TMK 3 DANI HKUM4403 Ilmu Perundang-Undangan FF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH TUGAS 3



Nama Mahasiswa



: DANI SAPUTRA. H



Nomor Induk Mahasiswa/ NIM



: 020851811



Kode/Nama Mata Kuliah



: HKUM4403/Ilmu PerundangUndangan



Kode/Nama UPBJJ



: 18/ PALEMBANG



Masa Ujian



: 2020/21.1(2020.2)



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS TERBUKA



JAWABAN



1. Jelaskan mekanisme pengajuan PERPPU menjadi UU dan bagaimana kedudukan Peraturan Pemerintah Penganti mendapatkan persetujuan DPR ? 



















 











Undang-Undang



(PERPPU)



bila



tidak



Persetujuan atau Penolakan Perppu Hal ini sesuai dengan wewenang DPR yang terdapat dalam Pasal 71 huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah: DPR berwenang memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang. Perlu Anda ketahui, proses pembahasan Perppu untuk disetujui atau ditolak, dilakukan oleh DPR melalui rapat paripurna. Nantinya, DPR-lah yang menentukan persetujuan atau penolakan suatu Perppu tersebut melalui keputusan rapat paripurn. Dalam hal Perppu tidak mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna (ditolak), maka sebagai tindak lanjut atas Keputusan Rapat Paripurna DPR yang menolak Perppu yang bersangkutan, Perppu tersebut harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Kami sekaligus meluruskan istilah ‘membatalkan’ yang Anda gunakan, karena mengacu pada Pasal 52 ayat (5) UU 12/2011, maka istilah yang tepat untuk digunakan adalah ‘mencabut dan menyatakan tidak berlaku’. Produk Hukum yang Mencabut Perppu Lalu, produk hukum apa yang dipakai sebagai bentuk penolakan atau pencabutan suatu Perppu itu? Untuk menjawabnya, kita berpedoman pada Pasal 52 ayat (6) dan ayat (7) UU 12/2011 yang berbunyi: Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (5), DPR atau Presiden mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mengatur segala akibat hukum dari pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Dari ketentuan di atas, dapat kita ketahui bahwa secara hukum, DPR atau presidenlah yang mengajukan Rancangan Undang-Undang ("RUU") tentang pencabutan Perppu. RUU yang diajukan itu juga mengatur segala akibat hukum dari pencabutan Perppu.



2. Jelaskan yang dimaksud dengan pengharmonisasian dan pemantapan Rancangan Undang-Undang ? 







pengharmonisasian merupakan salah satu dari rangkaian proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Proses pengharmonisasian dimaksudkan agar tidak terjadi atau mengurangi tumpang tindih peraturan perundang-undangan. Sebetulnya proses pengharmonisasian bisa dilakukan di tingkat mana pun, sejak dari tahap perencanaan hingga pada tahap pembahasan, baik di tingkat pembahasan internal/antardepartemen maupun di tingkat koordinasi pengharmonisasian yang diselenggarakan di Departemen Hukum dan HAM. Apabila proses pengharmonisasian sudah dilakukan sejak awal, diharapkan ketika proses koordinasi pengharmonisasian di Departemen Hukum dan HAM akan lebih mudah dan tidak memakan waktu lama. Untuk RUU, proses pengharmonisasian bisa dilakukan sejak dari penyusunan Naskah Akademis, tidak harus menunggu di ujung proses pengharmonisasian. Dengan Naskah Akademis, fakta yang dianggap bermasalah dipecahkan secara bersama oleh Pemerintah dan DPR-RI, tanpa mementingkan golongan atau kepentingan individu. Jika Naskah Akademis selalu mendasarkan pada urgensi dan tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan, pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur, inventarisasi (informasi) peraturan perundangundangan yang terkait, serta jangkauan dan arah pengaturan yang memang dikehendaki oleh masyarakat, maka proses bottom up yang selama ini diinginkan oleh masyarakat, akan terwujud. Jika suatu RUU dihasilkan melalui proses bottom up, diharapkan undang-undang yang dihasilkan akan berlaku sesuai dengan kehendak rakyat dan berlakunya langgeng. Sedangkan untuk rancangan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat di bawah UU, pengharmonisasian dilakukan sejak persiapan sampai dengan pembahasan. Proses pengharmonisasian dilakukan terhadap rancangan peraturan perundang-undangan, bukan terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah jadi. Untuk peraturan perundang-undangan yang sudah jadi proses yang dilakukan adalah pengujian yang dilakukan oleh lembaga yudisial (judicial review). Hasil pengujian dapat berupa suatu pasal atau ayat dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat atau secara keseluruhan peraturan perundang-undangan tersebut dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Selain pengujian oleh lembaga yudisial, terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah jadi juga dapat dilakukan pengkajian (nonjudicial review). Hasil pengkajan tersebut dapat dijadikan pertimbangan oleh pemrakarsa untuk menentukan sikap atas peraturan perundang-undangan yang dikaji tersebut.



3. Jelaskan ketentuan-ketentuan yang ada dalam batang tubuh sebuah peraturan perundangundangan ? 



Pada umumnya materi dalam batang tubuh dikelompokkan ke dalam: a. Ketentuan Umum.















b. Materi Pokok yang Diatur. c.Ketentuan Peralihan (jika diperlukan). d.Ketentuan Penutup.  8.Ketentuan Umum a.Ketentuan umum diletakkan dalam bab ke satu atau dalam pasal satu. b.Ketentuan umum dapat memuat lebih dari satu pasal. c.Ketentuan umum berisi: *Batasan pengertian atau definisi Singkatan atau akronim yang digunakan dalam Peraturan Hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal-pasal berikutnya. d.Jika ketentuan umum berisi batasan pengertian, definisi, singkatan, atau akronim lebih dari satu, maka masing-masing uraiannya diberi nomor urut dengan angka Arab. e.Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah kata atau istilah yang terdapat di dalam pasal-pasal selanjutnya. f.Jika kata atau istilah hanya digunakan satu kali namun kata atau istilah itu diperlukan pengertiannya, maka kata atau istilah itu diberi definisi pada pasal awal yang bersangkutan. 9. Materi Pokok yang Diatur: a. Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab Ketentuan Umum atau Pasal (-Pasal) ketentuan umum jika tidak ada pengelompokan dalam bab. b. Pembagian lebih lanjut kelompok materi ini didasarkan pada luasnya materi pokok yang bersangkutan. c. Materi yang diatur dalam Peraturan Kepala BPKP merupakan materi limpahan dari peraturan yang lebih tinggi tingkatannya. 10. Ketentuan Sanksi Administratif (jika diperlukan) a. Apabila dalam Peraturan Kepala BPKP terdapat sanksi administratif dirumuskan menjadi satu pasal dengan norma yang memberikan sanksi administratif apabila terjadi pelanggaran atas norma tersebut. b. Jika norma yang memberikan sanksi administratif terdapat lebih dari satu pasal, sanksi administratif dirumuskan dalam pasal terakhir dari pasal tersebut. c. Sanksi administratif dapat berupa antara lain pencabutan izin, pembubaran, pengawasan, pemberhentian sementara, atau denda administratif. 11. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan) a. ketentuan peralihan memuat penyesuaian keadaan yang sudah ada pada saat Peraturan baru itu mulai berlaku agar Peraturan tersebut dapat berjalan lancar dan tidak menimbulkan ketidakpastian. b. Ketentuan peralihan ditempatkan di antara pasal yang mengatur sanksi administratif dan pasal penutup. c. Pada saat suatu Peraturan dinyatakan berlaku, pada Peraturan tersebut perlu diatur hubungan hukum dan akibat hukum yang terjadi baik sebelum, pada saat, maupun sesudah Peraturan yang baru tersebut mulai berlaku atau segala tindakan hukum yang sedang berlangsung atau belum selesai pada saat Peraturan yang baru dinyatakan berlaku, untuk menyatakan bahwa tindakan hukum tersebut tunduk pada ketentuan Peraturan yang baru.



d. Hindari rumusan dalam ketentuan peralihan ini yang isinya memuat perubahan dian-diam atas ketentuan Peraturan yang lain. e. Perubahan ketentuan suatu Peraturan hendaknya dimuat dalam pengertian pada ketentuan umum atau dilakukan dengan membentuk Peraturan perubahan.