Referat Tanatologi Perkiraan Waktu Kematian [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Library Manager Date Signature



BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN



REFERAT JUNI 2016



THANATOLOGI : PERKIRAAN WAKTU KEMATIAN



CHRISTIANUS LEONARD NIM 1108011006 SENANDUNG NACITA MUTIA NIM 1208017034



Pembimbing : dr. Olfi Susan Supervisor : dr. CAHYONO KAELAN, Sp.PA (K), Ph.D, Sp.S, DFM



DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017



Standar Kompetensi Dokter Indonesia KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL Medikolegal Prosedur medikolegal



4A



Pembuatan Visum et Repertum



4A



Pembuatan



4A



surat



keterangan



medis Penerbitan Sertifikat Kematian



4A



Forensik Klinik Pemeriksaan selaput dara



3



Pemeriksaan anus



4A



Deskripsi luka



4A



Pemeriksaan derajat luka



4A



Korban Mati Pemeriksaan label mayat



4A



Pemeriksaan baju mayat



4A



Pemeriksaan lebam mayat



4A



Pemeriksaan kaku mayat



4A



Pemeriksaan tanda-tanda asfiksia



4A



Pemeriksaan gigi mayat



4A



Pemeriksaan lubang-lubang pada



4A



tubuh Pemeriksaan korban trauma dan



4A



deskripsi luka Pemeriksaan patah tulang



4A



Pemeriksaan tanda tenggelam



4A



Teknik Otopsi Pemeriksaan rongga kepala



2



Pemeriksaan rongga dada



2



Pemeriksaan rongga abdomen



2



Pemeriksaan sistem urogenital



2



Pemeriksaan saluran luka



2



Pemeriksaan uji apung paru



2



Pemeriksaan getah paru



2



Teknik Pengambilan Sampel Vaginal swab



4A



Buccal swab



4A



Pengambilan darah



4A



Pengambilan urine



4A



Pengambilan muntahan atau isi



4A



lambung Pengambilan jaringan



2



Pengambilan sampel tulang



2



Pengambilan sampel gigi



2



Pengumpulan dan pengemasan



2



barang bukti Pemeriksaan Penunjang / Laboratorium Forensik Pemeriksaan bercak darah



3



Pemeriksaan cairan mani



3



Pemeriksaan sperma



3



Histopatologi forensik



1



Fotografi forensik



3



Disclaimer Isi referat ini dikutip dari referat dengan judul ‘Perkiraan Waktu Kematian’ yang disusun oleh Faridah Dewi Batari, Indah Chaerunnisa, Andi Sri Izazi Wafiah S. (2016) dan “Tanatologi : Mummifikasi” yang disusun oleh Muh. Khaerul Muqsith (2016).



BAB I Pendahuluan Kematian hanya dapat dialami oleh organisme hidup. Secara medis kematian merupakan suatu proses dimana fungsi dan metabolisme sel organ-organ internal tubuh terhenti. Dikenal beberapa istilah kematian, yaitu mati somatis, mati seluler, mati serebral, dan mati batang otak. Proses kematian yang dapat dikenali secara klinis pada seseorang melalui tanda kematian yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Hal ini merupakan hal yang sangat penting dalam investigasi suatu kasus kematian, dimana perubahan postmortem banyak memberikan informasi baik mengenai waktu kematian, penyebab, maupun mekanisme kematian. Menetapkan waktu kematian atau jarak antara waktu kematian dan ketika tubuh di temukan (postmortem interval) biasanya tidak dapat ditentukan dengan pasti. Kecuali kematian disaksikan, waktu pasti kematian tidak dapat ditentukan. Namun, informasi yang memadai sering tersedia untuk dapat menerka perkiraan rentang waktu yang meliputi saat kematian sebenarnya. Pada umumnya, postmortem interval lebih pendek, perkirakan rentang waktu lebih sempit. Sebaliknya, postmortem interval yang lebih panjang memerlukan berbagai perkiraan yang lebih luas dan sering kali ada peluang yang sangat besar untuk terjadi kesalahan. Tidak adanya pengamatan tunggal mengenai mayat merupakan indikator yang tepat atau akurat pada postmortem interval. Perkiraan yang paling dapat diandalkan didasarkan pada kombinasi berbagai pengamatan yang dilakukan dari tubuh dan tempat kejadian kematian. Kondisi yang diamati melibatkan tubuh termasuk rigor mortis, livor mortis, algor mortis dan dekomposisi. Isi lambung juga dapat membantu dalam menentukan waktu kematian.1 Selain memeriksa tubuh, juga penting untuk menyelidiki tempat kejadian kematian, selama waktu yang ditentukan kondisi lingkungan harus di dokumentasi. Kondisi lingkungan, terutama suhu, banyak faktor-faktor penting yang mempengaruhi perubahan tubuh yang dialami setelah kematian. Penentuan interval postmortem tergantung pada beberapa faktor yang berhubungan namun tidak terbatas pada aktivitas antemortem, livor mortis, rigor mortis, algor mortis, suhu



tubuh pada saat kematian, habitus tubuh, dan kondisi lingkungan seperti pakaian, suhu lingkungan, media lingkungan (misalnya, udara, air, tanah), dan tentu saja, riwayat, peristiwa terminal, dan tempat kejadian yang ditemukan. Sebagai akibat dari beberapa faktor yang kompleks, melibatkan pengaruh dari perubahan postmortem, patologi forensik menyediakan berbagai waktu untuk memperkiraan Interval postmortem, sebagai perbandingan tunggal atau kepastian waktu kematian. Pengamatan yang dilakukan selama penyelidikan tempat kejadian dapat membantu menilai perubahan tubuh dan juga dapat memberikan informasi tambahan yang berguna dalam memperkirakan saat kematian terjadi. Kombinasi dari pemeriksaan tempat kejadian dan pemeriksaan tubuh akan memberikan informasi terbaik untuk penyidik dalam memperkirakan waktu kematian terjadi. 1, 2 Pengamatan tubuh seharusnya dilakukan oleh seseorang dengan pelatihan dan pengalaman yang cukup dalam penyelidikan kematian sesegera mungkin setelah tubuh ditemukan. Tubuh tidak harus perlu dimanipulasi sebelum melakukan pengamatan ini. Perubahan lingkungan, seperti membuka pintu dan jendela atau menyalakan AC, juga harus di minimalisir sampai pengamatan dilakukan. Berbagai kondisi di berbagai belahan negara (dan dunia) akan mempengaruhi perubahan laju postmortem serta harus berhati-hati terhadap para ahli yang menyediakan waktu tepatnya kematian tanpa menguatkan laporan saksi atau bukti fisik. meskipun beberapa ahli telah menyarankan untuk menggunakan stimulasi myoelectrical, pengosongan lambung, suhu tubuh, kalium vitreous, derajat, dan metode lain untuk menentukan postmortem interval ilmiah "akurasi," metode ini tidak terlalu dapat dipercaya. Kadar kalium vitreous mungkin berbeda secara luas antara kedua mata pada tubuh yang sama. 1, 2 Estimasi waktu setelah kematian yang paling mendekati adalah melalui pertimbangan semua data investigasi, termasuk pemeriksaan tubuh di tempat kematian. Awal timbulnya livor mortis, rigor mortis, dan postmortem lainnya. Perubahan dapat dievaluasi, estimasi dari interval postmortem semakin akurat. Dokumentasi dan studi Algor, livor, dan rigor mortis di pendingin kamar mayat semalam atau setelah beberapa jam atau hari itu bermakna.2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Kerangka penulisan



TANATOLOGI



JENIS KEMATIAN



1. Mati Somatis 2. Mati Suri



PERKIRAAN WAKTU KEMATIAN



TANDA KEMATIAN



TANDA PASTI KEMATIAN



TANDA TIDAK PASTI KEMATIAN



1. Perubahan pada mata 2. Perubahan dalam lambung



3. Mati Seluler



3. Perubahan rambut



4. Mati Serebral



4. Pertumbuhan Kuku



5. Mati Otak



1. Livor Mortis



1. Pernapasan Berhenti



5. Perubahan serebrospinal



2. Rigor Mortis



2. Sirkulasi Berhenti



6. Perubahan Cairan Vitreus



3. Algor Mortis



3. Kulit Pucat



4. Dekomposisi



4. Tonus otot menghilang



7. Perubahan Kadar Komponen Darah



5. Adiposera



5. Pembuluh darah retina bersegmentasi



6. Mummifikasi



dalam



8. Reaksi Supravital



6. Pengeringan Kornea



2.2 Definisi Tanatologi Tanatologi merupakan kata yang berasal dari “thanatos” yang artinya berhubugan dengan kematian dan “logos” yang berarti ilmu. Jadi Thanatology artina yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut, seperti4: 1.



Menentukan apakah seseorang benar-benar telah meninggal atau belum.



2.



Menentukan berapa lama seseorang telah meninggal.



cairan



3.



Membedakan perubahan-perubahan post mortal dengan kelainan-kelainan yang terjadi pada waktu korban masih hidup.



2.3 Jenis Kematian Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga sistem yang mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara lain sistem persarafan, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan. Ketiga sistem itu sangat mempengaruhi satu sama lainnya, ketika terjadi gangguan pada satu sistem, maka sistem-sistem yang lainnya juga akan ikut berpengaruh.4 Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu : 1. Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu sebab terjadi gangguan pada ketiga sistem utama tersebut yang bersifat menetap. Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya refleks, elektro ensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak terdengar saat auskultasi4,5 2.



Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip dengan kematian somatis, akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga sistem bersifat sementara. Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam 4,5



3.



Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masingmasing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ tidak bersamaan 4,5



4.



Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat 4,5



5.



Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka



dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.4,5 Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang, kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pasca mati yang jelas, yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa lebam mayat (hipostatis atau lividitas pasca mati), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh, pembusukan, mumifikasi, dan adiposera.4 2.4



Cara Mendeteksi Kematian Melalui fungsi sistem saraf, kardiovaskuler, dan pernapasan, kita bisa



mendeteksi hidup matinya seseorang. Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf, ada lima hal yang harus kita perhatikan yaitu tanda areflex, relaksasi, tidak ada pegerakan, tidak ada tonus, dan elektroensefalografi (EEG) mendatar/ flat. Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler ada enam hal yang harus kita perhatikan yaitu denyut nadi berhenti pada palpasi, denyut jantung berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi, elektrokardiografi (EKG) mendatar/ flat, tidak ada tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kita ikat (tes magnus), daerah sekitar tempat penyuntikan icard subkutan tidak berwarna kuning kehijauan (tes icard), dan tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri radialis.1 Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem pernapasan juga ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, antara lain tidak ada gerak napas pada inspeksi dan palpasi, tidak ada bising napas pada auskultasi, tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada tes, tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban, serta tidak ada gerakan bulu ayam yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban.1



2.5



Tanda Kematian



Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Perubahan tersebut dikenal sebagai tanda kematian yang nantinya akan dibagi lagi menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian tidak pasti.4 1. Tanda Kematian Tidak Pasti4,5 a. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit. b. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba. c. Kulit pucat. d. Tonus otot menghilang dan relaksasi. e. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian. f. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air mata. 2. Tanda Kematian Pasti a. Livor Mortis Livor Mortis (Postmortem Lividity,



Postmortem Stains, Postmortem



Hypostatis, Postmortem Suggillation, Postmortem Vibices, lebam mayat) yaitu warna ungu kemerahan (livide) atau merah kebiruan pada bagian tubuh akibat akumulasi darah yang menetap di pembuluh darah kecil di bagian tubuh paling rendah akibat gaya gravitasi kecuali pada bagian yang tertekan alas keras. Livor Mortis dapat berwarna ungu kebiruan ataupun merah kebiruan.5,6,7 Livor Mortis terbentuk pada daerah tubuh yang menyokong berat badan tubuh seperti bahu, punggung, bokong, betis pada saat terbaring diatas permukaan yang keras akan tampak pucat yang terlihat kontras dengan warna livor mortis disekitarnya akibat dari kompresi pembuluh darah di daerah ini yang mencegah akumulasi darah.6



b . .



a . .



c . .



d . . .



Gambar 2.1 a,b,c :Lebam pada mayat7, d : tardieu spots



Livor Mortis terbentuk saat terjadi kegagalan sirkulasi darah, pada saat arteri rusak dan aliran balik vena gagal mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan darah mencapai capillary bed yaitu tempat pembuluh-pembuluh darah kecil afferen dan efferen saling berhubungan. Darah dan sel-sel darah terakumulasi memenuhi saluran tersebut dan sukar dialirkan ke daerah tubuh lainnya.6 Sel darah merah (eritrosit) akan bersedimentasi melalui jaringan longgar, tetapi plasma akan berpindah ke jaringan longgar yang menyebabkan terbentuknya edema setempat,menimbulkan blister pada kulit. Dari luar akan terlihat bintikbintik berwarna merah kebiruan (tardieu spots) atau adanya eritrosit pada daerah terendah terlihat dengan timbulnya perubahan warna kemerahan pada kulit yang disebut livor mortis.6



Lebam mayat Bagian terendah tubuh



Muncul dalam beberapa bentuk ‘patch’



Bergabung membentuk area luas perubahan warna



Lebam masih hilang dengan penekanan



Posisi tubuh berubah



Lebam muncul di area baru



Posisi tubuh tetap



Sering Berubah posisi



Lebam mayat tidak muncul



Lebam tidak hilang dengan penekanan



Gambar 2.2 Bagan terjadinya lebam mayat7 Pada tahap awal pembentukannya, livor mortis memiliki warna kemerahan yang dihasilkan dari jumlah eritrosit yang membawa hemoglobin yang teroksidasi. Meningkatnya interval waktu post mortem, akan mengakibatkan perubahan warna menjadi lebih gelap. Warna normal livor mortis ialah merah keunguan. Warna merah keunguan ini akan berubah menjadi warna ungu akibat hasil pemisahan oksigen dari hemoglobin eritrosit post mortem dan konsumsi oksigen terus-menerus oleh selsel yang awalnya mempertahankan fungsi sistem kardiovaskuler (misalnya sel-sel hati yang mempertahankan fungsi kardiovaskuler selama kira-kira 40 menit dan sel otot rangka antara 2 sampai 8 jam). Produk Deoxyhemoglobin yang dihasilkan akan mengubah warna biru keunguan menjadi warna ungu.6



Livor mortis mulai tampak 20-30 menit paska kematian, semakin lama intensitasnya bertambah kemudian menetap setelah 8-12 jam. Menetapnya livor mortis disebabkan oleh karena terjadinya perembesan darah ke dalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat tertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa sel sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian penekanan pada daerah terbentuknya livor mortis yang dilakukan setelah 8-12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya livor mortis pada penekanan dengan ibu jari memberi indikasi bahwa livor mortis belum terfiksasi secara sempurna. Lebam mayat dikatakan sempurna ketika area lebam tidak menghilang jika ditekan (misalnya dengan ibu jari) selama 30 detik. Akan tetapi, lebam baru masih dapat terbentuk setelah 24 jam jika dilakukan perubahan posisi.5,6 Tabel 2.1 Mekanisme dan Estimasi waktu munculnya Livor mortis Mekanisme



Onset



Mulai



Maksimum



muncul Pengendapan



Segera setelah



2 – 4 jam



8 – 12 jam



kematian Lebam postmortem dan memar pada antemortem dapat dibedakan dari penyebab, situasi yang mendasari, apakah terdeapat bengkak, dan jika dilakukan sayatan dan disiram air, lebam mayat akan pudar/hilang, tetapi pada kasus resapan darah (ekstravasasi akibat trauma) bercak tidak hilang.5,7 Tabel 2.2 Perbedaan antara lebam mayat dengan memar7 Lebam mayat Penyebab



Akumulasi



Kongesti/ memar intravital



menetapnya Statisnya



darah pada pembuluh darah



sistem



pembuluh



darah yang disebabkan oleh keadaan patologi



Lokasi



Bagian tubuh terendah



Sebagian atau seluruh bagian organ



yang



mungkin



mengalami kelainan patologi Edema



Tidak ada



Mungkin ada



Kejadian Sayatan permukaan



Postmortem



Antemortem



pada lebam mayat akan pudar/ Terbentuk hilang



eksudasi



cairan



bercampur dengan darah



Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya lebam mayat antara lain7: a. Posisi – posisi yang menetap dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan terbentuknya lebam mayat. Demikian jika tubuh sering dibolak balikkan maka biasanya lebam tidak terbentuk. b. Perdarahan – jika terjadi kehilangan darah yang banyak atau terjadi syok hemoragik, lebam mayat mungkin sulit dinilai. c. Anemia – jika pada menderita anemia maka akan sulit menilai adanya lebam pada mayat. d. Warna kulit – lebam mayat lebih mudah dinilai pada orang dengan warna kulit terang dibandingkan orang dengan warna kulit gelap. e. Suhu dingin – jika mayat disimpan dalam pendingin, maka lebam mayat mungkin lebih lama terbentuk dan dalam beebrapa keadaan, hal ini bukanlah oarameter yang baik untuk menentukan estimasi waktu kematian. Lebam mayat menetap pada bagian terendah tubuh disebabkan karena adanya gaya gravitasi. Selain itu alasan yang pertama, setelah terbentuknya lebam mayat, darah tidak mudah melewati pembuluh darah. Kedua, selang beberapa jam lebam mayat menjadi lengkap, rigor mortis juga akan terjadi pada otot. Saat terjadinya kaku mayat, pembuluh darah yang berjalan diantara otot tertekan sehingga darah sulit untuk mengalir dan ketiga, saat rigor mortis lengkap terjadi, pembuluh darah berikutnya juga tertekan sehingga tidak dapat berdilatasi untuk mengalirkan darah pada area berikutnya.7 Jika posisi korban terlentang, maka lebam muncul pada daerah terendah tubuh, yaitu pada daerah belakang tubuh seperti punggung, paha, betis. Jika korban dalam posisi tengkurap, maka lebam mayat muncul di daerah terendah tubuh, yaitu bagian depan tubuh yaitu dada, perut, paha bagian depan, tangan. Saat posisi korban miring ke samping, maka lebam muncul di sisi terendah tubuh.7



Gambar 2.3 Pembentukan lebam mayat pada bagian tubuh terendah berdasarkan posisi7 Warna lebam dapat menentukan penyebab kematian, misalnya merah terang pada keracunan karbonmonoksida (CO) atau sianida (CN). Serta kecokelatan pada keracunan aniline, nitrit, atau sulfonal.5 Tabel 2.3 Distribusi lebam mayat berdasarkan warna yang terbentuk7 Penyebab



Warna lebam yang terbentuk



Karbon monoksida



Merah muda



Sianida



Merah terang



Fluoroasetat



Merah muda/merah terang



Di Lemari pendingin



Kemerahan



Hipotermi



Kemerahan



Sodium klorat



Cokelat



Hidrogen sulfida



Hijau



Anilin



Biru gelap



Karbon dioksida



Kebirua-biruan



Beberapa hal berikut terbentuknya livor mortis digunakan dalam kepentingan medikolegal7: 1.



Sebagai tanda pasti kematian



2.



Estimasi waktu kematian dapat ditentukan



3.



Distribusi terbentuknya lebam mayat, dapat membantu posisi tubuh mayat saat kematian



4.



Penyebab kematian – diketahui dari warna lebam mayat yang terbentuk



5.



Lebam mayat mungkin dapat ditemukan di jaringan bawah kuku jika memang berada dalam posisi yang lebih rendah dan menetap. Hal ini penting jika sulit membedakan dengan sianosis.



6.



Lebam mayat mungkin sulit dibedakan dengan memar



7.



Bintik perdarahan mungkin sulit dibedakan dengan lebam mayat



8.



Keadaan dibawah suhu lingkungan, membuat warna keunguan pada lebam mayat akan terlihat merah terang atau merah muda karena re-saturasi hemoglobin dengan oksigen. Hal ini penting untuk membedakannya dengan keracunan karbon monoksida



9.



Terbentuknya lebam mayat pada daerah usus, kadang sulit dibedakan dengan terjadinya infark atau strangulasi usus.



b. Algor mortis Algor mortis dapat juga disebut penurunan suhu tubuh. (algor =dingin, mortis = setelah kematian) Temperatur oral normal pada individu yang hidup adalah 37° C (98,7°F) pada rectal suhu lebih tinggi sekitar 0,5°C dibanding temperatur oral. Setelah meninggal suhu tubuh akan menurun secara signifikan hingga mencapai suhu yang sesuai dengan lingkungan sekitar. Penurunan suhu tubuh setelah meninggal dipengaruhi oleh 2 hal:7 1. Setelah meninggal tidak lagi diproduksi panas baik secara fisik, kimia dan aktivitas metabolik.



2. Terjadi penurunan suhu tubuh yang terjadi secara konstan hingga suhu tubuh sama dengan suhu lingkungan, hal ini diakibatkan oleh pusat yang mengatur regulasi panas menjadi tidak aktif . Ada 3 mekanisme kehilangan panas tubuh melalui permukaan tubuh:7 1. Konduksi, perpindahan panas yang terjadi melalui kontak langsung dengan objek . Organ dalam mengalami penurunan suhu dengan cara konduksi. 2. Konveksi, perpindahan panas yang terjadi melalui kontak dengan udara yang kontak dengan tubuh. 3. Radiasi, perpindahan panas yang terjadi melalui sinar inframerah. Hukum Newton Cooling menyatakan bahwa untuk terjadinya pendinginan tubuh dengan proses konversi yaitu kehilangan suhu sebanding dengan perbedaan suhu antara tubuh dan lingkungan sekitarnya. Hukum ini bagaimanapun hanya berlaku pada bahan inorganik yang regular. Meskipun banyak penelitian dilakukan, hukum ini gagal untuk menghitung penyimpangan dari bentuk tubuh, efek pakaian, ventilasi ataupun posisi fisik mayat. Bahkan selama penelitian Davey di British menyatakan suhu lingkungan yang sering mengakibatkan suhu awal mayat meningkat selama durasi postmortem awal.9 Pengukuran



suhu



pada



cadaver



bedasarkan



letaknya.



Menggunakan



thermometer kimia, ukuran 25 cm dengan rentang suhu 0°C - 50°C 1.



Rectum, 4 inchi di atas anus



2.



Daerah sub-hepatic Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan



bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada dua faktor, yaitu masih adanya sisa metabolism dalamt tubuh mayat dan perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.10,11 Ada sembilanfaktor yang mempengaruhi cepat atau lamanya penurunan suhu tubuh mayat, yaitu: a. Besarnya perbedaan suhu tubuh mayat dengan lingkungannya. b. Suhu tubuh mayat saat mati. Makin tinggi suhu tubuhnya, makin lama penurunan suhut ubuhnya. c. Aliran udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.



d. Kelembaban udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat. e. Konstitusi tubuh pada anakdan orang tua makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat. f. Aktivitas sebelum meninggal. g. Sebab kematian, misalnya asfiksia dan septikemia, mati dengan suhu tubuh tinggi. h. Pakaian tipis makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat. i. Posisi tubuh dihubungkan dengan luas permukaan tubuh yang terpapar. Penilaian algor mortis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut, antara lain: a. Lingkungan sangat mempengaruhi ketidakteraturan penurunan suhu tubuh mayat. b. Tempat pengukuran suhu memegang peranan penting. c. Dahi dingin setelah 4 jam post mortem. d. Badan dingin setelah 12 jam post mortem. e. Suhu organ dalam mulai berubah setelah 5 jam post mortem. f. Bila korban mati dalam air, penurunan suhu tubuhnya tergantung dari suhu, aliran, dan keadaan lairnya. Apabila korban meninggal di dalam air, maka penurunan suhu jenazah tergantung pada: a. Suhu air b. Aliran air c. Keadaan air



Gambar 2.4 Kurva perubahan suhu pada postmortem



c.



Rigor Mortis Rigor mortis adalah perubahan fisikokimia bergantung suhu yang terjadi di



dalam sel-sel otot sebagai akibat dari kekurangan oksigen. Kurangnya oksigen berarti bahwa energi tidak dapat diperoleh dari glikogen melalui glukosa menggunakan fosforilasi oksidatif sehingga produksi adenosin trifosfat (ATP) dari proses ini berhenti dan proses anoksik sekunder mengambil alih untuk waktu yang singkat tapi, karena asam laktat yang merupakan produk sampingan respirasi anoksik, sitoplasma sel menjadi semakin asam. Dalam menghadapi jumlah ATP rendah dan keasaman tinggi, aktin dan miosin berikatan bersama dan membentuk gel. Hasil dari perubahan metabolik selular kompleks ini adalah otot-otot yang menjadi kaku. Namun, mereka tidak memendek kecuali mereka berada di bawah ketegangan.9 Jika tingkat glikogen otot rendah, atau jika sel-sel otot menjadi bersifat asam pada saat kematian sebagai akibat dari latihan, proses rigor akan berkembang lebih cepat. Listrik juga berhubungan dengan rigor yang semakin cepat dan ini mungkin disebabkan oleh rangsangan berulang dari otot-otot. Sebaliknya, pada orang muda, tua atau kurus, kekakuan mungkin sangat sulit untuk dideteksi karena otot yang kecil.9 Rigor berkembang merata di seluruh tubuh tetapi umumnya pertama didapatkan pada kelompok otot yang lebih kecil seperti otot di sekitar mata dan mulut, rahang dan jari-jari. Kekakuan berjalan dari kepala ke kaki karena kelompok otot yang lebih besar dan lebih besar menjadi kaku. Kekakuan biasanya terlihat pertama di rahang, maka siku dan akhirnya lutut. Tubuh dikatakan dalam kekakuan lengkap atau penuh ketika rahang, siku dan lutut sendi yang tidak bergerak. Kemampuan untuk pasif memindahkan sendi tergantung pada jumlah otot mengendalikan sendi. Kekakuan melibatkan bersama dengan sejumlah kecil otot seperti jari mudah diatasi, sementara itu mungkin sulit untuk bergerak bersama seperti siku, yang terhubung ke otot-otot yang relatif besar. Sebagai aturan, orang akan memiliki kekakuan yang lebih kuat daripada perempuan karena laki-laki biasanya memiliki massa otot yang lebih besar daripada wanita. otot-otot besar, terutama pada individu berotot, mungkin menjadi begitu tahan terhadap peregangan



yang mungkin memerlukan upaya lebih dari satu orang untuk bergerak bersama besar. Kadang-kadang, tulang bisa pecah sebelum rigor mortis diatasi. Sebaliknya, kekakuan mungkin buruk dibentuk atau tidak jelas pada individu dengan massa otot kecil, seperti bayi atau orang dewasa kurus.9,10 Dalam kondisi beriklim sedang rigor umumnya dapat terdeteksi di wajah antara sekitar 1 jam dan 4 jam dan pada tungkai antara sekitar 3 jam dan 6 jam setelah kematian, dengan kekuatan rigor meningkat menjadi maksimal sekitar 18 jam setelah kematian. Rigor lengkap membutuhkan waktu sekitar 10-12 jam untuk sepenuhnya mengembangkan dalam ukuran dewasa rata-rata ketika suhu lingkungan adalah 70-75 ° F. Tubuh akan tetap kaku untuk 24-36 jam pada suhu yang sama ini sebelum dekomposisi menyebabkan otot-otot untuk mulai lumayan melonggarkan, tampaknya dalam urutan yang sama mereka menegang. Setelah terjadi, rigor akan menetap sampai sekitar 50 jam setelah kematian sampai autolisis dan dekomposisi sel-sel otot mengintervensi dan otot menjadi flaksid lagi. Waktu ini hanya pedoman dan tidak pernah bisa mutlak.9 Tabel 2.4 Estimasi waktu perubahan rigor mortis14 Mekanisme



Onset



Mulai



Maksimal



Menghilang



Perubahan fisik



Segera



1-6 jam



6-24 jam



12-36 jam



Rigor mortis dipengaruhi oleh suhu lingkungan. suhu yang tinggi akan mempercepat penampilan dan hilangnya kekakuan. Kekakuan yang melibatkan tubuh tergeletak di lapangan akan datang dan berlalu lebih cepat pada hari musim panas daripada di musim dingin satu. Laju perkembangan dan hilangnya kekakuan akan terpengaruh oleh perubahan suhu yang dialami oleh tubuh, seperti terjadi selama panas hari dan kesejukan malam.10 Rigor mortis juga dipengaruhi oleh suhu tubuh internal yg meninggal dan aktivitas sebelum kematian. suhu tubuh yang lebih tinggi pada saat kematian dan kondisi yang menyebabkan lebih laktat produksi asam menyebabkan kekakuan untuk mengembangkan lebih cepat. Misalnya, seseorang yang meninggal memiliki demam dari infeksi seperti pneumonia dapat mengembangkan kekakuan lebih cepat dari seseorang dengan suhu tubuh normal. Dipercepat kekakuan juga dapat dilihat



pada orang sekarat dengan hipertermia meskipun suhu lingkungan mungkin normal, seperti dapat terjadi pada kematian yang berhubungan dengan kokain, PCP atau metamfetamin. 10 Timbulnya kekakuan juga dapat terjadi lebih cepat jika aktivitas fisik yang berat terjadi segera sebelum kematian. Misalnya, seseorang yang melarikan diri dari penyerang sebelum ditembak atau ditikam dapat mengalami rigor mortis lebih cepat daripada jika tidak ada aktivitas fisik yang intens. Rigor mortis yang sangat cepat dapat terjadi karena kombinasi dari suhu tubuh meningkat dan peningkatan produksi asam laktat. 10 Pada sedikit kasus, rigor mortis dapat muncul dalam beberapa menit setelah kematian. Hal ini disebut "cadaveric spasm" dan biasanya dikaitkan dengan aktivitas fisik yang ekstrim sesaat sebelum kematian. Hal ini juga dikaitkan dengan beberapa kondisi lain seperti luka listrik. 10 Berbeda dengan suhu lingkungan yang tinggi, kondisi dingin dapat memperlambat atau mencegah rigor mortis. Proses ini akan dimulai atau bertambah cepat ketika tubuh berada di lingkungan yang hangat. Jika tubuh tidak dalam kekakuan lengkap dan ditempatkan dalam pendingin proses akan melambat dan mungkin berhenti. Rigor dapat berlanjut sampai selesai ketika tubuh hangat. Kekakuan pada rigor harus dibedakan dari pengerasan otot atau beku karena cuaca sangat dingin. Dalam kondisi lingkungan seperti itu, kekakuan mungkin sulit untuk dievaluasi. 10 Rigor mortis juga akan membantu penyidik dalam menentukan apakah tubuh telah dipindahkan. Jika penyidik tiba di tempat kejadian dan menemukan sebuah lengan yang tidak disangga atau kaki mengarah ke udara, penyidik tahu bahwa orang yang meninggal telah dipindahkan setelah rigor terjadi. Seseorang mungkin mati dengan lengan atau kaki di udara, tapi gravitasi akan mencegah ekstremitas yang tidak disangga tetap dalam posisi tersebut setelah kematian. 10



Gambar 2.5. Rigor mortis lengkap 12 jam post-mortem



Gambar 2.6 Cadaveric spasm



Bentuk rigor yang terjadi spontan, pada korban yang jatuh ke air. Korban ditemukan dalam waktu singkat (dapat dilihat dari tidak adanya maserasi kulit) namun ditemukan rumput dari sungai yang dipegang erat di tangannya. d.



Dekomposisi7 Dekomposisi adalah kehancuran jaringan tubuh setelah meninggal.



Dekomposisi merupakan suatu hal yang wajar pada tubuh yang sakit. Bagaimanapun, dibawah kondisi lingkungan spesifik tertentu, modifikasi dekomposisi tubuh yag mati terjadi dan kasus tersebut tidak mudah dan total penghacuran tubuh mati, adalah dibutuhkan waktu yang cukup. Modifikasi dekomposisi tersebut dapat terjadi jika pembentukan mumifikasi dan adipocere.7 Kategori dan tahap dari dekomposisi yaitu : 1. Early dekomposisi 2. Advanced dekomposisi 3. Partial skeletonization 4. Skeletonization Dekomposisi mengikuti perkembangan proses biokimia, mempertahankan dan menjaga integritas elemen seluler. Selama dekompposisi, komponen jaringan bocor dan hancur melepaskan enzim hidrolitik. Jaringan tubuh organic kompleks terurai menjadi komponen sederhana. Bakteri dan mikroorganisme lain berkembang pada komponen organic tidak terlindung dari tubuh.7 1. Autolisis. Penghancuran pada jaringan tubuh oleh pelepasan enzim dari penghancuran sel.



2. Pembusukan. Ini adalah perubahan yang dihasilkan oleh aksi bakteri dan mikroorganisme lain berkembang pada tubuh 3. Jenis postmortem yang ketiga penghancuran bisa diidentifikasi pada beberapa tubuh yang tidak dibuang. Seperti keancuran postmortem tersebut dibawa keluar karena serangan berbagai jenis hewan seperti serangga, tikus, rubah, srigala, burung pemakan bangkai, ikan, dan lain-lain Mekanisme perubahan autolisis sebagai berikut : - Autolisis adalah sebuah proses penghancuran diri pada jaringan tubuh oleh enzim. Proses ini juga bisa terjadi pada orang yang hidup ditandai dengan cedera fokal jaringan dan nekrosis yang dikelilingi oleh reaksi inflamasi. Mekanisme yang sama terjadi setelah kematian,di tubuh yang mati, proses yang terjadi pada skala besar dan tanpa reaksi inflamasi autolisis diduga dirangsang oleh penurunan ph intraseluler diikuti akibat penurunan oksigen setelah kematian. - Proses ini terjadi awal dan cepat di beberapa jaringan kaya enzim hidrolitik seperti pancreas dan mukosa gaster; jaringan menengah seperti jantung, hati dan ginjal dan terlambat jaringan fibrosa seperti uterus dan otot rangka. - Proses autolisis adalah tergantung suhu. Pendinginan pada tubuh akan terjadi setelah kematian akan menghambat pencernaan enzim diri sel sedangkan semakim tenaga meningkat suhu mendukung degradasi seperti yang terlihat dalam proses kematian oleh panas, atau kematian pada suhu lingkungan yang tinggi. - Fenomena autolisis ini terlihat pada pemeriksaan mikroskopis. Untuk contoh terlihat autolisis pada kulit licin. Di kulit licin, pelepasan enzim hidrolitik terlepas pada demo-epidermal junction karena melonggarnya epidermis dari lapisan bawah sebagai hasil, epidermis mengelupas sampai dermis. Sama rambut dan kuku yang longgar. Mikroskopis, autolisis adalah identifikasi secara homogen dan sitoplasma eosinofil dengan hilangnya rincian seluler dengan sel tetap sebagai puing-puing. - Autolisis internal dapat melihat konsistensi organ pucat. Demikian pula pembuluh darah besar noda karena hemolisis postmortem. Hemolisis ini hanyala autolisis pembuluh darah.



- Gastromalacia adalah pecahnya postmortem dinding lambung karena proses autolisis. Ini biasanya terjadi di fundus daerah dan tanpa ada reaksi penting. Demikian pula oesophagomalacia adalah pecahnya postmortem dari ujung bawah kerongkongan karena autolisis dan tidak memiliki reaksi penting. - Disintegrasi janin mati dalam rahim ibu disebut sebagai maserasi dan dianggap sebagai autolisis aseptik.



Gambar 2.7 Kulit terkupas7 Proses terjadinya pembusukan sebagai berikut :7 -



Perubahan pembusukan tergantung pada berbagai faktor seperti dijelaskan dibawah. Mikroorganisme yang bertanggung jawab adalah Clostridium welchi, B.coli, Staphylococci,non-hemolitik,Streptococcus, Proteus, dan lain-lain.



-



Perubahan fisik terdiri dari kembung dengan distensi abdomen oleh distendi gas. Hal ini menyebabkan obliterasi identitas almarhum. Pada laki-laki, gas dipaksa dari peritoneum yang rongga bawah kanalis inguinalis ke dalam skrotum menyebabkan pembengkakan skrotum.



-



Gas yang berbeda dari dekomposisi menginduksi perubahan kimia. Misalnya hidrogen Sulfida mudah berdifusi melalui jaringan. Bereaksi dengan hemoglobin membentuk sulfhemoglobin. Pigmen ini awalnya menguraikan resmi superfisial pembuluh darah dan sebagai dekomposisi berlangsung, sebuah generalisasi warna hijau dapat disampaikan ke tubuh.



-



pembusukan terjadi pada tingkat yang berbeda di berbagai jaringan tubuh dan tergantung pada kadar air mereka. Tiga Perubahan utama perhatikan selama pembusukan sebagai:



1. Perubahan warna Perubahan warna adalah karena hemolisis sel darah merah. Hemoglobin dibebaskan diubah ke sulpmethemoglobin oleh gas hidrogen Sulfida dan menanamkan perubahan warna kehijauan. 2. Pembebasan gas Selama proses dekomposisi, protein dan karbohidrat dibagi menjadi senyawa sederhana. Akibatnya, jumlah gas yang dibebaskan (Vide supra). Serangan bau memancar dari kematian tubuh karena pembentukan gas hidrogen Sulfida. Gas-gas dikumpulkan dalam usus dalam 12 sampai 18 jam di musim panas dan 18 sampai 24 jam di musim dingin. 3. Pencairan jaringan Dengan kemajuan dalam dekomposisi, organ diubah menjadi tebal.



Gambar 2.8 Gambaran kembung pada dekomposisi



Gambar 2.9 Warna kehijauan pada tungkai



Gambar 2.10 warna kehijauan pada fossa iliaka



Perubahan dekomposisi terdapat tanda eksternal dan internal : 1. Tanda eksternal Pembusukan adalah tanda yang paling mutlak pada kematian.Tanda eksternal pertama dari pembusukan (dekomposisi) adalah perubahan sebuah warna kehijauan dari sisi kanan perut atas wilayah caecum tepat. Secara bertahap warna menyebar ke seluruh perut, dan di dada dan saat ini bau busuk menjadi semu. Isi cairan caecum dan penuh bakteri karena pembusukan berkembang sebelumnya. Sejak scaecum adalah dekat dengan dinding perut, kanan bawah perut noda pertama. Demikian pula, permukaan hati dengan usus buntu juga menunjukkan perubahan warna kehijauan. Perubahan warna kehijauan karena pembentukan sulphmethemoglobin. Di musim panas, warna biasanya berkembang sekitar 12 sampai 18 jam dan di musim dingin dibutuhkan sekitar 18-24 jam. Ada pembentukan beberapa kulit menjadi lepuh mengandung udara dengan kulit lepas pada tempat. Seluruh tubuh menjadi bengkak dengan cairan dan akhirnya mencairkan dan megalami disintegrasi. Marbling pada kulit menjadi menonjol oleh 24 jam di musim panas sedangkan sekitar 36 sampai 48 jam di musim dingin. Pembuluh



darah



itu



diserang



oleh



mikroorganisme.



Formasi



dari



sulphmethemoglobin menyebabkan pewarnaan kehijauan-coklat dari dinding bagian dalam pembuluh darah. Fenomena ini memberikan naik ke penampilan marmer pada kulit. Warna merah postmortem gigi (pink gigi) - warna merah adalah karena hemolisis setelah eksudasi derivatif hemoglobin melalui tubules gigi.7 Berbagai produk yang terbentuk selama proses dekomposisi dan disebutkan dalam Tabel 5. Sebagai proses berlangsung dekomposisi, bau aneh yang dipancarkan oleh tubuh menarik serangga. Setelah invasi tubuh oleh lalat, mereka bertelur di 18 sampai 36 jam tergantung pada kondisi lingkungan. Mereka biasanya bertelur di dekat lubang. Telur menetas dalam waktu 12-24 jam untuk larva. Larva juga disebut sebagai belatung. Belatung pemakan rakus. Selain itu, belatung mempunyai enzim proteolitik yang menyebabkan kerusakan lebih dan dapat menyebabkan sulit dalam menafsirkan cedera permukaan.7



Serangga dan hewan lainnya akan memakan tubuh setelah kematian. Hal ini biasa terjadi baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Kecoak dan semut dapat menyebabkan kuning / erosi coklat dari kulit yang bisa menyerupai lecet dan membingungkan penguji. Gigitan semut dan kecoak pada kulit anak yang meninggal karena memiliki SIDS (Sudden Infant Death Syndrome)



telah



disalahartikan sebagai bukti pelecehan. Serangga dan larva mereka memainkan utama peran dalam pembersihan tubuh selama dekomposisi. Hewan yang lebih besar, termasuk hewan peliharaan rumah tangga, juga akan memakan mayat. Kucing dan anjing akan mengunyah pemilik mati mereka jika dibiarkan saja dan lapar. Tikus, musang, possum dan hewan liar lainnya juga dapat menyebabkan cukup kerusakan tubuh. Sebagian besar cedera postmortem adalah mudah diakui baik oleh ahli patologi atau antropolog konsultasi.12



Gambar 2.11 Pembentukkan beberapa kulit melepuh



Gambar 2.12 bukti Marbling



Gambar 2.13 Pembentukan beberapa kulit melepuh dan kulit terkupas



Gambar 2.14 Telur



Tabel 2.5 Produk Dekomposisi Asam: asetat, palmitat, oksalat, suksinat, laktat Amina dan asam amino: leusin, tirosin, putrisine, cadaverine zat aromatik: indol, skatol merkaptan Gas: Hidrogen Sulfida, karbon dioksida, sulfur dioksida, amonia dll Enzim: SGOT, LDH dll 2. Tanda internal7 Dekomposisi dari organ internal tergantung pada beberapa faktor seperti : 1. Keutuhan organ 2. Kadar air dari organ 3. Kepadatan organ 4. Jumlah darah di organ Urutan dari awal dan akhir pembusukan terjadi di organs internal yang disajikan pada Tabel 6.



Gambar 2.15 telur



Gambar 2.16 Larva



Gambar 2.17 Hati berbusa



Gambar 2.18 Dekomposisi hati



Tabel 2.6 Urutan pembusukan organ internal Organ internal membusuk awal Organ internal membusuk akhir - Otak - Kerongkongan - Mukosa trakea dan laring - Diafragma - Lambung dan usus - Jantung - Limpa - paru-paru - Hati - Ginjal - Kandung kemih - Uterus - prostat Faktor eksternal7 1. Suhu antara 21 ° C sampai 43 ° C adalah menguntungkan untuk penguraian. Dekomposisi ditangkap di bawah 0 ° C dan di atas 50 ° C. Paparan sehingga suhu tinggi dan rendah kelembaban mempercepat dekomposition. 2. Kelembaban sangat penting untuk proses dekomposisi karena mikroorganisme penyebab pembusukan membutuhkan kelembaban dan suhu optimum untuk pertumbuhan mereka. Oleh karena itu organ yang mengandung lebih banyak air terurai lebih awal dari yang kering. 3. Air, adanya udara mempromosikan dekomposisi oleh berkurangnya penguapan. 4. Cara penguburan, dekomposisi dimulai awal dalam tubuh dimakamkan di kuburan dangkal. Diktum Casper adalah berguna untuk penilaian kasar dari tingkat dekomposisi. Ini delapan kali lebih lambat di bawah tanah dan dua kali lebih lambat di bawah air dibandingkan dengan udara Faktor internal7 1. Usia - mayat anak-anak terurai cepat dari pada orang dewasa. Mayat orang tua tidak terurai dengan cepat, mungkin karena lebih sedikit lembab. 2. Seks - jenis kelamin tersebut tidak memiliki pengaruh pada dekomposisi Namun, perempuan dalam periode postpartum awal mungkin terurai dengan cepat jika kematian tersebut terkait dengan keracunan darah. 3. Kondisi tubuh – gemuk terurai lebih awal dari yang tipis dan kurus. 4. Penyebab kematian 5. Scars - laju dekomposisi terhambat di bekas luka daerah (di bekas luka) sebagai daerah ini tanpa pembuluh darah.



Tabel 2.7 Kondisi yang mempercepat dekomposisi Kondisi mempercepat dekomposisi -



Sepsis



-



Rhabdomyolysis



-



Overdosis Kokain



-



Daerah edema



Kondisi menghambat dekomposisi



- Dehidrasi - Perdarahan masif - Lingkungan Dingin -



Emblasing



e. Skeletonikasi Skeletonikasi akan tergantung pada banyak faktor, termasuk iklim dan lingkungan mikro seluruh tubuh. Ini akan terjadi lebih cepat dalam tubuh pada permukaan tanah dari di salah satu yang dimakamkan. Secara umum, dalam tubuh yang terkubur, jaringan lunak akan hilang 2 tahun. Tendon, ligamen, rambut dan kuku akan diidentifikasi untuk beberapa waktu setelah itu. Pada sekitar 5 tahun, tulang akan telanjang dan disarticusi, meskipun fragmen tulang rawan artikular dapat diidentifikasi selama bertahun-tahun dan selama beberapa tahun tulang akan merasa sedikit berminyak dan jika mereka dipotong dengan gergaji, gumpalan asap dan bau bahan organik mungkin terbakar. Pemeriksaan ruang sumsum tulang dapat mengungkapkan sisa bahan organik



kadang-kadang dapat cocok untuk analisis



DNA. Pemeriksaan permukaan potongan tulang panjang di bawah sinar UV dapat membantu, karena ada perubahan dalam pola fluoresensi dari waktu ke waktu. Jika ragu, ahli patologi forensik harus meminta bantuan dari seorang antropolog forensik atau arkeolog yang memiliki ketrampilan khusus dan teknik untuk mengelola jenis bahan.1



1. Komplit - semua jaringan lunak dihapus 2. Partial - di sini hanya bagian dari tulang yang terkena kulit, otot, jaringan lunak dan organ mungkin kehilangan sebelum kerangka menjadi terpisah. Menurut Rodriguez & Bass (1985), pisahan itu biasanya berlangsung dari kepala ke bawah (untuk memisahkan misalnya mandibula dari tengkorak, tengkorak memisahkan dari tulang belakang leher). Demikian juga pisahan dari pusat ke perifer arah (untuk misalnya pertama akan ada pemisahan tulang maka anggota badan). Tulang-tulang mungkin diubah menjadi fosil. Kehadiran asam tanah atau air mempercepat yang proses untuk pemeriksaan tulang individual.7 f. Adipocere Adipocere adalah istilah yang berasal dari bahasa Latin yang secara harfiah berarti "lemak" (adipo) "Lilin" (cera). Hal ini mengacu pada zat lilin abu-abu putih keras yang terbentuk selama penguraian. Ini adalah perubahan jarang terjadi, terutama terkubur selama waktu dingin, lingkungan yang lembab dan paling sering terlihat setelah mayat telah terendam air selama musim dingin. Tidak semua badan memiliki adipocere ditemukan dalam air. Misalnya, mayat yang ditemukan dalam kantong plastik yang menyediakan lingkungan yang lembab juga dapat mengalami perubahan ini. Pembentukan zat ini membutuhkan lemak. Jaringan lemak di bawah kulit mulai berubah menjadi sabun. Umumnya, wanita dan anak-anak membentuk adipocere lebih mudah karena mereka memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi. Pengerasan biasanya membutuhkan waktu beberapa bulan untuk sepenuhnya berkembang tapi jarang dapat sepenuhnya berkembang dalam waktu 4 minggu.9 Eksterior tubuh tetap putih dan lapisan terluar dari kulit lolos. Berbeda dengan proses dekomposisi biasa, mungkin tidak ada perubahan signifikan warna hijau atau kembung sejak suhu dingin menghambat bakteri yang biasanya berkembang biak dan membentuk gas. Adipocere awalnya terbentuk pada bagian tergantung dari tubuh. bagi tubuh benar-benar tenggelam dalam air, adipocere biasanya akan didistribusikan cukup merata seluruh permukaan tubuh. Kadangkadang, mungkin ada perbedaan pembentukan antara bagian-bagian tubuh yang berpakaian dan bagian-bagian telanjang. Pembentukan berbeda juga dapat terjadi di daerah yang cedera.9



Adipocere biasanya pertama-tama dilihat pada lemak subkutan pipi, payudara, perut dan kemudian lain organ dan jaringan. Biasanya diperlukan waktu sekitar tiga minggu untuk adipocere untuk berkembang sepenuhnya. Namun, di India, Dr Coull Mackenzie menemukan itu terjadi dalam 3 sampai 15 hari dalam tubuh terendam sungai Hooghly atau dikubur di tanah basah dari Bengal rendah. Dr Modi juga telah mengamati pembentukan adipocere di 7-35 hari. Mekanisme terbentuknya adipocere7 • Asam lemak tak jenuh dari tubuh diubah menjadi jenuh asam lemak dengan proses hidrolisis dan hidrogenasi. • Dalam adipocere, ada hidrogenasi lemak tubuh tak jenuh menjadi aneh, keras, berwarna putih kekuningan, lilin lemak asam jenuh. Proses pembentukan adipocere dimulai lemak netral (misalnya adiposa) dan diprakarsai oleh lipase intrinsik, yang menurunkan trigliserida menjadi asam lemak. Asam lemak yang dihidrolisis dan terhidrogenasi menjadi hidroksi- asam lemak. Jadi adipocere terutama terdiri dari asam lemak jenuh. Proses ini difasilitasi oleh bakteri anaerob seperti Clostridium welchii. Clostridium welchii yang mengandung toksin rahasia lecithinase, protease dan phospholipases. Aksi bakteri menciptakan limbah yang kaya amonia yang memberikan kontribusi untuk membentuk lingkungan basa. • Pada saat kematian, tubuh mengandung sekitar setengah persen asam lemak tetapi sebagai pembentukan adipocere dimulai mawar lemak tubuh 20% dalam waktu satu bulan dan lebih dari 70% dalam tiga bulan. • Awalnya air yang diperlukan untuk proses ini diperoleh dari jaringan tubuh (air intrinsik). Berikut ini adalah persyaratan untuk pembentukan adipocere : 7 • Hujan atau lingkungan air • Suhu Hangat • Rindakan enzimatik bakteri intrinsik • Jaringan adiposa



Faktor pembentukan adipocere tergantung pada beberapa faktor seperti7: 1. Kondisi Atmosfer - Dikatakan bahwa untuk pembentukan adipocere, kondisi ambient menengah (tepat kondisi atau fenomena Goldilocks) yang diperlukan. Dengan kata lain, jaringan akan mengering (mummifikasi) jika kondisi terlalu kering sedangkan jika kondisi terlalu basah, tubuh mungkin lebih basah atau mungkin cair. 2. Suhu - ketika suhu lingkungan terlalu rendah atau terlalu tinggi, tidak ada formasi adipocere terjadi, karena bakteri diperlukan untuk mempercepat proses tersebut tidak akan berproliferasi pada suhu tersebut. Oleh karena itu, diperkirakan bahwa pertumbuhan optimum adipocere terjadi pada suhu ambient. 3. Kelembaban atau air yang diperlukan untuk proses pembentukan adipocere. Awalnya cairan tubuh digunakan untuk memulai proses tapi untuk penyelesaian adipocere itu, kehadiran kelembaban atau air yang diperlukan dalam lingkungan. 4. Gerakan Air - memperlambat proses karena gerakan udara tubuh menguap dan mengurangi suhu tubuh sehingga memperlambat proses kimia. 5. Tempat dan media pembuangan - lebih sering terjadi pada tubuh terendam air atau dimakamkan di tempat yang lembab. Jika terkubur, pemakaman yang mendalam menunjukkan pembentukan adipocere ditandai dari kuburan dangkal. 6. Iklim lembab bagus utnuk pembentukan adipocere. 7. Tanah - dalam lingkungan pemakaman, pH tanah, suhu, kelembaban dan kandungan oksigen dalam kubur mempengaruhi pembentukkan adipocere. 8. Pakaian - Kehadiran pakaian atas tubuh muncul untuk mempercepat pembentukan adipocere karena mempertahankan air. 9. Peti



- jika tubuh dimakamkan dalam peti, peti akan menghambat laju



pembentukan adipocere. 10. Air - bentuk adipocere baik dalam air hangat daripada dingin air.



Gambar 2.18 Pembentukan adipocere



Gambar 2.19 pembentukkan adipocere



Gambar 2.20 adipocere tangan diawetkan



Gambar 2.21 adipocere kaki diawetkan f.



Mummifikasi Mumifikasi terjadi di lingkungan kering panas di mana tubuh mampu dehidrasi



dan proliferasi bakteri minimal. Kulit menjadi gelap, kering dan kasar. Organ internal mengering dan menyusut. Kebanyakan mumifikasi terjadi pada bulan-



bulan musim panas, tetapi juga dapat terjadi selama musim dingin jika suhu cukup hangat. Seluruh tubuh dapat terjadi mumifikasi dalam beberapa hari sampai minggu. Sebagai kulit mengering dan mengeras, jaringan lunak membusuk. Setelah beberapa minggu, seluruh tubuh mungkin muncul diawetkan dengan beberapa penyusutan karena dehidrasi. Namun, jika sebuah insisi dibuat melalui kulit, jaringan lunak, lemak dan organ internal mungkin hampir tidak ada. Setelah tubuh dalam keadaan ini, mungkin tetap dipertahankan untuk waktu beberapa tahun kecuali kulit robek atau rusak. Mumi diterjemahkan ke bagian tubuh tertentu relatif umum. Mumifikasi dari jari tangan dan kaki mudah terjadi dalam lingkungan yang relatif kering terlepas dari suhu.9 • Kulit menjadi kering karena dehidrasi sel dan menampilkan perubahan warna hitam kecoklatan dan perkamen. Mummifikasi menjadikan jari-jari dan jari-jari kaki dalam keadaan kering, keras dan layu.7 • Pengeringan dari bagian-bagian tertentu dari tubuh dapat menyebabkan penyusutan kulit dan karena menyusut dan meregangan, menyebabkan perpecahan besar terutama perpecahan ini umum dipangkal paha, leher dan ketiak. Perpecahan tersebut dapat menyerupai cedera.7 • Lemak subkutan mejadi cair selama mummifikasi.7 • Organ internal berkurang dalam ukuran karena kehilangan konten air dan mungkin tidak mudah diindentifikasi.7 • Penghancuran tubuh mumifikasi terjadi akhir. Jaringan diubah menjadi debu. • Waktu yang dibutuhkan untuk mummifikasi lengkap tubuh tidak dapat dinyatakan bervariasi dan tergantung pada beberapa faktor seperti dibahas di bawah. Peripheral mummifikasi adalah fenomena yang cukup umum dengan ekstremitas distal, terutama jari-jari dan jari-jari kaki dalam waktu 2 sampai 3 hari. Dalam kondisi lingkungan, perubahan dapat terjadi antara kira-kira 3 minggu sampai 3 bulan.7 Mekanisme • Mummifikasi berlangsung di mana tubuh kehilangan cairan ke lingkungan mealui penguapan.



• Karena tidak adanya kelembaban dan suhu panas, yg menyebabkan perbusukan bakteri tidak dapat berkembang biak di lingkungan yang tidak bersahabat seperti itu.



Faktor Pembentukan mummifikasi tergantung pada beberapa faktor seperti: 7 1. Ukuran tubuh 2. Kondisi Atmosfer - suhu panas bagus untuk pembentukan



mummifikasi.



Demikian pula membutuhkan lingkungan kering yaitu itu tidak dapat terjadi dalam kondisi lembab tinggi. 3. Gerakan Air - gerakan udara bebas mempromosikan pembentukan mummifikasi. 4. Tempat pembuangan – mummifikasi terjadi secara alami ketika udara dan / atau tanah yang sangat kering.



Gambar 2.22 Gambar mumifikasi diawetkan



Gambar 2.23 Gambar mumifikasi



37 35 33 31 29 27 0



6



12



Algor Mortis



18



24



Rigor Mortis



30



36



Livor Mortis



42



48



54



Dekomposisi



Gambar 3.1 Interval Postmortem berdasarkan Tanatologi g. Entomologi Forensik7 Setelah kematian, proses dekomposisi dan bau aneh dari dekomposisi menarik serangga terbang, terutama lalat. Berbagai serangga tertarik terbang ke arah tubuh mati dan menduduki itu tapi dua kelompok yang lebih umum dan mereka adalah: 1. Diptera (lalat) 2. Coleoptera (kumbang) Siklus hidup dari Lalat adalah yang pertama untuk menarik ke arah mayat. Berbagai jenis lalat. Setelah invasi tubuh, lalat bertelur di sekitar 18 sampai 36 jam telur ini biasanya ditetapkan di mucocutaneous junction seperti bibir, hidung, anus, dan vagina atau bahkan di luka terbuka.Telur ini menetas dalam waktu 12 sampai 24 jam, tergantung pada jenis serangga dan kondisi lingkungan, untuk larva. larva ini disebut sebagai belatung. Belatung pemakan yang rakus. Bahkan, bagian belatung yaitu enzim proteolitik yang menyebabkan kerusakan. Larva ini tumbuh dalam ukuran dan terdapat di dalam struktur kulit; Proses ini disebut sebagai pupa untuk membentuk kepompong. pupa bisa pecah untuk melepaskan lalat muda mampu reproduksi sehingga menyelesaikan siklus hidup.



Gambar 2.26 Siklus hidup lalat7



Gambar 2.27 telur



Gambar 2.28 larva



Gambar 2.29 lalat hijau



Tabel 2.6 Siklus hidup larva lalat`13 2.6 Perkiraan Waktu Kematian4 Selain perubahan pada mayat tersebut diatas, beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati yaitu : 1. Perubahan pada mata Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri kanan kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam akan berbentuk segitiga dengan dasar di tepi kornea (taches noires sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi kirakira sejak 6 jam pasca mati. Baik dalam keadaan mata tertutup atau mata terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas. Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil saat penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati. Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga 30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai



memucatnya diskus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi. Selamat 2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar discus menjadi kuning. Warna kuning juga tampak disekitar makula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola pola vaskular koroid yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat. Pada kirakira 6 jam pasca mati batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh besar yang mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning kelabu. Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja yang tampak berwarna coklat gelap. 2. Perubahan dalam lambung Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak dapat digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat mati. Namun keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam membuat keputusan. Ditemukannya makanan tertentu (pisang, kulit tomat, biji-bijian) dalam isi lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal telah makan-makanan tersebut. 3. Perubahan rambut Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari. Panjang rambut kumis dan jenggot dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia mencukur. 4. Pertumbuhan Kuku Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas, pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1 mm/hari dapat digunakan untuk memperkirakan saat



kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang yang bersangkutan memotong kuku. 5. Perubahan dalam cairan serebrospinal Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masingmasing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam dan 30 jam. 6. Perubahan Cairan Vitreus Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar kalium yang cukup akurat untuk memperkirakan saat kematian antara 24 hingga 100 jam pasca mati. 7. Perubahan Kadar Komponen Darah Kadar komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam darah bahkan sebelum kematian itu terjadi. Hingga saat ini belum ditemukan perubahan dalam darah yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan lebih tepat. 8. Reaksi Supravital Reaksi supravital merupakan reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Beberapa uji dapat dilakukan pada mayat yang masih segar, misalnya rangasang listrik masih dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90120 menit pasca mati dan mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 6090 menit pasca mati, sedangkan trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati. 2.7 Studi Tambahan dan Ajuvan14 Cairan vitreous, jika ada, dapat dievaluasi untuk kehadiran beberapa analit, termasuk sodium, potassium, chloride, urea nitrogen, kreatinin, glukosa, dan keton



/ aseton. Segera setelah kematian, tingkat analit vitreous mencerminkan konsentrasi serum antemortem terminal lebih baik daripada sampel darah postmortem, karena fakta bahwa cairan vitreous terkandung di dalam mata dan sebagian terlindungi dari produk sampingan autolisis seluler. Tingkat nitrogen dan kreatinin Urea menunjukkan stabilitas postmortem yang paling banyak; kadar natrium dan klorida relatif stabil selama PMI awal namun menurun saat dekomposisi berlangsung. Biasanya, kadar natrium dan klorida yang menurun secara nyata dan tingkat potasium yang meningkat tajam mencerminkan dekomposisi. Tingkat glukosa menurun dengan cepat selama PMI; Konsentrasi nol tidak biasa terjadi pada individu sehat yang mengalami luka traumatis. Namun, tingkat tinggi mungkin mencerminkan keadaan diabetes. Adanya aseton dan / atau keton dalam cairan okular memperkuat diagnosis ketoasidosis diabetik pada kasus dimana kadar glukosa meningkat. Dengan tidak adanya konsentrasi glukosa tinggi, kehadiran mereka mungkin mengindikasikan kelaparan. Tingkat kalium cairan vitreous telah terbukti meningkat dengan mantap setelah kematian; tingkat potassium cairan vitreous dapat digunakan untuk membantu memperkirakan PMI dalam kondisi sedang. Namun, formula yang ada dibatasi oleh batas keyakinan hampir +/- 1 hari; Semua paling baik digunakan dalam 100 jam pertama sejak saat kematian. Banyak variabel lain mempengaruhi tingkat kalium vitreus, termasuk tingkat serum antemortem dan kondisi yang disebutkan di atas yang mendorong dekomposisi yang dipercepat. Dalam kondisi sedang, cairan vitreous biasanya tidak dapat dicerna setelah kira-kira 4 hari. Konsentrasi cairan vitreous dari beberapa senyawa, termasuk alkohol dan beberapa obat, mencerminkan tingkat serum 1-2 jam sebelum kematian. Perbandingan konsentrasi cairan vitreous dengan kadar serum mungkin bermanfaat dalam membantu penentuan cara kematian pada kasus overdosis. Sebagai contoh, konsentrasi obat secara signifikan lebih tinggi pada darah postmortem, dibandingkan dengan konsentrasi obat dalam cairan vitreus, menunjukkan adanya overdosis akut (kemungkinan bunuh diri) daripada konsumsi berlebihan kronis dari obat (yang kemungkinan tidak disengaja). Juga harus diingat bahwa pembusukan dapat menyebabkan pembentukan etanol dalam jaringan dan darah saat PMI



memanjang. Tingkat setinggi 0,1 g / dL mudah ditemui. Beberapa sumber menyatakan bahwa kadar bisa setinggi 0,2 g / dL. Kesalahpahaman umum mengenai penentuan waktu kematian Salah satu kesalahpahaman yang paling umum dalam patologi forensik menyangkut kemampuan untuk menentukan waktu kematian yang tepat. Ada banyak kasus di mana perubahan postmortem diambil dari konteks yang membingungkan perkiraan PMI. Lebih dari segalanya, kondisi lingkungan mengubah proses dekomposisi. Salah satu orang yang dipelihara di freezer dada selama 1 tahun menunjukkan tanda-tanda penguraian yang minimal. Individu lain yang ditemukan di sebuah lapangan di Amerika Serikat bagian tenggara selama musim panas menunjukkan dekomposisi yang maju, namun semua informasi investigasi, termasuk tanda terima atas kepunyaannya, menunjukkan bahwa dia meninggal dalam waktu 24 jam terakhir terlihat hidup-hidup. Interpretasi perubahan postmortem fisik, mikroskopis, dan biokimia tanpa korelasi dengan keadaan kematian dapat menyebabkan perkiraan PMI yang salah secara signifikan. Kesalahpahaman lain berkisar pada kemampuan ahli patologi forensik yang diperkirakan secara definitif membedakan antara cedera antemortem dan perubahan postmortem pada tubuh yang menunjukkan dekomposisi yang signifikan. Bergantung pada tingkat dekomposisi dan karakter artefak postmortem, diferensiasi semacam itu mungkin tidak mungkin dilakukan. Luka yang ditimbulkan segera sebelum atau segera setelah kematian (interval "perimortem") sangat bermasalah. Mitos lain yang umum terjadi adalah hilangnya kontrol usus dan kandung kemih pada saat kematian. Meskipun hal ini mungkin terjadi, fenomena ini sama sekali bukan fenomena universal. Dalam kebanyakan kasus, urin dapat dipulihkan dari kandung kemih pada saat autopsi dan rektum sering mengandung bahan tinja. Mungkin kesalahpahaman terbesar berkisar seputar kegunaan dan kegunaan melakukan otopsi pada tubuh yang terdekomposisi. Sebagai aturan umum, informasi dapat diperoleh dari setiap otopsi, meskipun pembusukan, skeletonisasi, atau predasi dapat membatasi kemampuan ahli patologi untuk menarik kesimpulan definitif.



BAB III KESIMPULAN



Menetapkan waktu kematian atau jarak antara waktu kematian dan ketika tubuh di temukan (postmortem interval) biasanya tidak dapat ditentukan dengan pasti. Kecuali kematian disaksikan, waktu pasti kematian tidak dapat ditentukan. Estimasi waktu setelah kematian yang paling mendekati adalah melalui pertimbangan semua data investigasi, termasuk pemeriksaan tubuh di tempat kematian. Awal timbulnya Livor mortis, rigor mortis, dan postmortem lainnya. Tanda kematian ada yang tidak pasti seperti pernafasan berhenti berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit, terhentinya sirkulasi dinilai dalam 15 menit dengan nadi karotis tidak teraba, kulit pucat, tonus otot menghilang dan relaksasi, pembuluh darah retina mengalami segmentasi, dan terjadi pengeringan kornea. Tanda kematian pasti yang terdiri dari livor mortis yang dapat ditemukan pada bagian terendah tubuh dipengaruji oleh gaya gravitasi yang mulai muncul 2-4 jam setelah kematian dan tidak menghilang dengan penekanan setelah 8-12 jam setelah kematian. Algor mortis dapat disebut penurunan suhu tubuh dimana Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk sigmoid kemudian setelah itu suhu tubuh akan menurun secara signifikan hingga mencapai suhu yang sesuai dengan lingkungan sekitar. Rigor mortis atau kaku mayat mulai terjadi 1-6 jam setelah kematian dan lengkap pada 10-12 jam, dan menghilang 1236 jam. Dekomposisi atau pembusukan sangat dipengaruhi oleh lingkungan, dapat muncul setelah 24 jam kematian. Selain perubahan pada mayat, perubahan lain yang dapat digunakan untuk memperkirakan waktu kematian berupa perubahan yang terjadi pada mata, lambung, rambut, kuku, cairan serebrospina, cairan vitreus, komponen darah dan reaksi supravital jaringan.



DAFTAR PUSTAKA 1. Dix J, Graham M, Time of Death.,Decomposition., and Identification An Atlas. CRC Press LLC. 2000 2. Dolinak D, Matshes E W, Lew E O. Forensic Pathology Principles and Practice. Elsevier Inc. USA. 2005. p. 528-553 3.



Henβge C, Madea B. Estimation of the Time Since Death in the Early PostMortem Period. Forensic Science International. 2004; 144; 167–75.



4.



Sampurna, Budi, et al. 2003. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Universitas Indonesia.



5.



Eng, V dan Oktavinda S. 2014. Tanatologi dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi . Jakarta: Media Aesculapius.



6.



Thanos C.A, Djemi T, dan Nola T.S.M. 2016. Livor mortis pada Keracunan insektisida golongan organofosfat di kelinci. Jurnal e-Clinic (eCI), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016



7.



Bardale, R. 2011. Principle of Forensic Medicine and Toxicology. New Delhi: Jaypee Brother Medical Publisher



8. Tsokos M, eds. Postmortem Changes and Artifacts Occurring During the Early Postmortem Interval. In: Forensic Pathology Reviews Vol 3. Germany : Humana Press;2005. p: 189-235. 9. Payne, J. Simpson’s Forensic medicine 13th edition. London : Hodder Arnold An Hachette UK Company; 2011. P 46 10. Dix J, Graham M. Time of Death (Postmortem Interval) and Decomposition dalam Time of death, decomposition and identification: an atlas. 2000. Florida: CRC Press LLC 11. Catts EP. Problems in Estimating the Postmortem Interval in Death Investigations. J. Agric. Entomol. October 1992; 9(4); 245-55. 12. Death : Meaning, Manner, Mechanism, Cause and Time. Chapter 11. 13. Kercheval J. 1997. Standards Employed to Determine Time of Death. Disajikan dalam AAFS New York Meeting, New York, NY, 17 – 22 Februari.



14. Presnell SE. Postmortem Changes. Journal E-Medicine [Internet]. 2015; Available overview#a2



from



http://emedicine.medscape.com/article/1680032-