Tindak Tutur Lokusi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tindak Tutur Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi http://sarifudinbastra.blogspot.co.id/2011/12/tindak-tutur-lokusi-ilokusidan.html 1)  Tindak Lokusi Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu dan hanya bersifat informatif. Contoh: 1.   Jari tangan manusia jumlahnya sepuluh. 2.   Kerbau merupakan binatang bermamah biak. 3.    Kendari Ibu Kota Sulawesi Tenggara terletak di jazirah tenggara pulau Sulawesi yang memiliki 10 kabupaten dan 2 kota. 4.    Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Hasan Wirayuda mengatakan bahwa hubungan antara RI dan Malaysia semakin renggang akhir-akhir ini. 5.    Mamat belajar membaca. Kelima kalimat di atas dituturkan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa ada tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. 2)    Tindak Ilokusi Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk menyatakan atau menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu tindakan. Cntoh: 1.    Ada anjing gila. Analisinya yaitu kontruksi kalimat tersebut biasanya ditemukan di pinggir-pinggir pagar atau di pintu-pintu rumah. Tuturan ini tidak hanya menyampaikan informasi tentang keberadaan anjing disebuah rumah tetapi lebihbermakna agar ayang membaca tuturan tersebut berhati-hati. Jadi bersifat perintah. Apalagi pembacanya adalah



pencuri atau tafsirannya untuk menakuti.  2.    Ujian sudah dekat. Analisisnya yaitu kalimat tersebut jika diucapkan seorang guru kepada muridnya maka ilokusinya yaitu guru menyampaikan kepada muridnya untuk bersiap-siap bahwa ujian sudah dekat. Tetapi jika orang tua, berartia seruan berhenti untuk bermain tetapi harus belajar dengan baik. 3.    Rambutmu sudah panjang. Analisisnya yaitu dari segi ilokusi, kalimat tersebut jika diucapkan oleh seorang ibu kepada anak laki-lakinya atau istri kepada suaminya, maka itu adalah perintah untuk memangkas atau memotong  rambutnya karena sudah panjang.  4.    Yudi sudah seminar proposal skripsi kemarin. Analisisnya yaitu kalimat tersebut jika diucapkan kepada seorang mahasiswa semester XII, bukan hanya sekedar memberikan informasi saja akan tetapi juga melakukan sesuatu, yaitu memberikan dorongan agar mahasiswa tadi segera mengerjakan skripsinya. 5.    Santoso sedang sakit. Analisisnya yaitu kalimat tersebut jika diucapkan kepada temannya yang menghidupkan radio dengan volume tinggi, berarti bukan saja sebagai informasi tetapi juga untuk menyuruh agar mengecilkan volume atau mematikan radionya  3)    Tindak Perlokusi Tindak perlokusi adalah sebuah tuturan yang dituturkan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh atau efek bagi yang mendengarkan. Contoh: 1.    Nilai rapormu bagus sekali. Analisisnya yaitu dari segi ilokusi, bisa berarti pujian atau ejekan. Pujian kalau memang nilai rapor itu bagus, dan ejekan kalau nilai rapor itu memang tidak bagus. Sedangkan dari segi perlokusi, dapat membuat si pendengar itu menjadi sedih dan



sebaliknya dapat mengucapkan terimakasih. 2.    Sudah 3 minggu kamar ini tidak dibersihkan. Analisisnya yaitu dari segi ilokusi, menyuruh untuk membersihkan, sedangkan dari segi perlokusi, si anak akan mengambil sapu dan membersihkannya 3.    Samin bebas SPP. Analisinya yaitu kalimat tersebut jika diucapkan seorang guru kepad muridmuridnya, maka ilokusinya adalah meminta agar teman-temannya tidak iri, dan perlokusinya adalah agar teman-temannya memaklumi keadaan ekonomi orang tua Samin 4.    Kemarin ayahku sakit. Analisisnya yaitu kalimat tersebut jika diucapkan oleh seseorang yang tidak dapat menghadiri undangan temannya. Maka ilokusinya adalah untuk meminta maaf, dan perlokusinya adalah agar orang yang mengundangnya harap maklum.  5.    Mungkin Ibu menderita penyakut jantung koroner. Analisisnya yaitu seorang dokter menginformasikan kepada keluarga pasien mengenai penyakit yang diderita pasien tersebut yang memungkinkan akan membuat keluarganya sedih atau panik.



Kalimat tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin (1962: 100-102) dirumuskan sebagai tiga peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus, yaitu:



Tindak Tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Misalnya, “ ibu guru berkata kepada saya agar saya membantunya”. Searle menyebut



tindak tutur lokusi ini dngan istilah tindak bahasa preposisi karena tindak tutur ini hanya berkaitan dengan makna. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian



izin,



mengucapkan



terima



kasih,



menyuruh



menawarkan,



dan



menjanjikan. Misalnya, ibu guru menyuruh saya agar segera berangkat”. Kalau tindak tutur ilokusi hanya berkaitan dengan makna, maka makan tindak tutur ilkusi berkaitan dengan nilai, yang dibawakan preposisinya. Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non linguistik dari orang lain itu. Misalnya, karena adanya ucapan dokter (kepada pasiennya) “ mungkin ibu menderita penyakit jantung koroner”, maka si pasien akan panik atau sedih. Ucapan si dokter itu adalah tindak tutur perlokusi.



http://www.guruberbahasa.com/2016/05/pengertian-tindak-tutur-menurutpara.html Tindak tutur ( speech art ) merupakan unsur pragmatik yang melibatkan   pembicara,  pendengar atau penulis pembaca serta yang dibicarakan. Dalam  penerapannya tindak tutur digunakan oleh beberapa disiplin ilmu. Adapun pengertian tindak tutur  yang di kemukakan oleh para ahli bahasa, antara lain: Austin, Searle, Chaer, dan  Tarigan. Austin (dalam Rusminto , 2010: 22) pertama kali mengemukakan istilah tindak tutur.  Austin mengemukakan bahwa aktivitas bertutur tidak ha nya terbatas pada penuturan sesuatu,  tetapi juga melakukan sesuatu  atas dasar tuturan itu.  Pendapat  Austin ini didukung oleh Searle  (dalam Rusminto 2010: 22)  dengan mengatakan  bahwa unit



terkecil komunikasi bukanlah kalimat, melainkan tindakan tertentu, seperti membuat pernyataan, pertanyaan, perintah, dan permintaan. Selanjutnya  Searle (dalam Rusminto, 2010: 22)  mengemukakan bahwa tindak tu - tur adalah teori yang mencoba mengkaji makna bahasa yang didasarkan pada hu - bungan tuturan dengan tindakan yang dil akukan oleh penuturnya. Kajian tersebut  didasarkan pada pandangan bahwa (1) tuturan merupakan sarana untuk berkomunikasi dan (2) tuturan baru memiliki makna jika direalisasikan dalam tindak ko - munikasi nyata, misalnya membuat pernyataan, pertanyaan, perin tah, dan permintaan. Dengan demikian, tindakan merupakan karakteristik tuturan dalam komunikasi. Diasumsikan bahwa dalam merealisasikan tuturan atau wacan a, seseorang  berbuat sesuatu, y a itu performansi tindakan. Tuturan yang berupa performansi tin - dakan  ini disebut dengan tuturan performatif, yakni tuturan yang dimaksudkan untuk melakukan suatu tindakan.   Chaer  (2004: 16)  menyatakan bahwa  tindak  tutur  merupakan  gejala  individual,  bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si  penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada  makna  atau arti  tindakan  dalam  tuturannya ,  sedangkan  Tarigan  (1990: 36)  menyatakan bahwa berkaitan dengan tindak tutur maka setiap ujaran atau ucapan  tertentu mengandung m aksud dan tujuan tertentu pula. Dengan kata lain, kedua  belah pihak,  yaitu penutur dan lawan tutur terlibat dalam suatu tujuan kegiatan  yang berorientasi pada tujuan tertentu. Sesuai dengan keterangan tersebut, maka  instrumen pada penelitian ini mengacu pa da teori tindak tutur.  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah teori yang  mengkaji makna bahasa yang didasarkan pada hubungan tuturan dengan tindakan  yang dilakukan oleh penutur kepada mitra tuturnya dalam berkomunikasi. Arti - nya, tuturan baru bermakna jika direalisasikan dalam tindakan komunikasi nyata.



ANALISIS BENTUK TINDAK TUTUR (SPEECH ACT) BERDASARKAN KONTEKS Posted on Januari 15, 2011by meldawatifirman



ANALISIS BENTUK TINDAK TUTUR (SPEECH ACT) BERDASARKAN KONTEKS Oleh Meldawati 1.



I. PENDAHULUAN



Di dalam kegiatan bertutur, penutur tidak sekedar menyampaikan pesan, tetapi ia juga membangun hubungan sosial dengan petutur (mitra tutur). Penutur perlu memilih strategi bertutur yang dapat mengungkapkan pesan secara tepat dan tuturan itu dapat membangun hubungan sosial. Dengan kata lain, penutur tidak ‘asal buka mulut dalam bicara’ tetapi ia harus memikirkan terlebih dahulu tuturan yang akan dituturkannya. Anjuran bahwa sebelum orang bertutur, orang perlu memikirkan apa yang akan dituturkannya, seperti yang dianjurkan di dalam ungkapkan bahasa Minang Kabau, yaitu“mangok dahulu sabalun mangecek” Untuk mencapai tujuan bertutur yang kedua, yaitu membangun hubungan sosial, penutur kadang-kadang bertutur dengan mengabaikan makna referensial ujaran yang dituturkan atau penutur sekadar melakukan komunikasi fatis (bertutur sekadar untuk basa-basi). Walaupun ribuan kalimat tentang beragam topik dari berbagai sumber yang didengar oleh manusia setiap hari, mereka selalu berusaha untuk memahaminya. Mereka tidak mengalami kesulitan untuk memahami apa yang didengarnya, dan mereka cenderung menganggap bahwa pemahaman adalah hal yang sederhana saja. pemahaman merupakan proses mental yang dialami oleh pendengar dalam menangkap bunyibunyi yang diucapkan oleh si pembicara dan menggunakan bunyi-bunyian itu untuk menciptakan terjemahan dari apa yang difikirkan mengenai apa yang dimaksud oleh si pembicara.



Namun demikian, memahami ujaran bukanlah hal yang mudah. Disaat memahami ujaran seseorang  sering melakukan kesalahan sehingga terbukti bahwa pemahaman terhadap ujaran adalah persoalan yang sulit. Untuk memahami sebuah ujaran, seseorang harus memahami dahulu urutan-urutan kata-kata yang mereka dengar dan melihat bahwa kata-kata itu membuat suatu kelompok. Akhirnya pendengar membuat terjemahan untuk kalimat tersebut. Untuk



membuat



terjemahan



terhadap



kalimat



atau



ujaran-ujaran,



harus



memperhatikan konteks. Lebih tegas Yule (1996) mengatakan bahwa dalam melakukan analisis wacana tentu saja melibatkan sintaksis dan semantic, tetapi yang terutama adalah pragmatic. Pragmatik adalah hubungan antara tanda dengan para penafsir. Apabila seseorang memberikan penafsiran ataupun terjemahan terhadap kalimat atau ujaran tanpa melihat konteksnya (tempat berbicaranya dimana, kapan pembicaraan berlangsung, siapa yang menuturkan kalimat atau ujaran, apa tujuan pembicaraan, cara penutur mengungkapkan gagasannya, bahasa apa yang dipakai, apakah penutur bertanya, memberitahu, memerintah atau meminta tolong, dan dalam suatu kegiatan apa tuturan itu disampaikan) maka ia diragukan untuk dapat menangkap informasi apa yang sesungguhnya yang ingin disampaikan oleh penutur. Misalnya saja penutur berkata “Enak, ya!” bisa saja mempunyai penafsiran berbeda dari banyak orang yang mendengar ucapan tersebut. Pemahaman pendengar bisa saja penutur memberitahu bahwa yang “enak” itu brownies yang dimakannya dengan tujuan sekedar memberi informasi kepada pendengar dalam situasi pesta, atau mungkin pendengar menafsirkan penutur sedang mengejek lawan bicaranya yang dimarahi oleh ibu kost apabila pembicaraan itu terjadi di tempat pondokan putri dengan tujuan mengejek. Bahkan penafsiran orang bisa ratusan banyaknya.



Ternyata  begitu pentingnya konteks dalam memahami dan menafsirkan wacana. Konteks sesuatu yang tidak bisa diabaikan begitu saja ketika orang berusaha memperoleh makna yang sesungguhnya dari informasi yang didengar atau dibacanya.   1.



II. LANDASAN TEORITIS



2.



A. Tindak Tutur (Speech Act)



Austin (1962: 94-95) dan Searle (1969: 16) sama-sama menganggap tuturan adalah tindakan yadn disebut tindak tutur (speech act). Austin (1962: 109-120) membagi tindak tutur menjadi tiga, yaitu tindak lokusioner, tindak ilokusioner, dan tindak perlokusioner. Tindak lokusioner adalah tindak tutur dengan makna tuturan itu persis sama dengan makna kata-kata yang di dala kamus atau makna gramatikal. Tindak illokusioner adalah tindak tutur yang penutur menumpangkan maksud tertentu di dalam tuturan itu. TIndak perlokusioner adalah tindakan yang muncul akibat seseorang melakukan tindak tutur tertentu. Searle (1976:1-24) mengelompokkan tindak tuturan menjadi lima jenis, yaitu (1) tindak tutur representarif, (2) direktif, (3) ekspresif, (4) komisif, dan (5) deklaratif. Tindak tutur representative adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya atas kebenaran yang dikatannya. Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penutur agar petutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Tindak tutur direktif mencakupi tindak tutur menyuruh, memohon, menyarankan, menghimbau, dan menasihati. Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yagn dilakukan dengan maksud untuk menilai atau mengevaluasi hal yang disebutkan di dalam tuturannya itu. Memuji dan mengkritik tergolong tindak tutur ekspresif. Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan hal yang disebutkan di dalam tuturan itu. Berjanji atau bersumpah termasuk dalam tindak tutur komisif. Tindak tutur deklaratif adalah tindak tutur yang dilakukan denan maksud menciptakan keadaan yang baru. Membatalkan dan mengizinkan termasuk



tindak tutur deklarasi. Topik penkajian analisis ini adalah analisis bentuk tindak tutur (speech act) berdasarkan konteksnya.   1.



B. Konteks



Konsep teori konteks dipelopori oleh antropolog Inggris Bronislow Malinowski. Dia berpendapat bahwa untuk memahami ujaran harus diperhatikan konteks situasi. Berdasarkan analisis konteks situasi dapat dipecahkan aspek-aspek bermakna bahasa sehingga aspek-aspek linguistic dan aspek nonlinguistic dapat dikorelasikan (Pateda, 1994). Selanjutnya Pateda mengatakan pada intinya teori konteks adalah (1) makna tidak terdapat pada unsur-unsur lepas yang berwujud kata. Tetapi terpadu pada ujaran secara keseluruhan dan (2) makna tidak boleh ditafsirkan secara dualis (kata dan acuan) atau secara trialis (kata, acuan dan tafsiran) tetapi merupakan satu fungsi atau tugas dalam tutur yang dipengaruhi oleh situasi. Stubbs (1993) mengemukakan bahwa unsur-unsur konteks itu adalah pembicara, pendengar, pesan, latar atau situasi, saluran dan kode. Namun Freedle (1982) mengatakan bahwa konteks yang langsung berhubungan dengan tuturan adalah setting, partisipan, bentuk bahasa, topik, dan fungsi tindak tutur. Hymes (1964) mengemukakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan  komponen yang tersimpulkan dalam akronim SPEAKING. Kedelapan komponen tersebut adalah: S : Setting, yang merupakan tempat berbicara dan suasana bicara P :   Participant, adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan E :   End, merupakan tujuan petuturan



A : Act Sequeces, adalah bentuk ujaran atau suatu peristiwa di mana seseorang pembicara sedang mempergunakan kesempatan bicara K :   Key, mengacu pada nada, cara dan ragam bahasa yang digunakan dalam menyampaikan pendapatnya dan cara mengemukakan pendapatnya. I :   Instrument, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan seperti bahasa lisan, bahasa tulis, dan juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan seperti bahasa, dialek, dan lain-lain N : Norm, yaitu aturan dalam berinteraksi misalnya yang berhubungan dengan aturan memberi tahu, memerintah, bertanya, minta maaf, basa-basi, mengkritik, dan sejenisnya G : Genre, yaitu jenis kegiatan   Beberapa aturan atau norma berbahasa yang berfungsi dalam suatu tindak tutur sering terdapat dalam peristiwa bahasa adalah: (a) tindak tutur memberitahu adalah memberitahu sesuatu kepada lawan tuturnya, (b) tindak tutur perintah atau imperative merupakan peristiwa atau kalimat yang meminta lawan tutur untuk melakukan tindakan sesuai dengan maksud penutur, (c) tindak tutur bertanya adalah dimana penutur ingin mendapatkan suatu informasi dari lawan tutur, (d) tindak tutur minta maaf merupakan permintaan penutur kepada lawan tutur untuk menyampaikan penyesalannya karena telah melakukan suatu kesalahan atau suatu kejadian yang dirasakan kurang sopan, (e) tindak tutur basa basi merupakan adat sopan santun atau tata krama pergaulan penutur kepada lawan tutur, (f) tindak tutur mengritik adalah penutur memberikan kecaman dan tanggapan atau pertimbangan, (g) tindak pernyataan merupakan hal tindakan mengatakan atau menyelaskan, permakluman, dan pemberitahuan, (h) tindak tutur penegasan merupakan penjelasan atau penentua atau menerangkan, (i) tindak tutur persetujuan merupakan persetujuan merupakan pernyataan setuju dan mufakat, cocok, sesuai, (j) tindak tutur pengulangan, balik lagi  dan kembali ke semula, kembali mengungkapkan apa yang sudah dikatakan, (h)



tindak tutur permohonan merupakan meminta sesuatu dengan hormat terhadap mendapat sesuatu. Disamping itu, Brown (1987) mengemukakan ciri-ciri konteks relevan : addresser (pembicara) addressee (pendengar) topic (topik) setting (waktu, tempat dan situasi) channel (bahasa lisan atau bahasa tulisan) code (pilihan kata) event (kejadian) Werth (dalam yasin 1991) membagi konteks atas : konteks situasional (ekstra linguistik) dan konteks linguistik. Konteks situasional diperinci lagi menjadi konteks budaya dan konteks langsung. Pembagian itu digambarkan pada diagram berikut:   Konteks langsung terdiri atas lima unsur (1) setting, meliputi tempat, waktu dan situasi, (2) partisipan, ialah pihak-pihak yang terlibat, (3) saluran bentuk bahasa lisan atau tulisan, (4) topik pembicaraan, (5) fungsi bahasa.   III.     PEMBAHASAN Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan pada bagian II di atas, maka peranan konteks dalam menganalisis wacana dapat diaplikasikan untuk menganalisis wacana berikut. Data (wacana)  ini penulis dapatkan dengan merekam pembicaraan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari antara seorang wanita dengan tetangganya. Hasil rekaman percakapan tersebut penulis transkripsikan kedalam bentuk tulisan. Jenis bahasa adalah ragam bahasa lisan walaupun ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan. Topik : Bertetangga 1.



1. Transkripsi Percakapan



Setting: Waktu percakapan sekitar pukul 08.15 WIB di depan rumah petakan yang disewa oleh Ibu I dan Ibu II. Ibu I berusia kira-kira 26 tahun, suku Minang, mempunyai anak satu orang masih bayi, menyewa petakan di sebelah petakan sewaan Ibu II. Ibu II berusia kira-kira 37 tahun, suku Minang, Panggilan akrabnya Bunda, mempunyai dua orang anak bertetangga dengan Ibu I. Pagi itu Ibu I akan menjemur pakaian di jemuran depan rumahnya, terlihat Ibu II sedang bersih-bersih di halamannya. Ibu I : (Sambil menjemur pakaian, Ia menyapa Ibu II) “ Lagi bersih-bersih Nda?” Ibu II : (Senyum, sambil menoleh sedikit ke arah Ibu I tanpa mengubah posisi duduknya, tangannya sibuk mencabuti rumput liar yang tumbuh di halamannya) “Ya, sudah terlalu panjang. Sudah hampir sampai ke pintu.” (tertawa kecil) Ibu I : (Ikut tertawa juga) “Iya, ya, Nda. Apalagi musim hujan begini, tumbuhnya cepat sekali.” Ibu II : “Ho Oh.” Ibu I : “Kami juga… Ntar Nda, Tiara terbangun..” (Tiba-tiba pembicaraan terputus. Ibu I berlari ke dalam rumahnya karena terdengar tangis anaknya yang tadinya lagi tidur)   1.



2. Analisis



2.



Secara umum percakapan dalam wacana lisan di atas terkesan sangat akrab karena Ibu I dan Ibu II sudah lama saling mengenal. Walaupun Ibu I sudah tahu bahwa Ibu II sedang bersih-bersih, tetap saja menanyakannya.



“Lagi bersih-bersih Nda?” Kalimat ini walaupun bersifat interogatif sesungguhnya hanya berfungsi sebagai sapaan untuk membuka percakapan. 1.



Jawaban “Ya” dari Ibu II menyatakan persetujuan bahwa dia memang sedang bersih-bersih. “Sudah terlalu panjang. Sudah hampir sampai ke pintu.”(kalimat



deklaratif) Pernyataan ini hanya untuk memperakrab suasana. Walaupun rumputnya sudah panjang dan tumbuh banyak tidak beraturan, tidak mungkin sampai ke pintu karena antara pintu dengan halaman ada teras. 2.



Pernyataan Ibu I “Iya, ya, Nda. Apalagi musim hujan begini, tumbuhnya cepat sekali.” (kalimat deklaratif) menyetujui perkataan Ibu II dan seolah-olah mempertegas dan mencarikan penyebab dari pernyataan Ibu II tadi.



3.



Pernyataan Ibu II “Ho Oh.” Juga merupakan persetujuan dari penegasan Ibu I. Dari pernyataan ini terlihat bahwa Ibu I dan Ibu II sesungguhnya mempunyai pemikiran yang sama mengenai topik yang sedang mereka bicarakan.



4.



Pernyataan selanjutnya dari Ibu I memang belum selesai, tetapi kalau diteliti dari dua kata yang baru saja diucapkan (“Kami juga…”) dapat dikatakan kalau Ibu I akan menyatakan sesuatu bahwa keadaan halaman rumahnya sama halnya dengan Ibu II.



  Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa keseluruhan percakapan antara Ibu I dengan Ibu II hanyalah untuk menjaga keakraban di antara mereka. Suasana itu terlihat dari hampir seluruh pembicaraan yang diwarnai oleh senyum dan tertawa. Memang terdapat kalimat yang tidak sempurna, kadang-kadang sulit diberi label. Hal itu juga dapat diterima dalam percakapan lisan karena konteks percakapan dan unsurunsur paralinguistic sangat membantu untuk memahami ilokusi masing-masing. Dapat bahwa upaya menjaga keakraban dengan orang lain dapat dilakukan dengan banyak cara. Orang bisa menyatakan keadaan keluarga, menyapa, bercanda, dan hal ringan lainnya. Akan tetapi yang sangat penting adalah percakapan itu perlu dihiasi dengn senyum atau ketawa. Hampir tidak ada percakapan mengakrabkan diri yang terkesan kaku. Kesimpulannya, wacana lisan di atas mempunyai konteks sebagai berikut:



S : Setting, dalam wacana “bertetangga” adalah pukul 08.15 WIB di depan rumah petakan yang disewa oleh Ibu I dan Ibu II. P : Participant, yang terlibat dalam pembicaraan wacana “bertetangga” adalah Ibu I berusia kira-kira 26 tahun, suku Minang, mempunyai anak satu orang masih bayi, menyewa petakan di sebelah petakan sewaan Ibu II. Ibu II berusia kira-kira 37 tahun, suku Minang, Panggilan akrabnya Bunda, mempunyai dua orang anak bertetangga dengan Ibu I. E : End,  tujuan pembicaraan dalam wacana “bertetangga” adalah untuk menjaga keakraban di antara ibu I dan ibu II. A : Act Sequeces, dalam wacana “bertetangga” ada berupa lokusi, perlokusi dan illokusi K : Key, Penutur dalam wacana “bertetangga’ menggunakan basa-basi dalam menjaga keakraban I : Instrument, bahasa yang digunakan dalam wacana “bertetangga” adalah ragam lisan. N : Norm, dalam wacana “bertetangga” ada berupa kalimat interogaif yang sebenarnya hanya berfungsi sebagai sapaan, dan beberapa kalimat deklaratif untuk menyatakan persetujuan dalam menjaga keakraban. G : Genre, penutur dalam wacana “bertetangga” adalah ibu rumah tangga dalam kegiatan sehari-harinya.   IV. PENUTUP Konteks sangat penting dalam memahami dan menafsirkan wacana. Konteks sesuatu yang tidak bisa diabaikan begitu saja ketika orang berusaha memperoleh makna yang sesungguhnya dari informasi yang didengar atau dibacanya. Menentukan konteks dalam pemahaman wacana tentu saja dengan memberikan penafsiran terhadap SPEAKING (setting, participant, end, act sequences, key, instrument, norm, and genre)



                        Daftar Pustaka Djajasudarma, T. Fatimah. 1991. Wacana ke Arah Pemahaman Teks. Bandung: Program Pascasarjana UNPAD.  



Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS.   Hymes, Dell (Ed). 1964. language In Culture and Society. New York: Harper and Row.   Kartomiharjo, S. 1992. Analisis Wacana dan Penerapannya: Pidato Ilmiah dalam Rangka Pengukuhan Guru Besar IKIP Malang: IKIP Malang.   Lubis, A. Hamid Hasan. 1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.   Maksan, Marjusman. 1996. Bahasa Minangkabau suatu Kajian Sosiolinguistik. Forum Pendidikan IKIP Padang No. 2 Th. XXI – 1996.   Pateda, Mansoer. 1992. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.   Purwo, Bambang Kaswanti (penyunting). 1993. PELLBA 6 (Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atmajaya: Keenam). Jakarta: Lembaga Bahasa Atmajaya.  



Van Dijk, Teun. 1997. Text and Context, Exploration In The Semantics and Pragmatics of Discourse. London: Longman Group Limited.   ________. 1997. Discours as Structure and Process. London: Sage Publication.   Wahab, Abdul. 1990. Butir-butir Linguistik. Surabaya: Airlangga University Press.   Wardhaugh, Ronald. 1988. An Introduction Sosiolinguistics. New York: Basil Blackwell Inc.   Werth, Paul. 1984. Focus, Coherence, and Emphasis. London: Croom Helm.   Widdowson. 1981. Exploration in Applied Linguistics. New York: Basil Blackwell Inc.



Tindak Tutur dan Jenis-jenisnya Tindak tutur adalah kegiatan melakukan tindakan mengujarkan tuturan (Rustono, 1999:32). Jenis-jenis tindak tutur antara lain: 1) konstatif dan performatif; 2) lokusi, ilokusi, dan perlokusi; 3) representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi; 4) langsung, tidak langsung, harfiah, dan tidak harfiah, dan vernakuler dan seremonial. 1) Konstatif dan Performatif           Tuturan yang bermodus deklaratif dibedakan menjadi dua, yaitu konstatif dan performatif. Tuturan konstatif adalah tuturan yang menyatakan sesuatu yang



kebenarannya dapat diuji benar atau salah dengan menggunakan pengetahuan tentang dunia. Tuturan “Semarang ibukota Jawa Tengah” merupakan tuturan konstatif karena kebenaran tuturan itu.           Tuturan performatif adalah tuturan yang pengutaraannya digunakan untuk melakukan sesuatu. Tuturan “Saya mohon maaf atas keterlambatan saya ini” merupakan contoh tuturan performatif. Tuturan performatif tidak dapat dikatakan bahwa tuturan itu salah atau benar. Terhadap tuturan performatif dapat dinyatakan sahih atau tidak. Kesahihan tuturan performatif bergantung kepada pemenuhan persyaratan kesahihan. Empat syarat kesahihan itu adalah: a)    Harus ada prosedur konvensional yang mempunyai efek konvensional dan prosedur itu harus mencakupi pengujaran kata-kata tertentu oleh orang-orang tertentu pada peristiwa tertentu.  b)    Orang-orang dan peristiwa tertentu di dalam kasus tertentu harus berkelayakan atau yang patut melaksanakan prosedur itu. c)    Prosedur itu harus dilaksanakan oleh para peserta secara benar. d)    Prosedur itu harus dilaksanakan oleh para peserta secara lengkap. 2) Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi           Berkenaan dengan tuturan, Searle (1969:23-24) mengemukan tiga jenis tindakan yang bisa diwujudkan seorang penutur, yaitu: (a) tindak lokusi, (b) tindak perlokusi, dan (c) tindak perlokusi.           Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut sebagai the act of saying something. Bila diamati konsep lokusi adalah konsep yang berkaitan dengan proposisi kalimat. Tindak tutur lokusi paling mudah untuk diidentifikasi



karena



pengidentifikasiannya



cenderung



dapat



dilakukan



tanpa



menyertakan konteks tuturan atau tanpa mengaitkan maksud tertentu. Tuturan  “Udara panas” yang mengacu kepada makna udara atau hawa panas, lawan dingin; tanpa dimaksudkan untuk meminta kipas angin dijalankan atau jendela dibuka merupakan tuturan lokusi.



     Tuturan yang mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan adalah tindak tutur ilokusi. Tindak ilokusi disebut the act of doing something. Tuturan “Sayur ini enak meskipun kurang asin” yang dimaksudkan untuk meminta diambilkan garam merupakan tuturan ilokusi.           Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh atau efek bagi yang mendengarnya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak disengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur disebut dengan tindak perlokusi. Tindak tutur ini sering disebutthe act of affecting someone. Sebagai contoh, tuturan “Ada hantu” mempunyai daya pengaruh untuk menakut-nakuti. 3) Representatif, Direktif, Ekspresif, Komisif, dan Deklarasi             Tindak tutur yang terhitung jumlahnya dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu: (a) representatif atau asertif, (b) direktif atau impositif, (c) ekspresif atau evaluatif, (d) komisif, dan (e) deklarasi atau isbati. Tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas sesuatu yang diujarkan. Yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini adalah tuturan-tuturan menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan, memberikan, kesaksian, dan berspekulasi. Tuturan “Mahasiswa yang membayar angsuran kedua sudah 90%”, “Di kota inilah dia dilahirkan”, dan “Sebentar lagi kita berangkat ke Parangtritis” termasuk tuturan reprentatif.             Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penutur dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Tuturan-tuturan yang termasuk jenis tindak tutur direktif adalah: memaksa, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak, memohon, menyarankan, memerintah, memberi aba-aba, dan menantang. Tuturan“Ambilkan sendok di meja itu!”, “Mana barang yang kau janjikan kemarin?”, dan “Lebih baik Anda pulang sekarang” adalah tuturan direktif.             Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang diujarkan penutur dimaksudkan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan itu. Yang termasuk jenis



tindak tutur ini adalah tuturan-tuturan memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh,



menyalahkan,



mengucapkan



selamat, dan menyanjung. Tuturan “Sudah



bekerja keras, tetapi gaji tetap tidak mencukupi kebutuhan hidup” termasuk tuturan mengeluh. Tuturan “Kegiatanmu hari ini sangat bermanfaat, Nak” termasuk tuturan memuji.             Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan sesuatu yang disebutkan di dalam tuturannya. Tuturan yang termasuk jenis tindak



tutur



komisif



adalah berjanji,



bersumpah,



mengancam,



menyatakan



kesanggupan, dan berkaul. Contohnya:“Saya berjanji akan mengasuh anak ini dengan ikhlas dan baik”, “Jika kau tidak datang ke pesta pernikahanku, aku tidak akan berteman lagi denganmu”, dan  “Jika ada rezeki, kami akan menunaikan ibadah haji.             Tindak tutur deklarasi adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Tuturan-tuturan dengan maksudmengesahkan,



memutuskan,



membatalkan,



melarang,



mengizinkan,



mengabulkan, mengangkat, menggolongkan, mengampuni, dan  memaafkan termasuk jenis tindak tutur deklarasi. Contoh tuturan jenis ini antara lain: ”Jangan naik ke meja itu, Dik!”, “Silakan jika ingin mengambil bunga itu”, Bapak maafkan kesalahanmu”, dan sebagainya. 4) Langsung, Tidak Langsung, Harfiah, dan Tidak Harfiah             Sebuah tuturan yang bermodus deklaratif difungsikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu, tuturan interogatif untuk bertanya, dan tuturan imperatif untuk menyuruh atau mengajak atau memohon, dan sebagainya; tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur langsung. Di samping itu, untuk berbicara secara sopan, perintah dapat diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa diperintah. Bila hal itu terjadi, terbentuklah tindak tutur tidak langsung. Tuturan seperti “Obat ayahmu sudah habis”; jika dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya, tuturan itu dapat merupakan pengungkapan secara tidak langsung. Hal itu terjadi karena maksud yang diekspresikan dengan tuturan deklaratif itu bermaksud



memerintah. Dengan demikian, kita dapat membedakan dua jenis tindak tutur, yaitu tindak tutur langsung dan tindak tuturtidak langsung.           Selain itu, tindak tutur dapat dibedakan menjadi tindak tutur harfiah dan tindak tutur tidak harfiah. Tindak tutur harfiah adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya; sedangkan tindak tutur tidak harfiah adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Tuturan imperatif “Makan hati!”, yang diujarkan seorang kakak kepada adiknya yang sedang makan dan di atas meja tersedia hati ayam digoreng merupakan tindak harfiah. Tuturan “Pemuda itu tinggi hati”yang diujarkan penutur untuk mengungkapkan pemuda yang tidak mudah bergaul merupakan tindak tutur tidak harfiah. 5) Vernakuler dan Seremonial                   Berdasar sudut pandang kelayakan pelakunya, terdapat dua jenis tindak tutur, yaitu vernakuler dan seremonial. Tindak tutur vernakuler adalah tindak tutur yang dapat dilakukan oleh setiap anggota masyarakat tutur; sedangkan tindak tutur seremonial adalah tindak tutur yang dilakukan oleh orang yang berkelayakan untuk hal yang dituturkannya. Contoh tuturan vernakuler misalnya: “Terima kasih kepercayaan yang sudah diberikan kepada anak saya”. Tindak menikahkan orang “Dengan ini, Saudara saya nikahkan dengan Saudari Jenaka Amalia, putri bapak Sudiro” sebagai contoh tindak tutur seremonial.



https://duniapengetahuan2627.blogspot.co.id/2013/02/tindak-tutur-dan-jenisjenisnya.html