Referat Torsio Testis-Gratia 112021211 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT



TORSIO TESTIS



Pembimbing : dr. Nouval Shahab, Sp. U, Ph.D, FICS, FACS



Disusun oleh : Gratia Erlinda Tomasoa (112021211)



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA STASE BEDAH RSUD CENGKARENG PERIODE 12 September 2022 – 19 November 2022



1



BAB I PENDAHULUAN



Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis. Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang berumur kurang dari 25 tahun, dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Disamping itu, tidak jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral ataupun bilateral.1 Tosio testis adalah suatu kondisi kegawatdaruratan



urologi yang



membutuhkan perhatian dan penangana secepatnya. Terpeluntirnya funikulus spermatikus menyababkan gangguan aliran vena dan arteri yang dapat berujung pada iskemik dalam waktu 6-24 jam.2 Kelainan testis yang cukup sering salah satunya adalah torsio testis. Torsio testis merupakan kegawatdaruratan yang harus segera mendapatkan pengobatan. Torsio testis dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia dewasa muda. Pada kasus torsio testis yang terjadi pada periode neonatus, 70% terjadi pada fase prenatal dan 30% terjadi postnatal.3 Pengetahuan yang baik mengenai anatomi dari testis dan skrotum serta perkembangannya sangat penting dalam penilaian pasien dengan masalah pada skrotum karena waktu dari timbulnya gejala hingga penatalaksanaan merupakan waktu krusial dalam mempertahankan fungsi organ. Testis berkembang dari kondensasi suatu jaringan ke dalam urogenital ridge pada minggu ke-6 gestasi. Dengan pertumbuhan embrio secara longitudinal, melalui sinyal endokrin dan parakrin, keduanya belum dapat dijelaskan dengan baik. Testis turun ke dalam skrotum pada trimester ketiga kehamilan. Saat keluar dari abdomen, lapisan peritoneum menutupnya, membentuk processus vaginalis. Arteri spermatica dan plexus venosus pampiniformis memasuki canalis inguinalis proximal ke testis



2



dengan vas deferens, membentuk spermatic cord. Testis tertinggal pada scrotum distal oleh gubernaculum.4 Gambaran klinis yang sering dijumpai pada pasien torsio testis berupa nyeri hebat di daerah skrotum yang sifatnya mendadak dan diikuti dengan pembengkakan pada testis tetapi pada neonatus gejalanya tidak khas seperti gelisah, rewel, atau tidak mau menyusu. Torsio testis dapat didiagnosis dengan melakukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Tatalaksana seperti detorsi manual dan operasi dapat dlakukan setelah diagnosis torsio testis ditegakkan.3



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Definisis Terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis.5 Torsio testis adalah kegawatdaruratan yang membutuhkan perhatian segera dan pengobatan. Kondisi seperti ini jika tidak segera ditangani dengan cepat dalam waktu 4-6 jam dapat menyebabkan infark dari testis yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis.3



2.2



Anatomi Testis normal dibungkus oleh tunika albuginea. Pada permukaan anterior dan lateral, testis dan epididimis dikelilingi oleh tunika vaginalis yang terdiri atas 2 lapis, yaitu lapisan viseral yang langsung menempel ke testis dan di sebelah luarnya adalah lapisan parietalis yang menempel ke muskulus dartos pada dinding skrotum.1 Testis merupakan sepasang struktur organ yang berbentuk oval dengan ukuran 4x2,5x2,5cm dan berat kurang lebih 20 gram. Testis terletak di dalam scrotum dengan aksis panjang pada sumbu vertikal dan biasanya testis kiri terletak lebih rendah di banding kanan. Testis dibungkus oleh tunika albuginea pada 2/3 anterior kecuali pada sisi dorsal di mana terdapat epididimis dan pedikel vaskuler. Sedangkan epididimis merupakan organ yang terletak di sekeliling bagian dorsal dari testis.5 Testis bagian dalam terbagi atas lobulus yang terdiri dari tubulus seminiferus, sel-sel Sertoli, dan sel-sel Leydig. Produksi sperma, atau spermatogenesis, terjadi pada tubulus seminiferus. Sel-sel Leydig mensekresi testosteron. Epididimis, bagian kepalanya berhubungan dengan duktus seminiferus, dan bagian ekornya terus melanjut ke vas deferens. Vas deferens adalah duktus ekskretorius testis yang membentang hingga ke duktus vesikula seminalis, kemudian



4



bergabung membentuk duktus ejakulatorius. Duktus ejakulatorius kemudian bergabung dengan uretra.3 Torsio testis terjadi bila testis dapat bergerak dengan sangat bebas. Pergerakan yang bebas tersebut di temukan pada keadaan-keadaan seperti:7 1. Mesorchium yang panjang 2. Kecenderungan testis untuk berada pada posisi horizontal 3. Epididimis yang terletak pada salah satu kutub testis. Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada muskulus dartos masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididimis, dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpluntir pada sumbu funikulus spermatikus. Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginalis.1 Selain gerak yang sangat bebas, pergerakan berlebihan pada testis juga dapat menyebabkan terjadinya torsio testis. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan pergerakan berlebihan itu antara lain: perubahan suhu yang mendadak, ketakutan, latihan yang berlebihan, defekasi atau trauma yang mengenai scrotum.3 Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem penyanggah testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini tunika mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini meyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis dan menggantung pada funikulus spermatikus. Kelainan ini dikenal sebagai anomali bell-clapper. Keadaan ini akan memudahkan testis magalami torsio intravaginal.1



5



Gambar 1. Anatomi Testis



Gambar 2. Perbedaan Testis normal dengan torsio testis 2.3



Epidemiologi Torsi testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus dan isinya serta merupakan keadaan darurat operasi, dengan insiden tahunan 3,8/100.000 laki-laki berusia kurang dari 18 tahun. Secara historis, insiden tahunan telah mendekati 1 / 4.000. Hal ini menjelaskan bahwa sekitar 10-15% penyakit



6



skrotum akut pada anak-anak, dan menghasilkan tingkat orkidektomi 42% pada anak laki-laki yang menjalani operasi untuk torsio testis.4 Distribusi usia torsi testis adalah bimodal, pada periode neonatal dan sekitar pubertas. Pada neonatus, torsi ekstravaginal lebih dominasi, dengan keseluruhan funikulus, termasuk prosesus vaginalis, yang terpeluntir. Torsi ekstravaginal dapat terjadi secara antenatal atau pada periode pasca kelahiran awal dan biasanya timbul sebagai pembengkakan skrotum tanpa rasa sakit, dengan atau tanpa peradangan akut.4 2.4



Etiologi Faktor predisposisi utama peyebab torsio testis adalah kegagalan dari gubenakulun untuk menarik testis ke bawah masuk ke skrotum saat perkembangan janin. Hal ini disebabkan karena kegagalan penutupan processus vaginalis setelah testis turun ke skrotum.6 Torsio ekstravaginal terjadi pada janin atau neonatus, karena testis dapat berputar dengan bebas berdasarkan fiksasi testikular melalui tunika vaginalis di dalam skrotum. Pengembangan fiksasi testis melalui tunika vaginalis di dalam skrotum.7



2.5



Patofisiologi Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain perubahan suhu yang mendadak, celana dalam yang terlalu ketat dan trauma yang mengenai skrotum.5 Terdapat 2 jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu, (1) torsio intravagina, terjadi di dalam tunika vaginalis dan disebabkan oleh abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam scrotum. Torsio ini lebih sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda; (2) torsio 7



ekstravagina, terjadi bila seluruh testis dan tunika terpeluntir pada aksis vertikal sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplit atau non fiksasi dari gubernakulum terhadap dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam scrotum. Kelainan ini sering terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus testis.3 Torsio testis terjadi pada anak yang insersi tunika vaginalis tinggi di funikulus spermatikus sehingga funikulus denga testis dapat terpuntir di dalam tunika vaginalis. Akibat puntiran tangkai, terjadi gangguan pendarahan testis mulai dari bendungan vena sampai iskemia yang meyebabkan gangreng. Keadaan insersi tinggi tunika vaginalis di funikulus biasanya digambarkan sebagai lonceng dengan bandul yang memutar dan mengalami nekrosis dan gangreng.8 Kadang torsio dicetuskan oleh cedera olahraga. Biasanya nyeri testis hebat timbul tiba-tiba yang sering disertai nyeri perut dalam serta mual dan muntah. Nyeri perut selalu ada karena berdasarkan pendarahan dan persarafannya, testis tetap merupakan organ perut. Pada permulaan testis teraba agak bengkak dan nyeri tekan dan terletak agak tinggi di skrotum dengam funikulus yang juga bengkak. Akhirnya, kulit skrotum tampak udem dan menjadi merah sehingga menyulitkan palpasi, dan kelainan ini sukar dibedakan dengan epididimitis akut.8 Terpeluntirnya funukulus spermatikus menyebabkan obtruksi aliran darah testis sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemik. Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis.1



8



Gambar 1. Torsio testis



Gambar 2. Torsio testis Keterangan :8 A. Lonceng dengan bandul (perumpamaan) B. Dasar anatomik torsio testis: (1) funikulus spermatikus yang panjang dan bebas di dalam tunika vaginalis, (2) testis terletak horizontal di dalam tunika vaginalis, (3) tunika vaginalis. C. Keadaan torsio sewaktu operasi: (1) tunika vaginalis telah dibuka, (2) funikulus yang mengalami torsi D. Kedaan setelah testis dipuntir kembali: (1) perdarahan ternyata baik kembali, (2) fiksasi untuk mencegah kekambuhan E. Torsio hidatid morgagni atau apendiks testis 9



2.6



Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Fisik Keluhan berupa nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan ini dikenal sebagai akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah, sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel, atau tidak mau menyusu.1 Pada pemeriksaan fisik, testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horozontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang baru saja terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai adanya demam.1 Pasien-pasien dengan torsio testis dapat mengalami gejala berupa: (1) nyeri hebat yang mendadak pada salah satu testis, dengan atau tanpa faktor predisposisi; (2) scrotum yang membengkak pada salah satu sisi; (3) mual atau muntah; (4) sakit kepala ringan. Gejala yang jarang ditemukan pada torsio testis adalah rasa panas dan terbakar pada saat miksi. Pada awal proses, belum ditemukan pembengkakan pada scrotum. Testis yang infark dapat menyebabkan perubahan pada scrotum. Scrotum akan sangat nyeri kemerahan dan bengkak.3



2.7



Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urine dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang sudah lama dan telah mengalami peradangan steril.1 2. Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut skrotum yang lain adalah dengan memakai : stetoskop doppler, ultrasonongrafi doppler, dan sintigrafi testis yang kesemuanya bertujuan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis sedangkan pada peradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah ke testis.1 10



2.8



Penatalaksanaan 1. Detorsi Manual Detorsi manual adalah pengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi behasil operasi harus tetap dilaksanakan.1 2. Operasi Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengbalikan posisi testis pada arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian viabilitas testis yang mengalami torsio, mungkin masih viabel atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup, lakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral.1



Gambar 3. Torsio testis kanan pada kondisi nekrosis Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpluntir kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang



11



terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari.1 Torsio testis dan spermatic cord akan berlanjut sebagai salah satu kegawatdaruratan dalam bidang urologi. Keterlambatan lebih dari 6-8 jam antara onset gejala yang timbul dan waktu pembedahan atau detorsi manual akan menurunkan angka pertolongan terhadap testis hingga 5585%. Putusnya suplai darah ke testis dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan atrofi testis Atrofi dapat terjadi beberapa hari hingga beberapa bulan setelah torsio dikoreksi. Insiden terjadinya atrofi testis meningkat bila torsio telah terjadi 8 jam atau lebih.3 2.9



Diagnosis Banding 1. Epididimis akut. Penyakit ini secara klinis sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri skrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu tubuh, keluarnya nanah dari uretra, ada riwayat coitus suspectus, atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya.1 Jika dilakuakn elevasi (pengangkatan testis) testis, pada epididimis akut terkadang nyeri akan berkurang sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada. Pasien epididimis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan adanya leukositoria atau bakteriuria.1 2. Hernia skrotalis inkarserata, yang biasanya didahului dengan anamnesis didapatkan benjolan yang dapat keluar dan masuk ke dalam skrotum.1 3. Hidrokel terinfeksi, dengan anamnesis sebelumnya sudah ada benjolan di dalam skrotum.1 4. Tumor testis, benjolan tidak dirasakan nyeri kecuali terjadi perdarahan di dalam testis.1 5. Edema skrotum yang dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya pembuntuan saluran limfe inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-kelainan yang tidak diketahui sebabnya (idiopatik).1



12



2.10 Komplikasi Komplikasi yang paling penting dari torsi testis adalah hilangnya fungsi testis, yang dapat menyebabkan gangguan fertilitas. Penyebab umum kehilangan fungsi testis adalah penundaan dalam penanganan medis (58 persen), diagnosis awal yang salah (29 persen), dan keterlambatan dalam perawatan di rumah sakit rujukan (13 persen).9 2.11 Prognosis Keberhasilan dalam penanganan torsio testis diukur dari seberapa cepat tindakan penanganan yang dilakukan dalam mencegah terjadinya atrofi testis. Sebuah publikasi terbaru menyatakan bahwa sekitar 32% kasus pediatri menyebabkan orchiectomy. Usia muda memiliki hubungan yang signifikan dalam keterlambatan penegakan diagnosis pada anak-anak. Berikut hubungan waktu antara onset nyeri dan keparahan torsio testis serta tingkat keberhasilan penanganan :7 1. 24 jam - 0-10%



DAFTAR PUSTAKA 1. Purnomo, Basuki, B. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto; 2015. hlm. 235 13



2. Nevzat, Can., Fener, Oka, B., Nihat, K., Hakan, E., Suleyman, y., Kursa, k., Abdurrahim, I. A Rare Emergency: Testicular Torsion in the Inguinal Canal. BioMed Research International. Turkey: Hindawi Publishing Corporation, 2014. hlm 1 3. Al-Muqsith. Anatomi dan Gambaran Klinis Torsio Testis, Jurnal Aceh Merdeka. Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh, 2017. hlm 7476 4. Victoria, J, S., Kathleen, K., Angela, M, A. Testicular Torsion: Diagnosis, Evaluation, and Management. Amerika: American Academy of Family Physicians; 2013. hlm 835 5. SMF Urologi Laboratorium Ilmu Bedah. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Malang: RSU Dr. Saiful Anwar / Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang; 2010. hlm 17-18 6. Adams, AW., N, Slade. Torsion Testis and Its Treatment. Inggris: Brities Medical Journal, 1958. hlm 36 7. Oreoluwa., Ogunyemi, MD. Testicular Torsion. Amerika: Department of Urology, University of Wisconsin Hospitals and Clinics; 2017. 8. De jong, S. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran; 2010. hlm 916-917 9. Ringdhal, E., Lynn, T. Testicular Torsion. Columbia: University of Missouri– Columbia School of Medicine, Columbia, Missouri: 2006. hlm 1739-1740



14