TONSILOFARINGITIS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFLEKSI KASUS



JUNI 2016



“ TONSILOFARINGITIS ”



Nama



: Ardana Indrawan



No. Stambuk



: N 111 15 025



Pembimbing



: dr. Kartin Akune, Sp.A



DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU 2016 1



BAB I PENDAHULUAN



Faringitis merupakan salah satu Infeksi Respirasi Akut (IRA) atas yang banyak terjadi pada anak. Istilah faringitis digunakan untuk menunjukkan semua infeksi akut pada faring, termasuk tonsilitis (tonsilofaringitis) yang berlangsung hingga 14 hari. Tonsilofaringitis biasa terjadi pada anak, meskipun jarang pada anak berusia di bawah 1 tahun. Insidens meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun, dan berlanjut hingga dewasa. Insidens Tonsilofaringitis streptokokus tertinggi pada usia 5-18 tahun, jarang pada usia di bawah 3 tahun dan sebanding antara laki-laki dan perempuan.(1) Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala yang didapat berupa demam, nyeri tenggorokan, sakit saat menelan. Pada pemeriksaan bagian tonsil didapatkan pembesaran tonsil dan hiperemis. Pemeriksaan penunjang sebagai baku emas adalah pemeriksaan kultur dengan spesimen apusan tenggorokan. Selain itu, dapat pula dilakukan pemeriksaan laboratorium darah. (2,3) Tatalaksana tonsilofaringitis meliputi terapi non-farmakoterapi dan farmakoterapi. Non-farmakoterapi diberikan edukasi menjaga kesehatan utamanya rongga mulut, mempertahankan hidrasi, istirahat yang cukup dan perlu pertimbangan tonsilektomi sebagai tindakan bedah dengan memperhatikan indikasi bedah. Farmakoterapi berupa pemberian antibiotik yang sesuai, analgesik dan antipiretik. (2,3) 2



Perlu mempertimbangkan infeksi bakteri Streptococcus beta hemolitikus grup A yang dapat menyebabkan komplikasi meningitis, osteomielitis, demam reumatik, atau glomerulonefritis. Komplikasi lain berupa rhinosinusitis, otitis media, mastoiditis dan pneumonia. (1,3) Prognosis baik dengan pemberian terapi yang tepat. Sangat penting memperhatikan pencegahan penyebaran hematogen yang dapat menimbulkan komplikasi di organ dan lain dan menyebabkan prognosis buruk. (3) Oleh karena itu, diperlukan strategi untuk melakukan diagnosis dan memberikan tatalaksana, agar dapat menurunkan mortalitas anak. Pada laporan kasus ini, akan dibahas mengenai tonsilofaringitis pada pasien anak yang dirawat di Pav. Catelia RSUD UNDATA.



3



KASUS



IDENTITAS Identitas penderita Nama penderita



: An. H. A. G.



Jenis kelamin



: Laki-laki



Tanggal lahir/Umur



: 4 Juli 2013, 3 tahun 2 bulan



Tanggal/jam masuk



: 29 Juni 2016 / 21.00 WITA



ANAMNESIS Keluhan Utama



: Panas



Riwayat penyakit sekarang: Pasien anak laki-laki umur 3 tahun 2 bulan masuk dengan keluhan panas sejak ±3 hari yang lalu. Panas dirasakan naik-turun, sudah minum paracetamol, panas hanya turun sebentar kemudian naik lagi, kejang (-), mimisan (-), gusi berdarah (). Batuk (+), sejak ±2 hari yang lalu, berlendir, darah (-), sesak (-), beringus (+), sakit menelan (+). Pasien juga ada keluhan muntah sejak ±3 hari yang lalu, frekuensi >5 kali dalam sehari, muntah air dan makanan, sakit perut (+), BAB terahir 3 hari yang lalu, BAK lancar, frekuensi 3 kali sehari, warna kuning. Riwayat Penyakit Dahulu : Dalam satu tahun ini pasien belum mengalami keluhan batuk, sakit tenggorokkan. Dalam dua tahun terakhir juga pasien tidak mengalami keluhan serupa, begitupula dalam tiga tahun terakhir. Hal ini merupakan keluhan yang 4



pertama kali dialami oleh pasien. Pasien terahir sakit waktu umur 7 bulan dengan diagnosis GEA dirawat di Rumah Sakit Madani.



Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat penyakit yang sama dengan pasien tidak ada, Hipertensi (-), asma (-), Diabetes Mellitus (-), Riwayat alergi (-).



Riwayat Sosial-ekonomi Menengah-keatas, ayah tamatan S1 bekerja sebagai PNS, ibu tamatan SMA, URT.



Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan Pasien tinggal di daerah Towaya, tinggal berlima dalam 1 rumah, dirumah tidak ada yang sakit. Ayah perokok aktif. Keseharian pasien aktif, suka bermain, suka jajan.



Kemampuan dan Kepandaian Anak: Pasien mulai membalikkan badannya sejak umur 6 bulan, duduk saat berusia 7 bulan, merangkak saat berusia 8 bulan, berdiri saat berusia 10 bulan, berjalan saat berusia 11 bulan, dan mulai mengucapkan kata dengan jelas saat berusia 12 bulan. Anak tidak mengalami keterlambatan perkembangan saat ini.



5



Anamnesis Makanan: ASI eksklusif diberikan sampai usia 1 tahun, bubur saring diberikan saat usia 6 bulan sampai 11 bulan, diberikan makanan keluarga saat berusia 1 tahun.



Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat Antenatal



: Kunjungan ANC rutin setiap bulan, minum tablet Fe selama kehamilan, tidak pernah sakit parah selama kehamilan.



Riwayat Natal : Spontan/tidak spontan : SC atas indikasi KPD Cukup bulan/tidak



: Cukup



Penolong



: dr. Marten, Sp.OG



Tempat



: Rumah Sakit



Riwayat Neonatal



:BBL 2800



gram,



PBL 48cm,



langsung



menangis.



Riwayat Imunisasi : Imunisasi lengkap



Riwayat Alergi : Tidak ada



6



PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan umum Kesadaran



: Tampak sakit sedang : Kompos mentis



2. Pengukuran Tanda vital : TD



: 100/70 mmHg



Nadi



: 100 kali/menit, reguler, kuat angkat



Suhu



: 38,8° C



Respirasi : 26 kali/menit Berat badan



: 19 kg



Tinggi badan



: 102 cm



Z score



: +2 s/d +3



Status gizi



: Over Weight



3. Kulit :



Warna



: Sawo matang



Pigmentasi



: tidak ada



Sianosis



: tidak ada



Turgor



: cepat kembali



Kelembaban



: cukup



Lapisan lemak : Cukup Kepala: Bentuk Rambut



: Normocephal : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal, alopesia (-)



Mata : Palpebra Konjungtiva



: edema (-/-) : anemis (-/-) 7



Sklera



: ikterik (-/-)



Reflek cahaya : (+/+) Refleks kornea : (+/+) Pupil



: Bulat, isokor



Exophthalmus : (-/-) Cekung Telinga : Sekret



: (-/-) : tidak ada



Serumen



: minimal



Nyeri



: tidak ada



Hidung : Pernafasan cuping hidung : tidak ada Epistaksis



: tidak ada



Sekret



: tidak ada



Mulut : Bibir



: mukosa bibir basah, tidak hiperemis



Gigi



: Tidak ada karies



Gusi



: tidak hiperemis



Lidah : Tremor/tidak



: tidak tremor



Kotor/tidak



: tidak kotor



Warna



: kemerahan



Faring : hiperemis Tonsil : T3-T3 hiperemis 4. Leher :  Pembesaran kelenjar leher : +/+  Trakea



: Di tengah 8



5. Toraks : a. Dinding dada/paru : Inspeksi : Bentuk



: simetris



Dispnea



: tidak ada



Retraksi



: Tidak ada



Palpasi : vokal fremitus : kanan=kiri, kesan normal Perkusi : Sonor seluruh lapang paru Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronchovesikuler +/+ Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-) b. Jantung : Inspeksi



: Ictus cordis tidak terlihat



Palpasi



: Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra



Perkusi



: Batas jantung normal



Auskultasi : Suara dasar



: BJ 1 dan BJ 2 murni, regular



Bising



: tidak ada



6. Abdomen : Inspeksi



: Bentuk



: Datar, ikut gerak nafas



Auskultasi : bising usus (+) kesan meningkat Perkusi



: Bunyi Asites



Palpasi



: Nyeri tekan Hati



: timpani seluruh quadran : (-) : (-) : tidak teraba 9



Lien



: tidak teraba



Ginjal



: tidak teraba



7. Ekstremitas : akral hangat, edem tidak ada. 8. Rumple leed : (-) 9. Genitalia



: Tidak ada kelainan



Pemeriksaan laboratorium Hasil



Rujukan



Satuan



Hemoglobin



11,8



11,7-15,5



g/dl



Leukosit



12,6



3,6-11,0



103/ul



Eritrosit



4,58



3,8-5,2



106/ul



Hematokrit



35,2



35-47



%



Trombosit



244



150-440



103/ul



HEMATOLOGI



RESUME Pasien anak laki-laki umur 3 tahun 2 bulan masuk dengan keluhan panas sejak ±3 hari yang lalu. Panas dirasakan naik-turun, sudah minum paracetamol, panas hanya turun sebentar kemudian naik lagi, kejang (-), mimisan (-), gusi berdarah (-). Batuk (+), sejak ±2 hari yang lalu, berlendir, darah (-), sesak (-), beringus (+), sakit menelan (+). Pasien juga ada keluhan muntah sejak ±3 hari yang lalu, frekuensi >5 kali dalam sehari, muntah air dan makanan, sakit perut (+), BAB terahir 3 hari yang lalu, BAK lancar, frekuensi 3 kali sehari, warna kuning. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, tampak sakit sedang, gizi Over Weight. Pemeriksaan tanda vital didapatkan Nadi 10



100x/menit, reguler, kuat angkat, respirasi 26x/menit, suhu 38,8o C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan faring hiperemis dan tonsil T3-T3 hiperemis, adenopati servical anterior lunak (+).



SKOR VALIDASI STREPTOCOCCUS 1



Demam



1



2



Tidak batuk



0



Interpretasi



3



Adenopati servikal



1



0-1 : penyebab steptococcus dapat



lunak 1



disingkirkan



- 3-14 tahun



1



2-3 : lakukan RADT



- 15-44 tahun



0



(Rapid Antigen



- >45 tahun



-1



Diagnostic Test)



4



Pembesaran tonsill



5



Usia



4 : Antibiotik



Skor validasi streptococcus pada pasien adalah 4, sehingga pasien pada kasus ini diberikan antibiotik.



DIAGNOSA Tonsilofaringitis



11



ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG -



Kultur apusan tenggorokan



-



RADT (Rapid Antigen Diagnostic Test)



TERAPI IVFD Ringer Laktat 14 tetes per menit Paracetamol syrup 4 x 1 3/4 cth Amoxicillin caps 500 mg 3 x 1 Domperidone syrup 5 mg/5ml 3 x 1 cth GG 3/4 tablet + salbutamol 1 mg puyer 3 x 1



FOLLOW UP Tanggal 30/6/2016 S : Panas (↓), batuk (+), beringus (+),muntah (-), mual(-) O: Tanda vital : Tekanan darah



: 100/70 mmHg



Nadi



: 100 kali/menit, reguler, kuat angkat



Suhu



: 37° C



Respirasi



: 26 kali/menit



Kepala



: Tidak ada kelainan



Leher



:Faring hiperemis, Tonsil T3-T3 hiperemis



Thorax



: Dalam batas normal



Abdomen



: nyeri tekan (-)



Ekstremitas



: Dalam batas normal 12



Genitalia



: Tidak ada kelainan



Punggung, otot, reflex : Tidak ada kelainan A: Tonsilofaringitis P: IVFD Ringer Laktat 14 tetes per menit Paracetamol syrup 4 x 1 3/4 cth Amoxicillin caps 500 mg 3 x 1 Domperidone syrup 5 mg/5ml 3 x 1 cth GG 3/4 tablet + salbutamol 1 mg puyer 3 x 1



FOLLOW UP Tanggal 1/7/2016 S : Panas (-), batuk (+), beringus (+),muntah (+) > 3x. O: Tanda vital : Tekanan darah



: 100/70



Nadi



: 94 kali/menit, reguler, kuat angkat



Suhu



: 36° C



Respirasi



: 28 kali/menit



Kepala



: Tidak ada kelainan



Leher



: Faring hiperemis, Tonsil T2-T3 hiperemis



Thorax



: Dalam batas normal



Abdomen



: Dalam batas normal



Ekstremitas



: Dalam batas normal



Genitalia



: Tidak ada kelainan 13



Punggung, otot, reflex : Tidak ada kelainan A: Tonsilofaringitis Akut P: IVFD Ringer Laktat 14 tetes per menit Paracetamol syrup 4 x 1 3/4 cth Amoxicillin caps 500 mg 3 x 1 Domperidone syrup 5 mg/5ml 3 x 1 cth GG 3/4 tablet + salbutamol 1 mg puyer 3 x 1



14



DISKUSI



Salah satu faktor penyebab tonsilofaringitis dimana bakteri dan virus penyebab dapat ditularkan melalui jalur droplet. Pasien dengan tonsilofaringitis mengalami batuk, nyeri tenggorok, disfagia, dan demam. Tonsilofaringitis merupakan salah satu infeksi pediatrik tersering. Pada pemeriksaan klinis, pemeriksaan tenggorok menunjukkan adanya eritema, eksudat, petekie palatina, tonsil membesar dan kadang limfadenopati servikal anterior. (2) Selain rinitis, faringitis juga merupakan salah satu infeksi saluran pernafasan atas yang banyak terjadi pada anak. Keterlibatan tonsil pada faringitis tidak menyebabkan perubahan pada durasi atau derajat beratnya penyakit. Faringitis biasa terjadi pada anak, meskipun jarang pada anak berusia di bawah 1 tahun. Insidens meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun, dan berlanjut hingga dewasa. Insidens faringitis streptokokus tertinggi pada usia 5-18 tahun, jarang pada usia di bawah 3 tahun dan sebanding antara laki-laki dan perempuan.(2) Istilah faringitis akut digunakan untuk menunjukkan semua infeksi akut pada faring, termasuk tonsilitis (tonsilofaringitis) yang berlangsung hingga 14 hari. Faringitis merupakan peradangan akut membran mukosa faring dan struktur lain disekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung dan tonsil, jarang terjadi hanya infeksi lokal faring atau tonsil. Oleh karena itu pengertian faringitis secara luas mencakup tonsilitis, nasofaring, dan tonsilofaringitis. Infeksi pada daerah faring dan sekitarnya ditandai dengan keluhan nyeri tenggorokan. 15



Faringitis streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA) adalah infeksi akut orofaring dan/ atau nasofaring oleh SBHGA. Berbagai penyebab faringitis, baik faringitis sebagai manifestasi tunggal maupun sebagai bagian dari penyakit lain. Virus merupakan etiologi terbanyak faringitis akut, terutama pada anak berusia ≤ 3 tahun. Virus penyebab penyakit respiratori seperti Adenovirus, Rhinovirus, dan virus Parainfluenza dapat menjadi penyebab faringitis. Virus Epstein Bar (EBV) dapat menyebabkan faringitis, tetapi disertai dengan gejala seperti splenomegali dan limfadenopati. Streptokokus beta hemolitikus grup A adalah bakteri penyebab terbanyak faringitis/tonsilofaringitis akut. Bakteri tersebut mencakup 15-30% dari penyebab faringitis akut pada anak, sedangkan pada dewasa hanya sekitar 5-10% kasus. Beberapa bakteri dapat melakukan proliferasi ketika sedang terjadi infeksi virus, tetapi biasanya bukan penyebabb dari tonsilofaringitis, bakteri tersebut adalah staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis.(1) Untuk menegakkan diagnosis pada kasus ini, maka harus dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Manifestasi klinis dari tonsillitis akut ialah odinofagia, demam dan menggigil, rasa kering pada faring, disfagia, otalgia, sakit kepala, malaise dan myalgia. Pada faringitis akibat virus, dapat juga ditemukan ulkus di palatum mole dan dinding faring serta eksudat di palatum dan tonsil, tetapi sulit dibedakan dengan eksudat pada faringitis Streptococcus. Gejala yang timbul dapat hilang dalam 24 jam, berlangsung 4-10 hari, jarang menimbulkan komplikasi dan memiliki prognosis yang baik. (1,2) Faringitis Streptococcus sangat mungkin jika dijumpai tanda berikut:(2) 16



-



Awitan akut, disertai mual dan muntah



-



Faring hiperemis



-



Demam



-



Nyeri tenggorokan



-



Tonsil bengkak dengan eksudasi



-



Kelenjar getah bening anterior bengkak dan nyeri



-



Uvula bengkak dan merah



-



Ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo sekunder



-



Ruam skarlatina



-



Petekia palatum mole



Bila dijumpai gejala dan tanda berikut, maka kemungkinan besar bukan faringitis Streptococcus (disebabkan oleh infeksi virus):(2) -



Usia dibawah 3 tahun



-



Awitan bertahap



-



Kelainan melibatkan beberapa mukosa



-



Konjungtivitis, diare, batuk, pilek, suara serak



-



Mengi, ronki di paru



-



Eksantemulseratif Tanda khas faringitis difteri adalah membrane asimetris, mudah berdarah,



dan berwarna kelabu pada faring. Membrane tersebut dapat meluas dari batas anterior tonsil hingga palatum mole dan/ atau ke uvula. Pada anak diatas umur 2 tahun mulai dengan keluhan nyeri kepala, nyeri perut, dan muntah. Gejala-gejala



17



ini dapat disertai dengan demam setinggi 400C. Beberapa jam sesudah keluhan awal, tenggorokan dapat menjadi nyeri.(1,2,4) Pada pasien ini, dari hasil anamnesis diketahui bahwa pasien anak laki-laki berusia 3 tahun, 2 bulan, sehingga berdasarkan usia ini, kemungkinan tonsilofaringitis yang dialaminya terjadi akibat infeksi bakteri. Selain itu juga pasien mengeluhkan demam, nyeri tenggorokan saat menelan, mual dan muntah, semua gejala ini sudah di alami oleh pasien. Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu yang meningkat 38,80C, terdapat tonsil yang membesar T3-T3 dan faring tampak hiperemis. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis pasien dapat mengarah ke tonsilofaringitis yang disebabkan oleh bakteri. Sulit untuk membedakan antara faringitis Streptococcus dan virus hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Baku emas penegakkan diagnosis faringitis bakteri atau virus adalah melalui pemeriksaan kultur dari pemeriksaan apusan tenggorok. Apusan tenggorok yang adekuat pada area tonsil diperlukan untuk menegakan adanya S.pyrogenes. Untuk memaksimalkan akurasi, maka diambil apusan dari dinding faring posterior dan regio tonsil, lalu diinokulasikan pada media agar darah domba 5% dan piringan basitrasin diaplikasikan, kemudian ditunggu selama 24 jam. Pada saat ini terdapat metode yang cepat untuk mendeteksi antigen Streptococcus grup A (rapid antigen detection test). Metode uji cepat ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi (90-95%) dan hasilnya dapat diketahui dalam 10 menit, sehingga metode ini setidaknya dapat digunakan sebagai pengganti pemeriksaan kultur.(1,2)



18



Pada pasien ini, pemeriksaan kultur tidak dilakukan. Sehingga penyebab pasti tonsilofaringitis pada pasien ini belum dapat ditentukan, namun dari hasil pemeriksaan laboratorium hematologi didapatkan adanya leukositosis 12,6 x 103/mm3, sehingga dapat dicurigai mengarah ke infeksi bakteri. Tatalaksana tonsilofaringitis akut meliputi terapi non-farmakologis dan farmakologis. Untuk terapi non-farmakologis pada pasien diberikan edukasi untuk istirahat yang cukup, mempertahankan hidrasi yang cukup, dan menjaga kebersihan rongga mulut agar tidak terjadi infeksi sekunder yang dapat terjadi akibat menurunnya sistem imun lokal. Selain itu, apabila pasien mengeluhkan asupan makanan yang berkurang akibat keluhan nyeri menelan, pasien dapat diedukasi untuk tetap makan makanan dengan konsistensi lunak. Terapi farmakologis pada pasien ini adalah: 1. Pemberian antibiotik. Pada kasus ini, diberikan antibiotik karena kemungkinan penyebabnya adalah bakteri karena terjadi peningkatan leukosit. Menurut IDAI penyebab terbanyak tonsilofaringitis akut pada anak adalah infeksi Streptococcus  hemolyticus grup A. Antibiotik pilihan pada terapi faringitis akut Streptococcus β-hemolitikus grup A adalah penisilin V oral 15-30 mg/kg/ hari dibagi 3 dosis selama 10 hari atau benzatin penisilin G IM dosis tunggal dengan dosis 600.000 IU (BB 30 kg). Amoksisilin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin pada anak yang lebih kecil, dengan dosis 50 mg/kg/hari dibagai 2 selama 6 hari. Pada anak yang alergi penisilin dapat diberikan eritromisin suksinat 40 mg/kgBB/hari, eritromisin estolat 20-40 19



mg/kgBB/hari, dengan pemberian 2, 3, atau 4 kali perhari selam 10 hari. Pada infeksi berulang perlu dilakukan kultur kembali. Apabila hasil kultur kembali positif, beberapa kepustakaan menyarankan terapi kedua, dengan pilihan obat oral klindamisin 20-30 mg/kg/hari selama 10 hari, amoksisilin klavulanat 40 mg/kg/hari terbagi menjadi 3 dosis selama 10 hari. Atau injeksi benzathine penisilin G intramuscular, dosis tunggal 600.000IU (BB 30 kg). Bila setelah terapi kedua kultur tetap positif, kemungkinan pasien merupakan pasien karier, yang memiliki risiko ringan terkena demam reumatik. Golongan tersebut tidak memerlukan terapi tambahan.(2) 2. Pemberian gargles (obat kumur) dan lozengen (obat hisap), pada anak dapat diberikan untuk meringankan keluhan nyeri tenggorokan.(2) 3. Apabila terdapat nyeri yang berlebih dan demam dapat diberikan analgesik dan antipiretik, pada pasien dapat diberikan parasetamol dengan dosis 10–15 mg/kgBB/kali.(2) 4. Pemberian edukasi. Edukasi yang harus dilakukan meliputi berbagai aspek dari penyakit tonsilofaringitis itu sendiri. Dari segi penyebab ada baiknya diberikan penjelasan secara singkat dan jelas mengenai bakteri penyebab, pola dan mekanisme penularan, dan bagaimana cara mencegah penularan. Edukasi juga perlu dilakukan mengenai pengobatan pasien baik yang berupa kausatif dan simptomatik. Antibiotik yang diberikan oleh dokter harus diminum sesuai dengan dosis dan waktu yang telah ditentukan (biasanya habis dalam 7-10 hari). Kemungkinan terjadinya 20



resistensi obat akibat penggunaan antibiotik yang tidak teratur juga harus dijelaskan kepada pasien. Pengobatan yang bersifat simptomatis juga harus dijelaskan cara pemakaiannya yaitu dapat dihentikan ketika gejalagejala simptomatis sudah hilang atau membaik. Efek samping dari obat yang diberikan juga harus dijelaskan agar pasien dapat segera kontrol ke dokter apabila terjadi hal tersebut. Untuk penanganan tonsilitis, selain pengobatan secara medikamentosa perlu juga dipertimbangkan untuk dilakukan tonsilektomi jika terjadi tonsilitis rekuren. Terdapat beberapa indikator klinis yang digunakan, salah satunya adalah kriteria yang digunakan Children’s Hospital of Pittsburgh study, yaitu : 



Ada 7 atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik pada tahun sebelumnya.







Ada 5 atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik setiap tahun selama 2 tahun sebelumnya







Ada 3 atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik setiap tahun selama 3 tahun sebelumnya.(2,3) American Academy Otolaryngology and Head and Neck Surgery,



menetapkan terdapatnya tiga atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dalam setahun sebagai bukti yang cukup untuk melakukan tindakan pembedahan. Keputusan untuk tonsilektomi harus didasarkan pada gejala dan tanda yang terkait secara langsung terhadap hipertrofi, obstruksi dan infeksi kronis pada tonsil dan struktur terkait.



21



Tonsilektomi seharusnya dihindari pada anak berusia dibawah 3 tahun. Bila ada infeksi aktif, tonsilektomi harus ditunda hingga 2-3 minggu. Indikasi lainnya adalah bila terjadi obstructive sleep apnea.(2) Pada pasien ini, tindakan pembedahan tonsilektomi belum perlu dilakukan, dikarenakan gejala baru pertama kali dalam setahun dan bersifat akut serta belum menimbulkan efek obstruksi pada saluran pernafasan. Selain hal diatas, perlu di edukasikan kepada orang tua mengenai waktu untuk kontrol kembali jika setelah obat habis, namun keluhan belum membaik atau memburuk. Komplikasi tonsillitis yang dapat terjadi terkait dengan Streptococcus β-hemolitikus grup A adalah demam rematik akut dan glomerulonephritis akut, dan komplikasi yang lain ialah infeksi peritonsilar, infeksi retrofaring, infeksi parafaring, sindrom lemierre, obstruksi saluran pernapasan atas. Komplikasi lainnya adalah demam scarlet, yaitu sekunder terhadap tonsillitis Streptococcus akut atau faringitis dengan produksi endotoksin oleh bakteri. Manifestasi termasuk ruam eritematosa, limfadenopati berat dengan sakit tenggorokan, muntah, sakit kepala, demam, eritema tonsil dan faring, takikardia, dan eksudat kuning pada tonsil dan faring.(2,5) Prognosis faringitis virus tergolong baik karena komplikasinya jarang dan bersifat self limited. Beberapa kasus dapat berlanjut menjadi otitis media purulen bakteri. Pada faringitis bakteri dan virus dapat ditemukan komplikasi ulkus kronik yang cukup luas. Sedangkan jika akibat bakteri, dapat terjadi perluasan secara langsung atau hematogen. Akibat perluasan langsung dapat berlanjut menjadi rinosinusitis, otitis media, mastoiditis, adenitis servikal, abses retrofaringeal atau 22



pneumonia.



Penyebaran



hematogen



dapat



mengakibatkan



meningitis,



osteomyelitis, atau arthritis septik, sedangkan komplikasi nonsupuratif berupa demam rematik dan glomerulonephritis.(2) Pada pasien ini, prognosisnya baik bila komplikasi tidak muncul. Namun, risiko komplikasi pada pasien ini muncul tergolong besar karena pada pasien ini dicurigai infeksi bakteri sebagai penyebab tonsilofaringitis yang memiliki lebih banyak komplikasi dibandingkan virus sebagai penyebabnya.



23



DAFTAR PUSTAKA



1. Naning, R, Triasih, R, Setyati, A. Faringitis, Tonsilitis, dan Tonsilofaringitis Akut, in: Rahajoe, NN, Supriyatno, B, Setyanto, DB (Eds.), 2012. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. pg: 288-295. 2. Cummings, CW, Flent, PW, Barker, LA (Eds), 2005. Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery Fourth Edition. Elsevier. Philadelphia. 3. Nelson, WE (Ed.), 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 3. EGC. Jakarta. 4. WHO & DEPKES RI, 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO Indonesia. Jakarta 5. Mansjoer A, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid 2. Jakarta. Media Aesculapius FKUI.



24