Tugas 2 Hukum Administrasi Negara [PDF]

  • Author / Uploaded
  • febby
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1. Jelaskan perbedaan benda privat (private domain) dan benda publik (public domain) dalam konteks Barang Milik Negara (BMN) Sertakan masing-masing contoh! 2. Jelaskan dan uraikan metode penggunaan dan pemanfaatan barang milik negara! 3. Ada dua aspek perlindungan hukum bagi warga negara terkait dengan HAN, jelaskan dan uraikan! Jelaskan dan uraikan penyelesaian sengketa administrasi negara! Jawab : 1. Benda privat (private domain) adalah barang-barang milik negara yang pemanfaatannya hanya untuk peningkatan pegawai. Contohnya adalah mobil dinas pegawai. Barang-barang itu, seperti rumah dinas atau mobil dinas, diperuntukkan bagi aparat yang diberikan fasilitas khusus tersebut. Dengan demikian, masyarakat umum tidak bisa menikmati barang milik negara tersebut. Benda public (public domain) merupakan benda atau barang milik negara yang digunakan untuk kepentingan umum. Artinya, masyarakat umum dapat memanfaatkan atau menggunakan barang public tersebut, seperti jalan raya, jembatan, gedung-gedung pemerintahan, jaringan-jaringan listrik, ataupun bentuk-bentuk barang dinas yang digunakan oleh umum, tanpa memerlukan izin. 2. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan RI No 96/PMK.06/2007 : A. sewa Sewa adalah pemanfaatan barang milik negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. Dalam pengelolaan barang atau benda milik negara, salah satu tujuannya adalah upaya agar barang atau benda milik negara dapat bermanfaat sebesar mungkin, baik bagi negara maupun bagi masyarakat yang memerlukannya. Salah satu upaya untuk mengoptimalkan kemanfaatan barang atau benda milik negara dilakukan dengan mempersilakan pihak ketiga untuk turut memanfaatkannya dengan cara menyewa. B. Pinjam pakai Menurut lampiran III PMK No 96/PMK.06/2007, dinyatakan sebagai berikut. Pinjam pakai barang milik negara adalah penyerahan penggunaa barang milik negara antara pemertintah pusat dan pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu, tanpa menerima imbalan, setelah jangka waktu berakhir, barang milik negara tersebut diserahkan kembali kepada pemerintah pusat. Dari pengertian di atas mengenai pinjam pakai, tampak sekali bahwa pinjam pakai ini berbeda dengan model pemanfaatan yang bersifat sewa-menyewa salah satunya adalah pihak ketiga, yaitu badan hukum privat, serta adanya biaya sewa yang harus dibayar oleh pihak penyewa. Sementara itu, pada pinjam pakai, pihak yang terlibat adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam proses pinjam pakai, sifatnya adalah cuma-cuma karena tidak ada biaya yang harus dibayar oleh pemerintah daerah sebagai pihak penyewa. C. Kerja sama pemanfaatan Menurut lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan No 96/PMK.06/2007, sebagai berikut. Pendayagunaan barang milik negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Dari pengertian diatas, tampak sekali bahwa motivasi utama dalam proses kerja sama pemanfaatan barang milik negara adalah sisi keuntungan finansial guna memenuhi penerimaan negara bukan pajak



(PNBP) dan bukan dari sisi tujuan pemanfaatan barang itu sendiri. Hal ini berbeda dengan pola pinjam pakai yang lebih menitikberatkan sisi tujuan untuk mendukung pemerintah daerah dalam melaksanakan pemerintahan sehari-hari. Sementara itu, perbedaan utama dengan model pemanfaatan melalui metode sewa adalah pihak yang mengelola barang. Untuk model sewa, pihak penyewalah yang melaksanakan pengelolaan BMN tersebut sehari-hari. Sementara itu, pada pola kerja sama pemanfaatan, pengelola BMN tersebut adalah para pihak yang menandatangani perjanjian secara bersama-sama atau sendirisendiri. D. Bangun guna serah dan bangun serah guna Bangun guna serah dalam Lampiran V Peraturan Menteri Keungan Nomor 96/PMK.06/2007 diartikan sebagai berikut. Pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya tanah serta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya diserahkan kembali kepada pengelola barang setelah berakhirnnya jangka waktu. Sementara itu, untuk model bangun serah guna, menurut Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 diartikan sebagai berikut. Pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada pengelola barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut selama jangka waktu yang disepakati. 3. A. Perlindungan Preventif Berdasarkan pendapat Philiphus Hadjon, yang dimaksud dengan perlindungan preventif terhadap masyarakat dalam bidang hukum meliputi beberapa hal, yakni kemudahan dalam pemberian hak bagi maysarakat untuk mendapatkan akses informasi yang memadai serta jaminan prosedur administrasi yang standar/baku dalam proses-proses pelayanan di bidang administrasi. B. Perlindungan Represif Menurut Philipus Hadjon, diberikan kepada rakyat melalui jalur penyelesaian sengketa di peradilan, baik peradilan umum maupun peradilan yang khusus menangani perkara administrasi atau tata usaha negara. Perlindungan yang bersifat represif lebih menitikberatkan tindakan negara/pemerintah di wilayah hukum public, tetapi juga dalam lapangan hukum perdata. Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan



Berdasarkan Pasal 21 UU No.30/2014, ketentuan penyelesaian sengketa administrasi negara sebagai berikut:



1.



Pengadilan   berwenang   menerima,   memeriksa,   dan memutuskan ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan.



2.



Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk menilai ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang dalam Keputusan dan/atau Tindakan.



3.



Pengadilan wajib memutus permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan diajukan.



4.



Terhadap putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Niaga



5.



Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara wajib memutus permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan banding diajukan.



6.



Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mengikat