SOPT  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up

SOPT [PDF]

REFERAT ILMU PENYAKIT DALAM SINDROM OBSTRUKSI PASCA TUBERCULOSIS

Pembimbing: dr. Sri Sarwosih Indah, Sp.P

Penyusun: Mo

10 0 292 KB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE


File loading please wait...
Citation preview

REFERAT ILMU PENYAKIT DALAM SINDROM OBSTRUKSI PASCA TUBERCULOSIS



Pembimbing: dr. Sri Sarwosih Indah, Sp.P



Penyusun: Mochammad Rizki Hidayatulloh



2017.04.200.292



RSAL DR. RAMELAN SURABAYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA 2019



LEMBAR PENGESAHAN REFERAT TATA LAKSANA PNEUMOTHORAKS



Referat yang berjudul “SINDROM OBSTRUKSI PASCA TUBERCULOSIS” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di Bagian Ilmu Kedokteran Paru Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Ramelan Surabaya.



Surabaya, 3 Mei 2019 Pembimbing



Dr. Sri Sarwosih Indah, Sp.P



DAFTAR ISI



LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................2 DAFTAR ISI.................................................................................................3 BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................4 1.1 Latar Belakang..........................................................................4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................5 2.1 Definisi .....................................Error! Bookmark not defined. 2.2 Etiologi......................................Error! Bookmark not defined. 2.3 Tanda dan Gejala.....................Error! Bookmark not defined. 2.4 Patogenesis..............................Error! Bookmark not defined. 2.5 Pemeriksaan Fisik....................Error! Bookmark not defined. 2.6 Diagnosis.................................................................................. 2.7 Diagnosis Banding.................................................................... 2.8 Penatalaksanaan.................................................................... 2.9 Komplikasi..................................................................... 2.10 Prognosis................................................................................ BAB 3 KESIMPULAN...............................Error! Bookmark not defined. 3.1 Kesimpulan...............................Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA....................................Error! Bookmark not defined.



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Tuberkulosis paru ini juga meninggalkan gejala sisa yang dinamakan



Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis (SOPT) yang cukup meresahkan. Gejala sisa yang paling sering ditemukan yaitu gangguan faal paru dengan kelainan obstruktif yang memiliki gambaran klinis mirip Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Adapun patogenesis timbulnya SOPT sangat kompleks, dinyatakan pada penelitian terdahulu bahwa kemungkinan penyebabnya adalah akibat infeksi TB yang dipengaruhi oleh reaksi imun seseorang yang menurun sehingga terjadi mekanisme makrofag aktif yang menimbulkan peradangan nonspesifik yang luas. Peradangan yang berlangsung lama ini menyebabkan gangguan faal paru yaitu sesak napas, batuk berdahak dan batuk darah. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa puncak terjadinya gangguan faal paru pada pasien pasca TB terjaadi dalam waktu 6 bulan setelah diagnosis (Irawati, 2013). Penyebaran dan penyembuhan TB masih belum tuntas walaupun obat dan cara pengobatannya telah diketahui. SOPT dapat mengganggu kualitas hidup pasien, serta berperan sebagai penyebab kematian sebesar 15% setelah durasi 10 tahun. Deteksi dini SOPT dengan uji faal paru pada pasien pasca TB berperan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien (Irawati, 2013). Berdasarkan penjelasan di atas, pasien dengan kasus Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis (SOPT) menimbulkan berbagai tingkat gangguan yaitu berupa adanya sputum, terjadinya perubahan pola pernapasan, rileksasi menurun, perubahan postur tubuh, berat badan menurun dan gerak lapang paru menjadi tidak maksimal bila tidak segera dilakukan penanganan atau tindakan fisioterapi.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca tuberkulosis) adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita pasca tuberkulosis dengan lesi paru yang minimal yang masih sering ditemukan pada pasien pasca Tuberkulosis dalam praktik klinik (Irawati, 2013). Kerusakan paru yang terjadi pada penyakit saluran pernapasan obstruktif adalah komplikasi yang terjadi pada sebagian besar penderita Tuberkulosis pasca pengobatan. Gejala sisa yang paling sering ditemukan yaitu gangguan faal paru dengan kelainan obstruktif yang memiliki gambaran klinis mirip penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) (Shetty, 2010). Hilangnya fungsi paru paling tinggi terjadi pada 6 bulan saat diagnosis tuberkulosis dan 12 bulan setelah dinyatakan sembuh dari tuberkulosis (Sailaja, 2015).



2.2 Etiologi Penyebabnya adalah akibat infeksi TB yang dipengaruhi oleh reaksi imun seseorang yang menurun sehingga terjadi mekanisme makrofag aktif yang menimbulkan peradangan nonspesifik yang luas. Peradangan yang berlangsung lama ini menyebabkan gangguan faal paru berupa adanya sputum, terjadinya perubahan pola pernapasan, rileksasi menurun, perubahan postur tubuh, berat badan menurun dan gerak lapang paru menjadi tidak maksimal (Irawati, 2013) 2.3 Tanda dan Gejala Adapun gejala utama pada penderita SOPT berupa: 1) batuk berdahak 2) sesak napas, 3) penurunan ekspansi sangkar toraks. Gejala lainnya adalah demam tidak tinggi atau meriang, dan penurunan berat badan (Widoyono, 2008).



2.4 Patogenesis Patogenesis timbulnya sindrom obstruksi pada Tuberkulosis paru yang mengarah ke timbulnya sindrom pasca Tuberkulosis sangat kompleks pada penelitian terdahulu dikatakan akibat destruksi jaringan paru oleh proses Tuberkulosis. Kemungkinan lain adalah akibat infeksi Tuberkulosis, dipengaruhi oleh reaksi imunologis perorangan sehingga menimbulkan reaksi peradangan nonspesifik yang luas karena tertariknya neutrofil ke dalam parenkim paru makrofag aktif. Peradangan yang berlangsung lama ini menyebabkan proses proteolisis dan beban oksidasi sangat meningkat untuk jangka lama sehingga destruksi matriks alveoli terjadi cukup luas menuju kerusakan paru menahun dan mengakibatkan gangguan faal paru yang dapat dideteksi secara spirometri (Aida, 2006).



2.5 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda : 1. Tanda-tanda infiltrat (redup, bronkial, ronki basah, dan lain-lain). 2. Tanda-tanda pennarikan paru, diafragma dan mediastinum. 3. Sekret di saluran nafas dan ronki. 4. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus.



2.6 Diagnosis Diagnosis SOPT di tegakkan berdasarkan : A. Gambaran klinis : a. Anamnesis - Keluhan - Riwayat penyakit - Faktor predisposisi b. Pemeriksaan fisik B. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan rutin



b. Pemeriksaan khusus



2.7 Diagnosis Banding 1.PPOK 2.Gagal jantung kronis 3.Pneumotoraks 4.Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed lung 2.8 Penatalaksanaan Pada sebagian bekas penderita TB, masih mengeluhkan batuk dan timbul sesak bertahun tahun kemudian (SOPT). Gejala ini terjadi karena adanya kerusakan paru yang permanen, gangguan menetap restriktif dan sebagian obstruktif pada spirometri. Biasanya penderita SOPT ini irreversibel pada pemberian obat bronkodilator dan bahkan dengan kortikosteroid (Mangunegoro, 2003). Namun SOPT termasuk dalam penyakit obstruksi paru yang gejalanya mirip PPOK. Terapi SOPT diberikan sesuai kausa. Pilihan terapi untuk SOPT, adalah: 1. Bronkodilator: a. golongan atikolinergik : ipatropium bromida (0,5 mg) b. golongan agonis β-2 : salbutamol (2,5 mg) c. Kombinasi : ipatropium bromida (0,5 mmg) dengan salbutamol (2,5 mg) nebulasi d. golongan xantin : aminofilin (200 mg) 2. Antiinflamasi : Prednison atau metil prednisolon 3. Anti-oksidan : N-acetyl cystein 4. Anti biotika (hanya diberikan jika terdapat infeksi) golongan βlactam dan makrolid 5. Terapi oksigen 6. Rehabilitasi medik



2.9 Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada SOPT adalah : 1. Gagal napas - Gagal napas kronik - Gagal napas akut pada gagal napas kronik 2. Infeksi berulang 3. Kor pulmonal Gagal napas kronik : Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan : - Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2 - Bronkodilator adekuat - Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur - Antioksidan - Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh : - Sesak napas dengan atau tanpa sianosis - Sputum bertambah dan purulen - Demam - Kesadaran menurun. Infeksi berulang Pada



pasien



SOPT



produksi



sputum



yang



berlebihan



menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah. Kor pulmonal :



Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan



2.10



Prognosis Prognosis SOPT bergantung pada keparahan setelah terapi TB



dan ketaan dalam terapi nya.



BAB 3 KESIMPULAN 1.1 Kesimpulan Patogenesis sindrom obstruksi difus pada penderita TB paru yang kelainan obstruksinya menuju terjadinya sindrom obstruksi pasca TB (SOPT), sangat kompleks kemungkinan nya antara lain : 1) Infeksi TB dipengaruhi oleh reaksi imunologis perorangan, sehingga dapat menimbulkan reaksi peradangan nonspesifik yang luas karena tertariknya neutrofil ke dalam parenkim paru makrofag aktif. 2) Akibatnya timbul destruksi janingan paru oleh karena proses TB. 3) Destruksi jaringan paru disebabkan oleh proses proteolisis dan oksidasi akibat infeksi TB. 4) TB"paru merupakan infeksi menahun sehingga sistim imunologis diaktifkan untuk jangkalama, akibatnya proses.proteolisis dan oksidasi sangat meningkat untuk jangka lama sehingg adestruksi matriks alveoli terjadi cukup luas menuju kerusakan paru yang, menahun dan mengakibatkan spirometri.



gangguan



faal paru



yang



dapat



dideteksi



secara



Daftar Pustaka Aida,N. 2006. Patogenesis Sindrom Ostruksi Pasca Tuberkulosis. Bagian Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Unit Paru Rumah Sakit Persahabatan Jakarta. Irawati Anastasia. 2013. Kejadian Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis di RSU Dr. Soedarso Pontianak. Naskah Publikasi. Pontianak: Fakultas kedokteran Universitas Tanjungpura Shetty AJ dan Tyagi A. 2010. Development Of Post Tubercular Bronchial Astma A Pilot Study.Journal of Clinical and Diagnostic Research. Nomor 4. Sailaja HK dan Rao N. 2015 . Study of Pulmonary Function Impairment by Spirometry in Post Pulmonary Tuberculosis. Journal of Evolution of Medical and Dental Sciences. Volume 4. Nomor 42. Budiono, I. 2007. Faktor Risiko Gangguan Fungsi paru Pada Pekerja Pengecatan Mobil. Magister Epidemiologi,Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang. Hart JE dkk. 2008. Chronic obstructive pulmonary disease mortality in railroad workers. Occup Environ Med. Volume 66 Nomor 4. Fang X dkk. 2011. COPD in China. Department of Pulmonary Medicine, Research Institute of Respiratory Disease, Zhongshan Hospital, Fudan University, Shanghai, China. Volume 139 nomor 4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2006. PPOK. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Indah Offset Citra Grafika. Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Penerbit Erlangga Rojas R dkk. 2007. Lung Function Growth in Children with Long - Term Exposure to Air Pollutants in Mexico City. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. Volume 176 nomor 4.



Ngahane BH dkk. 2015. Effects of cooking fuel smoke on respiratory symptoms and lung function in semi-rural women in Cameroon. Int J Occup Environ Health. Volume 21 Nomor 1. Noor, Nur Nasry. Epidemiologi. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta,2008. Widoyono.2008.Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga.