microaneurysme, cotton-wool,mortalitas kardiovaskuler hard exudates Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate denganAsosiasi berat dengan edema papil : dapat disertai denganmortalitas dan gagal ginjal kebutaan



e) Diagnosis Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan visus, pemeriksaan tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat kondisi di belakang lensa diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis pasti. Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari hipertensi.32 Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada mata. Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium III atau stadium IV peubahan vaskularisasi akibat hipertensi. Arteriosklerosis tidak memberikan simptom pada mata.33 Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui melalui pemeriksaan funduskopi, dengan pupil dalam keadaan dilatasi. Biasa didapatkan perubahan pada vaskularisasi retina, infark koroid tetapi kondisi ini jarang ditemukan pada hipertensi akut yang memberikan gambaran Elschnig’s spot yaitu atrofi sirkumskripta dan dan proloferasi epitel pigmen pada tempat yang terkena infark. Pada bentuk yang ringan, hipertensi akan meyebabkan peningkatan reflek arteriolar yang akan terlihat 38



sebagai gambaran copper wire atau silver wire. Penebalan lapisan adventisia vaskuler akan menekan venule yang berjalan dibawah arterioler sehingga terjadi perlengketan atau nicking arteriovenousa. Pada bentuk yang lebih ekstrem, kompresi ini dapat menimbulkan oklusi cabang vena retina (Branch Retinal Vein Occlusion/ BRVO). Dengan level tekanan darah yang lebih tinggi dapat terlihat perdarahan intraretinal dalam bentuk flame shape yang mengindikasikan bahwa perdarahannya berada dalam lapisan serat saraf, CWS dan/ atau edema retina. Malignant hipertensi mempunya ciri-ciri papiledema dan dengan perjalanan waktu akan terlihat gambaran makula berbentuk bintang. Lesi pada ekstravaskuler retina dapat terlihat sebagai gambaran mikroaneurisme yang diperkirakan akan terjadi pada area dinding kapiler yang paling lemah. Gambaran ini paling jelas terlihat melalui pemeriksaan dengan angiografi. Keadaan stasis kapiler dapat menyebabkan anoksia dan berkurangnya suplai nutrisi, sehingga menimbulkan formasi mikroanuerisma. Selain itu, perdarahan retina dapat terlihat. Ini akibat hilang atau berkurangnya integritas endotel sehingga terjadi ekstravasasi ke plasma, hingga terjadi perdarahan. Bercak-bercak perdarahan kelihatan berada di lapisan serat saraf kelihatan lebih jelas dibandingkan dengan perdarahan yang terletak jauh dilapisan fleksiform luar. Edema retina dan makula diperkirakan terjadi melalui 2 mekanisme. Hayreh membuat postulat bahwa edema retina timbul akibat transudasi cairan koroid yang masuk ke retina setelah runtuhnya struktur RPE. Namun selama ini peneliti lain percaya bahwa cairan edematosa muncul akibat kegagalan autoregulasi, sehingga meningkatkan tekanan transmural pada arterioles distal dan kapiler proksimal dengan transudasi cairan ke dalam jeringan retina. Absorpsi komponen plasma dari cairan edema retina akan menyebabkan terjadinya akumulasi protein. Secara histologis, yang terlihat adalah residu edema dan makrofag yang mengandung lipid. Walaupun deposit lipid ini ada dalam pelbagai bentuk dan terdapat dimana-mana di dalam retina, gambaran macular star merupakan bentuk yang paling dominan. Gambaran seperti ini muncul akibat orientasi lapisan Henle dari serat saraf yang berbentuk radier. Pemeriksaan laboratorium harus mencantumkan permintaan untuk pengukuran tekanan darah, urinalisis, pemeriksaan darah lengkap terutama kadar hematokrit, kadar gula darah, pemeriksaan elektrolit darah terutama kalium dan kalsium, fungsi ginjal terutama kreatinin, profil lipid dan kadar asam urat. Selain itu pemeriksaan foto yang dapat dianjurkan termasuk angiografi fluorescein dan foto toraks. Pemeriksaan lain yang mungkin bermanfaat dapat berupa pemeriksaan elektrokardiogram.34



39



f) Tatalaksana Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kondisi ini tidak dapat diobati lagi. Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa tanda-tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Masih tidak jelas apakah pengobatan dengan obat anti hipertensi mempunyai efek langsung terhadap struktur mikrovaskuler. Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat mengurangi kekeruhan dinding arteri retina sementara penggunaan HCT tidak memberikan efek apa pun terhadap pembuluh darah retina. Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Pasien dinasehati untuk menurunkan berat badan jika sudah melewati standar berat badan ideal seharusnya. Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan olahraga yang teratur. Dokter atau petugas kesehatan harus tetap meneruskan pengobatan pada pasien hipertensi walaupun tanpa tanda-tanda retinopati. Seperti yang ditunjukkan dalam gambar dibawah, evaluasi dan management pada pasien dengan hipertensi harus diutamakan supaya tidak terjadi komplikasi ke target organ yang lain.35 g) Komplikasi Pada tahap yang masih ringan, hipertensi akan meningkatkan refleks cahaya arterioler sehingga timbul gambaran silver wire atau copper wire. Namun dalam kondisi yang lebih berat, dapat timbul komplikasi seperti oklusi cabang vena retina (BRVO) atau oklusi arteri retina sentralis (CRAO). Walaupun BVRO akut tidak terlihat pada gambaran funduskopi, dalam hitungan jam atau hari ia dapat menimbulkan edema yang bersifat opak pada retina akibat infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena yang tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan berkurangnya edema Antara ciri-ciri dari CRAO adalah kehilangan penglihatan yang berat dan terjadi secara tiba-tiba. Retina menjadi edema dan lebih opak, terutama pada kutub posterior dimana serat saraf dan lapisan sel ganglion paling tebal. Refleks oranye dari vaskulatur koroid yang masih intak di bawah foveola menjadi lebih kontras dari sekitarnya hingga memberikan gambaran cherry-red spot.



40



CRAO sering disebabkan oleh trombosis akibat arteriosklerosis pada lamina cribrosa. Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskmik okuler juga dapat menjadi komplikasi dari retinopati hipertensi. Sindroma iskemik okuler adalah istilah yang diberikan untuk simptom okuler dan tanda-tanda yang menandakan suatu keadaan kronis dari obstruksi arteri karotis yang berat. Arteriosklerosis merupakan etiologi yang paling sering, namun penyebab lain yang dapat menimbulkan kondisi ini termasuk sindroma Eisenmenger, giant cell arteritis dan kondisi inflamasi lain yang berlangsung kronis. Simptom termasuk hilang penglihatan yang terjadi dalam kurun waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada daerah orbital mata yang terkena dan penyembuhan yang terlambat akibat paparan cahaya langsung.36 h) Prognosis Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Pasien dengan perdarahan retina, CWS atau edema retina tanpa papiledema mempunya jangka hidup kurang lebih 27,6 bulan. Pasien dengan papiledema, jangka hidupnya diperkirakan sekitar 10,5 bulan. Namun pada sesetengah kasus, komplikasi tetap tidak terelakkan walaupun dengan kontrol tekanan darah yang baik.



41



DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



8. 9. 10.



11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.



Vaughan & Ashbury. Oftalmologi umum, Ed 17. Jakarta:EGC.2015 Lang GK. A short textbook : Opthalmology. New York : Thieme.2000. Available from http://www.depkes.go.id/article/print/845/gangguan-penglihatan-masihmenjadi-masalah-kesehatan.html (accesed 10 april 2018) Riordan-Eva P, Whitcher J. Vaughan & Abury: Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC. 2013. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Uinversitas Indonesia. 2013: 1-107 Hall JE, Guyton AC. Guyton dan Hll Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.2014 Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabar, A.G. Retinal Artery Occlusion. Dalam: Handbook of Ocular Disease Management Eleventh Edition. Jobson Publishing L.L.C. 2009;42-44 Graham, R.H. Central Retinal Artery Occlusion. Medscape Reference. 2009. Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/1223625-overview [26 Oktober 2014] Khurana, A.K. Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. New Delhi: New Age International (P) Limited Publishers. 2007; 255-256 Neil Jain, MD, Staff Physician, Yale University School of Medicine, Department of Surgery, Section of Emergency Medicine. Retinal Artery Occlusion (online).emedicine;2011 (diakses 17 Januari 2012). Diunduh dari URL: http://emedicine.medscape.com/article/799119-overview Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit - FKUI. 2002;9-10,198 Knoop, K.J., Stack, L.B., et all. Central Retinal Artery Occlusion. Dalam: The Atlas of Emergency Medicine Third Edition. Mc.Graw-Hill. 2010. 162-165 Graham, R.H. Central Retinal Artery Occlusion. Medscape Reference. 2009. Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/1223625-overview [26 Oktober 2014] Knoop, K.J., Stack, L.B., et all. Central Retinal Artery Occlusion. Dalam: The Atlas of Emergency Medicine Third Edition. Mc.Graw-Hill. 2010. 162-165 Ming ALS, Constable IJ. Color Atlas of Opthalmology. 3rd edition. World Science. 2000. Graham, R.H. Central Retinal Artery Occlusion. Medscape Reference. 2009. Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/1223625-overview [26 Oktober 2014] Vaugan daniel, Taylor asbury, Paul riordan-eva; Alih bahasa Jan Tamboyang, Braham U Pendit; Editor, Y. Joko suyono. Oftalmologi Umum. Ed 17. Jakarta: Widya Medika.2010.hal 12-14, 185-186, 193-194, 313-314. American Academy of Ophtalmology. Retina and Vitreus Section 12. American Academic of Ophtalmology. San Francisco, 2008. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010. hal 9-10. http://emedicine.medscape.com/article/1223746-overview#showall diakses 7 Juni 2011. http://emedicine.medscape.com/article/1223746-overview#showall diakses 7 Juni 2011. T Das, A Pathengay, N Hussain, J Biswas. Eales disease: Diagnosis and Management. 2010. Dapat di unduh di URL :http : // www. nature.com/eye/journal/ v24 /n3/pdf/eye2009315a.pdf Basic and Clinical Science Course, Retina and Vitreous, Section 12, American-Academy of Opthalmology, United State, page 71-86. Biswas, Jyotirmar. Eales’ disease. Dapat di unduh di URL :http://xa.yimg.com/kq/groups/13354653/1540260301/name/madah.pdf Vaughn D, Asbury T, Eva P.R, et all. 2007. General Ophtalmology 17thedition. The McGraw-Hill Companies : Newyork Diabetic Retinopathy ,http://www.kellogg.umich.edu/ patientcare/conditions /diabetic. retinopathy.html Sihota, R, Parsons Diseases of the Eye, 20th edition, 2007, Hal 92-94 , 481-487 Caplan, L.R, The Management of Transient Monocular Visual Loss, Hal 304-311



43



28. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS . The patient with transient visual loss. In Kline, L.B., Arnold, A.C., Eggenberger, E., dkk. (ed.). Basic and Clinical Science Course: NeuroOphthalmology Section 5. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology 2008: 171-86. 29. Trobe JD. Neuro-Ophthalmology: Rapid Diagnosis in Ophthalmology. Philadelpia: Elsevier 2008: 2-8. Khaw, P.T, ABC of Eyes, 4th edition, 2006, BMJ. Hal 155 30. Law JC, Branch Retinal Artery Occlusion. Cited from: http: //emedicine.medscape. com/ article/1223362-overview Schlote T,Grueb M, Mielke J, Rohrbach JM. Pocket Atlas of Ophtalmology.New York :Thieme. 2006.http://en.wikipedia.org/wiki/Central_retinal_artery 31. Lang GK. A short textbook : Opthalmology. New York : Thieme.2000. 32. Ming ALS, Constable IJ. Color Atlas of Opthalmology. 3rd edition. World Science. 2000. Riordan P, Eva, Whitcher JP. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology. 16th Edition. USA : Mc Graw Hill. 2007. Schlote T,Grueb M, Mielke J, Rohrbach JM. Pocket Atlas of Ophtalmology.New York :Thieme. 2006.http://en.wikipedia.org/wiki/Central_retinal_artery 33. Sidarta I. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata Edisi kedua. Jakarta : BP-FKUI. 2007 Schlote T,Grueb M, Mielke J, Rohrbach JM. Pocket Atlas of Ophtalmology.New York :Thieme. 2006.http://en.wikipedia.org/wiki/Central_retinal_artery 34. Tatham AJ, Transient Visual Loss. 2011. Medscape. Available from:http://emedicine.medscape.com/article/1435495-overview. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS . The patient with transient visual loss. In Kline, L.B., Arnold, A.C., Eggenberger, E., dkk. (ed.). Basic and Clinical Science Course: NeuroOphthalmology Section 5. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology 2008: 171-86. 35. Ilyas S. Amaurosis Fugaks. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002. Hal 205-206. Siregar, NH , 2003 , Papilitis Available from : www. usu.ac.id/usu/ digitallibrary/papilitis



44