Retinopati Diabetik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Departemen Ilmu Kesehatan Mata



Laporan Kasus & Referat



Fakultas Kedokteran



Oktober 2019



Universitas Hasanuddin



RETINOPATI DIABETIK



Oleh: Baru Juanna Cynthia (XC064182032) Pembimbing dr. Meiliana Lay Supervisor dr. Andi Suryanita Tajuddin, Sp.M DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK



DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2019



LEMBAR PENGESAHAN Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa laporan kasus dan referat dengan judul Diabetic Retinopathy, yang disusun oleh: Nama



: Baru Juanna Cynthia



NIM



: XC064182032



Asal Institusi



: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin



Telah diperiksa dan dikoreksi, untuk selanjutnya dibawakan sebagai tugas kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin pada waktu yang telah ditentukan. Makassar, November 2019 Supervisor Pembimbing,



dr. Andi Suryanita Tajuddin, Sp.M



Residen Pembimbing,



dr. Meiliana Lay



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL....................................................................................................................i LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................................ii DAFTAR ISI................................................................................................................................iii BAB I LAPORAN KASUS...................................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan............................................................................................................9 2.2. Anatomi....................................................................................................................9 2.3. Proliferative Diabetic Retinopathy 2.3.1 Definisi........................................................................................................16 2.3.2 Epidemiologi.............................................................................................17 2.3.3 Faktor Risiko.............................................................................................18 2.3.4 Klasifikasi...................................................................................................18 2.3.5 Etiologi dan Patofisiologi......................................................................20 2.3.6 Gejala...........................................................................................................26 2.3.7 Diagnosis....................................................................................................31 2.3.8 Penatalaksanaan........................................................................................32 2.3.9 Komplikasi.................................................................................................37 2.3.10 Differential Diagnosis..........................................................................39 2.3.11 Prognosis..................................................................................................39 BAB III KESIMPULAN.........................................................................................................40 DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................41



iii



BAB 1 LAPORAN KASUS 1.1 IDENTITAS PASIEN - Nama



: Ny R



- Jenis kelamin



: Perempuan



- Umur



: 57 tahun



- Agama



: Islam



- Suku/Bangsa



: Makassar/Indonesia



- Pekerjaan



: IRT



- Alamat



: Makassar



- No. Register



: 128796



- Tanggal pemeriksaan : 31 Oktober 2019 - Rumah sakit 1.2



: RS Unhas



ANAMNESIS Keluhan Utama: Penglihatan kabur pada mata kanan Anamnesis Terpimpin: Dialami sejak 6 bulan yang lalu secara perlahan-lahan, memberat 1 bulan



terakhir. Awalnya keluhan kabur seperti tertutup kabur. Semakin lama, pasien merasa semakin kabur dan meluas utamanya pada mata kanan. Riwayat silau ada, melihat bayangan hitam terbang-terbang ada, kilatan cahaya ada. Riwayat mata merah tidak ada, nyeri pada mata tidak ada, air mata berlebih tidak ada. Riwayat pengobatan di RSUD Kab. Pangkep lalu dirujuk ke RS Unhas. Riwayat menggunakan kacamata ada. Riwayat DM Tipe 2 ada, diketahui sejak ± 1 tahun yang lalu, mengkonsumsi obat antidiabetik oral dan injeksi insulin. Riwayat hipertensi ada, konsumsi amlodipine. Riwayat penyakit jantung dan kolesterol disangkal. Riwayat alergi tidak ada. Riwayat penyakit dalam keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada.



1



1.3 PEMERIKSAAN FISIS STATUS GENERALIS Keadaan umum



: Sakit sedang/ Gizi baik/ Compos mentis



Tekanan darah



: 140/80 mmHg



Nadi



: 86 kali/menit



Pernafasan



: 18 kali/menit



Suhu



: 36,5ºC



1.4 PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI STATUS LOKALIS a) Palpasi Pemeriksaan



OD



OS



Tensi okuler



Tn



Tn



Nyeri tekan



Tidak ada



Tidak ada



Massa tumor



Tidak ada



Tidak ada



b) Tonometer (NCT) TOD = 20 mmHg TOS = 20 mmHg c) Visus



VA OD OS



UCV A 1/60 20/80



Pin Hole -



BVCA (Koreksi) Dark Reflex +2,00/3,00x70 = 20/30



TIO 20 20



RC Pupil/ RAPD (+/-) ADD RC (+) / RAPD (-) RC (+) / RAPD (-)



-



2



d) Iluminasi Oblik N o 1 2 3 4 5



Pemeriksaan Konjungtiva Kornea Silia Bilik Mata Depan Iris



6



Pupil



7 8



Lensa Mekanisme Muskular



Oculus Dextra



Oculus Sinistra



Hiperemis (-) Jernih Sekret (-) Normal Coklat, nodul (-), neovasukularisasi (-) Bulat, sentral, RC (+) Keruh Normal ke segala arah



Hiperemis (-) Jernih Sekret (-) Normal Coklat, nodul (-), neovasukularisasi (-) Bulat, sentral, RC (+) Keruh Normal ke segala arah



e) Fluoresens Tidak dilakukan pemeriksaan f) Funduskopi



Oculus Dextra: Refleks fundus (+), papil nervus II sulit dinilai, tampak vitreous kesan hazy, suspek vitreous haemorrhage. Lainnya sulit dinilai.



3



Oculus Sinistra: Refleks Fundus (+), papil N. II batas tegas, CDR = 0,3 mm, a/v = 2/3, macula = refleks fovea tampak suram, tampak gambaran makroaneurisma dan venous beeding pada superior temporal.



g) Slit Lamp



4 h) Pemeriksaan USG Mata



Interpretasi USG Orbita OD: -Echo baik - Gain 70 dB - Kornea sulit dinilai, lensa hyperechoic kesan normal - Vitreous tampak lesi hyperechoic menyerupai point like lesion dianterior hingga ke medial - Retina hyperechoic kesan attached - Nervus optic hyoechoic kesan normal Kesan : adanya suatu vitreous haemorrhage



1.5 PEMERIKSAAN LABORATORIUM GDS = 230 gr/dl HBA1c = 7,6% 1.6 RESUME Dialami sejak 1 bulan yang lalu secara perlahan-lahan. Awalnya keluhan kabur seperti tertutup kabur. Semakin lama, pasien merasa semakin kabur dan meluas utamanya pada mata kanan. Floaters ada, melihat bayangan hitam terbang-terbang ada, flash ada. Riwayat mata merah tidak ada, nyeri pada mata tidak ada, air mata berlebih tidak ada. Riwayat pengobatan di RSUD Kab. Pangkep lalu dirujuk ke RS Unhas. Riwayat menggunakan kacamata ada. Riwayat DM Tipe 2 ada, diketahui sejak ± 1 tahun lalu, pasien mengonsumsi obat antidiabetik oral dan injeksi insulin. Riwayat hipertensi ada, konsumsi obat amlodipine. Dari pemeriksaan oftalmologi berupa penyinaran oblik pada occuli didapatkan kesan normal. Pemeriksaan NCT didapatkan TOD = 20 mmHg dan TOS = 20 mmHg. VOD: 1/60, VOS: 20/80. Pada pemeriksaan Slit lamp pada lensa ODS kesan keruh. Pada pemeriksaan funduskopi, ditemukan FOD:



Refleks fundus (+), papil



nervus II sulit dinilai, tampak vitreous kesan hazy, suspek vitreous haemorrhage. Lainnya sulit dinilai. FOS: Refleks Fundus (+), papil N. II batas tegas, CDR = 0,3 mm, a/v = 2/3, macula = refleks fovea tampak suram, tampak gambaran makroaneurisma dan venous



beeding pada superior



temporal. Pada pemeriksaan USG, didapatkan adanya suatu vitreous haemorrhage . Hasil pemeriksaan laboratorium GDS = 230 gr/dl, HBA1c = 7,6% 1.7 DIAGNOSIS 



OD Vitreous Haemmorhage ec Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR)







OS Moderate Nonproliferative Diabetic Retinopathy (NPDR)



7



1.8 DIAGNOSIS BANDING 



Hipertensive retinopathy







Central & branch retinal vein occlusion







Ochular ischemic syndrome







Radiation retinopathy



1.9 PENATALAKSANAAN  Regulasi Gula Darah 



Head up 455̊







OD Vitrectomy Pars Plana (5/11/2019)



1.10 PROGNOSIS  Quo ad Vitam



: Dubia ad Bonam



 Quo ad Visam



: Dubia ad malam



 Quo ad Sanationam



: Dubia ad malam



 Quo ad Cosmeticum



: Bonam



1.11 DISKUSI Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi pada pasien ini, maka dapat didiagnosa dengan OD Vitreous Haemmorhage ec Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR)



+



OS



Moderate



Nonproliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) . Pada keadaan ini adanya perdarahan vitreous, serta adanya mikroaneurisma dapat diliat melalui funduskopi bermanifestasi berupa adanya penglihatan kabur secara perlahan-lahan . Pada pasien dengan PDR maupun NPDR, faktor resiko yang perlu dicari adalah durasi dan kontrol gula darah, tipe Diabetes Melitus (DM), tekanan darah atau riwayat hipertensi, riwayat merokok, obesitas, dan profil lipid. Pada pasien didapatkan riwayat menderita DM Tipe diketahui 1tahun terakhir dan dikontrol dengan obat antidiabetik dan injeksi insulin. Pada pemeriksaan oftalmologi yang dilakukan, pada PDR menunjukkan 1 dari 2 temuan yakni neovaskularisasi atau perdarahan vitreous/preretinal, pada pasien ini ditemukan adanya perdarahan vitreous , sedangkan NPDR menunjukkan karakteristik berupa perdarahan di retina (intraretinal hemorrhage), hard exudates, dan edema retina ataupun keadaan mikroaneurisma. Pada pasien ini digolongkan sebagai Moderate NPDR yang



mana pada pemeriksaan funduskopi ditemukan adanya makroaneurisma dan venous beeding pada superior temporal. Anjuran terapi bagi pasien ini adalah OD Vitrectomy Pars Plana yang mana dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler. Kontrol gula darah yang baik dapat mempertahankan atau menunda retinopati, akan tetapi pengobatan yang tidak teratur dapat menyebabkan kegagalan visual hingga kebutaan.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Saat ini retinopati diabetik merupakan ancaman endemik global. Bukan saja sebagai penyebab kematian, namun juga sebagai penyebab terjadinya penyakit lain akibat komplikasi yang ditimbulkannya. Diperkirakan di tahun 2014 sekitar 422 juta penduduk dunia menderita diabetes dibandingkan tahun 1980 yang masih sekitar 108 juta jiwa. Prevalensi global meningkat sejak tahun 1980 dari 4,7% menjadi 8,5% pada populasi dewasa. Istilah “Diabetes Mellitus” menggambarkan suatu kelainan metabolik dengan penyebab yang multipel, yang memiliki karakteristik hiperglikemia kronik dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Efek dari DM meliputi kerusakan, disfungsi dan kegagalan multipel organ dalam jangka panjang Diabetes mellitus dapat menyebabkan perubahan pada sebagian besar jaringan okuler. Perubahan ini meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler, neuropati saraf optik dan retinopati. Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur okuler ini yang paling sering menyebabkan komplikasi kebutaan yaitu retinopati diabetik. Hampir 100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60% pasien diabetes tipe 2 berkembang menjadi retinopati diabetik selama dua dekade pertama dari diabetes. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah atau menunda onset terjadinya kompilkasi kehilangan penglihatan pada pasien retinopati diabetik. Kontrol gula darah dan tekanan darah sebagaimana yang ditetapkan oleh Diabetes Control



and



Complications



DiabeticRetinopathy



Study



Trial



(ETDRS)



progresifitas dari retinopati diabetik.



(DCCT) dapat



dan



mencegah



Early insidens



Treatment maupun



1,2,3



2.2 Anatomi Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan struktur sferis dengan diameter anteroposterior 24 mm berisi cairan yang



10



dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) lapisan fibrosa : berupa jaringan ikat yang kuat untuk proteksi bagian intraocular. 1/6 anterior tranparan dan disebut kornea. 5/6 posterior merupakan bagian opak yang disebut sklera. Korena merupak media refraksi dari sklera. Tautan kornea dan sklera disebut limbus. Konjungtiva terikat pada limbus, (2) lapisan vaskular lapisan yang menyuplai nutrisi ke berbagai struktur mata. Terdiri dari 3 bagian yaitu iris, korpus siliaris dan koroid dan (3)



lapisan saraf (retina.) : lapisan yang mengandung sel batang dan sel



kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf.



Gambar 1. Anatomi Mata.



4



4



Retina Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serata. Retina embriologi.



dibentuk Retina



(proencephalon).



dari



berasal



5



lapisan dari



Pertama-tama



neuroektoderma divertikulum



vesikel



optic



otak



sewaktu



proses



bagian



depan



terbentuk



kemudian



berinvaginasi membentuk struktur mangkuk berdinding ganda, yang disebut



11



optic cup. Dalam perkembangannya, dinding luar akan membentuk epitel pigmen sementara dinding dalam akan membentuk sembilan lapisan retina lainnya. Retina akan terus melekat dengan proencephalon sepanjang kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus retinohipotalamikus.



Gambar 2. Lapisan Retina



4



4,5



12



Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatasan dengan koroid dan sel epitel pigmen retina. Retina terdiri atas 2 lapisan utama yaitu lapisan luar yang berpigmen dan lapisan dalam yang merupakan lapisan saraf. Lapisan saraf memiliki 2 jenis sel fotoreseptor yaitu sel batang yang berguna untuk melihat cahaya dengan intensitas rendah, tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan sedangkan sel kerucut berguna untuk melihat warna, cahaya dengan intensitas inggi dan penglihatan sentral. Retina memiliki banyak pembuluh darah yang menyuplai nutrient dan oksigen pada sel retina.



5



Retina memiliki 3 jenis sel yang bersinaps berurutan dalam 10 lapisan. Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam: 1.



4,5



Epitel pigmen retina. Lapisan terluar retina, terdiri satu lapisan yang mengandung pigmen dan berikatan kuat dengan membrana Bruch dari koroid.



2.



Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut merupakan sel fotosensitif berperan dalam proses fototransduksi. Hanya sel kerucut yang ditemukan pada fovea sentralis sedangkan sel batang tersebar lebih banyak di daerah perifer retina. Sel batang dan sel kerucut adalah end-organs dari penglihatan disebut juga fotoreseptor. Terdiri atas 120 juta sel batang dan 6,5 juta sel kerucut. Sel batang mengandung substansi fotosensitif visual ungu (rhodopsin) dan membantu penglihatan perifer serta penglihatan cahaya redup (scotopic vision). Sel kerucut mengandung substansi fotosensitif dan berperan utama dalam diskriminasi penglihatan sentral (photopic vision) dan penglihatan warna.



3.



Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi. Membran fenestrasi yang dilewati sel batang dan sel kerucut.



4.



Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang.



13



5.



Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan tempat sinapsis fotoreseptor (rod spherules & cone pedicle) dengan dendrit sel bipolar dan horizontal.



6.



Lapisan nukleus dalam, merupakan badan sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme dari kapiler arteri retina sentral.



7.



Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps akson sel bipolar, prosessus sel amakrin dengan dendrit sel ganglion.



8.



Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari gangliom (neuron kedua dalam jaras penglihatan). Ada dua tipe sel ganglion yaitu midget ganglion cell (terdapat dalam regio macula dan dendrit dalam setiap sinaps dengan akson sel bipolar. Polisynaptic ganglion cell ditemukan dominan pada retina perifer dan setiap sel dapat bersinaps dengan ratusan sel bipolar.



9.



Lapisan serabut saraf (stratum opticum) merupakan lapisan akson sel ganglion melewati lamina cribrosa membentuk nervus opticus.. Di dalam lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh darah retina.



10.



Membran limitan interna, merupakan lapisan terdalam dan memisahkan retina dengan vitreous dan dibentuk oleh ekspansi serat Muller dan berfungsi sebagai membran basement.



14



Gambar 3. Foto Fundus: Retina Normal. Makula lutea terletak 3-4 mm ke arah temporal dan sedikit di bawah disk optik, Diameter vena 1,5 kali lebih besar dari 4 arteri. Vaskularisasi Retina Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di luar membrana Bruch. Arteri retina sentralis memvaskularisasi dua per tiga sebelah dalam dari lapisan retina (membran limitans interna sampai lapisan inti dalam), sedangkan sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan plexiform luar sampai epitel pigmen retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di koroid. Arteri retina sentralis masuk ke retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang pada permukaan dalam retina. Cabangcabang dari arteri ini merupakan arteri terminalis tanpa anastomose (endartery) dan terbagi empat cabang yaitu superior-nasal, superior-temporal, inferior-nasal, dan inferior-temporal. Lapisan retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-pembuluh kapiler sehingga nutrisinya diperoleh melalui difusi yang secara primer berasal dari lapisan yang kaya pembuluh darah pada koroid. Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang, membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina. Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler dan sepenuhnya tergantung pada difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina



15



mengalami ablasi sampai mengenai fovea maka akan terjadi kerusakan yang irreversible. Vena retina sentral mengikuti pola arteri retinal menuju langsung ke sinus cavernosus atau melalui vena oftalmika superior. Hanya satu anastomosis sistem retinal dengan sistem siliaris di regio lamina cribrosa



4,5



Innervasi Retina Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel.Kelainankelainan yang terjadi pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat tidak adanya saraf sensoris pada retina.Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif retina seperti tajam penglihatan, penglihatan warna, dan lapangan pandang. Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinogram (ERG), elektro-okulogram (EOG), dan visual evoked response (VER).Salah satu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina adalah pemeriksaan funduskopi. Fungsi retina dapat dibagi menjadi retina temporal dal retina nasal oleh garis khayal vertikal melalui pusat fovea. Serat saraf dari retina temporal melalui nervus optikus dan traktus optikus di sisi yang sama menuju corpus geniculatum ipsilateral sementara serat saraf dari retina nasal menyilang di chiasma optikus dan melalui kontralateral traktus optikus menuju corpus geniculatum kotralateral.



4,5



2.3 Retinopati Diabetik 2.3.1 Definisi Retinopati diabetik adalah kerusakan end-organ yang bermanifestasi pada mata akibat komplikasi mikrovaskular diabetes mellitus, yaitu kerusakan kapiler retina dalam berbagai tingkatan, sehingga menimbulkn gangguan penglihatan mulai dari yang ringan sampai berat bahkan sampai terjadi kebutaan total dan permanen.



6,7



16



2.3.2 Epidemiologi Berdasarkan International Federation of Diabetes (IFD), estimasi terjadinya diabetes di dunia pada tahun 2040 ada 642 juta orang terutama pada populasi paling ekstrim, yaitu orang muda dan orang tua. Data ini memiliki dampak yang lebih besar pada kemungkinan efek dari berbagai komplikasi yang dihasilkan dari diabetes. Dari perspektif tradisional, komplikasi kronis diabetes telah diklasifikasikan menjadi mikroangiopati atau diabetes-spesifik (retinopati, nefropati, dan neuropati) dan makroangiopati sering dianggap setara untuk atheromatosis. Tiga komplikasi mikrovaskular diabetes menunjukkan hubungan yang kompleks dan terjadi bersamaan 2



dengan makrovaskular. Seiring bertambahnya penderita DM, prevalensi RD ikut meningkat, begitu juga risiko kebutaan yang diakibatkannya. Data dari The DiabCare Asia 2008 Study, menunjukkan 42% penderita DM di Indonesia mengalami komplikasi RD. Angka tersebut berbeda di berbagai daerah di Indonesia. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Paulus & Gariano pada tahun 2009, yang dilakukan di layanan primer daerah urban Jakarta pada pasien geriatri, mendapatkan prevalensi DR sebesar 28%. Penelitian lain oleh Handayani & Tandra pada tahun 2010, mendapatkan prevalensi RD pada klinik mata di Surabaya sebanyak 17,2%. Kebutaan akibat RD menjadi masalah kesehatan yang diwaspadai di dunia karena kebutaan akan menurunkan kualitas hidup dan produktivitas penderita yang akhirnya menimbulkan beban sosial masyarakat. Masalah utama dalam penanganan RD adalah keterlambatan diagnosis karena sebagian besar penderita pada tahap awal tidak mengalami gangguan penglihatan. Data RISKESDAS tahun 2013, menunjukkan bahwa RD merupakan komplikasi terbanyak ke-2 yaitu sebesar 33,40% yang didapatkan pada penderita diabetes yang dirawat di RSCM tahun 2011. Data ini kurang lebih sama dengan prevalensi RD secara global yaitu sekitar 34,6%. Prevalensi penderita Retinopati Diabetik yang mengancam penglihatan dan tidak terdiagnosa di RSUP Wahidin Sudirohusodo sebesar 68,42%.



8



17



2.3.3 Faktor Risiko 2,3



Faktor risiko retinopati diabetik antara lain a) Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa dengan DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetik setelah 50 tahun sekitar 50% dan setelah 30 tahun mencapai 90%. b) Kontrol glikemik, berhubungan dengan perkembangan dan perburukan retinopati diabetik. c) Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun tipe 2 dengan kejadian hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2 setelah 15 tahun. d) Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk, kontrol ketat yang terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan perkembangan dari preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan. e) Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah beratnya retinopati diabetik dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif pada DM tipe I dan II. f) Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya terapi penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan dengan perbaikan retinopati dan respon terhadap fotokoagulasi yang lebih baik. g) Faktor resiko yang lain meliputi pubertas, merokok, obesitas, anemia dan hiperlipidemia. 2.3.4 Klasifikasi Retinopati Diabetik Ada banyak klasifikasi retinopati diabetik yang dibuat oleh para ahli. Pada umumnya klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan mikrovaskular retina dan atau tidak adanya pembentukan pembuluh darah baru di retina. Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) membagi retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif. Retinopati diabetik digolongkan



18



ke dalam retinopati diabetik non proliferatif (NPDR) apabila hanya ditemukan



perubahan



mikrovaskular



dalam



retina.



merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif.



Neovaskularisasi



2,3,9



Tabel 1. Skala Keparahan Klinis Retinopati Diabetik Berdasarkan ETDRS Tingkat Temuan Oftalmoskopi Keparahan Tidak



9



Tidak ada kelainan



Retinopathy Mild NPDR



Hanya ada mikroaneurisma



Moderate



Bukan hanya mikroaneurisma tapi lenih ringan



NPDR



dibanding Severe NPDR



Severe NPDR Definisi US 4-2-1 rule dan tidak ada tanda PDR  Perdarahan intraretinal berat dan mikroaneurisma di setiap kuadran  Venous beading ≥2 kuadran  IRMA pada 1 atau 2 kuadran Definisi Internasional Tidak ada tanda PDR dan diikuti :  Lebih dari 20 perdarahan intraretinal di setiap 4 kuadran  Definite venous beading ≥2 kuadran  IRMA pada ≥1 kuadran PDR



Satu dari dua temuan : 



Neovaskularisasi







Perdarahan vitreous/preretinal



19



Gambar 4. Funduskopi pada NPDR. Mikroaneurisma, intraretinal hemorrhages (kepala panah terbuka), hard exudates merupakan deposit lipid pada retina (panah), cotton-wool spots menandakan infark serabut 3 saraf dan eksudat halus (kepala panah hitam).



Gambar 5. Funduskopi pada PDR. Tanda panah menunjukkan 3 adanya preretinal neovascularization. 2.3.5 Etiologi dan Patogenesis Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor resiko utama. Lamanya terpapar hiperglikemik menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang



akhinya



menyebabkan



perubahan



kerusakan



endotel



pembuluh



darah. Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain: 1) adhesi platelet yang meningkat, 2) agregasi eritrosit yang meningkat, 3) abnormalitas lipid serum, 4) fibrinolisis yang tidak sempurna, 4) abnormalitas serum dan viskositas darah.



20



Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1 sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina.



2,10



Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu (1) pembentukkan mikroaneurisma, (2) peningkatan permeabilitas pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh darah, (4) proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, (5) kontraksi dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.



10,11



Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan metabolik yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik dan protein kinase C.



11,12



21







Jalur Poliol Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol, dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.







Glikasi Nonenzimatik Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.







Protein Kinase C Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular, kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa.



Gambar 6. Oklusi Mikrovaskular pada Retinopati Diabetik.



10



Sebagai hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah terjadinya oklusi mikrovaskular yang menyebabkan hipoksia retina. Hilangnya perfusi (non



22



perfussion) akibat oklusi dan penumpukan leukosit kemudian menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah. Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari stadium ini adalah cotton wool spot. Efek dari hipoksia retina yaitu arteriovenous (A-V) shunt. A-V shunt berkaitan dengan oklusi kapiler dari arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA). Selain itu, dapat ditemukan dot hemorrhage dan vena yang seperti manik-manik.



10



Gambar 7. Akibat dari Iskemik Retina pada Retinopati Diabetik.



10



Gambar 8. Intraretinal Microvascular Abnormalities (IRMA), berlokasi di retina 10 superficial berdekatan dengan area non perfusi. Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara lain terganggunya fungsi barrier, kelemahan dinding kapiler serta meningkatnya tekanan intraluminer kapiler. Kelemahan fisik dari dinding kapiler menyebabkan terbentuknya saccular pada dinding pembuluh darah yang dikenal dengan



23



mikroaneurisma yang kemudian bisa menyebabkan kebocoran atau menjadi thrombus. Konsekuensi dari meningkatnya permeabilitas vaskular adalah rusaknya barrier darah-retina sehingga terjadi kebocoran plasma ke dalam retina yang menimbulkan edema macula. Edema ini dapat bersifat difus ataupun lokal. Edema ini tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning kaya lemak bentuk bundar (hard exudates) di sekitar mikroaneurisma dan paling sering berpusat di bagian temporal makula.



10,11



Diagnosis edema makula diabetik (Diabetic Macular Edema/DME) ditegakkan melalui pemeriksaan slit-lamp biomicroscopy atau pemeriksaan OCT untuk melihat penebalan retina. Adapun aspek yang penting dalam pemeriksaan ini meliputi:  Lokasi penebalan retina terhadap fovea centralis  Adanya eksudat 



Adanya cystoid macular edema



Pemeriksaan Fluorescein angiography (FA) digunakan untuk memperlihatkan kebocoran kapiler retina yang mengindikasikan rusaknya sawar darahretina (blood–retina barrier). DME dapat bermanifestasi sebagai penebalan retinal fokal atau difus, dengan atau tanpa eksudat. Edema makular fokal ditandai dengan adanya keluarnya fluorescein dari kapiler retina yang mengalami kebocoran, seperti mikroaneurisma (Gambar 9). Edema makular fokal dapat disertai dengan hard exudates, yang merupakan presipitat dari lipoprotein plasma. Karena penyerapan aqueous lebih cepat dibandingkan plasma lipid, residu lipid seringkali tertinggal setelah cairan aqueous terserap. Deposit lipid yang berwarna putih kekuningan terakumulasi pada lapisan pleksiform luar dan dalam atau terkadang terakumulasi di bawah retina. Edema makular difus ditandai dengan adanya kebocoran kapiler retina secara ekstensif dan meluasnya kerusakan sawar darahretina, yang seringkali terakumulasi sebagai cystoid macular edema.



24



Gambar 9. Edema makular fokal. A) Pada pemeriksaan funduskopi, tampak adanya hard exudates yang mengitari mikroaneurisma. B) Fluorescen Angiography mengonfirmasi mikroaneurisma dengan adanya hiperfluorescen.



3



Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api karena lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik (dot hemorrhage) atau bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertical. Perdarahan terjadi akibat kebocoran eritrosit, eksudat terjadi akibat kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma, sedangkan edema terjadi akibat kebocoran cairan plasma.



10,11



Gambar 10. Akibat dari Peningkatan Permeabilitas Vaskular pada 10 Retinopati Diabetik. Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular endothelial growth factor (VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1) diproduksi. Faktor-faktor ini menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada area



25



preretina dan nervus optik (PDR) serta iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi dapat terjadi pada diskus (NVD) atau dimana saja (NVE).



10



Gambar 10. Lokasi NVD dan NVE.



10



Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu lapisan sel endotel tanpa sel perisit dan membrane basalis sehingga bersifat sangat rapuh dan mudah mengalami perdarahan. Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya karena bertumbuhnya secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus, menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan. Perdarahan ke dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata dan memberi penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam pada lapangan penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan fibrosis atau sikatriks pada retina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari beberapa lapisan sel saja, maka sikatriks dan jaringan fibrosis yang terjadi dapat menarik retina sampai terlepas sehingga terjadi ablasio retina.3,10,11,12



2.3.6 Gejala Klinik Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama. Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau hemorrhages



26



vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik proliferatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif dan gejala obyektif. Gejala subjektif yang dapat dirasakan:



3,6



 Asimptomatik  Penurunan visus  Floaters  Metamorphopsia  Gejala ablasio retina (Defek lapang pandang) Adapun gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu: a.



Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Mikroaneurisma terletak pada lapisan nuclear dalam dan merupakan lesi awal yang dapat dideteksi secara klinis. Mikroaneurisma berupa titik merah yang bulat dan kecil, awalnya tampak pada temporal dari fovea. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior.



Gambar 11. Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround diabetic retinopathy. 3,10



27



Gambar 12. FA menunjukkan titik hiperlusen yang menunjukkan 10 mikroaneurisma non-trombosis.   b. Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok seperti sausage-like.



Gambar 13. Dilatasi Vena. c.



10



Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannyakhusus yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.



28



Gambar 14. Hard Exudates.



10



Gambar 15. FA Hard Exudate menunjukkan hipofluoresens. d.



10



Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.



29



Gambar 16. Cotton Wool Spots pada oftalmologi dan FA.



10



e. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula



(macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. Edema retina awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan nucleus dalam. f. Pembuluh darah baru (Neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak



dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok dan ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal kemudian ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.



Gambar 17. NVD severe dan NVE severe.



10



30



Gambar 18. Retinopati Diabetik Resiko tinggi yang disertai perdarahan vitreus.



Berikut ini beberapa perbedaan antara NPDR dan PDR NPDR



10



10,11,12



PDR



Mikroaneurisma (+)



Mikroaneurisma (+)



Perdarahan intraretina (+)



Perdarahan intraretina (+)



Hard eksudat (+)



Hard eksudat (+)



Oedem retina(+)



Oedem retina (+)



Cotton Wool Spots (+)



Cotton Wool Spots (+)



IRMA (+)



IRMA(+)



Neovaskularisasi (-)



Neovaskularisasi (+)



Perdarahan Vitreous (-)



Perdarahan Vitreous (+)



Pelepasan retina secara traksi (-)



Pelepasan retina secara traksi (+)



2.3.7 Diagnosis Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan pemeriksaan stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil. Oftalmoskopi dan foto funduskopi merupakan gold standard bagi penyakit ini. Angiografi Fluoresens (FA) digunakan untuk menentukan jika pengobatan laser diindikasikan. FA



31



diberikan dengan cara menyuntikkan zat fluorresens secara intravena dan kemudian zat tersebut melalui pembuluh darah akan sampai di fundus.



Gambar 18 : Neovaskularisasi retina perifer lebih terlihat jelas dengan angiography daripada funduskopi. 2.3.8 Penatalaksanaan Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif. 1. Pemeriksaan rutin pada dokter mata Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan. Pasien wanita sangat beresiko perburukan retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan pada pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya tergantung kebijakan dokter mat anya.2,3,13



Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau Kehamilan Umur onset Rekomendasi Follow up rutin DM/kehamilan pemeriksaan pertama minimal kali 0-30 tahun Dalam waktu 5 tahun Setiap tahun setelah diagnosis



32



>31 tahun



Saat diagnosis



Setiap tahun



Hamil



Awal trimester pertama



Setiap 3 bulan atau sesuai kebijakan dokter mata



Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, dokter mata mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu lebih sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.



13



33



2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik, Diabetik Control and Complication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah menderita NPDR. Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan NPDR dapat mencegah resiko perburukan retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetikyang sudah ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan kehilangan penglihatan.



2,13



3. Fotokoagulasi Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema macula dan



34



neovaskularisasi yang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu a.



2,3,13,14



Scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk



menghilangkan



neovaskular



dan mencegah



neovaskularisasi



progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular.



Gambar 19 : Tahap-tahap PRP.



10



b. Focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi



mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula. c.



Grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.



35



Gambar 20. Panretinal fotokoagulasi pada PDR.



10



Gambar 21. Grip fotokoagulasi untuk diabetik 2 makular edema. 4.



Injeksi Anti-VEGF Anti-VEGF yang kini tersedia antara lain ranibizumab, bevacizumab, pegaptanib, dan aflibercept (juga disebut VEGF Trap). Ranibizumab telah melalui penelitian ekstensif. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa Ranibizumab dapat meningkatkan fungsi penglihatan secara progresif dan berkelanjutan, mengurangi risiko penurunan visus, dan memperbaiki edema makular yang terjadi pada pasien dengan Diabetic Macular Edema (DME), dengan komplikasi minimal. Sama halnya dengan pengobatan aflibercept yang meningkatkan fungsi



36



penglihatan yang dibandingkan dengan terapi laser photocoagulation dalam studi VISTA (Phase 3 Study of Efficacy and Safety of Intravitreal Administration of VEGF Trap-Eye in Patients with DME) yang berlangsung selama 2 tahun. 5.



3



Vitrektomi Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.



Gambar 22. Vitrektomi



2,3,13



3



Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan penglihatan (