Template Kasus Katarak Polaris Posterior [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Presentasi Kasus SEORANG LAKI-LAKI 53 TAHUN DENGAN PANDANGAN KEDUA MATA KABUR



Oleh: Ivo Aryena Azmi Farah Fairuzya Anggraini Lalang Buana Reza Satria Nugraha Farha Naily Fawzia



G00161050 G99161025 G99161015 G99162104 G99162105



Pembimbing : Raharjo Kuntoyo, dr., Sp. M



KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2017 BAB I



2



PENDAHULUAN Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract dan Latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya.1 Diperkirakan ada 285 juta orang yang mengalami gangguan penglihatan di dunia,dimana 39 juta mengalami kebutaan dan 246 juta memiliki low vision. Terlepas dari kemajuan dalam teknik bedah di banyak negara selama sepuluh tahun terakhir, penyebab utama gangguan penglihatan di seluruh dunia adalah katarak (51%), glaukoma (8%), AMD (5%), kebutaan pada anak dan kornea opacitiy (4%), kesalahan-refraktive-dikoreksi dan trakoma (3%), dan diabetik retinopathy (1%), idiopatik (21%). 2 Prevalensi katarak di daerah pedesaan Indonesia adalah yang tertinggi di wilayah Asia Tenggara, pada usia 21-29 tahun (1,1%) dan meningkat menjadi 82,8% pada usia di atas 60 tahun. 3 Di Indonesia, jumlah penderita kebutaan akibat katarak selalu bertambah 210.000 orang per tahun, 16% diantaranya diderita penduduk usia produkif. 1 Kebutaan yang terjadi akibat katarak akan terus meningkat karena penderita tidak menyadarinya, daya penglihatan baru terpengaruh setelah katarak berkembang sekitar 3-5 tahun dan menyadari penyakitnya setelah memasuki stadium kritis. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai gejala katarak. Salah satu penyebab tingginya kasus kebutaan yang diakibatkan oleh katarak karena kurangnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan mata. 3



BAB II STATUS PENDERITA I.



IDENTITAS Nama



: Tn. T



3



Umur



: 53 tahun



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Suku



: Jawa



Kewarganegaraan



: Indonesia



Agama



: Islam



Pekerjaan



: buruh



Alamat



: Sukoharjo, Jawa Tengah



Tgl pemeriksaan



: 7 Juni 2017



No. RM



: 01381***



II. ANAMNESIS A. Keluhan utama



:



Pandangan kedua mata kabur B. Riwayat Penyakit Sekarang



:



Kedua mata terasa kabur dan



kemeng sejak 1 bulan yang lalu.



Berkabut (+/+), kemeng (+/+), sulap (+/+), nrocos (-/-), mata merah (-/-), silau (-/-), nyeri (-/-), blobokan (-/-). C. Riwayat Penyakit Dahulu 1.



Riwayat hipertensi



: disangkal



2.



Riwayat DM



: (+) tidak terkontrol sejak 5bulan



yang lalu 3.



Riwayat alergi obat dan makanan : (+) telur



4.



Riwayat trauma mata



: disangkal



5.



Riwayat kacamata



: (+) >3tahun yang lalu, +2.75



namun sekarang sudah tidak dipakai D. Riwayat Penyakit Keluarga 1.



Riwayat hipertensi



: disangkal



2.



Riwayat kencing manis



: disangkal



4



3.



Riwayat keluhan serupa



: disangkal



E. Kesimpulan Anamnesis Proses Lokalisasi Sebab Perjalanan Komplikasi



OD -



OS



III. PEMERIKSAAN FISIK A. Kesan umum Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup B. Vital Sign TD : 120/80 mmHg



RR : 17 x/menit



HR : 88 x/menit



T : 37.5 0C



C. Pemeriksaan subyektif A. Visus Sentralis 1. Visus sentralis jauh a. pinhole b. koreksi c. refraksi 2. Visus sentralis dekat B. Visus Perifer 1. Konfrontasi tes 2. Proyeksi sinar 3. Persepsi warna D. Pemeriksaan Obyektif 1. Sekitar mata a. tanda radang b. luka c. parut d. kelainan warna e. kelainan bentuk 2. Supercilia a. warna b. tumbuhnya c. kulit



OD



OS



6/15 ^ Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan



6/10 6/7 Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan



Baik Tidak dilakukan Tidak dilakukan



Baik Tidak dilakukan Tidak dilakukan



OD Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada



OS Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada



Hitam Normal Sawo matang



Hitam Normal Sawo matang



5



d. gerakan 3. Pasangan bola mata dalam orbita a. heteroforia b. strabismus c. pseudostrabismus d. exophtalmus e. enophtalmus 4. Ukuran bola mata a. mikroftalmus b. makroftalmus c. ptisis bulbi d. atrofi bulbi 5. Gerakan bola mata a. temporal b. temporal superior c. temporal inferior d. nasal e. nasal superior f. nasal inferior 6. Kelopak mata a. pasangannya 1.) edema 2.) hiperemi 3.) blefaroptosis 4.) blefarospasme b. gerakannya 1.) membuka 2.) menutup c. rima 1.) lebar 2.) ankiloblefaron 3.) blefarofimosis d. kulit 1.) tanda radang 2.) warna 3.) epiblepharon 4.) blepharochalasis e. tepi kelopak mata 1.) enteropion 2.) ekteropion 3.) koloboma 4.) bulu mata



Dalam batas normal



Dalam batas normal



Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada



Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada



Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada



Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada



Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak terhambat



Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak terhambat



Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada



Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada



Tidak tertinggal Tidak tertinggal



Tidak tertinggal Tidak tertinggal



10 mm Tidak ada Tidak ada



10 mm Tidak ada Tidak ada



Tidak ada Sawo matang Tidak ada Tidak ada



Tidak ada Sawo matang Tidak ada Tidak ada



Tidak ada Tidak ada Tidak ada Dalam batas normal



Tidak ada Tidak ada Tidak ada Dalam batas normal



6



7. sekitar glandula lakrimalis a. tanda radang b. benjolan c. tulang margo tarsalis 8. Sekitar saccus lakrimalis a. tanda radang b. benjolan 9. Tekanan intraocular a. palpasi b. tonometri schiotz 10. Konjungtiva a. konjungtiva palpebra superior 1.) edema 2.) hiperemi 3.) sekret 4.) sikatrik b. konjungtiva palpebra inferior 1.) edema 2.) hiperemi 3.) sekret 4.) sikatrik c. konjungtiva fornix 1.) edema 2.) hiperemi 3.) sekret 4.) benjolan d. konjungtiva bulbi 1.) edema 2.) hiperemis 3.) sekret 4.)injeksi konjungtiva 5.) injeksi siliar e. caruncula dan plika semilunaris 1.) edema 2.) hiperemis 3.) sikatrik 11. Sclera a. warna b. tanda radang c. penonjolan



Tidak ada Tidak ada Tidak ada kelainan



Tidak ada Tidak ada Tidak ada kelainan



Tidak ada Tidak ada



Tidak ada Tidak ada



Kesan normal Tidak dilakukan



Kesan normal Tidak dilakukan



Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada



Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada



Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada



Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada



Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada



Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada



Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada



Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada



Tidak ada Tidak ada Tidak ada



Tidak ada Tidak ada Tidak ada



Putih Tidak ada Tidak ada



Putih Tidak ada Tidak ada



7



12. Kornea a. ukuran b. limbus c. permukaan d. sensibilitas e. keratoskop ( placido ) f. fluorecsin tes g. arcus senilis 13. Kamera okuli anterior a. kejernihan b. kedalaman 14. Iris a. warna b. bentuk c. sinekia anterior d. sinekia posterior 15. Pupil a. ukuran b. bentuk c. letak d. reaksi cahaya langsung e. tepi pupil 16. Lensa a. ada/tidak b. kejernihan c. letak e. shadow test 17. Corpus vitreum a. Kejernihan b. Reflek fundus



11 mm Jernih Rata, mengkilap Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak ada



11 mm Jernih Rata, mengkilap Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak ada



Jernih Dalam



Jernih Dalam



Cokelat Tampak lempengan Tidak tampak Tidak tampak



Cokelat Tampak lempengan Tidak tampak Tidak tampak



3 mm Bulat Sentral Positif Tidak ada kelainan



3 mm Bulat Sentral Positif Tidak ada kelainan



Ada Keruh grade I Sentral -



Ada Keruh grade I Sentral -



Tidak dilakukan Tidak dilakukan



Tidak dilakukan Tidak dilakukan



8



IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN A. B.



Visus sentralis jauh Visus perifer



Konfrontasi tes Proyeksi sinar Persepsi warna C. Sekitar mata D. Supercilium E. Pasangan bola mata dalam orbita F. Ukuran bola mata G. Gerakan bola mata H. Kelopak mata I. Sekitar saccus lakrimalis J. Sekitar glandula lakrimalis K. Tekanan intarokular L. Konjungtiva palpebra M. Konjungtiva bulbi N. Konjungtiva fornix O. Sklera P. Kornea Q. Camera okuli



OD 6/6



OS 6/7



Baik



Baik



Tidak dilakukan Tidak dilakukan Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal



Tidak dilakukan Tidak dilakukan Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal



Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal



Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal



Dalam batas normal



Dalam batas normal



Dalam batas normal Dalam batas normal



Dalam batas normal Dalam batas normal



Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal



Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal



9



V.



R. S.



anterior Iris Pupil



T.



Lensa



U.



Corpus vitreum



Bulat, warna coklat Diameter 3 mm, bulat, sentral Keruh grade I



Bulat, warna coklat Diameter 3 mm, bulat, sentral Keruh grade I



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



DIAGNOSIS BANDING 1.



Katarak polaris posterior



2.



Katarak polaris anterior



VI. DIAGNOSIS 1.



Katarak Polaris posterior



VII. TERAPI 1.



Non cort MD 4 dd 1



2.



Flamer 50 mg 2 dd tab 1



10



VIII. PROGNOSIS 1. Ad vitam 2. Ad fungsionam 3. Ad sanam



OD Dubia Dubia Dubia



OS Dubia Dubia Dubia



BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lensa Mata adalah organ yang terletak di dalam tulang orbita. Orbita memiliki bentuk piramida segi empat dengan apeks di bagian posterior yang terdapat kanal optik. Kanal optik ini mejadi tempat lewatnya saraf optik ke otak. Fisura orbita superior dan inferior menjadi tempat lewatnya pembuluh darah dan saraf kranialis yang memberikan persarafan pada struktur orbita (James et al, 2006). Mata terdiri dari suatu laposan luar keras yan transparan di anterior (kornea) dan opak di posterior (sklera). Sambyngan antara keduanya disebut limbus. Otot-otot ekstraokuler melekat pada sklera sementara saraf optik meninggalkansklera di posterior melalui lempeng kribiformis. Lapisan yang lebih dalam yaitu lapisan koroid yang kaya pembuluh darah. Lapisan ini melapisi segmen poterior mata dan memberi nutrisi pada permukaan dalam retina. Korpus siliaris terletak di anterior. Korpus siliaris mengandung otot siliaris polos yang kontraksinya mengubah bentuk lensa dan memungkinkan fokus mata berubah. Epitel siliaris mensekresi akueus humor dan mempertahankan tekanan okuler. Korpus siliaris adalah tempat perletakan iris.6 1. Anatomi Lensa Lensa terletak di belakang iris dan disokong oleh serabut-serabut halus (zonula) yang terbentang di antara lensa dan korpus siliaris. Sudut



11



yang dibentuk oleh iris dan kornea (sudut iridokornea) dilapiri oleh suatu jaringan sel dan kolagen (jaringan trabekula). Pada sklera di luar jaringan ini, kanal Schlem mengalirkan akueous humor dari bilik anterior ke da;am vena, sehingga terjadi drainase akueous. Daerah ini dinamakan sudut drainase.6 Lensa. Jaringan lensa berasal dari lapisan ektoderm embrio. Lensa terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya, berbentuk seperti cakram bikonveks yang dapat menebal dan menipis. Lensa. Lensa merupakan elemen refraktif terpenting kedua pada mata (kornea adalam elemen terpenting pertama dengan film air mata). Lensa disangga oleh serabut zonula yang berjalan di antara korpus siliaris dan kapsul lensa.1,6 Lensa terdiri dari kapsul kolagen di bagian luar yang dibawah bagian anteriornya terletak lapisan selapis sel epitel. Lensa terdiri dari kapsul kolagen di bagian luar. Sel sepitel pada ekuatornya menghasilka serabut lensa serabut lensa merupakan bagian besar massa lensa. Serabut ini merupakan sel memanjang yang tesusun dalam lapisan-lapisan yang melengkung di ekuator lensa. Serabut-serabut ini bertemu di anterior dan posterior untuk membentuk sutura lensa. Dengan pertambahan usia, serabut yang letaknya di bagian dalam kehilangan nukleus dan organel intraselulernya. Serabut yang tertua ditemukan di sentral dan membentuk nukleus lensa. Serabut perifer menyusun korteks lensa. Nukleus lensa dapat dibedakan menjadi nukleus embrional, fetal, dan dewasa. Korteks lensa yang terleltak di depan nukleus disebut sebagai korteks anterior, sedang yang di belakan nukleus disebut korteks posterior. 1,6 2. Histologi Lensa Secara histologis, lensa memiliki tiga komponen utama: a.



Kapsul lensa Lensa dibungkus oleh simpai tebal (10-20 μm), homogen, refraktil, dan kaya akan karbohidrat, yang meliputi permukaan luar sel-sel epithel. Kapsul ini merupakan suatu membran basal yang sangat tebal dan terutama terdiri atas kolagen tipe IV dan glikoprotein. Kapsul lensa



12



paling tebal berada di ekuator (14 μm) dan paling tipis pada kutub posterior (3 μm). Kapsul lensa bersifat semipermeabel, artinya sebagian zat dapat melewati lensa dan sebagian lagi tidak. 7



b.



Epitel subkapsular Epitel subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada permukaan anterior lensa. Epitel subkapsular yang berbentuk kuboid akan berubah menjadi kolumnar di bagian ekuator dan akan terus memanjang dan membentuk serat lensa. Lensa bertambah besar dan tumbuh seumur hidup dengan terbentuknya serat lensa baru dari sel-sel yang terdapat di ekuator lensa. Sel-sel epitel ini memiliki banyak interdigitasi dengan serat-serat lensa.7



c.



Serat lensa Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis dan gepeng. Serat ini merupakan sel-sel yang sangat terdiferensiasi dan berasal dari sel-sel subkapsular. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta organelnya dan menjadi sangat panjang. Sel-sel ini berisikan sekelompok protein yang disebut kristalin.7



Lensa ditahan di tempatnya oleh sekelompok serat yang tersusun radial yang disebut zonula, yang satu sisinya tertanam di kapsul lensa dan sisi lainnya pada badan siliar. Serat zonula serupa dengan miofibril serat elastin. Sistem ini penting untuk proses akomodasi, yang dapat memfokuskan objek dekat dan jauh dengan mengubah kecembungan lensa. Bila mata sedang istirahat atau memandang objek yang jauh, lensa tetap diregangkan oleh zonula pada bidang yang tegak lurus terhadap sumbu optik. Bila melihat dekat, muskulus siliaris akan berkontraksi, dan koroid beserta badan siliar akan tertarik ke depan. Ketegangan yang dihasilkan zonula akan berkurang dan lensa menebal sehingga fokus objek dapat dipertahankan.7 3. Fisiologi Lensa



13



Lensa memegang peranan penting dalam akomodasi bayangan yang masuk ke mata dengan cara menebal dan menipis, sehingga lensa bersifat kenyal dan lentur. Lensa bersifat transparan dan jernih karena diperlukan sebagai media penglihatan. Dalam kondisi patologis, sifat lensa dapat berubah menjadi tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia, keruh (katarak), tidak berada pada tempatnya atau subluksasi dan dislokasi. Dalam perjalanan usia, lensa akan menjadi bertambah besar dan berat.1,6 B. Definisi Katarak berasal dari bahasa Yunani, Katarrhakies yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat kedua-duanya.1 C. Klasifikasi Katarak Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita: 1. Katarak Kongenital Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini. Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu - ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa penyakit - penyakt herediter seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea.



14



Untuk



mengetahui



penyebab



katarak



kongenital



diperlukan



pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadangkadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental. Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria. 2. Katarak Juvenil Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya. 3. Katarak Senil Setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senil biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.1 Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu: a. Stadium awal (insipien). Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan.



15



Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuola mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degenerative (benda morgagni) pada katarak insipien kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang - kadang menetap untuk waktu yang lama (Ilyas, 2004). b. Stadium imatur. Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian - bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.5 c. Stadium matur. Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibat perkapuran menyeluruh karena deposit kalsium (Ca). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.5 d. Stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah bawah jam 6 (katarak



16



morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik.5 4. Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degeneratif yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.1 5. Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.1 Tabel 1.1 Perbedaan karakteristik Katarak1 Kekeruhan Cairan Lensa Iris Bilik mata depan Sudut bilik mata Shadow test Visus



Insipien Ringan Normal Normal Normal Normal (-) (+)



Imatur Sebagian Bertambah Terdorong Dangkal Sempit (+)