Referat Ruptur Uretra [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT RUPTUR URETRA



Disusun oleh: Dinni Aulia Kartika (030.13.058) Melly Sartika (030.13.122)



Pembimbing: dr. Willy Yulianto, Sp.B



KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI RSUD DR. SOESELO SLAWI PERIODE 30 APRIL - 21 JULI 2018



LEMBAR PENGESAHAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA Referat dengan judul: “Ruptur Uretra” Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah DR. Soeselo, Slawi Periode 30 April - 21 Juli 2018



Disusun oleh : Dinni Aulia Kartika (030.13.058) Melly Sartika (030.13.122)



Slawi,



Juli 2018



Mengetahui,



dr. Willy Yulianto, Sp.B



i



KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat kasih karuniaNya kami sebagai dokter muda Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti dapat menyelesaikan referat yang berjudul “RUPTUR URETRA” ini dengan tepat waktu. Referat ini dibuat oleh dokter muda Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan di bidang Ilmu Bedah di RSUD DR. Soeselo, Slawi. Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Willy Yulianto, Sp.B selaku dokter pembimbing yang telah memberikan waktu, saran dan koreksi dalam penyusunan referat dan selama kami menempuh kepaniteraan di bagian Ilmu Bedah. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan referat ini sangat diharapkan. Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga referat ini dapat memberi manfaat dalam bidang kedokteran, khususnya untuk bidang ilmu bedah.



Slawi,



Juli 2018



Penulis



ii



DAFTAR ISI HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................ i KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................... 2 2.1 Anatomi ............................................................................................................. 2 2.2 Definisi .............................................................................................................. 4 2.3 Klasifikasi.......................................................................................................... 4 2.4 Epidemiologi...................................................................................................... 5 2.5 Etiologi .............................................................................................................. 5 2.6 Patofisiologi....................................................................................................... 6 2.7 Manifestasi klinis............................................................................................... 7 2.8 Penegakkan diagnosis........................................................................................ 8 2.9 Diagnosis banding.............................................................................................. 15 2.10 Tatalaksana......................................................................................................... 15 2.11 Komplikasi......................................................................................................... 19 2.12 Prognosis............................................................................................................ 20 BAB III KESIMPULAN..................................................................................................... 21 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 22



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar belakang Dari semua trauma yang ada di Unit Gawat Darurat, 10% diantaranya merupakan



cedera sistem urogenital. Ruptur uretra merupakan suatu kegawatdaruratan bedah yang sering terjadi oleh karena fraktur pelvis akibat kecelakaan lalu lintas atau karena jatuh dari ketinggian. Pada wanita sering berhubungan dengan kasus obstetri, sedangkan pada pria biasanya karena trauma fisik. Trauma iatrogenik pada uretra akibat pemasangan kateter, prosedur transuretral juga sering dijumpai. Sekitar 70% dari kasus fraktur pelvis yang terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, 25% kasus akibat jatuh dari ketinggian, dan 90% kasus terjadi akibat trauma tumpul. Secara keseluruhan, pada fraktur pelvis dapat terjadi pula cedera uretra bagian posterior sekitar 3,5%-19% pada pria, dan 0%-6% pada wanita.1,2 Secara klinis dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori besar berdasarkan lokasi anatomi trauma menjadi ruptur uretra anterior dan ruptur uretra posterior. Hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma, manifestasi klinis, tatalaksana, serta prognosisnya. Trauma uretra posterior terletak di uretra pars membranosa dan uretra pars prostatika. Trauma ini paling sering berhubungan dengan trauma tumpul besar seperti kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh, dan sebagian besar disertai dengan patah tulang panggul. Trauma uretra anterior terletak di distal uretra pars membranosa yang disebabkan oleh trauma tumpul ke perineum (straddle injury), dan beberapa tahun kemudian dapat muncul sebagai striktur uretra.2 Angka kematian pada ruptur uretra terjadi sekitar 20% kasus fraktur pelvis akibat robekan pada vena dan arteri dalam rongga pelvis. Fraktur pada daerah pelvis biasanya karena cedera akibat terlindas (crush injury), dimana kekuatan besar mengenai pelvis. Fraktur pelvis yang tidak stabil atau fraktur pada ramus pubis bilateral merupakan tipe fraktur yang paling memungkinkan terjadinya cedera uretra posterior. Cedera pada uretra posterior terjadi sekitar 16% pada fraktur pubis unilateral dan meningkat menjadi 41% pada fraktur pubis bilateral. Cedera uretra prostatomembranaceus bervariasi mulai dari jenis simpel (25%), ruptur parsial (25%), dan ruptur komplit (50%).2 Diagnosis awal sangat perlu untuk mencegah komplikasi lanjut dan gejala sisa secara jangka panjang yang serius. Oleh karena itu, hal inilah yang masih perlu dibahas lebih lanjut untuk menurunkan angka kejadian pada ruptur uretra.



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Anatomi Sistem saluran kemih seluruhnya terletak di bagian retroperitoneal, sehingga proses



patologi seperti obstruksi, radang, dan pertumbuhan tumor terjadi di luar rongga abdomen, tetapi gejala dan tandanya dapat tampak di abdomen yang menembus peritoneum parietal belakang. Gajala dan tanda jarang disertai tanda rangsangan pada peritoneum. Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari vesica urinaria untuk menyalurkan urin dari vesica urinaria hingga meatus dan bermuara ke meatus urinarius externus.3 Uretra merupakan saluran fibromuskular yang berawal di leher vesika urinaria dan menyalurkan urin ke bagian luar tubuh. Lapisan luminal uretra merupakan suatu membran mukosa pelindung, dimana terdapat glandula uretral yang menghasilkan musin. Dinding uretra terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan otot polos yang merupakan kelanjutan otot polos dari vesica urinaria dan mengandung jaringan elastis serta otot polos, lapisan submukosa yang merupakan lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf, serta lapisan mukosa.3 Secara anatomis, uretra pada pria terbagi dua menjadi pars anterior dan pars posterior, yang saling berbatasan pada diafragma urogenital. Uretra proksimal dimulai dari perbatasan dengan vesica urinaria, orificium uretra internum, dan uretra prostatica. Uretra postatica seluruhnya terdapat di dalam prostat dan berlanjut menjadi uretra membranaceus. Struktur yang menjaga tersebut adalah ligamentum puboprostatika yang melekatkan prostat membran pada arkus anterior pubis. Uretra membranaceus terdapat pada ujung anterior diafragma urogenital dan menjadi bagian proksimal uretra anterior setelah melewati membran perineum. Uretra bulbosa, agak menonjol pada proksimal anterior, berjalan di sepanjang bagian proksimal korpus spongiosum dan berlanjut menjadi uretra pendulosa di sepanjang uretra anterior. Duktus dari glandula Cowper bermuara di uretra bulbosa. Uretra penil atau pendulosa berjalan di sepanjang penis dimana berakhir pada fossa naviculare dan meatus uretra eksternus.3 Pada pria, uretra pars prostatica mendapat suplai darah terutama dari arteri vesicalis inferior dan arteri rectalis media. Uretra pars membranosa mendapat suplai darah dari cabangcabang arteri dorsalis penis dan arteri profunda penis. Aliran darah venous menuju pleksus venosus prostaticus dan ke vena pudenda interna. Aliran limfe dari uretra pars prostatika dan pars membranosa dibawa oleh pembuluh-pembuluh limfe yang berjalan mengikuti vasa pudenda interna menuju ke lymphonodus iliaca interna (sebagian besar) dan ke lymphonodus iliaca eksterna (sebagian kecil). Aliran limfe dari uretra pars spongiosa, sebagian besar dibawa 2



menuju lymphonodus inguinalis profunda dan sebagian besar dibawa menuju ke lymphonodus iliaca interna. Uretra pars prostatica menerima persarafan dari pleksus nervosus prostaticus. Uretra pars membranosa dipersarafi oleh nervus cavernosus penis, pars spongiosa dipersarafi oleh pleksus nervosus vesicalis dan pleksus nervosus uretrovaginalis, dan pars kaudalis dipersarafi oleh nervus pudendus.4



Gambar 1. Potongan sagital organ pelvis pada pria dan wanita5 Pada uretra terdapat sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan vesica urinaria dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan antara uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatis sehingga pada saat vesica urinaria penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris yang dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat miksi, sfingter ini terbuka dan tertutup saat menahan kemih.4 Panjang uretra pada pria sekitar 8 inci (20 cm), sedangkan pada wanita sekitar 11/2 inci (4cm) dengan diameter 8 mm, yang berada di bawah simfisis pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urin lebih sering terjadi pada pria. Di dalam uretra bermuara kelenjar pariuretra, diantaranya adalah kelenjar skene. Kurang lebih sepertiga medial uretra, terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter uretra eksterna dan tonus otot levator ani berfungsi mempertahankan agar urin tetap berada di dalam vesica urinaria pada saat muncul perasaan ingin berkemih. Miksi terjadi jika tekanan intravesica melebihi 3



tekanan intrauretra yang mengakibatkan terjadinya kontraksi otot detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna.3 2.2



Definisi Ruptur uretra merupakan terjadinya robekan karena trauma atau jejas baik langsung



maupun karena adanya fraktur tulang panggul yang mengakibatkan memar dinding dengan atau tanpa robekan mukosa baik parsial ataupun total. Ruptur uretra dibagi berdasarkan anatomi, yaitu ruptur uretra anterior dan ruptur uretra posterior dengan etiologi yang berbeda diantara keduanya.6 2.3 Klasifikasi Ruptur uretra dibagi berdasarkan anatomi, antara lain:6 a. Ruptur uretra posterior Terletak di distal dari diafragma urogenital. Terbagi atas 3 segmen, yaitu bulbous urethra, pendulous urethra, dan fossa navicularis. Namun yang paling sering terjadi adalah ruptur uretra pada pars bulbosa yang disebabkan oleh saddle injury, dimana robekan uretra terjadi antara ramus inferior os pubis dan benda yang menyebabkannya. Menurut Collpinto dan McCallum tahun 1977 cedera uretra posterior dapat diklasifikasikan berdasarkan luas dari cederanya, menjadi:2 - Tipe I : Cedera tarikan uretra - Tipe II : Cedera pada proksimal diafragma genitourinaria - Tipe III : Cedera uretra pada proksimal dan distal diafragma genitourinaria b. Ruptur uretra anterior Terletak di proksimal diafragma urogenital, hampir selalu disertai fraktur tulang pelvis. Akibat fraktur tulang pelvis, terjadi robekan pars membranasea karena prostat dengan uretra prostatika tertarik ke cranial bersama fragmen fraktur, sedangkan uretra membranasea terikat di diafragma urogenital. Ruptur uretra posterior dapat terjadi total atau inkomplit. Pada ruptur total, uretra terpisah seluruhnya dan ligamentum puboprostatikum robek sehingga vesica urinaria dan prostat terlepas ke kranial. Klasifikasi ruptur uretra anterior menurut McAninch dan Armenakas berdasarkan gambaran radiologi adalah sebagai berikut: a. Kontusio: secara klinis memberi kesan cedera uretra, tetapi uretrografi retrograde normal b. Incomplete disruption: pada uretrografi menunjukkan ekstravasasi, tetapi masih ada kontinuitas uretra sebagian. Kontras terlihat mengisi uretra proksimal atau vesica urinaria. c. Complete disruption: pada uretrografi menunjukkan ekstravasasi dengan tidak ada kontras mengisi uretra proksimal atau vesica urinaria. Kontinuitas uretra seluruhnya terganggu. 2.4



Epidemiologi Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra posterior dengan



angka kejadian 20 per 100.000 populasi dan penyebab utama terjadinya fraktur pelvis adalah 4



kecelakaan bermotor (15,5%), diikuti oleh cedera pejalan kaki (13,8%), jatuh dari ketinggian lebih dari 15 kaki (13%), kecelakaan pada penumpang mobil (10,2%), dan kecelakaan kerja (6%). Fraktur pelvis merupakan salah satu tanda bahwa telah terjadi cedera intraabdominal ataupun cedera urogenitalia yang kira-kira terjadi pada 15-20% pasien. Cedera organ terbanyak pada fraktur pelvis adalah pada uretra posterior (5,8%-14,6%), diikuti oleh cedera hepar (6,1%-10,2%) dan cedera lien (5,2%-5,8%).7 Di Amerika Serikat angka kejadian fraktur pelvis pada pria yang menyebabkan cedera uretra bervariasi antara 1-25% dengan nilai rata-rata 10%. Cedera uretra pada wanita dengan fraktur pelvis sebenarnya jarang terjadi, tetapi beberapa insiden sekitar 4-6%. Angka kejadian cedera uretra karena fraktur pelvis ditemukan pada umur rata-rata 33 tahun. Pada anak (