Treaty Shopping [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Globalisasi ekonomi telah membawa dampak pada peningkatan investasi asing antar negara, khususnya Foreign Direct Investment (FDI). Kemampuan negara-negara maju untuk memasok modal, terutama dalam bentuk FDI merupakan salah satu kunci keberhasilan negara-negara tersebut. Aliran FDI menuju negara-negara berkembang dari tahun ketahun semakin meningkat. Pada tahun 2010 diperkirakan 48% aliran FDI akan menuju Negara berkembang.



Terdapat beberapa alasan mengapa investor asing dari Negara maju melakukan investasi di Negara berkembang, antara lain memperbesar keuntungan, untuk mengkombinasikan modal yang dimilikinya dengan tenaga kerja yang murah dalam upaya untuk mengurangi biaya produksi, penggunaan bahan baku dekat dengan sumbernya dan sebagainya. Sementara bagi Negara tempat investasi (host country), kehadiran investor asing dalam bentuk FDI memberikan beberapa keuntungan berupa transfer teknologi, tenaga kerja terlatih, kemampuan organisasi dan manajerial, penerimaan pajak dari keuntungan yang diperoleholeh investor FDI. Mengingat banyaknya dampak positif yang diharapkan dapat diperoleh, negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, berusaha secara aktif mempromosikan negaranya agar menjadi lokasi investasi dengan memberikan berbagai insentif, baik pajak maupun non pajak.



1



Upaya-upaya untuk menarik investor asing telah membuahkan hasil berupa masuknya investor asing dalam jumlah yang cukup signifikan yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak, mengingat penerimaan pajak merupakan penerimaan yang sangat diandalkan dalam APBN.Dalam kasus di Indonesia, ternyata banyaknya FDI tidak secara otomatis dapat meningkatkan penerimaan pajak. Banyak perusahaan asing yang tidak membayar pajak secara benar dalam jangka waktu lama karena selalu melaporkan rugi dalam SPT PPh Wajib Pajak Badannya. Hal ini dikarenakan perusahan banyak melakukan praktek penghidaran pajak, sehingga penerimaan negara dari sektor perpajakan tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan.



B. RumusanMasalah 1. Apa yang dimaksud dengan treaty shopping? 2. Apa tujuan dari treaty shopping? 3. Bagaimana dampak dari treaty shopping?



2



BAB II PEMBAHASAN



A. PengertianTreaty Shopping Treaty Shopping merupakan salah



satu skema dari penghindaran



pajak.Tujuan utama dibentuknya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau tax treaty adalah untuk menghindari terjadinya pajak berganda antara 2 (dua) negara. Akan tetapi, dalam praktiknya tax treaty mengakibatkan masalah baru, salah satunya adalah penyalahgunaan manfaat tax treaty melalui skema treaty shopping. Victor Thuronyi menjelaskan treaty shopping merupakan suatu praktik yang dilakukan oleh wajib pajak suatu negara yang tidak memiliki tax treaty dan mendirikan anak perusahaan di negara yang memiliki tax treaty, kemudian melakukan kegiatan investasinya melalui anak perusahaan tersebut, sehingga investor tersebut dapat menikmati tarif pajak rendah dan fasilitas-fasilitas perpajakan lainnya yang tercantum dalam tax treaty tersebut.



Arnold dan McIntyre menyatakan bahwa treaty shopping diartikan sebagai: “the use of a tax treaty by a person who is not resident in neither of the treaty countries, usually through the use of a conduit entity resident in one of the countries”.



3



Dengan



kata



lain,



bahwa treaty



shopping dapat



diartikan



sebagai



penggunaan tax treaty oleh orang yang bukan resident (subjek pajak dalam negeri) dari kedua negara mitra tax treaty, biasanya melalui pembentukan perusahaan cangkang (conduit) di salah satu negara mitra tax treaty tersebut



Dalam



konteks tax



treaty Indonesia,



Mansury



menyatakan treaty



shopping dapat digambarkan sebagai upaya dari wajib pajak yang sebenarnya bukan wajib pajak dalam negeri dari negara yang mempunyai tax treaty dengan Indonesia untuk mendirikan suatu badan hukum baru di negara yang mempunyai tax treaty dengan Indonesia.



Dari beberapa pendapat mengenai treaty shopping tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwatreaty shopping merupakan suatu upaya subjek pajak yang sebenarnya tidak berhak untuk mendapatkan fasilitas tax treaty dari suatu negara, namun subjek pajak tersebut membentuk suatu perusahaan (conduit company) di negara yang mempunyai tax treaty tersebut untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas perpajakan yang tercantum dalam tax treaty Negara bersangkutan.



B. Tujuan Treaty Shopping Tujuan dari treaty shopping dalam konteks tax traty Indonesia agar penghasilan yang berasal dari Indonesia itu dapat menikmati fasilitas yang diberikan tax



treaty Indonesia,



namun



badan



tersebut,



sebenarnya



bukan beneficial owner atas penghasilan dari sumber penghasilan di Indonesia.



4



Badan hukum baru yang didirikan dengan tujuan semata-mata untuk menyalurkan penghasilan dari Indonesia tersebut lazim disebut sebagai conduit company.



Upaya penyalahgunaan tax treaty tersebut, disebut sebagai abusive karena menggunakan pasal-pasal dalam perjanjian penghindaran pajak berganda yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dibuatnya tax treaty, yaitu untuk menghindari pajak berganda dan mencegah terjadinya penghindaran pajak.



Tax treaty dapat dijadikan objek untuk melakukan aktivitas penghindaran pajak, meskipun tujuan dari tax treaty pada hakekatnya adalah untuk mencegah penghindaran pajak. Skema treaty shopping dilakukan oleh penduduk suatu negara yang tidak memiliki tax treaty mendirikan anak perusahaan di negara yang memiliki tax treaty dan melakukan kegiatan investasinya melalui anak perusahaan tersebut, sehingga investor dapat menikmati tariff pajak rendah dan fasilitasfasilitas perpajakan lainnya yang tercantum dalam tax treaty.



Skema treaty shopping dilakukan untuk memanfaatkan fasilitas-fasilitas dalam tax treaty (treaty benefit). Padahal treaty benefit hanya boleh dinikmati oleh residen (subjek pajak dalam negeri) dari kedua negara yang mengikat perajanjian. Untuk dapat memanfaatkan treaty benefit harus memenuhi dua syarat (Mansury:1999): 



Syarat formal (administrative requirement), yaitu pembuktian bahwa yang bersangkutan adalah residen (penduduk) dari negara yang mengikat



5



perjanjian berupa Certificate of Residence yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di negara treaty partner. 



Syarat material (substantive requirement), yaitu Wajib Pajak di negara treaty



partner memang



benar-benar



residen



di



negara partner tersebut, bukan residen Negara ketiga.



C. Dampak Treaty Shopping Untuk meminimumkan risiko treaty shopping, Darussalam menyatakan Indonesia perlu melakukan renegoisasi tax treaty untuk dapat memasukan pasalyang menyangkut pembatasan penggunaantax treaty bagi mereka yang melakukan penyimpangan dari tujuan diadakannya tax treaty, yaitu Pasal tentang Limitation on Benefit (LoB).Pasal tentang Limitation on Benefit telah diberlakukan dalam tax treaty antara India-US. Mahkamah Agung di India dalam putusannya menyatakan bahwa jika otoritas pajak India ingin menyatakan bahwa Negara pihak ketiga (non-resident country) tidak berhak untuk mendapatkan fasilitas yang disediakan dalam perjanjian penghindaran pajak berganda, maka negara harus mengadopsi ketentuan Limitation of Benefits seperti yang terdapat dalam tax treaty India-AmerikaSerikat.



Maksud diadakan ketentuan Limitation of Benefits tersebut adalah dalam rangka untuk mencegah penyalahgunaan perjanjian penghindaran pajak berganda oleh subjek pajak yang tidakberwenangdandalamrangkauntukkepastian hokum bagi subjek pajak. Sehubungan dengan ketentuan Limitation of Benefits di



6



Indonesia, perjanjian penghindaran pajak berganda Indonesia saat ini hanya mempunyai pasal Limitation of Benefits dengan Amerika Serikat. Untuk dapat memasukkan (renegosiasi) pasal tersebut dalam P3B yang masih berlaku saat ini adalah sesuatu yang cukup sulit. Pasalnya, masa berlaku perjanjian penghindaran pajak berganda dengan satu negara sampai renegosiasi rata-rata sekitar 14 tahun.Hal ini bias terjadi karena suatu renegosiasi memerlukan adanya kepentingan bersama dari dua negara yang mengadakan renegosiasi P3B tersebut.



Oleh karena itu, keinginan sepihak untuk memasukkan anti penghindaran pajakdalam perjanjian penghindaran pajak berganda banyak menemui kendala dalam praktiknya. Adapun saat ini, upaya untuk memasukkan klasul tentang antitreaty abuse telah disarankan oleh OECD dan G20, dalamBase Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action Plan 6.*



7



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Treaty Shopping adalah suatu skema yang dilakukan untuk mendapatkan fasilitas, misalnya penurunan tarif pemotongan pajak (withholding taxes) yang disediakan oleh suatu perjanjian penghindaran pajak berganda, oleh subjek pajak yang sebenarnya tidak berhak untuk mendapatkan fasilitas tersebut. Upaya penyalahgunaan perjanjian penghindaran pajak berganda tersebut, disebut sebagai abusive. Hal ini disebabkan karena menggunakan pasal-pasal dalam perjanjian penghindaran pajak berganda yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dibuatnya perjanjian penghindaran pajak berganda, yaitu untuk menghindari pajak berganda dan mencegah terjadinya penghindaran pajak.



Dalam rangka mencegah praktik penyalahgunaan ketentuan-ketentuan dalam suatu perjanjian penghindaran pajak berganda agar tidak disalahgunakan oleh subjek pajak yang tidak seharusnya menerima manfaat dari perjanjian penghindaran pajak berganda tersebut, maka dalam pasal perjanjian pajak berganda terdapat ketentuan tentang anti tax avoidance. Disamping itu, banyak negara juga membuat suatu ketentuan tentang anti tax avoidance terhadap treaty shopping dalam ketentuan domestiknya.



8



DAFTAR PUSTAKA



Mansury, BerbagaiFasilitasDalam 41 Tax Treaties Indonesia, Jakarta: YayasanPengembangandanPenyebaranPengetahuanPerpajakan (YP4), 1999. Amali, Muhammad Na’im. SkemaPenghindaranPajakDalamPerspektifForeign Direct Investment (FDI). 2009. https://news.ddtc.co.id/kamus-pajak-memahami-arti-treaty-shopping-8396



9