Shalat Jumat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Shalat Jum'at adalah ibadah shalat yang dikerjakan di hari jum'at dua rakaat secara berjamaah dan dilaksanakan setelah khutbah. Shalah Jum'at memiliki hukum wajib 'ain bagi setiap muslim laki-laki atau pria dewasa beragama islam, merdeka sudah mukallaf, sehat badan serta muqaim (bukan dalam keadaan mussafir) dan menetap di dalam negeri atau tempat tertentu. Allah telah menganugerahkan bermacam-macam keistimewaan dan keutamaan kepada umat. Diantara keistimewaan itu adalah hari Jum’at, setelah kaum Yahudi dan Nasrani dipalingkan darinya. Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata: “Hari ini dinamakan Jum’at, karena artinya merupakan turunan dari kata al-jam’u yang berarti perkumpulan, karena umat Islam berkumpul pada hari itu setiap pekan di balai-balai pertemuan yang luas. Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin berkumpul untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya. Allah berfirman yang Artinya : Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Q.S. Al-Jumuah: 9) Maksudnya adalah apabila imam telah naik mimbar dan muazzin telah azan di hari Jum'at, maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalakan semua pekerjaannya. Di dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW. Bersabda yang atinya :“Sebaikbaik hari di kala matahari terbit ialah hari jum’at. Pada hari inilah Nabi Adam AS diciptakan. Pada hari ini pula, Ia dimasukan kedalam surga. Dan tidaklah hari kiamat akan terjadi kecuali pada hari jum’at”.



1



B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian Shalat Jum’at? 2. Apa hukum Shalat Jum’at? 3. Apa kewajiban mengerjakan shalat Jum’at? 4. Bagaimana orang-orang yang berkewajiban menunaikan Shalat Jum’at? 5. Bagaimana waktu dan tempat penyelenggaraan shalat Jum’at? 6. Bagaimana syarat sah dan rukun Khutbah? 7. Bagaiman Hikamh Shalat Jum’at? C. Tujuan 1. Mengetahui Pengertian Shalat Jm’at 2. Mengetahui hukum Shalat Jum’at. 3. Mengetahui Kewajiban Mengerjakan Shalat Jum’at. 4. Mengetahui orang-orang yang berkewajiban menunaikan shalat Jum’at. 5. Mengetahui waktu dan tempat penyelenggaraan shalat Jum’at. 6. Mengetahui syarat sah dan rukun Khutbah. 7. Mengetahui hikmah shalat Jum’at.



2



BAB II PEMBAHASAN A. Sholat Jum’at Shalat jum’at merupakan kewajiban bagi setiap muslim laki-laki yang telah dewasa, yang waktunya tepat pada waktu zhuhur. Shalat jum’at pelaksanaannya harus dengan berjama’ah bersama sejumlah kaum muslimin di suatu tempat. pada hakikatnya salat jum’at ini merupakan pengganti salat zhuhur, sehingga seseorang melakukan shalat jum’at di masjid ia tidak perlu lagi melakukan shalat zhuhur. Dibawah ini ada beberapa syarat :. B. Hukum Shalat Jum’at Hukum



shalat



jum’at Fardhu



‘Ain,



artinya



kewajiban



individu mukallaf (muslim, baligh, berakal) kecuali 6 golongan: 1. Hamba sahaya (budak belian) 2. Perempuan 3. Anak kecil (yang belum baligh) 4. Orang sakit yang tidak dapat menghadiri Jumat 5. Musafir, yakni orang yang sedang dalam perjalanan jauh 6. Orang yang udzur jum’at, seperi ada bencana alam atau bahaya. Pengecualian ini ditetapkan oleh sabda Nabi SAW: ‫)صحيح علي شرطي‬.‫ض‬ ‫امللجلممعةل مح ي‬ ‫ب معملىَ لكلل لم م‬ ‫ٌّ موممرريِ ض‬,‫صبريي‬ ‫ق موارج ض‬ ‫ٌّ مو م‬,‫ٌّ موارمممرأمةض‬,‫ً ممممللوُضك‬:‫سلرةم رفي مجمماَمعةة إرلل أممربممعةة‬ (‫البخاَ ري ومسلم‬ Artunya :“Jum'at itu hak yang wajib bagi setiap Muslim dengan berjama'ah kecuali empat orang, yaitu: budak, wanita, anak kecil, dan orang yang sakit." Adapun bagi musafir, dan ada yang udzur, karena perbuatan Rasulullah SAW, apabila mengadakan perjalanan jauh, dan sampai hari jum’at beliau dan para



3



sahabatnya tidak menunaikan shalat jum’at, melainkan hanya shalat Zuhur, demikian pula ketika kejadian badai hari jum’at dikota madinah, Beliau menganjurkan para sahabatnya shalat masing-masimg di rumah mereka. C. Kewajiban Mengerjakan Shalat Jum’at Para ulama sependapat bahwa hukum shalat jum’at adalah fardhu ‘Ain dan jumlah rakaatnya dua. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT. ‫ات مومذلرموالبمميترع مذالرلكتمم مخميلرلللكتمم امن لكمنلتتمم‬ ‫صتملرة رمتمن ميِتموُرم اللجلممعتةل مفاَ م‬ ‫ي رلل ل‬ ‫ميِاَ اميِيمهتاَ اللترذميِمن امملنتموُاارمذا لنتموُرد م‬ ‫ستمعموُارالمىَ رذمكرر ر‬ ‫تممعلملمموُن‬ Artinya : Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Jumu’ah: 9) Dari ayat di atas, para ulama menyimpulkan bahwa : a.



Shalat Jum’at Wajib‘Aini bagi yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. Orang yang meniggalkannya tanpa udzur adalah dosa besar.



b. Bila sudah dikumandangkan adzan jum’at, wajib segera untuk mendengar khutbah dan menunaikan shalat jum’at. c.



Sesudah adzan jum’at berkumandang haram hukumnya bagi yang wajib jum’at melakukan kegiatan yang bersifat duniawi seperti jual beli atau pekerjaan lainnya. Kewajiban shalat jum’at ditetapkan oleh Al-Qur’an dan dikuatkan oleh hadis Nabi SAW, salah satunya dengan ancaman bagi orang yang meninggalkan jum’at tanpa udzur.



a.



Nabi SAW, bercita-cita menyuruh orang mencari kayu bakar dan yang lainnya mengumandangkan adzan, lalu Beliau akan membakar rumah orang yang tidak pergi jum’at.



b. Nabi SAW, bersabda dari mimbarnya, “Hendaklah kaum-kaum itu berhenti meninggalkan jum’at atau Allah kunci hati-hati mereka dan mereka dijadikan orangorang yang lalai.” c.



Barang siapa meninggalkan tiga jum’at karena menyepelekannya maka Allah akan menutup hatinya. 4



D. Syarat Menunaikan Shalat Jum’at Dibawah ini ada beberapa syarat shalat jum’at yaitu sebagai berikut :



a.



Syarat Wajib Jum’at



1. Islam, bagi orang kafir tidak wajib berjum’at. 2. Laki-laki, tidak diwajibkan bagi kaum perempuan. 3. Baligh, (dewasa), tidak wajib bagi anak-anak. 4. Aqil (berakal), tidak wajib bagi orang gila. 5. Sehat, tidak wajib bagi orang sakit atau berhalangan berjum’at. 6. Merdeka (bukan hamba sanaya). 7. Muqim (diam atau tinggal dalam negeri) bukan orang musyafir. b. Sunat Jum’at 1. Mandi ( membersihkan tubuh) dan memotong kuku. 2. Berpakaian yang putih dan bersih. 3. Berpakaian yang rapi. 4. Memakai wangi-wangian. 5. Menyegerakan datang ke masjid. 6. Memperbanyak dzikir dan shalawat. 7. Memperbanyak baca Al-Qur’an. 8. Memperhatikan segala maksud khutbah yang dibacakan oleh khatib. c.



Syarat Sahnya Shalat Jum’at Adapun syarat-syarat sahnya jum’at menurut madzhab syafi’i antara lain :



1. Dua raka’at shalat jum’at dan dua khutbahnya harus masih masuk waktu shlat juhur. 2. Dilaksanakan disuatu perkampungan atau perkotaan (maksudnya apabila yang shalat jum’at itu semuanya musafir maka shalat jum’atnya tidak sah). 3. Minimal mendapati satu raka’at (dengan berjama’ah) dari dua raka’at shalat jum’at, maka jika seorang makmum shalat jum’at tidak mendapati satu raka’at shalat jum’at



5



bersama imam, maka ia tetap niat shalat jumat tetapi perakteknya shalat juhur empat raka’at. 4. Jumlah makmum yang shalat jum’at minimal 40 orang dari penduduk setempat atau penduduk asli (mustauthin) yang telah wajib jum’at. 5. Shalat jum’atnya tidak berbarengan atau didahului oleh shalat jum’at dimasjid lain yang masih satu perkampungan. Artinya tidak boleh ada dua jum’at atau lebih dalam satu kampung atau satu tempat yang sama. 6. Harus didahului dua khutbah. Rosulullah SAW. bersabda : ‫ق واجب علي كلل مسلم ال أربعة عبد مملوُك أوامرأة أو صبلي أومريِض‬ ‫الجمعة ح ل‬ Artinya : Shalat jum’at adalah hak yang wajib atas setiap muslim kecuali empat golongan yaitu budak belian, wanita, anak-anak, orang sakit. (HR. Abu Dawud). E. Waktu Shalat Jum’at Golongan mayoritas dari kalangan sahabat dan tabi’in sepakat bahwa waktu shalat jum’at itu adalah waktu shalat zuhur, berdasarkan hadis riwayat Ahmad, Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Baihaqi dari Anas r.a., Rosulullah bersabda : (‫س )رواه بخاَرى‬ ‫صللىَ امللجلممعةم رحميمن تملزمولل ال ل‬ ‫سللمم يِض م‬ ‫صللىَ ال معلمميره مو م‬ ‫مكاَمن النلبريي م‬ ‫شمم ر‬ Artinya : Rasulullah SAW. melaksanakan shalat Jum’at ketika matahari tergelincir. (H.R. Bukhari). ‫ي رظلل الحيطاَن‬ ‫ت ال ل‬ ‫س ثللم نممررجلع فمنممتبملع املفمميمء ام م‬ ‫صللىَ مممع مر ل‬ ‫صللىَ ال معلمميره مو م‬ ‫سموُرل ار م‬ ‫لكلناَ نل م‬ ‫سللمم امللجلمرعةم ارمذا مزالم ر‬ ‫شمم ر‬ Artinya : Kami shalat dengan Rasulullah SAW ketika matahari tergelincir, kemudian kami pulang dengan mengikuti bayang-bayang tembok. (H.R. Muslim). Bukhari mengatakan, “waktu shalat jum’at ialah apabila matahari telah tergelincir.” Pendapat ini juga diriwayatkan dari Umar, Ali, Nu’man bin Basyri, dan dari Umar bin Huraits. Syafi’I mengatakan, “Nabi SAW., Abu Bakar, Umar, Utsman, dan imam-imam lainnya mengerjakan shalat jum’at setelah tergelincirnya matahari.” F. Tempat Penyelenggaraan Shalat Jum’at Ditulis leh pengarang buku ar-Raudhah Naddiyyah bahwa shalat jum’at itu sah dilakukan, baik dikota maupun di desa, didalam masjid, didalam bangunan,



6



maupun dilapangan yang terdapat disekelilingnya, sebagaimana juga sah dilakukan ditempat-tempat lainnya. Umar r.a. pernah mengirim surat kepada penduduk Bahrain yang isinya, “Lakukanlah shalat jum’at dimana saja kalian berada.”(HR. Ibnu Abu Syaibah dan menurut Ahmad sanadnya baik) Hadis ini menunjukkan bolehnya mengerjakan shalat di perkotaan maupun di pedesaan atau ditempat manapun yang sekiranya sah dan bisa dilaksanakannya shalat.. G. Khutbah Khutbah jum’at adalah perkataan yang mengandung mau’izah dan tuntunan ibadah yang diucapkan oleh khotib dengan syarat yang telah ditentukan syara’ dan menjadi rukun. Untuk memberikan pengertian kepada hadirin menurut rukun dari shalat jum’at. khutbah jum’at terbagi menjdi dua, yang antara keduanya diadakan waktu istirahat yang pendek, dan khutbah ini dilakukan sebelum shalat jum’at. Beberapa hal yang menjadi keharusan sebagai syarat sah khutbah jum’at, antara lain sebgai berikut : 1. Khutbah harus dilakukan sebelum shalat. 2. Khatib harus suci dari hadas, najis, dan menutup aurat. 3. Khutbah disampaikan diwaktu jum’at dihadapan jama’ah yang menjadikan terlaksananya shalt jum’at, dan harus dengan suara lantang demi tercapainya faedah khutbah. 4. Antara khutbah dan shalat jum’at tidak terpisah dengan jarak yang kira-kira dapat digunakan untuk makan karena hal itu dianggap sebagai pemisah yang memotong shalat. (Maksudnya antara khutbah dengan shalat jum’at jarak waktunya tidak terpotong terlalu lama sehingga setelah khutbah harus langsung dilaksanakan shalat jum’at). 5. Khutbah harus disampaikan dengan bahasa Arab kecuali jika memang tidak mampu. Ini adalah pendapat mayoritas ulama yang berlawanan dengan pendapat kalangan ulama madzab Hanafi yang memperbolehkan khutbah dengan bahasa Arab. Namun



7



mereka (ulama madzahb Hanafi) tidak mempunyai dalil atas apa yang mereka katakana maupun dasar yang dapat diikuti. 6. Dilakukan dengan berdiri bagi yang mampu. Ini adalah pendapat mayoritas ahli Fiqh, merujuk hadis narasi Ibnu Umar bahwasanya Nabi SAW., berkhutbah pada hari jum’at kemudian duduk kemudian berdiri, lalu berkhutbah sebagaimana yang kalian lakukan hari ini.(Mutttafaq ‘alaih). Juga merujuk pada hadis narasi Jabir bin Samura, ia berkata: Nabi SAW., menyampaikan dua khutbah dimana beliau duduk diantara keduanya, membaca al-Qur’an, dan mengingatkan manusia. (HR.Muslim) Dibawah ini adalah beberapa rukun khutbah : 1. Memuji Allah pada tiap-tiap permulaan dua khutbah, sekurang-kurangnya membaca hamdalah. 2. Mengucapkan shalawat atas Rasulullah SAW dalam kedua khutbah itu, sekurangkurangnya, ‫صللةس لعللىَ الررسسوولل‬ ‫ لوال ر‬, artinya “Dan shalawat atas Rasulullah SAW”. 3. Membaca syahadatain (dua kalimat syahadat). 4. Berwasiat taqwa, yakni menganjurkan agar taqwa kepada Allah pada tiap-tiap khutbah, sekurang-kurangnya ‫ اتتقّوا‬yang artinya “bertakwalah kalian semua kepada Allah.” 5. Membaca ayat Al-Qur’an walaupun satu ayat di salah satu kedua khutbah itu dan lebih utama di dalam khutbah yang pertama. 6. Memohonkan ampunan bagi kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat. Dibawah ini ada beberapa sunnah-sunnah khutbah : 1. Khutbah diucapkan di atas mimbar yang ditempatkan di sebelah kanan mihrab. 2. Khatib hendaknya mengucapkan salam setelah berdiri di atas mimbar. 3. Khatib hendaknya duduk sewaktu adzan di kumandangkan oleh bilal. 4. Khatib hendaknya memegang tongkat dengan tangan kirinya. 5. Khatib hendaknya menyampaikan khutbahnya dengan suara yang baik, sehingga mudah di pahami dan diambil manfaatnya oleh para hadirin. 6. Khatib hendaknya tidak memperpanjang khutbahnya.



8



7. Khatib hendaknya mengeraskan suaranya melebihi dari yang wajib. Ada pula dibawah ini beberapa syarat mendirikan shalat jum’at yaitu : 1. Didirikan pada suatu tempat, yaitu kota atau desa yang didiami orang banyak. 2. Berjama’ah sekurang-kurangnya (sedikitnya) ada 40 orang laki-laki ahli jum’at. 3. Dikerjakan dalam waktu zhuhur, di hari jum’at. 4. Berkhutbah dahulu dua kali sebelum bersembayang jum’at. Dan ada pula beberpa mengenai syarat dua khutbah 1. Memulai khutbah itu sesudah tergelincir matahari. 2. Berdiri jika kuasa pada waktu berkhutbah. 3. Khatib hendaklah duduk di antara kedua khutbah, sekurang-kurangnya berhenti sebentar. 4. Hendaknya dengan suara yang keras kira-kira terdengar oleh bilangan yang sah jum’at dengan merdeka. 5. Hendaklah berturut-turut, baik rukun, jarak keduanya, maupun antara keduanya dengan shalat. 6. Khatib hendaklah suci dari hadast dab najis. 7. Khatib hendaklah menutup auratnya. Ada beberapa uzur-uzur jum’at jama’ah setengahnya : 1.



Hujan yang membasahi pakaian.



2.



Lumpur jalanan.



3.



Bersengatan panas.



4.



Bersengatan dingin.



5.



Sakit yang memuderati jum’at.



6.



Tidak ada pakaian yang layak untuk mendirikan shalat jum’at.



7.



Menunggu orang sakit.



8.



Bersengatan mengantuk.



9.



Bersengatan lapar dan dahaga.



10. Orang buta yang tidak ada orang yang membawanya ketempat dilaksanakannya shalat jum’at. H.



Hikmah Shalat Jum’at



9



Adapun terdapat beberapa hikmah mengerjakan shalat jum’at yaitu : 1. Simbol persatuan sesama umat Islam dengan berkumpul bersama, beribadah bersama dengan barisan shaf yang rapat dan rapi. 2. Untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antar sesama manusia. Semua sama antara yang miskin, kaya, tua, muda, pintar, bodoh, dan lain sebagainya. 3. Menurut hadis, do’a yang kita panjatkan kepada Allah SWT. akan di kabulkan. 4. Sebagai syiar Islam. I.



Sunnah-Sunnah Hari Jumat Berikut ini beberapa sunnah Hari Jumat yang bisa diamalkan oleh setiap



muslim sehingga ia mendapatkan limpahan pahala pada hari yang diberkahi ini. 



Membaca Surat As-Sajdah dan Al-Insan dalam Salat Shubuh. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa



sallam biasa membaca pada shalat Shubuh di hari Jumat “Alif Lammim Tanzil …” (Surat As-Sajdah) pada rakaat pertama dan “Hal ataa ‘alal insaani hiinum minad dahri lam yakun syai-am madzkuro” (Surat Al Insan) pada rakaat kedua.” (H.R. Muslim No. 880). 



Membaca Surat Al-Kahfi. Rasulullah shallallahu



‘alaihi



wa



sallam bersabda, “Barangsiapa



yang



membaca surat Al Kahfi pada hari Jumat, dia akan disinari cahaya di antara dua Jumat.” (H.R. An Nasa’i dan Baihaqi. Dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani di Shohihul Jami’ no. 6470). 



Memperbanyak Shalawat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perbanyaklah shalawat



untukku pada hari Jumat.” (H.R. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani di Shahih Ibnu Majah No. 898). 



Mandi Jumat Bagi yang Menghadiri Salat Jumat. Para ulama berselisih pendapat tentang hukum Mandi Jumat, apakah dianjurkan



atau wajib. Pendapat yang menganjurkannya berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu



‘anhu bahwa



Rasulullah shallallahu



‘alaihi



wa



sallam bersabda, “Barangsiapa mandi pada Hari Jumat sebagaimana mandi



10



janabah…”(H.R. Bukhari dan Muslim). Sedangkan, pendapat yang mewajibkannya berdalil dengan hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mandi di Hari Jumat wajib bagi setiap orang yang sudah baligh/dewasa).” (H.R. Bukhari dan Muslim). Memakai Pakaian Terbaik







Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wajib bagi kalian membeli 2 buah pakaian untuk Salat Jumat, kecuali pakaian untuk bekerja.” (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Al Albani). Memakai Wewangian.







Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mandi pada Hari Jumat dan bersuci semampunya, lalu memakai minyak rambut atau minyak wangi kemudian berangkat ke masjid…” (H.R. Bukhari dan Muslim). Berangkat ke Masjid dalam Keadaan Sudah Berwudhu







Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berwudhu, lalu memperbagus wudhunya kemudian ia mendatangi Salat Jumat…” (H.R. Muslim). Berangkat ke Masjid Lebih Awal.







Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang berangkat Jumat di awal waktu, maka ia seperti berqurban dengan unta. Siapa yang berangkat Jumat di waktu kedua, maka ia seperti berqurban dengan sapi. Siapa yang berangkat Jumat di waktu ketiga, maka ia seperti berqurban dengan kambing gibas yang bertanduk. Siapa yang berangkat Jumat di waktu keempat, maka ia seperti berqurban dengan ayam. Siapa yang berangkat Jumat di waktu kelima, maka ia seperti berqurban dengan telur.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Berangkat ke Masjid dengan Berjalan kaki







Dari Aus bin Aus radhiyallahu ‘anhu, berkata, “Barangsiapa mandi pada Hari Jumat,



berangkat



lebih



awal



(ke



masjid),



berjalan



kaki



dan



tidak



berkendaraan…” (H.R. Abu Dawud. Dinilai shahih oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ No. 6405).



11







Mendekat kepada Imam/Khatib Dari Samuroh bin Jundub radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa



sallam bersabda, “Hadirilah Khutbah Jumat dan mendekatlah kepada imam/khotib. Karena sesungguhnya seseorang laki-laki yang senantiasa menjauh darinya hingga kelak dia akan diakhirkan ketika hendak masuk surga walaupun dia termasuk penduduk surga.” (H.R. Abu Dawud dan Ahmad. Dinilai hasan oleh Syaikh Al Albani). 



Melaksanakan Salat Tahiyyatul Masjid Sebelum Duduk Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallalllahu’alaihi wa



sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian menghadiri shalat Jumat dan imam berkhutbah, tetaplah kerjakan shalat sunnah dua rakaat dan persingkatlah.” (H.R. Bukhari dan Muslim). 



Diam untuk Mendengarkan Khutbah Dari



Abu



Hurairah radhiyallahu



‘anhu,



Nabi shallallahu



‘alaihi



wa



sallam bersabda, “Jika engkau berkata pada sahabatmu pada hari Jumat, ‘Diamlah, khotib sedang berkhutbah!’ Sungguh engkau telah berkata siasia.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Namun, jika pembicaannya antara jamaah dan khatib atau khatib mengingatkan jamaah yang belum shalat tahiyatul masjid maka pembicaraan ini dibolehkan, mengingat hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ada seorang Arab badui mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan saat itu beliau sedang berkhutbah Jumat. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, hewan ternak kami binasa….” (H.R. Bukhari). 



Melaksanakan Shalat Sunnah Setelah Shalat Jumat Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa



sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian Salat Jumat, maka lakukanlah salat setelahnya empat rakaat.” (H.R. Muslim). Ibnu ‘Umar melaksanakan Salat Jumat, setelahnya ia melaksanakan shalat dua rakaat di rumahnya. Lalu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan seperti itu.” (H.R. Muslim). Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits-hadits ini menunjukkan disunnahkannya shalat sunnah ba’diyah Jum’at dan dorongan untuk melakukannya,



12



minimalnya adalah dua rakaat, sempurnanya adalah empat rakaat.” (Syarh Muslim, 6/169). 



Memperbanyak Doa. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di Hari



Jumat terdapat suatu waktuyang tidaklah seorang hamba muslim yang ia berdiri melaksanakan shalat lantas ia memanjatkan suatu do’a pada Allah bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberi apa yang ia minta.”(H.R. Bukhari dan Muslim). Para ulama berbeda pendapat tentang waktu yang dimaksudkan. Ibnu Hajar rahimahullah membawakan 40 pendapat dalam masalah ini, lalu beliau rahimahullah mengatakan, “Setiap riwayat yang menyebutkan penentuan waktu mustajab di hari Jumat secara marfu’ (sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) memiliki wahm (kekeliruan). Wallahu a’lam.” (Fathul Bari, 11/119). Jadi, yang mestinya dilakukan adalah hendaknya setiap muslim memperbanyak doa di sepanjang Hari Jumat untuk mendapatkan keutamaan terkabulnya doa.



13



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil pembahasan diatas dapat kami simpulkan bahwa Shalat Jum'at adalah ibadah shalat yang dikerjakan di hari jum'at dua rakaat secara berjamaah dan dilaksanakan setelah khutbah. Shalah Jum'at memiliki hukum wajib 'ain bagi setiap muslim laki-laki atau pria dewasa beragama islam, merdeka sudah mukallaf, sehat badan serta muqaim (bukan dalam keadaan mussafir) dan menetap di dalam negeri atau tempat tertentu dan shalat jum’at juga memiliki syarat-syarat wajib dan syarat syah nya yang harus dilaksanakan, supaya shalat jumat nya menjadi sempurna. Shalat Jum'at adalah ibadah shalat yang dikerjakan di hari jum'at dua rakaat secara berjamaah dan dilaksanakan setelah khutbah. Shalah Jum'at memiliki hukum wajib 'ain bagi setiap muslim laki-laki atau pria dewasa beragama islam, merdeka sudah mukallaf, sehat badan serta muqaim (bukan dalam keadaan mussafir) dan menetap di dalam negeri atau tempat tertentu. B. Saran Dalam pengumpulan materi pembahasan diatas tentunya kami banyak mengalami kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu hendaknya pembaca memberikan tanggapan dan tambahan terhadap makalah kami. Sebelum dan sesudahnya kami haturkan terimakasih.



14



DAFTAR PUSTAKA Umay M. dja’far Shiddieq, Syari’ah Ibadah, Jakarta : Al-Ghuraba. Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jakarta: Pena. Muhammad Azzam Abdul Aziz dan Sayyed Hawwas Abdul Wahhab, Fiqih Ibadah, Jakarta: Amzah, 2009. Abbas Arfan, Fiqih Ibadah Peraktis, malang: Uin-Maliki Press.



15